Anda di halaman 1dari 59

Disampaikan Pada

Pelatihan Pemeriksaan Keteknikan


Bidang Bina Marga

Jakarta, 4 Juli 2011


1

I. PENDAHULUAN

Definisi : Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi jalan


yang disusun dengan material dan tebal lapisan tertentu
agar dapat menahan beban lalu lintas.
Dari philosophi pembebanan, kualitas material semakin
baik mendekati permukaan.
Perencanaan perkerasan jalan berdasarkan umur rencana.
Umur rencana adalah Jumlah waktu (tahun) sejak jalan
dibuka untuk lalu lintas sampai dengan diperlukan
perbaikan berat.
Umur rencana mempertimbangkan : klasifikasi jalan, Lalu
lintas, Nilai ekonomis (BCR, EIRR), Pola pembangunan dan
pengembangan wilayah.
Struktur perkerasan secara umum dibagi atas Flexible
pavement (Perkerasan Lentur) dan Rigid Pavement
(Perkerasan Kaku).
2

Klasifikasi Jalan

Sesuai Peruntukannya
Jalan Umum
Jalan Khusus

Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5)

Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder


Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa
Fungsi: Arteri; Kolektor; Lokal; Lingkungan
Kelas (sesuai bidang lalu lintas dan angkutan jalan) : I; II; IIIA;
IIIB; IIIC
Spesifikasi penyediaan prasarana:
1) jalan bebas hambatan;
2) jalan raya;
3) jalan sedang;
4) jalan kecil.
3

Tipikal Ruang Jalan


Sumber: Penjelasan PP 34/2006

II. PHILOSOPHI PERENCANAAN DAN


PEMBEBANAN LALU LINTAS

Beban lalu lintas kendaraan disalurkan ke permukaan


perkerasan jalan melalui tekanan roda.

Terdiri dari satu macam beban: beban Hidup (LL)

Berat sendiri perkerasan dan tumbukan diabaikan


Beban rencana (untuk desain) BUKAN beban
kendaraan maksimum tetapi jumlah kendaraan
(dalam standard axle load 8.16 Ton) yang lewat
selama UR.
Bila Beban lewat > Beban rencana jalan tidak
collaps namun perlu overlay/reconstruction/perkuatan
(catatan : failure condition jalan berbeda dengan
jembatan dan bangunan)

Beban roda kendaraan mengakibatkan


tegangan dan regangan (stress & starin) pada
perkerasan jalan dengan daya rusak tertentu.
Untuk perhitungan daya rusak, beban
kendaraan di konversikan / diubah kedalam
beban sumbu standard.
Beban Sumbu Standar (Standard Axle
Load) adalah Beban Sumbu Kendaraan sebesar
18.000 lbs (8,16 ton = 8 ton) yang dianggap
mempunyai daya rusak sama dengan satu
satuan, dengan konfigurasi Single Axle-Dual
Wheels (satu sumbu 2 roda).

Berdasarkan nilai di atas diturunkan Konfigurasi


Beban Sumbu Standar (daya rusak sama dengan 1
satuan) sbb :
5.4 Ton
Single Axle, Single Wheel
8.16
Ton

(diadopsi dari Ausroad)

Single Axle, Dual Wheels


15.0
Ton
Double Axles, Dual Wheels
18.0
Ton
Triple Axles, Dual Wheels
7

FAKTOR DAYA RUSAK KENDARAAN


(VEHICLE DAMAGE FACTOR = VDF)

adalah perbandingan antara daya rusak oleh muatan sumbu suatu kendaraan terhadap daya rusak oleh beban sumbu
standar. Perbandingan ini tidak linier, melainkan exponensial sesuai hukum Liddle sbb:

VDF =

VDF =

VDF =

Beban Sumbu Kendaraan


Beban Sumbu Standar

5.4
P

8.16
8

P
VDF =

= 0.086

15

8.16
P

VDF =

P
18

= 0.053

8.16

Penambahan beban sumbu pada single axle dual wheel


menjadi 2 kali Beban Standar, akan mengakibatkan
pertambahan daya rusak sebanyak 16 kali. Jika Beban
sumbu menjadi 3 kali, maka daya rusak menjadi 81 kali.
Bila beban pada single axle dual whell sebesar 8,16 ton mk
daya rusak = 1. Bila sumbu kendaraan diganti menjadi dual
axle dual whell, maka daya rusaknya menjadi 0.086 kali.
9

