Anda di halaman 1dari 62

PERMASALAHAN UMUM

KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN


DI INDONESIA

1
LATAR BELAKANG
Setiap tahunnya Pemerintah Indonesia
mengeluarkan dana yang besar untuk
pemeliharaan ruas-ruas jalan baik
pemeliharaan rutin maupun pemeliharaan
lainnya.
Hal ini terutama karena banyak ruas jalan di
Indonasia yang rusak lebih cepat daripada
umur rencanannya.
Sebenarnya jalan-jalan tersebut sudah
direncanakan sesuai dengan standard desain
yang ditetapkan oleh Bina Marga, akan tetapi
kerusakan dini masih terjadi.
2
PENDAPAT UMUM PERKIRAAN
PENYEBAB KERUSAKAN DINI
KONSTRUKSI JALAN
Beban lalu lintas yang sesungguhnya jauh
lebih besar daripada beban yang menjadi
dasar perencanaan perkerasan jalan.
Pelaksanaan di lapangan yang tidak sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan.
Daya dukung tanah yang ada tidak mampu
menahan beban ataukah jenis tanahnya
yang menyebabkan kerusakan dini.
Kondisi sistem drainase yang buruk dari
3
Sebagian jalan-jalan di
Indonesia mengalami
kerusakan dini seperti yang
disebutkan di atas.

Perlu diketahui apa penyebab


sebenarnya dari kerusakan dini
tersebut.
4
Ruas Juanda
Konsep Dasar dan Prinsip Perencanaan
Konstruksi Perkerasan

LAPISAN
PERKERASAN JALAN
(PAVEMENT STRUCTURE)

STRESS,

LAPISAN SUBGRADE
(Lap. Tanah dasar)

Gambar 1a. Distribusi penyebaran beban roda


sampai pada tanah dasar (subgrade)
9
LAPISAN
PERKERASAN JALAN

(PAVEMENT STRUCTURE)

TEGANGAN
LAPISAN SUBGRADE

(Lap. Tanah dasar)


COMPRESSION (TEKAN)

TENSION (TARIK)

Gambar 1b. Distribusi penyebaran beban roda


sampai pada tanah dasar (subgrade)
10
TEGANGAN=STRESS

MUATAN BERULANG
BATAS STRAIN
RETAK/PUTUS

REGANGAN=STRAIN
Gambar 2a. Prinsip beban berulang (repetisi
beban)
11
TEGANGAN=STRESS
(MISALKAN) AKIBAT 1
1 TERJADI PUTUS/RETAK
SETELAH
ULANGAN 600X (=Nf1)

r= BATAS STRAIN RETAK

2 AKIBAT 2 TERJADI
PUTUS/RETAK PADA
ULANGAN 60.000X
(=Nf2)

3 AKIBAT 3 TERJADI
PUTUS/RETAK PADA
ULANGAN 6.000.000X
(=Nf3)
REGANGAN=STRAIN

Gambar 4. Kelelahan Bahan (fatique)

Gambar 2b. Prinsip kelelahan bahan (fatique)


12
STANDARD AXLE LOAD

P = 18000 lbs = 8,16 ton

2,05 T 2,05 T 2,05 T 2,05 T


Beban As Kendaraan
1. Menurut Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkleman Beam,
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga No 01/MN/B/1983

Gambar 3. Komposisi Roda Dan Unit Ekivalen 8.16 ton Beban As Tunggal
14
Nilai EAL,
Equivalent Axle
Load, menurut Bina
Marga (1979)
2. Menurut Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya
Dengan Metode Analisa Komponen Departemen Pekerjaan
Umum, SKBI-2.3.26.1987.

a. MP 1.1 (2 ton) dgn distribusi beban sbb : 1ton +


1ton
b. Bus 1.2 (8 ton) dgn distribusi beban sbb :
3 ton + 5 ton
c.Truk berat T.1.2H (13 ton) dgn distribusi beban sbb :
5 ton + 8 ton
d. Truk tandem/tronton T.1.22 (20 ton) dgn distribusi
beban sbb : 6 ton + 14 ton
e. Truk tandem-gandeng T.1.22+2.2 (30 ton) dgn
distribusi beban sbb : 6 ton + 14 ton + 5 ton + 5
ton
16
KONFIGURASI RODA
TRUK DI INDONESIA
3. Menurut penelitian yang dilakukan Irmawan dan Mochtar 1990.
A. As tunggal

