Anda di halaman 1dari 65

DESAIN PERKERASAN

JALAN LENTUR

Struktur Perkerasan Baru


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENGEMBANGAN SUM BER DAYA MANUSIA
PUSDIKLAT JALAN, PERUMAHAN, PEMUKIMAN DAN PENGEMBANGAN
10/19/2022
INFRASTRUKTUR WILAYAH 1
Jenis Struktur Perkerasan
1. Struktur perkerasaan pada permukaan
tanah asli;
2. Struktur perkerasan pada timbunan;
3. Struktur perkerasan pada galian.

2
PENDAHULUAN 1-1
Gambar 1-1: Komponen Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat)

Perkerasan
LPA Kelas A atau CTB

LPA Kelas B
Tanah Dasar
Perbaikan Tanah Dasar Pondasi
(jika dibutuhkan) atau
Lapis Penopang (jika dibutuhkan)

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) pada PermukaanTanah Asli (At Grade)

LPA Kelas A atau CTB

LPA Kelas B
Tanah Dasar

Timbunan dipadatkan pada CBR Pondasi


desain

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) pada Timbunan

LPA Kelas A atau CTB

LPA Kelas B
Tanah Dasar
Perbaikan tanah dasar atau lapis Pondasi
drainase(jika dibutuhkan)

Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat) pada Galian


3
Manual ini merupakan pelengkap pedoman desain
perkerasan Pd T-01-2002-B dengan penajaman pada
aspek-aspek sbb.

a. Penentuan umur rencana,


b. Penerapan minimalisasi discounted life cycle cost,
c. Pertimbangan kepraktisan pelaksanaan konstruksi,
d. Penggunaan material yang efisien.

4
Penajaman pada hal-hal sbb :
a. Umur rencana optimum yg ditentukan dari analisis life
cycle cost,
b. Koreksi thd faktor iklim yg mempengaruhi masa
pelayanan perkerasan,
c. Analisis beban sumbu secara menyeluruh,
d. Pengaruh temperatur,
e. Pengenalan struktur perkerasan cement treated base,
f. Pengenalan prosedur rinci utk desain pondasi jalan,
g. Pertimbangan desain drainase,
h. Ketentuan analisis lapisan utk Pd T-01-2002-B,
i. Penerapan pendekatan mekanistis,
j. Katalog desain 5
Desain Pekerasan Baru Jalan Lentur
1. Umur Rencana
2. Pemilihan Struktur Perkerasan
3. Lalu Lintas
4. Traffic Multiplier Lapisan Aspal
5. Zona Iklim
6. Modulus Bahan
7. Drainase Bawah Permukaan
8. Desain Pondasi Jalan
9. Tanah Dasar Lunak
10. Desain Perkerasan
11. Masalah Pelaksanaan yang Mempengaruhi Desain
12. Prosedur Desain
6
Desain Perkerasan Jalan Lentur
4 Tantangan telah diakomodasi
Beban Berlebih
Penggunaan Vehicle Damage Factor yang lebih sesuai
Temperatur Perkerasan Tinggi
Penggunaan modulus yang lebih sesuai
Curah Hujan Tinggi
Faktor drainase & daya dukung tanah dasar
Tanah Lunak
Penanganan tanah dasar & dampaknya
Tantangan ke-5 :
Mutu Konstruksi
Profesionalisme Industri Konstruksi Jalan

7
Bagian I – Struktur
Perkerasan Baru

8
Prosedur Desain
Perkerasan Lentur

Pedoman desain perkerasan yang ada :


Pd T-01-2002-B (Perkerasan Lentur)
Pd T-05-2005 (Overlay)
Pedoman No.002/P/BM/2011 (RDS update)

9
Perkerasan Lentur

10
Perkerasan Lentur
1. Umur Rencana, Tabel 2-1
2. CESA4
3. Traffic Multiplier (TM)
4. CESA5= TM x CESA4
5. Jenis Perkerasan (discounted whole of life cost)
6. Homogenous Section & Daya Dukung Tanah
Dasar
7. Struktur Pondasi Jalan
8. Struktur Perkerasan
9. Kecukupan Struktur relatif thd Pd T-01-2002-B?
10. Standar Drainase Bawah Permukaan
11. Kebutuhan Bahu Jalan Berpenutup

11
Bahu berpenutup harus disiapkan , jika :
1. Gradien jalan > 4% (potensial thd gerusan),
2. Pada daerah Perkotaan,
3. Berdampingan dengan garis kerb,
4. Jalan dengan lalu lintas berat & kend roda dua
cukup tinggi

Disediakan drainase bawah permukaan, jika :


1. Kerusakan pd perkerasan eksisting, karena air
tanah, saluran irigasi,
2. Air tidak bisa keluar dari Subbase.

12
2. Umur Rencana (UR) Jalan Baru
Perkerasan Lentur (Tabel 2.1 )
Lapisan Aspal & Lapisan Berbutir : 20 tahun
Pondasi Jalan, Daerah yg tidak dioverlay Underpass,
Jembatan & Terowongan : 40 tahun
Cement Treated Base (CTB) : 40 tahun

Jalan Tanpa Penutup


Semua jenis lapisan : 10 tahun

Umur Rencana < Kapasitas Jalan pada saat UR


Alternatif Umur Rencana
discounted whole of life cost yang terendah

13
2. Umur Rencana (UR) Jalan Baru (hal 2-1 )

14
2. CESA4 (1)
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 4)
Traffic Counting, hal 4-1
Durasi min. 7 x 24 jam, Pd T-19-2004-B: Lampiran A1
Hasil survei sebelumnya
Tabel 4.5 perkiraan lalin khusus untuk LHR rendah
Klasifikasi jenis kendaraan
Tabel 4.4 (Klasifikasi kendaraan dan Nilai VDF Gabungan)
hal 4-4
Faktor Pengali Pertumbuhan Lalin
R = ((1+0,01i)UR-1)/0,01i
Jika tidak ada data pertumbuhan (i), gunakan berikut:
Tabel 4-1