Contoh perhitungan VDF


Berdasarkan data actual loading yang diukur
dengan WIM (Weight In Motion) diperoleh
tekanan gandar rata-rata untuk single axle dan
tandem axle sbb:
VDFA =
8.549 ton

5.4

20.582

= 47.20

8.16

20.582 ton

VDFB =
8.549 ton

8.549

20.582 ton

8.549
5.4

20.582
15

= 10.30

10

MUATAN SUMBU TERBERAT


(MST)
(Legal Axle Limit)

Muatan berlebih (overloading) secara signifikan akan


meningkatkan daya rusak kendaraan, yang selanjutnya
memperpendek umur pelayanan jalan.
Untuk pengendalian beban berlebih, perlu pengaturan
melalui pembatasan beban lalu lintas dengan konsep
Muatan Sumbu Terberat (MST).
Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah beban / tekanan
gandar maksimum yang diijinkan melalui perkerasan jalan
raya.
MST merupakan Dasar Hukum (Legal Aspect) pengendalian
dan pengawasan muatan kendaraan dan ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan keputusan Departemen Perhubungan, beban
kendaraan dibatasi dengan MST diatas 10 ton, MST = 10 ton
dan MST = 8 ton.
11

MUATAN SUMBU TERBERAT (MST) DI INDONESIA


PP No. 43 Th. 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan
MST lebih 10 Ton : Untuk Jalan Kelas I
MST = 10 Ton
: Untuk Jalan Kelas II
MST = 8 Ton
: Untuk Jalan Kelas IIIA, IIIB,
IIIC
Penggunaan MST lebih dari 10 Ton akan diatur oleh
Menteri Perhubungan dan Menteri PU
Notes:
UU No 38 / 2004 tentang jalan dan PP No 34/2006
tentang jalan, tidak mengenal lagi istilah kelas jalan
sehingga implementasinya perlu ditinjau ulang
12

Besaran MST bervariasi untuk berbagai negara


tergantung dari nature dan kemampuan
keuangan,

Belgia : MST = 12.000 kg


Denmark : MST = 10.000 kg
Jerman : MST = 11.000 kg
Finland : MST = 10.000 kg
Perancis : MST = 13.000 kg
Inggris : MST = 10.170 kg
Itali : MST = 12.000 kg
Belanda : MST = 11.500 kg
Portugal : MST = 12.000 kg
Spanyol : MST = 11.000 kg
Kesepakatan MEE
: MST = 13.000
kg
Emirat Arab : MST TIDAK TERBATAS (UNLIMITED)
13

KONFIGURASI BEBAN MST 8 TON


GOLONGAN

KONFIGURASI

VDF

6B

1.716

(trailer 2 sumbu)

1.2H
7A

5 ton

8 ton

1.774

(trailer 3 sumbu)

1.2.2
7C1

5 ton

15 ton

2.316

(trailer 4 sumbu)

1.2+2.2
7C2

5 ton 7 ton

15 ton

3.246

(trailer 5 sumbu)

1.2+2.2.2
7C3

5 ton 7 ton

20 ton

(trailer 6 sumbu)

1.2.2+2.2.
2

3.687
5 ton 15 ton

20 ton

14

KONFIGURASI BEBAN MST 10 TON


GOLONGAN

KONFIGURASI

VDF

6B

3.898

(trailer 2 sumbu)

1.2H
7A

6 ton

10 ton

3.679

(trailer 3 sumbu)

1.2.2
7C1

6 ton

18 ton

5.934

(trailer 4 sumbu)

1.2+2.2
7C2

6 ton 10 ton

18 ton

6.222

(trailer 5 sumbu)

1.2+2.2.2
7C3

6 ton 10 ton

21 ton

(trailer 6 sumbu)

1.2.2+2.2.
2

6.003
6 ton 18 ton

21 ton

15

CASE STUDY OVERLOADING


PANTURA DAN JALINTIM
(Desember 2007)

TRUK TIDAK MAMPU MENAHAN


BEBAN BERLEBIH
(OVERLOADING)

16

Single axle pada roda


tengah meningkatkan
damage factor secara
signifikan (sebaiknya
diganti dengan tandem)