P Pmax= 12 ton

6 ton 6 ton

Satu As Satu Roda = SASR


Pmax = 16 ton P= 16 t

Satu As Dua Roda = SADR


18
B. Tandem

P Pmax = 30 34 ton

Dua As Dua Roda = DADR

19
C. As Triple

P Pmax = 40 45 ton

Tiga As Dua Roda = TADR

20
Equivalent Single Axle Load (ESAL)
Tabel 1. Korelasi Beban As ke ESAL
BINA MARGA AASHTO IRMAWAN & MOCHTAR
(1987 dan MOCHTAR
(1986) (1999)
1983) (1990)
As Tunggal 4.5
P

(SAST) 4.08
4 4.352 4.51
4.5
As Tunggal P P P P

(SADT) 816
. 816
. 816
. 8.16

4 4.352 4.51 4.5


As Tandem P P P
P
(TADT) . x
0086 0.07 0.0654 0.08x
816
. 816
. 816
. 8.16

4.352 4.51 4.5


As Triple P P P
0.0148 0.01 0.016x
(TRDT) 816
. 816
. 8.16

21
MASALAH KERUSAKAN DINI
KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN
Dari Segi Konstruksi Perkerasan Jalan
Muatan yang berlebihan (overloded).
Batas Stabilitas Marshall Bagi Lalu Lintas Berat.
Metoda Penentuan Tebal Perkerasan.
Dari Segi Daya Dukung Tanah
Kembang Susut Pada Tanah Dasar (Subgrade) Jalan.
Tanah Kembang Susut Pada Talud Badan Jalan.
Kelongsoran (Sliding) Pada Lereng/Talud Badan Jalan
Penurunan Elastis dan Penurunan Konsolidasi Pada Timbunan Badan
Jalan/oprit Jembatan di Atas Tanah Lunak
Dari Segi Kondisi Drainase Jalan
Pada saat hujan jalan selalu tergenang air. 22
Muatan yang berlebihan
(overloded)

2
Jenis Muatan : Sirtu
Beban As Depan : 4,79 ton ; Beban As Belakang = 16,62 ton
Muatan = 2,53 x muatan ijin 24
Jenis Muatan : Sirtu
Beban As Depan : 7,32 ton ; Beban As Belakang I. = 15,73 ton, II. = 15,39 ton
Muatan = 2,65 x muatan ijin 25
Jenis Muatan : Sirtu
Beban As Depan : 6,01 ton ; Beban As Belakang = 16,29 ton
Muatan = 3,09 x muatan ijin 26
Jenis Muatan : Sirtu
Beban As Depan : 5,94 ton ; Beban As Belakang = 16,36 ton
Muatan = 2,95 x muatan ijin 27
Jenis Muatan : Kertas
Beban As Depan : 4,09 ton ; Beban As Belakang = 12,59 ton
Beban As Gandeng I. = 6,82 ton , II. = 7,40 ton 28
Jenis Muatan : Peti Kemas
Beban As Depan : 4,68 ton
Beban As Belakang I. = 13,61 ton, II. = 9,88 ton , III. = 9,61 ton 29
Jenis Muatan : Penumpang
Beban As Depan : 4,21 ton ; Beban As Belakang = 4,66 ton
30
Muatan yang berlebihan (overloded).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Mochtar, 2001,


dijelaskan bahwa di Indonesia kendaraan niaga
pada umumnya mengangkut muatan melebihi
muatan, mengingat bahwa 48,98% as tunggal
melebihi 10,5 ton dan sebesar 34,70% as tunggal
memiliki beban rata-rata sebesar 16,5 ton.
Sedangkan dari hasil penelitian Laboratorium
Perhubungan dan Bahan Konstruksi Jalan, Jurusan
Teknik Sipil Tahun 1999 2000, dihasilkan
komposisi jenis kendaraan dan konstribusi
kerusakan terhadap konstruksi perkerasan jalan
seperti yang terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

31
Muatan yang berlebihan (overloded).
Tabel 2. Komposisi dan jumlah as per 1000 kendaraan

32
Muatan yang berlebihan (overloded).
Tabel 3. Prosentase ESA jenis kendaraan terhadap total
kendaraan

33
Tabel 1. Komposisi Beban Gandar Kendaraan Niaga
pada Jalan Tol Porong-Waru, Jawa Timur
(Sumber : Sutikno dan Mochtar, 1991)

34
Tabel . Perbandingan Harga Total EAL antara Perhitungan
Berdasarkan Hasil Survery WIM (Weight in Motion)
dan Hasil Perkiraan Menurut Cara Bina Marga (1987)
untuk Beberapa Ruas Jalan di Jawa Timur, untuk
Umur Rencana 20 Tahun

