Anda di halaman 1dari 15

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN DOKUMEN

RENCANA TEKNIK AKHIR (RTA) JALAN TOL

BUKU 2

KRITERIA DESAIN
SUB BAB GEOTEKNIK

BADAN PENGATUR JALAN TOL


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2018
ii

KATA PENGANTAR

Rencana Teknik Akhir (RTA) merupakan dokumen hasil Perencanaan Teknik yang
dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai salah satu kewajiban dalam
Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). Dokumen ini harus disampaikan oleh BUJT
dalam jangka waktu tertentu sejak dimulainya Perencanaan Teknik sebagaimana telah
ditetapkan dalam Rencana Bisnis Jalan Tol masing – masing BUJT.

Yang dimaksud dengan Dokumen RTA adalah sekumpulan dokumen hasil


Perencanaan Teknik yang tersusun atas Dokumen Jadwal/Rencana Kerja Penyelesaian
RTA; Kriteria Desain yang merujuk pada Rencana Bisnis PPJT; Hasil Survei Detail;
Hasil Analisis Perencanaan; Gambar RTA; Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus;
serta Daftar Kuantitas dan Harga Satuan (Bill of Quantity/ BoQ) dan/atau Rencana
Anggaran Biaya (RAB).

Dalam rangka peningkatan kualitas produk RTA oleh BUJT dan memperjelas prosedur
penyusunan Dokumen RTA, maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menerbitkan Buku
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) RTA Jalan Tol. Juklak ini juga dapat menjadi alat
monitoring dan evaluasi dalam proses pembahasan hingga proses persetujuan RTA oleh
BPJT dan Ditjen Bina Marga.

Demikian, semoga Buku Juklak RTA ini dapat memberikan manfaat sebanyak-
banyaknya bagi pihak-pihak terkait sehingga proses Perencanaan Teknik Jalan Tol
menjadi lebih efektif dan efisien

Jakarta, 2018

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol

(……………………………)
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 ACUAN KRITERIA DESAIN .......................................................................... 4
Standar Acuan .................................................................................................. 4
Standar Acuan Geoteknik ............................................................................... 4
BAB 2 SUBSTANSI KRITERIA DESAIN .................................................................. 6
Dasar Kriteria Desain ...................................................................................... 6
Substansi Kriteria Desain Geoteknik ............................................................. 6
BAB 3 KRITERIA DESAIN .......................................................................................... 9
Kriteria Desain Geoteknik .............................................................................. 9
4

BAB 1
ACUAN KRITERIA DESAIN

Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan dokumen Rencana
Teknik Akhir (RTA) adalah meliputi seluruh peraturan perundangan atas ketentuan dan
persyaratan teknik Jalan Tol, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

a. Undang-undang Nomor 38/2004 tentang Jalan.


b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, tentang Jalan Tol.
c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 96 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2028).
d. Undang-undang Nomor 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
e. Surat Edaran Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR No. 02/SE/DB/06/2017
tentang Persyaratan Spesifikasi Teknis dan Spesifikasi Khusus Jalan Bebas
Hambatan dan Jalan Tol, Edisi 2017.
Standar Acuan Geoteknik
a. Persyaratan Perancangan Geoteknik, SNI 8460:2017
b. Spesifikasi Penguatan Tebing, No. 11/S/BNKT/1991, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
c. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 1, Proses Pembentukan
dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
d. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 2, Penyelidikan Tanah
Lunak Desain dan Pekerjaan Lapangan, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
e. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 3, Penyelidikan Tanah
Lunak, Pengujian Laboratorium, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
f. Timbunan Jalan pada Tanah Lunak, Panduan Geoteknik 4, Desain dan
Konstruksi, Pusat Litbang Prasarana Transportasi.
5

g. Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk Kayu Di Atas Tanah Lembek dan Tanah
Gambut, No. 029/T/BM/1999, Lampiran No. 6 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga
No. 76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999, Departemen Pekerjaan Umum.
h. Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Teknik.
i. Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan, Pd T-11-2003, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
j. Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, Pusat Litbang Perumahan dan
Permukiman, ISBN 978-602-5489-01-3, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
6