17

GRAFIK HASIL SURVEY BEBAN SUMBU DENGAN ALAT WIM


DI PANTURA JAWA

18

GRAFIK HASIL SURVEY BEBAN SUMBU DENGAN ALAT WIM


JALINTIM SUMATERA

19

III. PERKERASAN JALAN

Perkerasan Lentur

Bahan Pengikat Aspal

Perkerasan Kaku

Bahan Pengikat Semen

Aspal

Beton
Semen
Beton- Semen
Lean concrete

LPA
LPB

Tanah dasar
Tanah dasar

20

III. PERKERASAN LENTUR


1. EMPIRIKAL
Berdasar pengalaman dan penelitian dan
pengamatan dilapangan
Aplikasi metode empiris dibatasi kondisi
Kondisi yang berlaku di suatu tempat belum tentu
berlaku di tempat lainnya
Faktor regional tidak sama
Tidak mengakomodasi jenis perkerasan atau bahan
baru
2. MEKANISTIK

Lebih realistis
Dapat mensimulasikan kondisi lapangan
Mengakomodasikan jenis perkerasan baru
Parameternya terukur

21

A. Methode Empiris
Analisa Komponen (Indonesia) SNI No: 1732.1989-F
diadopsi dari methode AASHTO 1972
Pedoman Perkerasan Lentur Pt T-2002-B:
AASHTO 1993 (USA) nomogram untuk UR 20
tahun
NAASRA 1987 (Australia)
Road Note 29 desain perkerasan jalan baru (untuk capex)
Road Note 31 desain bitumen (overlay) di Negara tropis dan
sub tropis.
B. Metode Mekanistik
TAI (The Asphalt Institute) Full Depth Asphalt (hanya aspal
untuk perkerasan); dikembangkan oleh staf AASHO road test
dan berdasarkan akumulasi pengalaman
Shell UR 20 tahun; Standard desain MST 10 Ton
The University of Nottingham (Brown et al. 1982)

22

Perkerasan lentur terdiri dari :


- Subbase Course (LPB),
- Base Course (LPA) dan
- Surface Course (lapis permukaan)
1. SUB BASE COURSE (LPB)

Terletak dibawah Base course


Besaran compressive stress yang dialami lebih besar
daripada sub grade namun tidak signifikan sehingga
kualitas material bisa lebih kuat sedikit daripada subgrade
Fungsi : Menyediakan working platform sehingga
material perkerasan dapat di transportated.
Bila CBR Subgrade > 25 % tidak perlu Sub base
Tebal minimum = 10 cm
Bahan / material terdiri dari agregat pecah
23

2. BASE COURSE (LPA)


Fungsi :
mendukung beban LL yang diteruskan oleh surface
course (lapis permukaan)
Mereduksi compressive strength (tegangan tekan) pada
sub-grade dan sub base hingga level yang dapat
diterima
Menjamin besar tensile strength (tegangan tarik) pada
sisi bawah lapis aspal tidak menimbulkan cracking.
Ketentuan tebal minimum base course yang
menggunakan batu pecah
Nilai ITP s/d 12,25 t min = 20 cm dan
Nilai ITP 12,25, t min = 25 cm
Klasifikasi :
Untreated base : Telford, McAdam, Batu Pecah
(aggregate)
Treated base stabilisasi: Lime Treated base
(dengan kapur), Cement treated Base (Soil Cement) 24
dan Asphalt Treated base (dengan aspal)

3. SURFACE COURSE (Lapis


Permukaan)

Terletak diatas base course


Disebut juga black-top
Menggunakan bahan pengikat aspal
Lapis permukaan harus kuat sehingga mampu
menahan beban lalu lintas
Fungsi :
meneruskan beban lalu lintas
Mereduksi compressive strength pada base sampai
tingkat acceptable
Mencegah air masuk pada lapisan dibawahnya karena
harus padat dan kedap air.
Menyediakan permukaan yang aman dan smooth riding
Ketentuan Tebal minimum, bila digunakan laston (AC).

Nilai ITP 7,5 9,9, maka t min = 7,5 cm


Nilai ITP 10 , maka t min = 10 cm
25

Bahan (Spec Bina Marga) :


Type Campuran Panas (Hot mix):
LATASIR (SAND SHET) Kelas A dan B LL ringan,
bersifat non struktural
LATASTON (HRS): HRS Wearing Course dan HRS
Base LL ringan, bersifat struktural
LASTON (AC) : LASTON lapisan aus AC-WC,
LASTON lapis pengikat AC-BC dan laston Pondasi
AC-Base LL berat; bersifat struktural.