35
Usulan Pemecahan Masalah (Problema I)
1. Batasi muatan/bebas as truck sbb :

2. Truck pengangkut bahan Galian C (sirtu, batu) hanya


boleh dari jenis ber-As Tandem atau Triple
3. Insentive pajak khusus untuk Truck Tandem dan Triple
supaya harganya murah
4. Tekanan roda kendaraan dilarang > 100 psi
5. Denda berat sesuai harga Rasio Damage Factor bila
beban melewati beban as maksimum yang disyaratkan
36
Batas Stabilitas Marshall Bagi Lalu
Lintas Berat

3
Batas Stabilitas Marshall Bagi Lalu
Lintas Berat
Selama ini dikenal harga Stabilitas Marshall (Marshall
Stability) bagi lalu lintas berat di Indonesia adalah
minimal 840 kg untuk British Standard, dan 680 kg
(=1500 lbs) untuk AASHTO. Tetapi Bina Marga
umumnya mensyaratkan minimal 840 kg, pada suhu
60OC

Syarat minimal Marshall tersebut sesungguhnya


hanya cocok untuk kendaraan berat dengan muatan
normal, tidak dengan muatan berlebihan seperti di
Indonesia. Dengan muatan yang wajar di USA dan
Inggris, roda kendaraan truk dipompa sesuai dengan
tekanan angin yang disyaratkan yaitu 80 psi (= 5,6
kg/cm2)
38
Batas Stabilitas Marshall Bagi Lalu
Lintas Berat
Gambar 4. Bentuk penampang ban truk dengan tekanan angin normal (80 psi)
a. Kondisi muatan normal dengan MST 8 s/d 10 ton
b. Kondisi muatan dengan MST > 12 ton, bagian bawah roda saling
bergesekan, ban harus dipompa dengan tekanan lebih tinggi.

4 ton > 6 ton

80psi 80psi

39
Batas Stabilitas Marshall Bagi Lalu
Lintas Berat
Tabel 4. Persyaratan Minimum Stabilitas Marshall
Perkerasan Jalan (kg)

Tekanan roda kendaraan Persyaratan minimum Stabilitas Marshall


(psi) perkerasan jalan (kg)*

80 800
90 900
100 1000
110 1100
120 1200
130 1300
140 1400
150 1500 42
Usulan Pemecahan Masalah
(Problema II)
1. Batas Stabilitas Marshall untuk lalu-
lintas berat minimum 1500 kg, atau
batasi tekanan roda kendaraan < 100
psi
2. Gunakan perkerasan aspal type AC
(Laston) untuk jalan-jalan berlalu-lintas
truck berat. Jangan gunakan aspal type
HRS (Lataston)

43
Metoda Penentuan Tebal
Perkerasan

4
45
Metoda Penentuan Tebal
Perkerasan
Pada Lampiran 3 dan 4 dari Bina Marga (Dept. PU, 1987) diberikan
cara merancang tebal lapisan perkerasan yang berupa :
D1 = tebal lapisan permukaan aus (campuran aspal).
D2 = tebal lapisan pondasi atas (base course).
D3 = tebal lapisan pondasi bawah (subbase course).
Pada saat perhitungan awal, D1 dan D2 ditentukan sebagai tebal
minimum dan kemudian akhirnya dihitung tebal D3 berdasarkan ITP
rencana jalan tersebut.
Cara perancangan jalan dengan mengambil tebal D1
dan D2 sebagai tebal minimum ini menurut penulis
merupakan salah satu sebab terjadinya kerusakan dini
dari perkerasan jalan raya di Indonesia.
Dibanyak kasus, tebal D1 dan D2 minimum ini terlalu kecil dibanding
tebal sebetulnya yang diperlukan di lapangan

46
DILARANG MERENCANAKAN TEBAL
SURFACE DAN TEBAL BASE COURSE
SEBAGAI TEBAL MINIMUM, KECUALI BILA
PERHITUNGAN MENGHASILKAN TEBAL KURANG DARI
TEBAL MINIMUM.