2011 – 2020 > 2021 – 2030


arteri dan perkotaan (%) 5 4
kolektor rural (%) 3,5 2,5
jalan desa (%) 1 1 15
16
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN
(VEHICLE DAMAGE FACTOR = VDF , BINA MARGA)

adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu standar. Perbandingan ini tidak
linier, melainkan exponensial sbb:

4
Beban Sumbu Kendaraan
VDF =
Beban Sumbu Standar
4
P
VDF = P=6 T, VDF = 1.6425
5.3

4
P
VDF = P=10 T, VDF = 2.2555
8.16

17
FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN
(VEHICLE DAMAGE FACTOR = VDF , BINA MARGA)

4 4
P P
VDF = = X 0,266
15 8,16
P=18 T, VDF = 2.0362

4 4
P P
VDF = = X 0,028
18 8,16

P=21 T, VDF = 2.3248

 Penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel


menjadi 2 kali Beban Standar, akan mengakibatkan
pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika Beban sumbu
menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali.

18
Tabel 4.5 Klasifikasi Kendaraan dan Vehicle Damage Factor (VDF) Baku
Tabel 4.4 : Vehicle Damage Factor (VDF) Gabungan (kendaraan niaga dengan 6
roda atau lebih) hal 4-4
Bali, Nusa
Tenggara,
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi
Maluku dan
Papua
VDF 4

VDF 5

VDF 4

VDF 5

VDF 4

VDF 5

VDF 4

VDF 5

VDF 4

VDF 5
Normal MST 12T 3.4 4.4 4.5 5.9 3.6 5.0 3.3 4.3 2.6 3.1

Beban berlebih 5.4 8.8 7.2 12.0 5.2 9.2 6.0 10.0 3.1 4.2

Beban sangat
8.6 18.9 10.0 18.5 7.5 15.2 7.5 14.5 - -
berlebih*

* Kawasan industri, pelabuhan besar, quari, dan pertambangan

19
2. CESA4 (2)
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 4)
Pengalihan Lalin (Traffic Diversion), hal 4-2
Analisis menurut jaringan jalan
Distribusi Lajur & Kapasitas Lajur
Beban desain pada setiap lajur < kapasitas lajur selama
umur rencana
Permen PU No.19/PRT/M/2011 :
RVK arteri & kolektor ≤ 0,85 & RVK jalan lokal ≤ 0,9
Tabel 4.2 Faktor Distribusi Lajur(DL)

Jumlah Lajur Kendaraan niaga pada lajur desain


setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
20
2. CESA4 (3)
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 4)
Perkiraan Faktor Setara Beban (VDF)
1. Survei penimbangan khusus pada jalan yg didesain
2. Survei penimbangan sebelumnya yg dianggap
mewakili
3. Tabel 4.5
4. Data WIM (Weigh in Motion) Regional oleh Bintek
Tabel 4.3 Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu-lintas
Spesifikasi Penyediaan Sumber Data Beban Lalu
Prasarana Jalan Lintas
Jalan Bebas Hambatan 1 atau 2 (utk jalan baru)
Jalan Raya 1 atau 2 atau 4
Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4
Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4
21
2. CESA4 (4)
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 4)
Pengendalian Beban Sumbu
s/d 2020 : beban aktual untuk desain
setelah 2020 : beban sumbu nominal 12 ton
Beban Sumbu Standar
Beban sumbu yg diijinkan 10 ton, namun formula tetap
menggunakan beban sumbu standar 8,16 ton
Beban Sumbu Standar Kumulatif
ESA = (Σ LHRT x VDF x Faktor Distribusi)
jenis kendaraan
CESA = ESA x 365 x R
R = ((1+0,01i)UR-1)/0,01i
Perkiraan Lalin untuk Jalan dgn Lalin Rendah
Jika tidak ada data, gunakan Tabel 4.5
22
Tabel 4.5 Perkiraan Lalin untuk Jalan dng Lalin Rendah (hal 4-5)
Deskripsi Jalan LHRT Kend Umur Pertum Faktor Kelompok Kumulatif ESA/HVAG Lalin
dua berat Renc buhan Pertumb Sumbu/ HVAG (overloaded) desain
arah (% ana Lalu uhan lalu Kendaraan Indikatif
dari (th) Lintas lintas (Pangkat 4)
lalu (%) Berat Overloaded
lintas)
Jalan desa 30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104
minor dg
akses
kendaraan
berat terbatas
Jalan kecil 2 90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 104
arah
Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105
Akses lokal 500 8 20 3.5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 106
daerah industri
atau quarry
Jalan kolektor 2000 7 20 3.5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 106

23
2. CESA4 (5)
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 4)

Faktor Ekivalen Beban, (lamp A-1)

ESA = (L /SL)4
4 ij

L : beban pada sumbu atau kelompok sumbu


ij

SL : beban standar untuk sumbu atau kelompok


sumbu, mengikuti Pd T-05-2005
(hanya diadopsi beban standarnya saja), untuk
STRT = 5,4 ton, STRG = 8,16 ton, STdRG = 13,75 ton
& STrRG = 18,45 ton

24
3. Traffic Multiplier (TM)