BAB 2
SUBSTANSI KRITERIA DESAIN

Dasar Kriteria Desain


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain dalam rangka penyusunan RTA oleh BUJT
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Kriteria Desain harus memenuhi seluruh peraturan dan persyaratan teknis jalan tol
berdasarkan referensi Standar Acuan yang telah disebutkan pada Bab 1 (satu).
2. Kriteria desain termasuk namun tidak terbatas dari kriteria desain buku ini
3. Kriteria desain disusun dengan mengacu pada Berita Acara rencana usaha PPJT. Apabila
dalam penyusunan RTA terindikasi adanya perbedaan, BUJT harus menyampaikan hasil
perbandingan antara PPJT dengan RTA, didukung hasil survei, analisis, hasil koordinasi
dan justifikasi teknis untuk mendapat persetujuan BPJT dan Bina Marga. Namun apabila
tidak ada perubahan, maka BUJT cukup melapor ke BPJT dan dapat melanjutkan
penyusunan RTA.
Catatan : hal-hal yang belum tercantum didalam kriteria desain agar mengikuti standar yang
berlaku secara nasional maupun internasional sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan.

Substansi Kriteria Desain Geoteknik


Penyusunan dan penyampaian Kriteria Desain Geoteknik diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:

1. Kondisi umum perancangan antara lain :


a. kondisi perancangan jangka pendek dan jangka panjang harus
dipertimbangkan;
b. pada perencanaan geoteknik, spesifikasi rinci dari suatu kondisi perancangan
harus mencakup hal-hal dibawah ini.
a) gaya-gaya yang bekerja, kombinasinya serta kondisi pembebanannya,
b) kesesuaian tanah secara umum untuk penempatan suatu struktur,
berkenaan dengan stabilitas global dan pergerakan tanah,
c) pengaturan dan pengklasifikasian berbagai zona tanah, batuan dan elemen-
elemen konstruksi, yang digunakan dalam model perhitungan,
d) dipping bedding planes,
e) pekerjaan tambang, penggalian atau struktur bawah tanah lainnya,
f) kondisi struktur yang berada di atas atau berdekatan dengan batuan:
 berada diantara lapisan tanah keras dan lunak,
7

 sesar, kekar dan rekahan,


 ketidakstabilan blok-blok batuan yang mungkin terjadi,
 terdapatnya rongga, lubang atau rekahan yang terisi material lunak dan
proses tersebut berkelanjutan,
g) lingkungan tempat struktur berada, termasuk
 efek gerusan, erosi dan penggalian, yang mengakibatkan perubahan
geometri permukaan tanah,
 efek korosi kimiawi,
 efek pelapukan,
 efek musim kering tang berkepanjangan,
 variasi tinggi muka air, termasuk misalnya efek dewatering,
kemungkinan terjadinya banjir, kerusakan sistem drainase, dan
eksploitasi air,
 munculnya gas dari dalam tanah,
 efek-efek waktu dan lingkungan lainnya terhadap kekuatan dan sifat
material lainnya, misalnya efek lubang yang diakibatkan oleh aktivitas
hewan.
h) Gempa
i) Pergerakan tanah yang diakibatkan oleh penurunan/subsidence
karenapenggalian atau aktivitas lainnya,
j) Sensivitas struktur terhadap deformasi,
k) Efek struktur baru terhadap struktur eksisting, pelayanan dan
lingkungan sekitar.
2. Perencanaan memperhatikan Spesifikasi Pondasi yang berupa perencanaan
untuk Pondasi Dalam, Pondasi Dangkal dan Syarat Penurunan Pondasi.
3. Pondasi Dalam dapat berupa Tiang Bor ataupun Tiang Pancang dimana
kapasitas daya dukung dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung
pondasi. Selain itu pondasi dalam juga dapat digunakan sebagai penahan gaya
lateral seperti secant pile dan continous pile dengan memanfaatkan kapasitas
lentur.
4. Pondasi Dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah yang
cukup. Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal
tidak disarankan.
8

