Anda di halaman 1dari 28

BEBAN KENDARAAN DAN

DAYA RUSAK PADA


KONSTRUKSI JALAN
PROF. DR. IR. SOFYAN M. SALEH, MSC.ENG., IPU

MANAJEMEN REKAYASA TRANSPORTASI


MAGISTER TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2022
PERUMUSAN MASALAH

• Kerusakan konstruksi jalan dapat dikelompokkan menjadi 2 hal,


- akibat “kegagalan konstruksi” disebabkan oleh mutu pelaksanaan
yang tidak sesuai, dan
- akibat “pemanfaatan” yang tidak sesuai ketentuan (misal overload)
ataupun penyimpangan iklim/cuaca (Ali, 2005).

• Kondisi perkerasan jalan biasanya juga dibedakan menjadi kondisi


fungsional dan kondisi struktural.
- Kondisi fungsional dinyatakan secara kualitatif dalam besaran indek
permukaan (PSI : Present Serviceability Index) pada waktu tertentu.
PSI biasanya dihitung dari luas retak yang terjadi (cracking), luas
lubang yang terjadi (potholing), dalamnya alur (rut depth) dan
ketidakrataan permukaan perkerasan jalan (roughness index).
Ketidakrataan permukaan merupakan faktor dominan, karena
akumulasi dari cracking, potholing dan rut depth (Erlan, 1999).
- Sementara kondisi struktural suatu perkerasan jalan biasanya
dievaluasi melalui pengukuran lendutan permukaan akibat beban
bergerak, beban bergetar, dan beban jatuh.
Beban Kendaraan pada Jalan
• Besarnya beban yang dilimpahkan ke perkerasan jalan tergantung dari berat
total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan
perkerasan, dan kecepatan kendaraan.
• Beban sumbu standar kendaraan direpresentasikan dalam Muatan Sumbu
Terberat (MST), dimana untuk kelas jalan paling tinggi (arteri kelas I)
diizinkan dengan MST 10 ton, sedangkan untuk kelas jalan paling rendah
(kelas III C) hanya dengan MST 8 ton (PP No. 43 tahun 1993)
• Pengujian AASHO antara tahun 1957 dan 1961 yang dituangkan dalam
AASHTO (1972) dan AASHTO (1993) menunjukkan bahwa efek kerusakan
pada perkerasan jalan oleh kendaraan bergantung pada beban sumbunya.
• Analisis statistik dari data yang ada menunjukkan bahwa efek kerusakan
akibat sumbu kendaraan secara proporsional mendekati “pangkat empat”
dari beban yang dibawanya.
• Sumbu dengan beban 18.000 lbs (8.16 ton) didefinisikan dalam AASHO
sebagai sumbu standar dengan derajat kerusakan pada jalan sebesar 1.00
(satu). Sementara faktor kerusakan pada jalan untuk jenis kendaraan yang
lebih ringan dan yang lebih besar dinyatakan sebagai faktor ekivalen.
ANGKA EKIVALEN THD SUMBU TUNGGAL STANDAR
4
 bebansumbu(ton ) 
AE STRT =  
 5,40 

4
 bebansumbu(ton ) 
AE STRG =  
 8,16 

4
AE SDRG =  bebansumbu(ton ) 
 13.76 

4
AE STrRG =  bebansumbu(ton ) 
 18,45 

Mopen

CESAL =  m x 365 x AE x C x N
Traktor,Trailer
PERSAMAAN LIDDLE

Ditjen Bina Marga Menggunakan Rumus yang diturunkan dari


persamaan Liddle, sbb

4
 P 
DFSgl  1,000   
Sb Tunggal Rd ganda
 8,16 
P P

4
 P 
DFTdm  0,086   
Sb Tandem Rd ganda
 8,16 
P P

4
 P 
DFTrp  0,053   
Sb Triple Rd ganda
 8,16 
P P
DAYA RUSAK KENDARAAN

Daya rusak kendaraan (vehicle damage factor/vdf) adalah angka


yang memperlihatkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal roda
ganda seberat 18 kips atau 8,16 ton yang akan menyebabkan
kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang
sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali . Setiap jenis
kendaraan memiliki konfigurasi yang berbeda, dengan demikian
setiap kendaraan akan memiliki daya rusak yang merupakan jumlah
angka ekivalen beban sumbu depan, sumbu tengah, dan sumbu
belakang . Bina Marga Menentukan DF adalah

DF  DFsb _ depan  DFsb _ tengah  DFsb _ belakang


Baban Berlebih (Overloading)
Untuk menentukan suatu ruas jalan mengalami overloading atau
tidak dapat digunakan nilai Truck Factor (TF) yang dikeluarkan oleh
Department of The Army and The Airforce (1994) dalam Idham dan
Sigit (2008).

