Anda di halaman 1dari 24

PERENCANAAN PERKERASAN

(Pavement Design)

LAPISAN PERKERASAN :

1 Asphalt Concrete (AC) atau Portland Cement


Concrete (beton PC)  Batu pecah.
 Campuran
batu/kerikil/
aspal.
2 Treated or Untreated Base (Pondasi atas)
 Dll.
Lap.
Perke-
 Tanah
rasan 3 Treated or Untreated Subbase (Pondasi bawah) bergranular/
berbutir
atau kerikil.
Treated (or prepared/stabilized) Subgrade (tanah
4
dasar di-stabilisasi

5 Untreated Subgrade (tanah dasar asli)

DIBEDAKAN :

FLEXIBLE PAVEMENT : Lapisan perkerasan menggunakan bahan


Bitumen (aspal).

RIGID PAVEMENT : Lapisan perkerasan menggunakan bahan


beton.

1
PAVEMENT

HIGHWAY AIRPORT
 flexible (Runway & Appron)
 rigid  flexible
 rigid
Perencanaan tebal perkerasan
berdasarkan banyaknya lintasan Perencanaan tebal perkerasan
berulang-ulang dari Beban Roda berdasarkan :
Ekivalen (Beban Gandar Ekivalen) a. Beban satu buah pesawat
selama umur perkerasan (teori terbesar yang boleh
lelah = fatique) mendarat.
b. Jumlah lintasan ulang
pesawat terbesar (utk
lapangan yg besar)

2
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN DALAM
PERENCANAAN JENIS, SUSUNAN, DAN TEBAL
PERKERASAN
1. BEBAN DAN JUMLAH LALU-LINTAS (TRAFIK)
a) Beban roda
b) Jumlah as (gandar)
c) Jumlah roda per gandar
d) Variasi jenis kendaraan
e) Jumlah trafik perhari dan pertumbuhannya
f) Umur rencana perkerasan

2. KONDISI TANAH DASAR

3. IKLIM DAN (PERUBAHAN) CUACA JUGA KONDISI LINGKUNGAN


SETEMPAT DARI SEGI AIR)

4. JENIS MATERIAL PERKERASAN DAN MUDAH ATAU TIDAK


DIDADAPATKANNYA BAHAN (MATERIAL) PERKERASAN JALAN-BERIKUT
CAMPURAN-CAMPURANNYA – PADA LOKASI TERSEBUT

5. PENGARUH VARIABEL DALAM PELAKSANAAN MEMBUAT JALAN


(construction variables)

6. BIAYA DAN FAKTOR REHABILITASI NANTI


- Kalau jalan sering kebanjiran, sebaiknya dipakai perkerasan jalan
kaku (beton PC).
- Kalau tanah dasar masih mengalami penurunan jangka panjang,
sebaiknya digunakan perkerasan lentur (aspal beton).

3
FLEXIBLE PAVEMENT RIGID PAVEMENT
(Perkerasan Lentur) (Perkerasan Kaku)

a) Initial cost relatip murah. a) Initial cost relatip mahal.


b) Maintenance berkala dan b) Maintenance sedikit (utk
continue, biaya total beberapa saat praktis tidak
maintenance mahal. ada maintenance), biaya
c) Tebal perkerasan perawatan murah.
tergantung dari jenis c) Tebal perkerasan tergantung
tanah dasar dan jumlah & terutama dari jumlah &
kondisi trafik. kondisi trafik saja. Tanah
d) Pembuatan dapat labor dasar tidak terlalu
intensive. berpengaruh.
d) Pembuatan umumnya
mechanical intensive.

4
CONTOH DESAIN PERKERASAN JALAN DENGAN CARA
AASHTO (1972)

A. FLEXIBLE PAVEMENT.

Gt
log W t = 9 , 36 log ( SN +1 )−0 , 20 +
18
1094
1 0 , 40+ 5 ,19
( SN +1)

1
+ log + 0 ,372 ( S i−3,0)
R
2 3

Catatan : Harga SN dalam satuan inch (= 2,54 cm)

atau equivalen dengan Rumus Bina Marga sbb :

( )
ITP Gt
log W t = 9 ,36 log +1 −0 ,20 +
18
2,54 1094
0 ,40+
( ITP 5,19
2 ,54
+1 )
+ log
1
R
+ 0 ,372
DDT
(
1 ,20
−3,0 )
Catatan : Harga ITP dalam cm

Dimana :
Gt =log ( 4,2−1,5 )
4,2−P t

5
Yang harus diketahui dulu :

1 Wt18 = total Equivalent Axle Load (EAL) – total standard 18.000 lbs
atau 8.16 ton beban gandar – selama umur rencana (design
life) yang melewati perkerasan di lajur rencana.

2 R = Regional factor, (= faktor iklim yang tergantung dari banyak


curah hujan, kemungkinan tanah membeku (frozen), tanah
kering (padang pasir) dll.