Lapis perata
Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, setiap jenis
campuran dapat digunakan sebagai lapisan
perata.
Semua ketentuan Spesifikasi yang harus berlaku,
disebut HRS-WC(L), HRS-Base (L), AC-WC(L), ACBC(L) dan AC-Base (L)
Fungsi untuk membentuk chambers dan
meratakan jalan

26

Struktur Lapis Permukaan:


Asphaltic concrete : dimulai AC-base (ATB ??), ACbinder dan AC-WC atau bila dana terkendala bisa AC
binder dan AC-WC
Hot rolled sheet: HRS-base, HRS-WC. Kalau dana
kurang diatas base bisa HRS-WC .
Lapis permukaan selalu diakhiri dengan wearing
course (lapis penutup)
Tebal Nominal dan toleransi sbb:

JENIS CAMPURAN

TEBAL MINIMUM
(cm))

TOLERANSI (mm)

SS-A
SS-B

1,5
2,0

2,0

HRS-WC
HRS-BASE

3,0
3,5

3,0

AC-WC
AC-BC
AC-BASE

4,0
5,0
6,0

3,0
4,0
5,0

27

Penurunan kondisi
perkerasan lentur pada umumnya

Deformasi Plastis

Lubang (potholes)

Retak (crack)

28

Pelepasan Butir (segregasi)

IV. RIGID PAVEMENT


(Perkerasan Beton semen)
Disebut juga PCCP (Portland Cement Concrete

Pavement)
Adalah struktur perkerasan yang terdiri atas pelat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau
dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan,
terletak diatas pondasi bawah atau tanah dasar tanpa
atau dengan lapis permukaan beraspal.
Daya dukung terutama diperoleh dari pelat beton
Pelat beton memilik11i sifat kaku dan mampu
menyebarkan beban pada bidang yang luas dan
menghasilkan tegangan (stress) yang rendah.
Tulangan berfungsi untuk pemegang retak (bukan
pemikul beban) dan letaknya diatas
TANAH DASAR (SUB GRADE)
Bila nilai CBR < 2 %, maka harus dipasang
pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
(lean mix concrete) setebal 15 cm yang dianggap
29
memiliki nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

PONDASI BAWAH (Sub Base)


Dapat berupa : bahan berbutir, campuran beton kurus
Perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan

beton semen
Tebal lapisan minimum 10 cm
Bila direncanakan beton semen bersambung tanpa ruji,
maka pondasi bawah harus menggunakan campuran
beton kurus (CBK).
Bukan merupakan bagian utama yang memikul beban
sehingga sering dianggap bersifat non struktural.
Berfungsi untuk
Mengendalikan pengaruh swelling and shrinkage
tanah dasar
Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan,
retakan dan tepi-tepi plat
Memberikan dukungan yang mantap dan seragam
pada plat
30
Sebagai penahan pumping
Sebagai Lantai kerja selama pelaksanaan

PCCP (K.350)
tebal 30 cm
Sub Base
Beton Kurus K.75
Tebal 10 cm

Subgrade

Flexible Vs Rigid
Aspek
Flexible
Lapisan
Penyebaran

gaya
Kekuatan
Umur

Rencana
Pemeliharaan
Investasi

Multi

Layer
Terbatas
Tebal lapisan dan
subgrade
Kurang panjang
Mahal
murah

Rigid
Single

layer
Meluas
Tebal beton
Panjang
Murah
Mahal
31

PERSAMBUNGAN
Sambungan pada beton semen ditujukan untuk:
Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang
disebabkan oleh shrinkage (penyusutan)
Memudahkan pelaksanaan
Mengakomodasi gerakan plat
Jenis sambungan :
Sambungan memanjang
Sambungan melintang
Sambungan isolasi
Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)
Untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang
jarak antar sambungan 3 4 meter
Harus dengan batang ulir mutu minimum BJTU 24 dan
berdiameter 16 mm
32

V. PERENCANAAN TEBAL
PERKERASAN LENTUR
(DENGAN ANALISA KOMPONEN)
Terdapat 5 INPUT PARAMETER (minimum)
(ditentukan / dicari lebih dahulu)

Subgrade Stability CBR, DDT


Traffic (Lalu Lintas) LER
Environment Faktor regional (FR)
Pavement material Quality Koef kekuatan relatif
(a)
Failure Criteria (kriteria Keruntuhan) IPt. IPo)
33

1. SUBGRADE STABILITY
(STABILITAS TANAH DASAR)

Subgrade adalah bagian yang mendukung Lalu


Lintas dan menyediakan landasan yang rata dan
stabil bagi struktur diatasnya (formation level).
Subgrade dapat berupa tanah asli, tanah galian
atau timbunan.
Subgrade memikul beban mati (dead load) yaitu
berat pavement dan beban hidup (live load) yaitu
beban lalu lintas.
Soil classification tidak terkait langsung dengan
soil underloading (tanah dibawah permukaan)
maka digunakan nilai CBR.
34