ESA = TM
5 lapisan aspal x ESA4
Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM ) untuk
lapisan aspal
kondisi beban berlebih di Indonesia berkisar 1,8 - 2.
TM dapat diperoleh dari lembar VDF calculator (Excel)
 LHRT (AADT) diisi sesuai data survei
 ESA/lane/day (at date of traffic count) dalam kolom
ini adalah untuk jalan 2 lajur 2 arah
 TM = CESA5 / CESA4
 TM digunakan utk mengoreksi ESA, akibat kelelahan 25
4. CESA5
(Cumulative Equivalent Single Axle - Eksponen 5)
Faktor Ekivalen Beban
ESA = (L /SL)5
5 ij
L : beban pada sumbu atau kelompok sumbu
ij
SL : beban standar untuk sumbu atau kelompok sumbu,
mengikuti Pd T-05-2005 (hanya diadopsi beban
standarnya saja), untuk STRT = 5,4 ton, STRG = 8,16 ton,
STdRG = 13,75 ton & STrRG = 18,45 ton
Kumulatif Beban Sumbu Standar
ESA = (Σ LHRT x VDF x Faktor Distribusi)
jenis kendaraan
CESA = ESA x 365 x R
R = ((1+0,01i)UR-1)/0,01i

26
Tabel 3.1 Pemilihan Jenis Perkerasan
CESA4 20 tahun (juta)
Bagan (pangkat 4 kecuali disebutkan lain)
Struktur Perkerasan
Desain
0 – 0.5 0.1 – 4 4 - 10 10 – 30 > 30
Perkerasan kaku dengan lalu lintas berat 4 2 2 2
Perkerasan kaku dengan lalu lintas rendah 1, 2
4A
(desa dan daerah perkotaan)
AC WC modifikasi atau SMA modifikasi
3 2
dengan CTB
AC dengan CTB 3 2
AC tebal ≥ 100 mm dengan 1, 2
3A
lapis pondasi berbutir
AC atau HRS tipis diatas 1, 2
3
lapis pondasi berbutir
Burda atau Burtu dengan Gambar
3 3
LPA Kelas A atau batuan asli 6
Lapis Pondasi Soil Cement 6 1 1
Perkerasan tanpa penutup Gambar 1
6

Solusi yang lebih diutamakan (lebih murah)


Alternatif – lihat catatan
Catatan : Tingkat Kesulitan :
① Kontraktor kecil - medium
② Kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai
27
③ Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus – dibutuhkan kontraktor spesialis Burda
5. Jenis Perkerasan
(discounted whole of life cost)
Pemilihan Jenis Perkerasan
Gunakan Tabel 3.1 hal 3-1
CESA untuk 20 tahun menggunakan eksponen pangkat
4
Bagan Desain (Design Chart) dalam Manual ini
berdasarkan CESA4 & CESA5 yg sesuai
Pangkat 4 digunakan untuk bagan desain pelaburan
tipis (Burda) dan perkerasan tanpa penutup
Pangkat 5 digunakan untuk perkerasan lentur
Nilai TM dibutuhkan hanya untuk desain dng CIRCLY

28
6. Homogenous Section &
Daya Dukung Tanah Dasar (1)
Iklim akan mempengaruhi : (lamp. B-1)
Temperatur lapisan aspal dan nilai modulusnya
Kadar air di tanah dasar dan perkerasan berbutir

III III
I
III
III

III
III

III
II II
I

29
Zona Iklim untuk Indonesia Lamp B-1
Uraian Curah hujan
Zona Lokasi
(HDM 4 types) (mm/tahun)
tropis, kelembaban Sekitar Timor dan Sulawesi
I sedang dengan musim Tengah seperti yang <1400
hujan jarang ditunjukkan gambar
tropis, kelembaban
Nusa Tenggara, Merauke,
II sedang dengan musim 1400 - 1800
Kepulauan Maluku
hujan sedang
Sumatera, Jawa,
tropis, lembab dengan Kalimantan, Sulawesi,
III 1900 - 2500
musim hujan sedang Papua, Bali, seperti yang
ditunjukkan gambar
tropis, lembab dengan
Daerah pegunungan yang
hujan hampir sepanjang
IV basah, misalnya Baturaden >3000
tahun dan kelembaban
(tidak ditunjukkan di peta)
tinggi dan/atau banyak air
30
7. Struktur Pondasi Jalan (1)
Prosedur Desain dengan 4 Kondisi Tanah: hal 6-1

A. Kondisi tanah dasar normal, CBR > 3% & dapat dipadatkan


secara mekanis, kondisi normal inilah yang sering diasumsi
kan oleh desainer.
B. Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah
(kurang dari 3m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. CBR lab.
tidak dapat digunakan, karena optimasi kadar air dan
pemadatan secara mekanis tidak mungkin dilakukan di
lapangan. Kepadatan dan daya dukung tanah asli rendah
sampai kedalaman yang signifikan sehingga diperlukan
prosedur stabilisasi khusus.
C. Sama dng kondisi B namun tanah lunak aluvial dalam
kondisi kering. CBR lab. memiliki validitas yang terbatas
karena kepadatan tanah yg rendah dapat muncul pada
kedalaman pada batas yg tidak dapat dipadatkan dengan
peralatan konvensional. Kondisi ini membutuhkan
prosedur stabilisasi khusus
D. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut 31
Periksa data proyek dan
gambar, dan bagilah Gambar 6-1: Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi jalan
dalam seksi-seksi yang
homogen dengan daya
dukung pondasi yang
hampir sama

Tanahnya Tanahnya
alluvial YES jenuh atau NO
dengan berpotensi
kepadatan jenuh ?
rendah ?