3 Si = harga Soil Support, harganya dapat dikorelasi langsung dengan


harga CBR dari tanah subgrade dan perkerasan.
(untuk Bina Marga istilahnya DDT = Daya Dukung Tanah)
4
Pt = final serviceability performance dari perkerasan pada akhir umur
rencana
yaitu : 2,5 untuk jalan raya utama (major highway)
2,0 untuk jalan raya secondary.

Saran : untuk Indonesia Pt = 2,0 untuk jalan utama


1,5 untuk jalan kollektor dan lokal.

Yang dicari :

SN = harga Structural Number dari perkerasan

SN = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 + ………..

ai = structural coefficient untuk lapisan perkerasan.

Di = tebal lapisan perkerasan (dalam inches)

Atau cara Bina Marga:

ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 + ……… , Di dalam cm

LAJUR RENCANA = lajur yang menerima beban dan volume lalu-lintas


terbesar.

6
HUBUNGAN ANTARA CBR DAN Si - CBR DAN DDT

(Rumus empiris)

Dari AASHTO :

Si = 3,71 log (CBR) + 1,35

dimana, Si = Soil Support Value

Dari Bina Marga :

DDT = 4,30 log (CBR) + 1,70

dimana, DDT = Daya Dukung Tanah

7
B. RIGID PAVEMENT.
3

Gt
log W ' = 7 ,35 log ( D+1 )−0 , 06 +
¿

7
1 2 1 , 624 x 10
1+ 8 ,46
( D+1)

[{ ( )( ) }]
5' c 0 ,75
S D −1 ,132
+ ( 4 ,22−0 , 32 P t ) log
215 ,63 J 0 ,75 18 , 42
4
D − 0 ,25
6 2 z
7

Dimana :

1 W’t18 = total Equivalent Axle Load 18.000 lbs EAL selama umur rencana.

2 D = tebal dari pelat beton perkerasan (dlm inches)

Gt =
log ( 4,5−Pt
4,5−1,5 ) atau
Gt =log ( 4,5−Pt
3 )
4 S’c = modulus hancur beton pada umur 28 hari  dari (psi) percobaan
3 point test.

5 Pt = (sama spt Pt pada flexible pavement)

6 J = Load Transfer Coeficient (lihat buku AASHTO)

7 z = E/k  E = modulus Young (modulus elasticity) dari beton (dlm


psi)
K = modulus of subgrade reaction (dalam psi/in) 
didapat dari plate bearing test

8
D

Improved Subgrade (hanya kalau perlu)

1, 3, 4, 5, 6 & 7  harus diketahui dulu


2 = D  yang dicari

9
CONTOH DESIGN PAVEMENT CARA AASHTO

ASSIGNED TRAFFIC CONDITION

 DEVIDED FOUR-LANE HIGHWAY (FREEWAY TYPE)  4 LAJUR,


2 LAJUR PER ARAH.
 ESTIMATED DESIGN LIFE, 20 YEARS
 ESTIMATED AVERAGE DAILY TRAFFIC (ADT) AT THE BEGINNING OF
PAVEMENT LIFE : 18,608 VEHICLES (DATA FROM “THE WISCONSIN
AUTOMATIC DATA 1976” FOR INTERSTATE 90 (I-90) NEAR
NEWSVILLE, WISCONSIN.)
 ESTIMATED AVE. DAILY (HEAVY) TRUCK TRAFFIC : 14% OF ADT
 PERCENT GROWTH OF TRAFFIC PER YEAR : 2%
 CLASSIFICATION OF AXLES OF VEHICLES (RURAL MIDWESTERN STATE
LOADOMETER STATION DATA)

CLIMATIC CONDITION OF PAVEMENT

 SAME AS AREAS NOT HEAVILY AFFECTED BY FROST AND LOW


TEMPERATURE CONDITION.
ALABAMA, FLORIDA, LOUISIANA, SOUTHERN TEXAS, CALIFORNIA ETC.
REGIONAL FACTOR = 1,0 (= R)

10
Table 1
An Example of Traffic Data From a Loadometer Station
(Data from Table W-4)*

Single Axle Tandem Axle


Axle load groups No. of axles per Axle load No. of axles per
(kip) 1000 trucks groups (kip) 1000 trucks
Under 3000 lbs 426.8 Under 6000 lbs 0.38
3-7 669.6 6-12 169.0
common 7-8 228.2 12-18 153.6
8-12 678.8 18-24 139.4
12-16 230.9 24-30 191.0
16-18 147.2 30-32 55.3
18-20 109.6 32-34 31.2
20-22 39.2 34-36 25.0
12 ton
22-24 10.0 36-38 16.4
24-26 0.38 38-40 15.2
26-28 0.19 40-42 10.5
special 13,5 ton
28-30 0.19 42-44 9.2
44-46 2.9
Common 46-48 1.86
(22,7 t) 48-50 1.86
Special 50-52 0.19
(24,5 t) 52-54 0.19

 This data is used in this design method.

 Data dari “the Wisconsin Automatic Data 1976” untuk Interstate No. 90
(I-90), near Newville, Wisconsin.

 Data ini juga merupakan reprentative dari beban axle (gandar) untuk
route kendaraan disebuah tempat di luar kota di negara-negara bagian
Mid-Western, USA.