CBR (california Bearing Ration) digunakan sebagai


respon terhadap loading
Dalam CBR test bekerja beban statik, sementara
realitas tanah memikul beban dinamis. Maka
direpresentasikan dalam Nilai Modulus (E).
E = tg = /
E >> kemampuan tanah memikul beban lebih
besar () >>
Tanah bersifat elastoplastis (plastis yang tertunda)
percobaan CBR bila piston diangkat dr tanah, mk
tanah berbekas arti tanah kembali tetapi tidak
bisa persis keposisi semula)
Sifat elastoplastis tanah ditunjukkan oleh modulus
tanah dasar (Resilient modulus = stiffness modulus)

35

E = C x CBR
Nilai CBR bergantung pada kadar air
Bila jalan diatas timbunan, maka CBR yang diukur
CBR Laboratorium
Bila jalan dibangun diatas jalan yang sudah ada
CBR yang diukur adalah CBR lapangan dengan alat
DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
Definisi : CBR adalah perbandingan beban penetrasi
suatu bahan terhadap beban standard dengan
kecepatan dan kedalaman penetrasi yang sama
CBR = 100 % (crushed stone) = beban standard
Dalam perencanaan ambil / ukur kekuatan tanah
dalam kondisi terjelek (setelah direndam 4 hari).

36

Daya Dukung Tanah (DDT)


Daya dukung tanah ditentukan
berdasarkan grafik korelasi
antara DDT dengan nilai CBR
atau dengan menggunakan
Persamaan :

DDT = 4,3 log (CBR) +


1,7
37

Gambar grafik x-y (sumbu Y : % sama atau > dan


sumbu x nilai CBR
Ambil 90% diperoleh CBR design = 2.4 %
Cara statistik
CBR design = CBR (rata2)
= standard deviasi = 1.3 (catatan : angka 1.3
diperoleh dari tabel distribusi normal (statistik)
untuk penyimpangan (deviasi 10 %)
CBR rata2 = 3.75
CBR design = 2.45

Untuk desain dengan analisa Komponen (BM)


Dari nilai CBR diperoleh DDT = 4.3 log CBR + 1.7
atau dengan nomogram (CBR dengan skala logaritma
dan DDT dengan skala linier)
Misal

: CBR = 3.4 % DDT = 4.3 log 3.4 + 1.7 = 4


kg/cm2

38

2. TRAFFIC (Beban Lalu Lintas)


Pengumpulan Data Lalu Lintas
Volume lalu lintas diperoleh melalui survey atau statistic
Untuk existing road : LL dapat diperoleh dari monthly
variation, weekly variation, daily variation dan hourly variation.
Untuk new road : LL dapat diperoleh dari generated traffic,
diverted traffic atau development traffic

Traffic Design (Lalu Lintas Rencana)


Dinyatakan dalam LHR (lalu lintas harian rata-rata)
LHR adalah jumlah rata2 lalu lintas kendaraan bermotor
roda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam untuk
kedua arah (jalur)
Pertumbuhan LL dihitung selama UR (%)
UR = Waktu pelayanan jalan sejak dibuka untuk traffic
sampai pada diperlukan perbaikan berat, ditentukan 10
tahun untuk Analisa Komponen
39

Menghitung CBR design (metode BM)


Diadopsi dari metode TAI (The Asphalt Institute)
Ambil nilai CBR (titik) terendah
Hitung banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar
Nilai CBR terbanyak = 100 % dan nilai lainnya
persentase dari 100 %
Gambar grafik hubungan CBR dan persentase jumlah
masing masing
Nilai CBR desain adalah garis yang mewakili angka 90
%
CBR

Jlh sama atau >

% sama atau >

2
3
3
4
4
4
5
5

8
7
5
2
-

8/8 x 100% = 100


7/8 x 100 % = 87.5
62.5

25
40

LEP (Lintas Ekivalen Permulaan) = jlh lintas equivalent


harian rata2 sumbu tunggal (single axle load = 8,16 ton)
pada jalur rencana yang diperkirakan pada awal UR
(jalan mulai dibuka) satuan sumbu standard/hari/lajur
LEA (Lintas Ekivalen Akhir) = jlh lintas equivalent
harian rata2 sumbu tunggal (single axle load = 8,16 ton)
pada jalur rencana yang diperkirakan pada akhir UR
(jalan perlu perbaikan berat).