YES
NO

Metode Desain A Metode Desain B Metode Desain C


(prosedur (tanah alluvial (tanah alluvial
subgrade standar) jenuh) kering)

32
BAGAN DESAIN 1 : PERKIRAAN NILAI CBR TANAH DASAR, hal 6-5
(tidak dapat digunakan untuk tanah alluvial jenuh atau tanah gambut)

Catatan dalam kasus 2,3,4 atau 6 nilai digunakan untuk desain perlu disesuaikan dengan faktor penyesuaian “m”. 33
FSL : finished surface level (sampai dengan bagian teratas perkerasan)
BAGAN DESAIN 2 : SOLUSI DESAIN PONDASI JALAN MINIMUM3
Lalu Lintas Lajur Desain
Umur Rencana 40 tahun
(juta CESA5)
Prosedur
CBR Tanah Dasar Kelas Kekuatan Tanah Uraian Struktur
Desain <2 2-4 >4
(Bagan Desain 1) Dasar Pondasi Jalan
Pondasi
Tebal minimum peningkatan
tanah dasar

≥6 SG6 Tidak perlu peningkatan


Perbaikan tanah dasar
5 SG5     100
meliputi bahan
4 SG4 A stabilisasi kapur atau 100 150 200
3 SG3 timbunan pilihan 150 200 300
(pemadatan berlapis
2.5 SG2,5 ≤200 mm tebal lepas) 175 250 350
Tanah ekspansif (potential swell > 5%) AE 400 500 600
Lapis penopang
1000 1100 1200
Perkerasan lentur diatas (capping layer) (2)(4)
SG1 aluvial1
B
tanah lunak5 Atau lapis penopang
650 750 850
dan geogrid (2)(4)
Tanah gambut dengan HRS atau perkerasan Burda
Lapis penopang
untuk jalan kecil (nilai minimum – peraturan lain D 1000 1250 1500
berbutir(2)(4)
digunakan)
1. Nilai CBR lapangan. CBR rendaman tidak relevan (karena tidak dapat dipadatkan secara mekanis).
2. Diatas lapis penopang harus diasumsikan memiliki nilai CBR ekivalen tak terbatas 2,5%.
3. Ketentuan tambahan mungkin berlaku, desain harus mempertimbangkan semua isu kritis.
4. Tebal lapis penopang dapat dikurangi 300 mm jika tanah asli dipadatkan (tanah lunak kering pada saat konstruksi.34
7. Struktur Pondasi Jalan (4)
 Tabel 7.2 Estimasi Waktu Pra-pembebanan Timbunan diatas
Tanah Lunak
Ketinggian Timbunan Final (m)
Kedalaman sampai CBR <2 2 – 2.5 > 2.5
lapangan 2% (m) Waktu pra-pembebanan (bulan)

< 1,5 3 4 5
1,5 – 2,0 5 6 9
2,0 – 2,5 8 10 13
2,5 – 3,0 12 14 19

 Jika waktu pra-pembebanan berlebihan atau terdapat batas


ketinggian timbunan (misal pada kasus pelebaran jalan 35
9.6 Survey Lapangan, Pengujian & Anaisis Material Tanah
Dasar (2)
 9.6.2 Penentuan Segmen Tanah Dasar Yg Seragam :
hal 6-8
 Data pengujian ≥ 16 per segmen, formula
CBR karakteristik = CBR rata2 – 1.3 x SD
Koefisien variasi = SD / nilai rata-rata = 25-30%.
 Data pengujian < 16, nilai terkecil digunakan sebagai CBR
dari segmen jalan. Nilai yg rendah yg tidak umum dapat
menunjukkan daerah tsb membutuhkan penanganan
khusus, sehingga dapat dikeluarkan.
 CBR karakteristik untuk desain adalah nilai min.
sebagaimana ditentukan diatas untuk data yang berlaku
dari:
 Data CBR laboratorium rendaman 4 hari, atau
 Data DCP yg disesuaikan dng musim (dikalibrasi lebih
dulu), atau
 CBR yg ditentukan dng Bagan Desain 1
36
9.6 Survey Lapangan, Pengujian & Anaisis Material Tanah
Dasar (1)
 9.6.1 Daya Dukung untuk Tanah Normal : hal 6-7

 CBR rendaman 4 hari dari permukaan tanah asli pada


elevasi tanah dasar untuk semua area.
 Nilai konservatif untuk material permukaan tanah asli
sebesar 3% pada tahap desain kecuali sampel yg
mewakili dapat diambil dari elevasi akhir tanah dasar
pada galian.
 Perhatian khusus seperti: lokasi dengan muka air tanah
tinggi; lokasi banjir (tinggi banjir 10 tahunan harus
ditentukan); daerah yang sulit mengalirkan air/drainase
yang membutuhkan faktor koreksi “m”; daerah yang
terdapat aliran bawah permukan/rembesan (seepage);
daerah dengan tanah bermasalah seperti tanah alluvial
lunak/tanah ekspansif/tanah gambut.
37
9.6 Survey Lapangan, Pengujian & Anaisis Material
Tanah Dasar (3)
 9.6.3 Alternatif Pengukuran Daya Dukung : hal 6-8

 DCP hanya dapat digunakan secara langsung untuk


memperkirakan nilai CBR bila saat pengujian kadar air
tanah mendekati kadar air maks
 Jika pengujian selama musim hujan tidak dapat
dilaksanakan, maka digunakan hasil uji CBR lab.
rendaman dari contoh lapangan, kecuali :
 Tanah rawa jenuh sulit dipadatkan. CBR lab. tidak
relevan. DCP yg disesuaikan dng musim (dikalibrasi)
memberikan hasil yg lebih handal
 Lapisan lunak dng kepadatan rendah (umumnya 1200
– 1500 kg/m3) yg terletak di bawah lapisan keras yang
terletak di bawah muka tanah dasar rencana. Kondisi
ini sering terjadi pada daerah alluvial kering
terkonsolidasi & harus diidentifikasi dengan
pengujian DCP. 38
9.6 Survey Lapangan, Pengujian & Anaisis Material
Tanah Dasar (4)
 Data lendutan dapat digunakan untuk menentukan
modulus tanah dasar.