5. Kriteria Perencanaan Timbunan meliputi Kemiringan Lereng Timbunan, Berm,


Material Timbunan, Stabilitas Timbunan, Penurunan Timbunan, Tinggi
Minumum Tanah dasar, Timbunan pada Oprit Jembatan.
6. Kriteria Perencanaan Galian meliputi Kemiringan Lereng Galian, Stabilitas
Lereng Galian.
7. Kriteria Perencanaan Tanah Lunak meliputi Beban Lalu Lintas, Faktor
Keamanan, Kriteria Deformasi, dan Beban Gempa.
8. Kriteria Perencanaan Daerah Longsor memperhatikan Klasifikasi Longsoran.
9

BAB 3 KRITERIA DESAIN

Kriteria Desain Geoteknik


 Penentuan Tanah Lunak/Lepas, berdasarkan:

Tabel 1. NSPT Cohesive Soil Cohesionless Soil

NSPT Consistency
Relative
NSPT Density

<2 Very soft


0– 4 Very loose

2– 4 Soft
4–10 Loose

4– 8 Medium
10 – 30 Medium

8–15 Stiff
30 – 50 Dense

15 – 30 Very stiff
>50 Very dense

>30 Hard
Unconfined
Compresion
Konsitensi Nilai NSPT Test Strenght qall (kn/m2)
<2 <25
Very soft
2–4 25 – 40
Soft
4–8 50 – 100
Medium
8–15 100 – 200
Stiff (firm)
15–30 200 – 400
Very stiff
>30 >400
Hard

Gambar 1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Data Sondir


 SPESIFIKASI PONDASI
1. Pondasi Dalam
Pondasi dalam dapat berupa tiang bor ataupun tiang pancang dimana kapasitas
daya dukung dimobilisir oleh tahanan friksi dan/atau tahanan ujung pondasi.
Selain itu pondasi dalam juga dapat digunakan sebagai penahan gaya lateral seperti
secant pile dan contiguous pile dengan memanfaatkan kapasitas lentur.
Tebal minimum selimut beton untuk seluruh tipe pondasi dalam adalah 75 mm.

a. Tiang Bor
 Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Reese and
Wright
 Faktor keamanan : selimut = 1.5~2; ujung =2.5~3
 Mutu beton K-250, slump 16-18 cm
 Mutu baja fy=400 MPa
 Jarak antar tiang 3D (center-center)
 Metoda pemboran adalah dry boring/wet boring (kondisional)
 Defleksi lateral max ¼”
 Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable
b. Tiang Pancang
 Metoda perhitungan yang digunakan adalah formula dari Mcoyle
 Faktor keamanan : selimut = 2.5 - 3; ujung =2.5
 Jarak antar tiang 3D (center-center)
 Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan (digunakan diameter
60cm)
 Defleksi lateral max ¼’’
 Daya dukung tiang tarik = (0.4~0.7) x qallowable
Pada pondasi tiang, tahanan friksi tarik adalah 0.75 dari tahanan friksi tekan.
Sedangkan faktor reduksi tidak diperlukan pada pondasi bore pile. Pondasi
dalam harus direncanakan mampu menahan gaya lateral akibat beban kerja
dengan defleksi lebih kecil dari defleksi ijin struktur. Sebagai batasan, defleksi
lateral ijin pondasi dalam dapat dilihat dalam Tabel selanjutnya.
2. Pondasi Dangkal
a. Pondasi dangkal dapat digunakan pada lokasi dengan daya dukung tanah
yang cukup. Jika terdapat potensi masalah penurunan, penggunaan pondasi dangkal
tidak disarankan.
b. Angka keamanan pada penentuan kapasitas daya dukung ijin pondasi adalah:
(a) Saat menerima beban mati saja (DL) SF = 3.0 (b) Saat menerima
beban mati + beban hidup (DL + LL) SF = 2.5
c. Penurunan maksimum yang diijinkan pada pondasi dangkal dapat dilihat
dalam Tabel berikut.
d. NSPT pada dasar pondasi > 40
e. Faktor keamanan geser > 1.5
f. Faktor keamanan guling > 2.0
3. Syarat Penurunan Pondasi
a. Total penurunan Max 2.5 cm
b.
Tabel 2. Syarat Penurunan Ijin