LEP = LHRj x Cj x Ej

LHRj = Lalu Lintas Harian Rata-Rata (pada jalur rencana


j)
Cj = Koef Distribusi Kendaraan
Untuk 2 lajur 2 arah Kend ringan 2 arah C = 0.5; kend
berat 2 arah C = 0.5
Kend ringan < 5 Ton; kend berat > 5 ton
Ej = angka equivalent yang digunakan untuk mengubah 41
beban suatu jenis kendaraan menjadi beban standard =

LEA = LEP (1+i) UR


Lintas Ekivalen Tengah LET = (LEP + LEA)
Lintas Ekivalen Rencana LER = LET X FP
(FP = faktor penyesuaian)

3. ENVIRONMENT (LINGKUNGAN)

Kondisi Lingkungan ditentukan oleh FR (faktor


Regional)
FR adalah faktor setempat terkait dengan kondisi
medan (landai), cuaca (iklim) yang mempengaruhi
pembebanan oleh kend (berat).
Pada persimpangan, pemberhentian dan tikungan
tajam (R=30 m), nilai FR ditambah 0.5
Pada daerah rawa, nilai FR ditambah 1.0
Misal: curah hujan 800 mm/tahun, kelandaian 6.5
%; data traffic % kend berat (5 ton) (400 + 50
+30)/ 2080 < 30 %, maka dari tabel FR = 1.0

42

Tabel Faktor Regional (R)

Iklim I
< 900 mm/th
Iklim II
> 900 mm/th

Kelandaian I
(< 6%)

Kelandaian II
(6% - 10%)

Kelandaian I
(> 10%)

% Kend. Berat

% Kend. Berat

% Kend. Berat

30%

> 30%

30%

> 30%

30%

> 30%

0.5

1.0
1.5

1.0

1.5 2.0

1.5

2.0 2.5

1.5

2.0
2.5

2.0

2.5 3.0

2.5

3.0 3.5

Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,


pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari < 30 m), FR
dari tabel tersebut ditambah dengan 0,5.

Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

43

4. PAVEMENT MATERIAL QUALITY


(kualitas material perkerasan)

Kualitas

material perkerasan direpresentasikan dengan


koefisien kekuatan relatif (a).
Material untuk lapis permukaan :

AC (MS = 744 kg) a = 0.4


Material untuk LPA : Agr kelas A (CBR 100 %) a = 0.14
Material untuk LPB : Agrr kelas B (CBR 50 %) a.3 =
0.12
Nilai (a) dari Daftar VIII SNI 1989

44

Tabel Koefisien Kekuatan Relatif dan Tebal Minimal Lapis Perkerasan


Koef. Kekuatan Relatif

Kekuatan Bahan

Tebal
minimum
(cm)

Jenis Lapis Perkerasan

a1

a2

a3

MS
(Kg)

Kt
(kg/cm)

CBR
(%)

0.25
0.20

Lapen (mekanis)
Lapen (manual)

0.40
0.35
0.32
0.30

744
590
454
340

Laston

0.24
0.26
0.28

340
454
590

Laston Atas

0.13
0.15

18
22

14

Stabilisasi tanah dgn Semen

0.13
0.15

18
22

14

Stabilisasi tanah dgn Kapur

0.14
0.12

100
60

14
15

Pondasi Macadam (basah)


Pondasi Macadam (kering)

0.14
0.13
0.12

100
80
60

13
14
15

Batu Pecah Kls A


Batu Pecah Kls B
Batu Pecah Kls C

0.13
0.12
0.11

70
50
30

10

Sirtu/ pitran Kls A


Sirtu/ pitran Kls B
Sirtu/ pitran Kls C

45

5. FAILURE CONDITION (IPt)


(Syarat Keruntuhan)

Merupakan input perencanaan yang menyatakan kondisi


jalan yang memerlukan rekonstruksi/ perbaikan berat
dan dianggap sudah mencapai umur rencana (UR)
Input yang dibutuhkan untuk perencanaan adalah IPt dan
IPo

Tentukan IPo (Indeks Prmukaan awal) dari Jenis


permukaan yang dipilih (Daftar VI SNI 1989).
Laston/AC
IPo 4 (roughness 1000 mm/km)
IPo = 3.9 -3.5 (roughness > 1000 mm/km)
biasa diambil untuk kondisi Indonesia