 Faktor penyesuaian dapat digunakan sebagai nilai


minimum. Survei sebaiknya dilaksanakan setelah musim
hujan yang panjang.
Faktor Penyesuaian Faktor Penyesuaian
Musim Minimum utk CBR dari Minimum Pengukuran
pengujian DCP Lendutan
Musim Hujan dan Tanah Jenuh 0,90 1
Peralihan 0,80 1,15
Musim Kering 0,70 1,13

 Nilai desain (CBR/lendutan) = (hasil bacaan DCP atau39


7. Struktur Pondasi Jalan (9)
 9.7 Perbaikan Tanah Dasar dengan Stabilisasi : hal 6-10

 Termasuk : material timbunan pilihan, stabilisasi kapur, atau


stabilisasi semen. Pelebaran perkerasan pada area galian sering
terjadi pada daerah yg sempit atau tanah dasar yg dibentuk tak
teratur, yg sulit untuk distabilisasi. Dalam hal ini, timbunan
pilihan lebih diutamakan.
 Daya dukung material stabilisasi yg digunakan untuk desain
harus diambil konservatif dan tidak lebih dari nilai terendah
dari :
 Nilai CBR laboratorium rendaman 4 hari
 < 4 x daya dukung material asli yg digunakan untuk
stabilisasi
 < nilai yg diperoleh dari formula :
CBR lapis atas tanah dasar distabilisasi =
CBR tanah asli x 2^ (tebal tanah dasar stabilisasi/150)
40
7. Struktur Pondasi Jalan (10)
 9.8 Formasi Tanah Dasar diatas Muka Air Tanah dan
Muka Air Banjir : hal 6-10 Tabel 6-2

Tinggi Minimum Tanah Dasar diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir
Kelas Jalan Tinggi tanah dasar diatas muka air Tinggi tanah dasar diatas
tanah (mm) muka air banjir (mm)
Jalan Bebas 1200 (jika ada drainase bawah 500 (banjir 50 tahunan)
Hambatan permukaan di median)
1700 (tanpa drainase bawah
permukaan di median)
Jalan Raya 600 (jika ada drainase di median)
Jalan Sedang 600 500 (banjir 10 tahunan)
Jalan Kecil 400 Tidak digunakan

41
10. Tanah Lunak (1) hal 7-1

10.1 Umum :

 Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah terkonsolidasi


normal (normally consolidated) atau terkonsolidasi sedikit
over yang biasanya lempung atau lempung kelanauan.
 CBR lapangan tanah ini < 3% dan kuat geser (qc)< 7,5 KPa
hingga kedalaman 1 – 5 m.

 Tanah lunak mempunyai rasio terkonsolidasi over mendekati


1, mengindikasikan tidak adanya konsolidasi sebelumnya
selain tekanan tanah permukaan eksisting. Setelah lapis
kerak permukaan, nilai qc meningkat linier seiring
kedalaman. Konsolidasi normal biasanya ditemukan pada
daerah dataran alluvial Indonesia

 Metode biasa dengan memadatkan permukaannya dan


mengadopsi nilai CBR laboratorium tidak berlaku 42
Tanah Lunak (2)
 10.2 Pemilihan Penanganan Pondasi Tanah Lunak :
hal 7-1
 Bila kedalaman tanah lunak (CBR 3% dgn DCP pukulan
tunggal) < 1 m, pembuangan seluruh tanah lunak sebaiknya
dipertimbangkan.
 Jika kedalaman tanah lunak > 1 m, penanganan dgn lapis
penopang harus dipertimbangkan.
 Jika tanah lunak memerlukan waktu pra-pembebanan yg
panjang, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain)
hendaknya dipertimbangkan. Lapisan lempung kelanauan
setebal 1,5 m bisa memerlukan waktu pra-pembebanan
selama 4 bulan, lapisan setebal 3 m membutuhkan ≥ 16
bulan.
 Jika lapis penopang (capping layer) tidak dapat digunakan,
beban timbunan tambahan sementara (surcharge), drainase
vertikal dgn bahan strip (wick drain), cakar ayam atau micro
pile hendaknya digunakan (di luar Manual ini)

43
Tanah Lunak (3)
10.3 Lapis Penopang : hal 7-2

 Pemadatan yg tercapai < 95% MDD pada bagian bawah


lapis penopang. Pemadatan maks. yg dapat dicapai sangat
penting untuk perkerasan kaku untuk mengurangi retak
akibat penurunan tanah yg berbeda setelah konstruksi.
Pemadatan dgn high impact energy harus
dipertimbangkan.
 Proof rolling harus dilakukan untuk mengidentifikasi
bagian-bagian setempat yg lunak & membutuhkan
penanganan lebih lanjut. Lendutan dari benkelman beam
sebesar 2,5 mm akibat sumbu ganda 14,5 ton dgn tekanan
roda 450 kPa menunjukkan dukungan lapis penopang yang
memadai.
Separator Geotekstil :
 Dipasang pada antar muka dari tanah asli dan tanah lunak
jika permukaan tanah asli telah jenuh atau akan
mengalami kejenuhan dalam masa layan 44
8. Struktur Perkerasan (1)
Modulus Lapisan Aspal : Lampran C-3

Modulus lapisan aspal ditetapkan berdasarkan temperatur udara 24˚C


- 34˚C dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata (MAPT) 410C.
Jika MAPT berbeda maka faktor penyesuaian tebal lapis beraspal
dapat digunakan

Temperatur perkerasan tahunan 34 - 38 39 - 43 44 - 48


rata-rata (MAPT) (˚C)
Faktor koreksi tebal aspal 0,91 1,00 1,09
MAPT (Mean Annual Pavement Tempelatur)
Pengembangan Bagan Desain (Design Chart):
Modulus Lapisan Aspal dng MPAT 41˚C
Modulus Lapisan Berbutir tergantung dari tegangan yg bekerja,
nilainya menurun jika tebal & kekakuan lapisan aspal diatasnya
meningkat
Parameter K (kelelahan) tergantung Vb (vol. aspal)
45
8. Struktur Perkerasan (2). Tabel C-1