ESAL
TF 
N
Dimana;
TF = Truck factor
ESAL = Equivalent Singel Axel Load
N = Number of Vehicle

Apabila nilai dari Truck Factor (TF > 1) maka dapat dikatakan
bahwa telah terjadi overloading pada segmen ruas jalan yang
dikaji.
Beban Berlebih (Overloading)
• Namun sejauh ini overloading masih jarang dipertimbangkan dalam
setiap perencanaan perkerasan jalan. Oleh karena overloading
dapat memperpendek umur pelayanan (efektif masa layan) jalan,
maka VDF ini perlu dimasukkan dalam perencanaan perkerasan
jalan.

• Penurunan umur rencana jalan dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan berikut ini.

AE normal
EML  xUR
AE overload
Jenis Pananganan Konstruksi Jalan, (DPU, 2007)
• Pemeliharaan Rutin
- Penambalan ringan (permukaan jalan)
- Perbaikan dan pembersihan bahu jalan
- Perbaikan dan pembersihan saluran
- Perbaikan perlengkapan jalan

• Pemeliharaan Berkala
- Perkerasan jalan ( Penambalan, LPB, LPA, Primecoat, Teak coat,
Pelapisan (overlay) dengan hotmix)
- Perbaikan dan pembersihan bahu jalan
- Perlengkapan jalan (marka, rambu, ptk pengarah, ptk KM, guardrail)
- Perbaikan dan pembersihan drainase
Jenis Pananganan Konstruksi Jalan (DPU, 2007)
• Peningkatan Struktural (Rekonstruksi)
- Penyiapan badan jalan
- bahu jalan (minimal setara bahan LPB)
- Penambahan perkerasan berbutir (LPA dg agg kls A)
- Lapis beraspal (Primecoat, Teakcoat, AC-Base, AC-Binder, AC-WC)
- Perlengkapan jalan( marka, rambu, ptk pengarah, ptk KM, guardrail)
- Perbaikan dan pembersihan drainase

• Peningkatan Kapasitas (Pelebaran badan jalan)


- Drainase (long-pas batu dg mortar, cross- culvert)
- Pekerjaan tanah ( galian, timbunan, penyiapan badan jalan)
- bahu jalan (min setara bhn LPB)
- Perkerasan berbutir utk pelebaran (LPB dan LPA)
- Lapis beraspal (Primecoat, Teakcoat, AC-Base, AC-Binder, AC-WC)
- Perlengkapan jalan( marka, rambu, ptk pengarah, ptk KM, guardrail)
Formulasi Nilai IRI
• Perkerasan jalan mengalami pembebanan lalu lintas
berulang, penuaan aspal, mutu konstruksi, kondisi iklim,
rencana perkerasan yang tidak cukup dan lain lain
memperlihatkan distress dalam bentuk roughness,
rutting, cracking dan bentuk lain dari kerusakan
permukaan yang membuat kemampuan pelayanan jalan
berkurang (AASHTO, 1993)

• Sayers et al., (1986) menyatakan bahwa nilai IRI di


bawah 2,00 adalah sulit ditemui kecuali pada landas
pacu bandara (runways) dan superhighways, sedangkan
untuk jalan yang baru dibuat mempunyai nilai IRI antara
1.5 -3,5 dan pada permukaan jalan lama berkisar antara
2,5 – 6,0.
Skala IRI
Formulasi Nilai IRI

• Ada dua pendekatan dalam memprediksi kekasaran


permukaan jalan antar kota (Paterson and Attoh-
Okine,1992). Pertama adalah untuk penerapan dimana
data atau prediksi retak, alur dan lubang tersedia, maka
model yang direkomendasikan adalah sebagai berikut;

RIt = 0.98 e Kgm m t RI0 + Kgp {0.98 e Kgm m t [135(SNCK) -5 NEt]