Penurunan ijin maksimum

Total Differential
Tipe Pondasi

Jangka
Jangka pendek
Jangka pendek
panjang & panjang

Pondasi
dangkal 20 mm 20 mm 1 : 1000

Pondasi
dalam 15 mm 25 mm 1 : 1000

Tabel 3. Defleksi Lateral Ijin Maksimum Pondasi

Penurunan ijin maksimum

Total Differential
Tipe Pondasi

Jangka
Jangka pendek
Jangka pendek
panjang & panjang

Pondasi
dalam 15 mm 25 mm 1 : 1000
 SPESIFIKASI PENGUATAN TEBING

Berdasarkan No. 11/S/BNKT/1991 Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat


Pembinaan Jalan Kota

1. Spesifikasi
Lereng yang baik, alami, dan stabil pada galian atau timbunan konstruksi jalan
sangat diperlukan didalam perencanaan jalan di perkotaan. Lereng galian atau
timbunan dibuat selandai mungkin dan pada daerah peralihan antara lereng dengan
bagian datar dibuat berbentuk lengkung.
Kelandaian dari lereng galian dan timbunan dipengaruhi oleh jenis materialnya
yang dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

a. Material Tanah
Jenis tanah sangat mempengaruhi kelandaian dan stabilitas lereng galian dan
timbunan. Komposisi tanah yang didominasi oleh lempung (clay) dan lanau
(silt) umumnya rawan terjadi erosi, untuk itu disarankan perencanaan
lerengnya lebih landai dari 3:1 (H:V).
Tabel berikut ini dapat dipakai sebagai pedoman perencanaan lereng,
dimana angka yang tercantum adalah persyaratan maksimal.
Tabel 4. Kelandaian Lereng Yang Disarankan

Kondisi
Topografi
Tinggi

Keterangan
galian/timbunan Cukup
(m) Daftar/Rolling Terjal
Terjal

0–1.2 1:6 1:4 1:4 * Tidak berlaku

untuk tanah
1.2–3 1:4 1:2 1:2
lempung dan

3–4.5 1:4 1 : 2.5 1 : 1.75* lanau

4.5–6 1:2 1:2 1 : 1.5*

6> 1:2 1 : 1-1.5 1 : 1.5*


b. Material Batu
Perencanaan lereng batuan sangat beragam yang dipengaruhi oleh teknologi
yang digunakan untuk penggaiian dan kekerasan batuannya dalam hal ini
umumya dipakai kelandaian 1 : 2.
Apabila pelaksanaan digunakan metode seperti “pre splitting”, maka
kelandaian lereng bisa dibuat lebih terjal yaitu antara 1: 1/6 sampai dengan 1:
1/12, dengan catatan hanya pada jenis batuan yang keras.

c. Material Pilihan
2. Kriteria
Pada material yang sejenis kelandaian lereng timbunan akan lebih rendah dari pada
galiannya. Bentuk peralihan lereng di kaki lereng pada material tanah dianjurkan
untuk kelandaian lereng 1 : 4 sampai dengan 1 : 2.
Fungsi utama dari bentuk peralihan lengkung adalah untuk :
a. Memberikan keselamatan bagi para pengemudi yang lepas kontrol ke luar
dari jalur lalu – lintas.
b. Memberikan aliran air dan hembusan angin yang lebih baik sehingga akan
menambah kestabilan lereng.
Bentuk peralihan bulat berlaku juga pada ujung atas dari galian atau
timbunan. Apabila ketinggian timbunan atau galian tidak dapat memberikan
jaminan keselamatan bagi pengendara maka sisi jalan harus dipasang rel
pengaman (guard rail). Kondisi timbunan atau galian lebih besar 2.5 m atau
konstruksi galian atau timbunan dibuat dari material yang labil, maka lereng
harus dibuat terasering
Form Kesesuaian Kriteria Desain Geoteknik
Kesesuain dengan
Kriteria Desain
No. Komponen Kriteria Desain Keterangan
Tidak
Sesuai
Sesuai
1. Data Tanah
Spesifikasi Pondasi
1. Pondasi Dalam
2. Pondasi Dangkal
3. Syarat Penurunan Pondasi
Spesifikasi Penguatan Tebing
1. Kriteria Teknis
2. Material

Anda mungkin juga menyukai