MPAT 41˚C

Koefisien Relatif (a ) bukanlah 0,40 – 0,44


1
Koefisien Rasio Poisson’s
Jenis Bahan Modulus Tipikal Relatif (a )
1

HRS-WC 800 MPa 0,28


HRS-Base 900 MPa 0,28
AC-WC 1100 MPa 0,31 0,40
AC-BC (lapis lebih atas) 1200 MPa 0,31
AC-Base atau AC-BC 1600 MPa 0,31
(sebagai lapis bawah)
Bahan Bersemen 500 MPa retak 0,20 (mulus)
0,35 (retak)
Tanah Dasar 10xCBR (MPa) 0,45 (kohesif)
(disesuaikan musiman) 0,35 (non kohesif)
46
8. Struktur Perkerasan (3)
Solusi perkerasan yg banyak dipilih berdasarkan pada
pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil yang
diberikan dalam :
BAGAN DESAIN 3: Desain perkerasan lentur aspal (opsi
biaya minimum termasuk CTB)
BAGAN DESAIN 3A: Desain perkerasan lentur alternatif :
lapis beraspal dan lapis pondasi berbutir

BAGAN DESAIN 6: Desain perkerasan kerikil dengan


pelaburan aspal tipis
BAGAN DESAIN 7: Desain perkerasan soil cement

BAGAN DESAIN 8: Desain perkerasan kerikil tanpa penu-


tup dan perkerasan kerikil dengan pelaburan aspal tipis
47
8. Struktur Perkerasan (3)
Jika MAPT berbeda maka faktor penyesuaian tebal lapis
beraspal dapat digunakan

Pengembangan Bagan Desain (Design Chart):


Modulus Lapisan Aspal dng MPAT 41˚C
Modulus Lapisan Berbutir tergantung dari tegangan
yg bekerja, nilainya menurun jika tebal & kekakuan
lapisan aspal diatasnya meningkat
Parameter K (kelelahan) tergantung Vb (vol. aspal)

48
8. Struktur Perkerasan (4)
Aspal Modifikasi dan Inovasi Lainnya
Untuk aspal modifikasi atau SMA dapat menggunakan
bagan desain 3 atau 3A.
Manfaat utama dari aspal modifikasi adalah untuk
meningkatkan durabilitas dan ketahanan terhadap alur
(rutting)

Manfaat & sifat material khusus harus didukung:


Sertifikat manufaktur
Pengujian menyeluruh oleh laboratorium yg disetujui
Analisis desain mekanistik dengan menggunakan
prinsip – prinsip dalam Manual ini
Pengujian lapangan jika diminta Bina Teknik
Bukti bahwa transportasi dan penyimpanan aspal, alat
pencampuran dan penghamparan sesuai dengan
campuran beraspal modifikasi yang digunakan 49
BAGAN DESAIN 3 DESAIN PERKERASAN LENTUR
(opsi biaya minimum termasuk CTB)1, hal 8-2

  F4 F5 F6 F7 F8
Untuk lalu lintas di bawah 10 Lihat Bagan Desain 4 untuk alternatif yang lebih murah3
juta CESA5 lihat bagan desain
3A – 3B dan 3 C

Repetisi beban sumbu desain 20


tahun terkoreksi di lajur desain
         
> 10 - 30 > 30 – 50 > 50 – 100 > 100 – 200 > 200 – 500
(106 CESA5)

Jenis permukaan berpengikat ACc atau ACf AC c

Jenis lapis Pondasi Cement Treated Base (CTB) (= Cement


Treated Base A )

     
AC WC 40 40 40 50 50
AC BC 5 60 60 60 60 60
AC BC atau AC Base 75 95 125 160 220
CTB4 150 150 150 150 150
LPA Kelas A2 150 150 150 150 150

Catatan :
1. Ketentuan-ketentuan struktur Pondasi Bagan Desain 2 juga berlaku
2. Ukuran Gradasi LPA nominal maks harus 20mm untuk tebal lapisan 100 –150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan 125 –150 mm
3. Pilih Bagan Desain 4 untuk solusi perkerasan kaku untuk life cycle cost yang rendah
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan
pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC-BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm.
6. HRS tidak digunakan untuk kelandaian yang terjal atau daerah perkotaan dengan lalu lintas > 1 juta ESA.
Lihat Bagan Desain 3A untuk alternatif 50
Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif, hal 59

Catatan : Bagan Desain 3A hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk dilaksanakan, namun untuk
desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan desain menggunakan Bagan Desain 3.

51
Alternatif Bagan Desain 3C: hal 8-5
Desain Perkerasan Lentur - Aspal dgn Lapis Pondasi Berbutir
(Solusi untuk Reliabilitas 80% Umur Rencana 20 Tahun)
STRUKTUR PERKERASAN
FF1 FF2 FF3 FF4 FF5 FF6 FF7 FF8 FF9
Solusi yang dipilih Lihat Catatan 3 Lihat Catatan 3
Pengulangan beban
sumbu desain 20
tahun di lajur
rencana 1-2 >2 - 4 >4 – 7 >7 - 10 >10 - 20 >20 - 30 >30 - 50 >50 - 100 >100 - 200
(pangkat 5)
(106 CESA5)
KETEBALAN LAPIS PERKERASAN (mm)
AC WC 40 40 40 40 40 40 40 40 40
AC BC 60 60 60 60 60 60 60 60 60
AC Base 0 70 80 105 145 160 180 210 245
LPA 400 300 300 300 300 300 300 300 300
Catatan 1 1 2 2 3 3 3 3 3
Catatan Bagan Desain 3A:
1. FF1 atau FF2 harus lebih diutamakan daripada solusi F1 dan F2 atau dalam situasi jika HRS berpotensi rutting
2. FF3 akan lebih efektif biaya relatif terhadap solusi F4 pada kondisi tertentu
3. CTB dan pilihan perkerasan kaku (Bagan Desain 3) dapat lebih efektif biaya tapi dapat menjadi tidak praktis jika
sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia. Solusi dari FF5 - FF9 dapat lebih praktis daripada solusi Bagan Desain 3
atau 4 untuk situasi konstruksi tertentu. Contoh jika perkerasan kaku atau CTB bisa menjadi tidak praktis : pelebaran
perkerasan lentur eksisting atau diatas tanah yang berpotensi konsolidasi atau pergerakan tidak seragam (pada
perkerasan kaku) atau jika sumber daya kontraktor tidak tersedia.
4. Faktor reliabilitas 80% digunakan untuk solusi ini. 52
5. Bagan Desain 3A digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk diimplementasikan
BAGAN DESAIN 5 - PERKERASAN BERBUTIR DNG LAPIS TIPIS BURDA
hal 8-7