SURFACE a1, D1 D1

HOT MIX ASPHALT CONCRETE

BASE COURSE a2, D2


D2
(GRANULAR) CBR = CBRbase

SUB BASE a3, D3


D3
(GRANULAR SOIL) CBR = CBRsubbase

SUB GRADE
CBR = CBRsubgrade
Penentuan tebal D1 dan D2 haruslah berdasarkan hitungan sebagai
berikut :
Tentukan harga CBR untuk lapisan base (pondasi atas)
Perkiraan harga DDT, Daya Dukung Tanah (ekivalen) yang sesuai dengan
harga CBRbase
Dari DDT tersebut, tentukan harga ITP bagi lapisan di atas base.
Jadi ITPlapisan di atas base = a1 . D1.
Dapatkan D1 = (ITP-lap diatas base) /a1 = tebal lapisan permukaan (surface)
Bulatkan D1 ke tebal cm terdekat, yang lebih tinggi.
Tentukan harga CBR untuk lapisan subbase (pondasi bawah).
Perkiraan harga DDT yang, sesuai dengan nilai CBR tersebut.
Tentukan harga ITP bagi lapisan-lapisan di atas subbase
ITP lapisan di atas subbase = a1 . D1 + a2 . D2
Karena D1 sudah didapat dari (4) diatas, harga D2 dapat dicari. Bulatkan
hasil D2 ke kelipatan 5 cm terdekat yang lebih tinggi.
Bila D1 dan D2 sudah didapat, cari harga D3 seperti biasa
ITP di atas tanah subgrade = a1 . D1 + a2 . D2+ a3 . D3
Dengan cara Bina Marga (1987), walaupun harga ITP di atas tanah subgrade
terpenuhi, kesalahan fatal dalam perencanaan D1 dan D2 sebagai tebal
minimum akan menyebabkan perkerasan cepat rusak, dimulai dari lapisan
teratas (surface), apalagi bila beban truk-nya berlebihan.
Kembang Susut Pada
Tanah Dasar (Subgrade) Jalan

4
Kembang Susut Pada Tanah Dasar
(Subgrade) Jalan

50
Tanah Kembang Susut Pada
Talud Badan Jalan

5
Tanah Kembang Susut Pada Talud
Badan Jalan

52
Masalah Kelongsoran (Sliding) Pada
Lereng/Talud Badan Jalan

5
Masalah Kelongsoran (Sliding) Pada Lereng/Talud
Badan Jalan

Pusat Rotasi
Longsor

Bidang Longsor
Penurunan Elastis dan Penurunan
Konsolidasi Pada Timbunan Badan
Jalan/oprit Jembatan
di Atas Tanah Lunak

5
Penurunan Elastis dan Penurunan Konsolidasi
Pada Timbunan Badan Jalan/oprit Jembatan di
Atas Tanah Lunak

Mula-mula
Kemudian

Subgrade

a. Tampak Melintang Mula-mula


Kemudian

Subgrade

b. Tampak Memanjang
MASALAH KURANG BAIKNYA
SISTEM DRAINASE JALAN
Ruas Surabaya -
Gresik
KESIMPULA
N
a. Muatan kendaraan yang berlebihan merupakan suatu kenyataan yang
menyebabkan cara perhitungan perkerasan jalan dengan metoda yang
ada (Bina Marga) pada umumnya menghasilkan perkerasan jalan yang
tidak memadai bagi beban dan volume lalu-lintas yang sesungguhnya.
Kondisi ini menjadi salah satu penyebab utama kerusakan dini
dilapangan. Diperlukan usaha pembatasan beban as kendaraan
secara sungguh-sungguh secara multi Departemen.
b. Batas Stabilitas Marshall dalam Standard Bina Marga tidak memadai
bagi lalu lintas berat di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten
Jombang pada khususnya. Batas tersebut untuk lalu lintas berat harus
dinaikkan minimal sekitar 1500 kg. Batas tersebut boleh diturunkan
(lebih rendah) asalkan telah diadakan pembatasan muatan sumbu
kendaraan.
61
KESIMPULA
c.
N
Cara perhitungan tebal lapisan perkerasan D1, D2, dan D3 supaya
dilakukan dari lapis ke lapis mulai dari lapis permukaan. Tebal lapisan
D1 dan D2 harus dihitung sesuai kebutuhan, tidak boleh ditetapkan
sebagai tebal minimum.
d. Karakteristik tanah dasar konstruksi perkerasan jalan sangat
mempengaruhi umur dan kekuatan jalan. Karakteristik tanah dasar
yang dapat mempercepat kerusakan jalan umumnya yaitu tanah dasar
yang mempunyai sifat kembang susut yang tinggi dan tanah dasar yang
lunak yang mudah memampat. Untuk itu perencanaan konstruksi
perkerasan jalan harus juga mencakup penanganan atas karakteristik
tanah yang dapat mempercepat kerusakan jalan tersebut.
e. Kondisi drainase jalan sangat menentukan terjadinya kerusakan dini
pada perkerasan jalan

62

Anda mungkin juga menyukai