46

Tentukan IPt (Indeks permukaan Akhir)


adalah angka yang menyatakan
kerataan/kehalusan permukaan jalan
melayani lalu lintas sampai akhir UR
IPt terkait LER dan Fungsi jalan (Lokal,
Kolektor, arteri) mis ambil LER = 146,
jalan kolektor, dari tabel ambil IPt = 2.0

CATATAN:
Kondisi pelayanan permukaan jalan :
IRI 4.0 m/km
Baik
4.0 < IRI 8.0 m/km
Sedang
Rusak Ringan 8.0 < IRI 12.0 m/km
Rusak Berat IRI > 12.0 m/km
47

Gambar Nomogram Penentuan ITP untuk IPt = 2,5 dan IPo>4


48

Tabel Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan


ITP

Tebal (cm)

Bahan
Lapis Permukaan

< 3,00
300 6,70
6,71 7,49
7,50 9,99
10,00

5
5
7,5
7,5
10

Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda


Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
Laston Lapen/Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston Lasbutag, Laston
Laston
Lapis Pondasi

< 3,00
300 7,49
7,50 9,99
10,00 12,14
12,14

15
20*
10
20
15
20
25

Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur


Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Laston Atas
Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Laston Atas
Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Batu pecah, Stabilisasi semen atau kapur
Lapis Pondasi Bawah

Untuk setiap ITP, tebal minimum lapis pondasi bawah adalah 20 cm


Catatan : * Nilai ini dapat diturunkan menjadi 15 cm bila bahan lapis pondasi bawah adalah material berbutir kasar.

49

PENGGUNAAN NOMOGRAM

TENTUKAN LEBIH DAHULU 5 INPUT PARAMETER


cari nilai DDT dan LER dari perhitungan
Dari nilai DDT (yang diperoleh dari CBR subgrade) dan
LER (dari Traffic), tarik garis lurus sehingga memotong
garis ITP (Indeks Tebal Perkerasan) diperoleh nilai ITP
Dari nilai ITP dan FR (input parameter), tarik garis
sehingga memotong garis ITP (Indeks tebal perkerasan
desain) diperoleh nilai ITP
Tenentukan tebal setiap lapis perkerasan dengan rumus
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
D1 = tebal lapis permukaan
D2 = tebal lapis pondasi atas
D3 = tebal lapis pondasi bawah
50

D1

a1

a1

Lapis Permukaan

D2

a2

a2

Lapis Pondasi Atas

D3

a3

a3

Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar
ITP = a1.D1 + a2. D2 + a3. D3
51

Contoh Perhitungan
Survey lalu lintas dilaksanakan tahun 2004. Jalan 2 lajur 2 arah
direncanakan selesai tahun 2008. Pertumbuhan LL dari 2004-2008
adalah 10 % dan dari 2008 2018 = 8 %. CBR tanah dasar (desain) =
6 %. Bahan yang dipilih untuk perkerasan : surface AC (MS = 744 kg),
Base batu pecah kelas A dan sub base batu pecah kelas B. Syarat
keruntuhan IPo = 4 dan IPt = 2,5. Data traffic sbb:
Data Lalu lintas (LHR) tahun 2004 :
Kend Ringan 2 Ton
= 1600 kend
Bus (8 ton)
= 400 kend
Truk as 13 ton
= 200 kend
Truk 3 as 20 ton
= 50 kend

LHR tahun 2008 (Jalan dibuka setelah selesai konstruksi) i = 10 %),


LHR2008 = LHR2004 (1 + i)n
Kend Ringan 2 Ton
= 1600 (1+0.10)4
= 2342.6
Bus (8 ton)
= 400 (1+0.10)4
= 585.6
Truk as 13 ton
= 200 (1+0.10)4
= 292.8
Truk 3 as 20 ton
= 50 (1+0.10)4
= 73.2
52

LHR 2018 (pada akhir Umur Rencana) i = 8 %, UR = 10 tahun


LHR10 = LHR0 (1 + i)n
LHR10 adalah lalu lintas harian rata2 pada akhir UR (tahun 2018)
Kend Ringan 2 Ton
= 2342.6 (1+0.08)10
= 5057.5
Bus (8 ton)
= 585.6 (1+0.08)10
= 1264.3
Truk as 13 ton
= 292.8 (1+0.08)10
= 632.2
Truk 3 as 20 ton
= 73.2 (1+0.08)10
= 158.0

Vechicle Damaged Factors (angka ekivalensi (Ej))