STRUKTUR PERKERASAN
SD1 SD2 SD3 SD43 SD53
Beban sumbu 20 tahun pada lajur desain CESA4x106)
<0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 4 4 - 10 10 - 30
Ketebalan Lapis Perkerasan (mm)
Burda 20 nominal
Lapis Pondasi Agregat Kelas A 200 250 300 320 340
Lapis Pondasi Agregat kelas A, atau kerikil
alam atau distabilisasi, CBR ≥10%, pada 100 110 140 160 180
subgrade dengan CBR ≥ 5%

Catatan :
1 Ketentuan-ketentuan struktur pondasi jalan Bagan Desain 1 juga berlaku untuk Bagan Desain 5.
2 Lapis Pondasi Agregat Kelas A harus dihampar dng tebal padat minimum 125 mm dan maksimum 200 mm.
3 SD4 dan SD5 hanya digunakan untuk konstruksi bertahap atau untuk penutupan bahu.
4 Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan
53
BAGAN DESAIN 6 - PERKERASAN TANAH SEMEN (SOIL CEMENT)
(diijinkan untuk area dengan sumber agregat atau kerikil terbatas), hal 8-7
STRUKTUR PERKERASAN
SC1 SC2 SC3
Beban Sumbu 20 tahun pada lajur
desain (CESA4x106)
<0,1 0,1- 0,5 0,5 – 4
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
HRS WC, AC WC (halus), Burtu atau Burda 50
LP Agregat Kelas A 160 220 300
Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B 110 150 200
Tanah distabilisasi, CBR 6% pada tanah dasar dengan
CBR ≥ 3% 160 200 260

Catatan :
1. Bagan Desain 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Bagan Desain 2 tetap
berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Stabilisasi satu lapis lebih dari 200 mm sampai 300 mm diperbolehkan jika disediakan peralatan stabilisasi
yang memadai dan untuk pemadatan digunakan pad-foot roller kapasitas berat statis minimum 18 ton.
3. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Bagan Desain 5 atau Bagan Desain 6 boleh dipasang
dalam satu lintasan dng persyaratan lapisan distabilisasi dalam Bagan Desain 2 sampai maksimum 300 mm.

4. Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas A harus dengan ukuran nominal maksimum 30 mm jika dihamparkan
dengan lapisan kurang dari 150 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan Burda atau
pekerjaan Stabilisasi.
6. Solusi yang tidak menyelesaikan kendala menurut Bagan Desain 7 dapat ditentukan menggunakan Bagan
BAGAN DESAIN 7 PERKERASAN TANPA PENUTUP BERASPAL & LAPIS TIPIS BURDA
Bagan Desain 7 memberikan pendekatan desain menggunakan grafik untuk semua kerikil alam,
batu pecah dan perkerasan distabilisasi baik yang berpengikat ataupun dengan lapis tipis Burda.
Prosedur penggunaan bagan ini diberikan dalam Lampiran C. (hal 63)

Permukaan DBST Burda : Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau batu kerikil atau kerikil stabilisasi CBR ≥ 30%
Permukaan kerikil : Agregat kelas A atau batu kerikil atau kerikil stabilisasi CBR ≥ 30% dan PI 4-12%

Tebal
material
berbutir
(mm)

Lalu Lintas Desain (ESA4) 55


Sumber : Autroads
8. Drainase Bawah Permukaan
(1), hal 5-1
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi:
Seluruh lapis sub base harus dapat mengalirkan air.
Pelebaran harus menjamin tersedianya drainase dari
lapisan berbutir terbawah pada perkerasan eksisting
Lihat Gbr 3, sub-base lebih rendah dari permukaan
tanah maka drainase bawah permukaan diperlukan &
ditempatkan di samping saluran U dng suling-suling
Lihat Gbr 4, berm > 500mm (Gbr tertulis > 500m),
drainase dari sub-base ke saluran bawah permukaan
Lihat Bgr 5, berm > 500mm maka “m” = 0,7, jika berm ≤
500mm maka “m” = 0,9
Lihat Gbr 6, muka air tanah ≤ 60 cm dari permukaan
tanah dasar maka tebal setiap lapisan berbutir
disesuaikan dengan faktor “m” (diambil 0,4)
Faktor “m” (koefisien drainase) diadopsi dari AASHTO
56
Koefisien Drainase
 Kualitas Drainase : hilangnya kadar air dari struktur
perkerasan, AASHO Road Test dalam 1 minggu
 Nilai-nilai untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
untuk material base dan subbase tanpa pengikat pada
perkerasan lentur (mi) : tergantung dari “% waktu struktur
perkerasan terekpos oleh tingkat kadar air yang mendekati
jenuh (selama setahun)”
Kualitas Drainase Air Hilang dalam
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak akan mengalir 57
Nilai-nilai untuk memodifikasi koefisien kekuatan
relatif untuk material base dan subbase tanpa
pengikat pada perkerasan lentur
% waktu struktur perkerasan terekpos oleh
Kualitas tingkat kadar air yang mendekati jenuh
Drainase
<1% 1–5% 5 – 25 % > 25 %