+ 0.143 RDSt + 0.0068 CRXt + 0.056 PATt}
Formulasi Nilai IRI
• Ketika model umum dibutuhkan dengan tidak mengetahui atau tidak
tersedianya data kerusakan permukaan jalan, (Paterson and Attoh-
Okine,1992) mengembangkan suatu alternatif yang berhubungan
dengan perediksi IRI digunakan persamaan berikut ini;

RIt = 1.04 e Kgm m t {RIo + Kgp 263(1+SNC) -5 NEt}

Dimana;
RIt = Kekasaran Permukaan pada t (m/km IRI)
RIo = Kekasaran Permukaan awal (m/km IRI)
t = Umur Perkerasan sejak rehabilitasi atau rekonstruksi (tahun)
m = environmental coeficient
NEt = Kumulatif ESA pd t (juta ESAL)
SNCK = 1 + SNC – 0.00004(HS)(CRXt) for (HS)(CRXt) < 10.000
SNC = modified structural number
HS = thickness of bound layers (mm)
CRXt = luas retak pada t (%)
RDSt = standar deviasi kedalamam alur pada t (mm)
PATt = Luas tambalan pada t (%)
Kgm = faktor kalibrasi untuk koefisien lingkungan
Kgp = faktor kalibrasi untuk progres kekasaran permukaan
Formulasi Nilai IRI
• Untuk kondisi Indonesi, prediksi nilai IRI mengacu pada metoda
Integrated Road Management System (IRMS, 2001), yang
merupakan pengembangan dari Highway Development and
Management Model (HDM-4), yang dilakukan oleh Paterson dan
Attoh-Okine (1992) dalam Morosiuk et al, (1999). Penyederhanaan
persamaan untuk prediksi IRI adalah;

RIt = (RI0 + 725 (1+SNC)-5 . NEt) e0.0153t

Di mana:
– RIt = Kekasaran pada waktu t, IRI (m/km)
– RI0 = Kekasaran awal, IRI (m/km)
– NEt = Nilai ESAL pada saat t (per 1 juta ESAL)
– SNC = Nilai kekuatan perkerasan (Modified Structure Number)
yang tergantung pada setiap jenis perkerasan
Formulasi nilai PSI berdasarkan Nilai IRI
• Indek permukaan jalan (present serviceability index, PSI) untuk
jenis perkerasan lentur diperoleh dari penilaian terhadap kekasaran
permukaan dan kerusakan jalan seperti retak (cracking), lobang
(potholing), dan kedalaman alur (rut depth) pada waktu tertentu
selama umur rencana perkerasan jalan (AASHTO, 1993).
• Persamaan empiris nilai IP (PSI) yang telah diturunkan untuk
digunakan pada jalan uji dg sekala penuh AASHTO (1993) adalah
sebagai berikut :

PSI = 5,03 – 1,9 Log (1 + SV) – 0,01 (C + P)0.5 – 1,38 RD2

Dimana :
PSI = Present Serviceability Index (nilai IP)
SV = Slove Variance yang menyatakan ketidakrataan permukaan jalan
(IRI)
C = Cracking (retak) (ft/1000ft2)
P = Patching (tambalan) (ft/1000ft2)
RD = Rut Depth (alur) (inch)
Formulasi nilai PSI berdasarkan Nilai IRI

• Paterson (1986) melaporkan bahwa hubungan antara IRI


dan PSI untuk kondisi dimana data atau prediksi nilai
cracking, patching, dan rutting tidak tersedia, maka untuk
prediksi PSI dapat digunakan persamaan berikut ini;

PSI = 5.0 * e (-0.18*IRI)

• PSI dalam standar Bima Marga PUPR disebut dengan


Indek Permukaan Jalan  IP0 dan IPt
Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan

PEMILIHARAAN BERKALA RUSAK RINGAN RUSAK BERAT


4,5 < IRI < 8 8 < IRI < 12 12 < IRI

PEMELIHARAAN BERKALA
PENINGKATAN
Po

BATAS
KONTRUKSI
JALAN
Pt
LINTASAN
IDEAL

BATAS
KRITIS

Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5 JIKA TANPA PROGRAM
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin PENINGKATAN JALAN

BATAS MASA PELAYANAN TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI


LOS YANG ADA
Keterangan:
Keterangan:

Po
Po :: Service
Service Ability
Ability Indeks
Indeks Awal (PHO) Awal
(PHO)
Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas Umur
Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas Umur Pelayanan)
Pelayanan)
Nilai
Nilai Po Po dan
dan Pt Pt tergantung
tergantung pada
pada klasifikasi Jalan klasifikasi
(N, P, K) dan LHRJalan (N, P, K) dan LHR
Hubungan antara tingkat layan dan umur jalan berdasarkan
jenis pemeliharaan rutin dan berkala
Analisa Truk Beban Berlebih
Komposisi Sumbu Kendaraan dan nilai AE

UE 18 KSAL Kosong

As Belakang (Trailer)

As Belakang (Trailer)

As Belakang (Trailer)

jenis
UE 18 KSAL Maks
Beban maks (ton)

Berat Total Maks


Berat Kosong

dan
As Belakang
Konfigurasi

kendaraan
As Depan

Tipe
No

1 1.1 1.5 0.5 2 0.0001 0.0004 50 50


MP
2 1.2 3 6 9 0.037 0.3006 34 66
Bus
3 1.2 L 2.3 6 8.3 0.013 0.2174 34 66
Truk
4 1.2.H 4.2 14 18.2 0.0143 5.0264 34 66
Truk
5 1.2.2 5 20 25 0.0044 2.7416 25 75
truk
6 1.2+2.2 6.4 25 31.4 0.0085 4.9283 18 28 27 27
Truk Gdg
7 1.2-2.2 10 32 42 0.0327 10.183 18 28 27 27
Trailer
8 1.2-2.2.2 10 32 42 0.0327 10.183 18 28 18 18 18
Trailer
Sumber: Bina Marga, 1987
Formulasi Kelebihan Muatan Berbagai Jenis Truk

JBI JBI dan Prosentase kelebihan muatan terhadap JBI


0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Truk (1.2 L) 0.217 0.318 0.451 0.621 0.835 1.101 1.425 1.816 2.282 2.833 3.479
Truk (1.2 H) 5.026 7.359 10.423 14.356 19.309 25.446 32.941 41.981 52.765 65.505 80.423
Truk (1.2.2) 3.792 5.552 7.863 10.830 14.567 19.196 24.850 31.670 39.806 49.416 60.670
Truk Gandeng (1.2+2.2) 3.908 5.722 8.104 11.163 15.014 19.786 25.614 32.643 41.028 50.934 62.533
Trailer (1.2-2.2) 8.651 12.666 17.939 24.708 33.234 43.796 56.695 72.254 90.815 112.741 138.416
Trailer (1.2-2.2.2) 3.736 5.469 7.746 10.669 14.350 18.911 24.481 31.199 39.214 48.682 59.768
Rasio 1.000 1.464 2.074 2.856 3.842 5.063 6.554 8.352 10.498 13.032 16.000

Hubungan VDF dan % Kelebihan Beban Truk

140

120
Truk (1.2 L)
100
Truk (1.2 H)
Nilai VDF

80 Truk (1.2.2)
60 Truk Gandeng (1.2+2.2)
40 Trailer (1.2-2.2)
Trailer (1.2-2.2.2)
20

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Persen Kelebihan Beban


Persamaan matematis Daya Rusak Kendaraan (VDF)
berbagai jenis truk

• Truk Ringan (1.2 L) : Y = 0.0003 X2 + 0.0018 X + 0.2628


• Truk Berat (1.2 H) : Y = 0.0069 X2 + 0.0411 X + 6.0759
• Truk Berat (1.2.2) : Y = 0.0052 X2 + 0.031 X + 4.5836
• Truk Gandeng (1.2+2.2) : Y = 0.0054 X2 + 0.032 X + 4.7224
• Truk Trailer (1.2-2.2) : Y = 0.0119 X2 + 0.0708 X + 10.457
• Truk Trailer (1.2-2.2.2) : Y = 0.0051 X2 + 0.0306 X + 4.5155

Dengan R2 = 0.9991
Dimana X adalah prosentase kelebihan muatan (0 sampai 100)
Persfektif of Typical Cross Section
Cross Section pada Perkerasan Jalan Daerah Galian / Lereng
Cross Section pada Pelebaran Jalan Eksisting
Cross Section pada Pembentukan Perkerasan Jalan Daerah Lereng
Cross Section pada Perkerasan Jalan Daerah Galian
Cross Section pada Perkerasan Jalan Daerah Timbunan

Anda mungkin juga menyukai