Kend Ringan 2 Ton ( 1t 1t) = 0.0002 +0.0002


Bus 8 ton (3 t 5 t)
= 0.0183 + 0.1410
Truk as 13 ton (5t 8t)
= 0.1410 + 0.9238
Truk 3 as 20 ton (6t 14t) = 0.2923 +0.7452

= 0.0004
= 0.1593
= 1.0648
= 1.0375

(sumbu ganda)
Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (pd awal jalan dibuka)
LEP = LHRj xCj x Ej

Kend Ringan 2 Ton


Bus (8 ton)
Truk as 13 ton
Truk 3 as 20 ton

= 2342.6 x 0.5 x 0.0004


= 585.6 x 0.5 x 0.1593
= 292.8 x 0.5 x 1.0648
= 73.2 x 0.5 x 1.0375

= 0.468
= 46.643
= 155.886
= 37.973
240.97

53

Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (pd akhir Umur rencana)


LEA = LHRj xCj x Ej

Kend Ringan 2 Ton


Bus (8 ton)
Truk as 13 ton
Truk 3 as 20 ton

= 5057.5 x 0.5 x 0.0004


= 1264.3 x 0.5 x 0.1593
= 632.2 x 0.5 x 1.0648
= 158 x 0.5 x 1.0375

= 1.001
= 100.7
= 336.6
= 81.9
= 520.01

Menghitung LET = (LEP +LEA) = 380.6 = 381


Menghitung LER = LET x UR/10 ; UR = 10 tahun
LER = 381 x (1/1) = 381
Menghitung Koefisien Distribusi (Cj) Daftar II SNI 1989
Jalan 2 lajur, 2 arah (2 lane, 2 ways)

Kend ringan < 5 ton C = 0.5


Kend berat 5 ton C = 0.5

54

Tanah Dasar : CBR design = 6 % DDT = 5


Gunakan nomogram 1:
DDT = 5; LER = 381 ITP = 8.5
Faktor Regional ambil 1 (bergantung kondisi iklim)
Diperoleh ITP = 8.6
Dari bahan yang dipilih, tentukan nilai koef kekuatan relatif:
Lapis Permukaan Laston AC (MS 744) a1 = 0.4
LPA Aggr kelas A a.2 = 0.14
LPB Aggr kelas B a.3 = 0.12
Catatan : Bina Marga umumnya menggunakan aggregate
kelas B sebagai sub base
ITP = a1 + a2.D2 + a3.D3
8.6 = 0.4 (D1) + 0.14(D2) + 0.12 (D3)
ambil D2 = 15 cm dan D3 = 20 cm maka D1 = 10,25 cm atau 11 cm.

Catatan : Bina Marga umumnya menggunakan aggregate


kelas B sebagai sub base

55

Lapis permukaan (AC atau HRS) biasanya dapat dibagi menjadi


kombinasi
AC-WC (tebal nominal 4 cm satuan m2) dengan AC-BC
binder course = lap pengikat (satuan m3)
AC-WC dengan AC- base (stuan m3)
HRS-WC (tebal nominal 3 cm satuan m2) dengan HRS-Base
(satuan m3)
Contoh: a1 = 11 cm; ambil AC-WC = 4 cm AC-BC = 7 cm
4 cm
7 cm
15 cm
20 cm

Subgrade

56

57

Soal Latihan
Perencanaan Tebal
Perkerasan Flexible
Soal 1
Sebutkan apa yang anda ketahui tentang
standard axle load dan muatan sumbu terberat

Soal 2
Secara umum perkerasan jalan dapat dibagi
atas flexible pavement dan rigid pavement.
Jelaskan secara detail masing-masing tipe dan
sebutkan perbedaan keduanya.

58

Soal 3.

LHR pada awal umur rencana


Kend ringan 2 T = 4000 kend
Kend 8 ton = 550 kend
Kend 2 as 13 T = 75 kend
Kend 3 as 20 ton = 45 kend
Failure condition ; Ipt = 2.0 ; Ipo = 3.9
CBR = 6 %
Environment
Curah hujan = 1000 mm/th
Kelandaian 6.5 %
Material dipilih
Permukaan AC (MS 744)
Base : agregate kelas A (CBR 100)
Sub base : Aggregate Kelas B (CBR 30)
UR 10 tahun direncanakan jalan 2 lajur 2 arah
Tentukan tebal lapisan untuk perkerasan lentur.
59

Anda mungkin juga menyukai