Baik sekali 1,40 – 1,30 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,20


Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00
Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80
Jelek 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,60
Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,95 – 0,75 0,75 – 0,40 0,40

58
8. Drainase Bawah Permukaan (2) hal 5-1

 Kelandaian drainase bawah permukaan ≥ 0,5% & titik


kontrol pembuangan ≤ 60m

 Elevasi titik pembuangan drainase bawah permukaan harus


lebih tinggi dari muka air banjir rencana

 Koefisien drainase “m” > 1 tidak boleh digunakan kecuali


ada keyakinan bahwa kualitas pelaksanaan yang disyaratkan
dapat terpenuhi

 Jika koefisien drainase “m” < 1, maka tebal lapis berbutir


harus dinaikkan dengan rumus:
Tebal lapis berbutir desain = (tebal hasil dari bagian desain)
/ “m”

59
. Tabel 5.1 Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapis Berutir
Kondisi Lapangan
(digunakan untuk pemilihan nilai 'm' Detail Tipikal
nilai m yang sesuai) utk desain hal 5-3

Jalur Lalu Lintas Bahu

1. Galian dengan drainase sub soil, 1.2


terdrainase sempurna
(keluaran drainase sub soil
selalu diatas muka banjir Lapis Pondasi agregat kelas B
Drainase
sub soil

Jalur Lalu Lintas Bahu

2. Timbunan dg lapis pondasi bawah 1.2


menerus sampai bahu (day-lighting)
Geotekstil
(tidak terkena banjir)

Aggregate base B

Jalur Lalu Lintas Bahu

3. Diatas permukaan tanah dengan


drainase sub soil, medan datar 1.0 Drainase
Terkadang drainase sub soil dibawah sub soil
Lapis Pondasi agregat kelas B

60
drainase sub soil, medan datar 1.0 Drainase
Terkadang drainase
Kondisi
Tabel 5.1 Koefisien
sub soil dibawah
Lapangan
Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapis Berutir sub soil
nilai 'm' Lapis Pondasi agregat kelas B
(digunakan untuk pemilihan Detail Tipikal
utk desain
nilai m yang sesuai) hal 5-3
.
4. Timbunan dengan tepi permeabilitas Jalur Lalu Lintas Bahu
Bahu
rendah dan lapis pondasi bawah
boxed. Tepi jalur drainase lebih dari
500 m. solusi alternatif dengan drai-
1.nase
Galian dengan dari
melintang drainase sub soil,
sub base pada 0.9
1.2
jarak terdrainase
< 10 m atausempurna
pada titik terendah.
(keluaran drainase sub soil
selalu diatas muka banjir LapisPondasi
Lapis Pondasiagregat
agregatkelas
kelasBB
Geotekstil
Drainase
sub soil
Tepi dengan permeabilitas
rendah
Jalur
Jalur Lalu
Lalu Lintas
Lintas Bahu
Bahu >500
5. Galian, pada permukaan tanah, atau
2. timbunan
Timbunantanpa drainase
dg lapis pondasisubsoil
bawahdan 1.2
tepi dg permeabilitas rendah > 500mm Rounding
menerus sampai bahu (day-lighting)
0.7 Geotekstil
(tidak terkena banjir)

Aggregate base B
Lapis Pondasi agregat kelas B

Jalur Lalu Lintas Bahu


Jalur Lalu Lintas Bahu
6. Tanah dasar jenuh secara permanen
3. selama musim hujan
Diatas permukaan dan dengan
tanah tidak ter-
drainase sub soil,
alirkan. Tanpa titikmedan datar
keluar utk sistem 1.0 Drainase
0.4
Terkadang drainase sub soil dibawah sub soil
sub soil. Aturan lapis penutup Lapis Pondasi agregat kelas B Muka air tanah tinggi
capping juga berlaku. Agregat kelas B tanah dasar jenuh

61
11. Kebutuhan Bahu Jalan
Berpenutup (1)
Tebal Lapisan Berbutir:
Tebal lapisan berbutir bahu harus sama dengan tebal lapisan
berbutir perkerasan untuk memudahkan pelaksanaan
Bahu Tanpa Pengikat (Kelas C):
Tebal lapis permukaan bahu = tebal lapisan beraspal jika
tebalnya > 125 mm, jika tidak maka tebal lapis permukaan
bahu min. 125 mm
Bahu Berpengikat:
Jika terdapat kerb
Gradien Jalan > 4%
Sisi yg lebih tinggi pada kurva superelevasi
LHRT > 10.000
Jalan Tol atau Jalan Bebas Hambatan
Dalam hal untuk lalu lintas sepeda motor

62
11. Kebutuhan Bahu Jalan
Berpenutup (2)
Material bahu berpengikat dapat berupa:
Penetrasi makadam
Burda
Beton aspal (AC)
Beton
Kombinasi dari tied shoulder beton 500 – 600 mm dan
bahu dengan pengikat aspal
Lalu Lintas Desain untuk Bahu Berpengikat:
Lalu lintas desain untuk bahu berpengikat ≥ 10% lalu
lintas desain untuk lajur jalan yg bersampingan atau
sama dng perkiraan lalu lintas yg akan menggunakan
bahu, diambil yg terbesar. Umumnya digunakan Burda
atau Penetrasi Makadam yg dilaksanakan dng baik

63
Contoh Soal perhitungan desain perkerasan
jalan lentur terlampir

64
65

Anda mungkin juga menyukai