11
PERHITUNGAN EAL 18.000 lbs
(Pt = 2,5 dan SN = 3)

Axle load group Reprentative Equiv. factor Jumlah axles Equivalent


(1000 lbs) axle load (1000 F per 1000 trucks 18.000 lbs axle
lbs) (= Damage load per 1000
Factor) trucks.
1 2 3 4 3x4
Single axle
Dibawah 3 2 0,0003 426,8 0,13
3-7 5 0,012 669,6 8,03
7-8 7,5 0,0425 228,2 9,70
8-12 10 0,12 678,8 81,46
12-16 14 0,40 230,9 92,36
16-18 17 0,825 147,2 121,45
18-20 19 1,245 109,6 136,45
20-22 21 1,83 39,2 71,74
: : : : :
: : : : :
: : : : :
28-30 29 6,92 0,19 1,31
∑single = 551,30
Tandem axles
Dibawah 6 4 0,001 0,38 0,00
6-12 9 0,008 69,0 0,55
12-18 15 0,055 153,6 8,45
18-24 21 0,195 139,4 27,18
24-30 27 0,485 191,0 92,63
30-32 31 0,795 55,3 43,96
32-34 33 1,00 31,2 31,20
34-36 35 1,245 25,0 31,12
: : : : :
: : : : :
: : : : :
52-54 53 6,25 0,19 31,12
∑tandem = 365,41
Total = 551,30 + 365,41 =
916,71

 EAL 18.000 lbs = 916,71 per 1.000 trucks

12
SURFACE a1, D1 D1

HOT MIX ASPHALT CONCRETE

BASE COURSE a2, D2


D2
(GRANULAR) CBR = CBRbase

SUB BASE a3, D3


D3
(GRANULAR SOIL) CBR = CBRsubbase

SUB GRADE
CBR = CBRsubgrade

1. ITP di atas base = a1 D1

2. ITP di atas subbase = a1 D1 + a2 D2

3. ITP di atas subgrade = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3

Keterangan.

 Bila ITP di atas base didapatkan dari perhitungan,


maka:
D1 = (ITP di atas base )/a1
Kemudian bila D1 < D1minimum , maka
D1* = D1min. ; (D1* = D1 hasil perencanaan),

13
dan bila D1 > D1min, maka
D1* = D1.setelah dibulatkan ke 1 cm ke atas.

 Bila ITP di atas subbase didapatkan dari perhitungan,


Maka :
D2 =( ITP di atas subbase – a1 D1*)/ a2 .
Bila didapatkan D2 < D2 minimum , maka D2* = D2min,
di mana D2* = D2 hasil perencanaan.
dan bila D2 > D2min, maka
D2* = D2 setelah dibulatkan ke kelipatan
5 cm di atasnya.
Misal, dari hasil peritungan D2 = 12,4 cm maka
dibulatkan ke kelipatan 5cm di atasnya (=15 cm)
sehingga D2* = 15 cm.

 Bila didapatkan ITP di atas subgrade dari perhitungan,


Maka, D3 = (ITP di atas subgrade - a1 D1*- a2 D2*)/a3 ;
Bila D3 < D3 min , maka D3*= D3 min.
Juga bila D3 > D3 min , maka
D3* = D3 setelah dibulatkan ke kelipatan 5 cm di
atasnya (sama seperti pada D2* ).
Misalkan dari perhitungan didptkan D3 = 16.8 cm.
maka D3*= 20 cm.

14
STRUCTURAL LAYER COEFICIENTS (ai)
(OLEH AASHTO COMMITTEE ON DESIGN, 1972)

KOMPONEN PERKERASAN COEF. ai

a) LAPISAN ATAS (SURFACE


COURSE)
 campuran di jalan (di tempat) 0,20
AC (= roadmix, low stability)
 hot mix (AMP), high stability 0,44
AC 0,40
 sand asphalt

b) BASE COURSE 0,07


 Sandy Gravel (sirtu), 0,14
 Crushed stone, class A 0,15-0,23
 Cement-treated base
 Bituminous treated (ATBL) &
ATB 0,34
o Coarse – Graded 0,30
o Sand asphalt 0,15-0,30
 Lime-treated (campuran kapur
& batu).

c) Subbase 0,11
 Sandy Gravel, sirtu class B 0,05-0,11
 Sand atau Sandy-clay

Hasil perhitungan :

a1 D1 = 2,47

a1 D1 + a2 D2 = 3,45  a2 D2 = 0,98

a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 = 5,55  a3 D3 = 2,10

15
TAMBAHAN :
SN 1 SN 2 SN 3
A
SN 1 a1 D1 = 2,47
SURFACE (A.C)
B SN 2 a
1 D1 + a2 D2 = 3,45  a2 D2 =
0,98
BASE CBR = 100%
C SN 3 a D1 + a2 D2 + a3 D3 = 5,55
1

SUBBASE CBR = 30%


D

SUBGRADE CBR = 3%

Misal : a1 = 0,44 (hot mix di AMP)


a2 = crushed stone = 0,14
a3 = sandy gravel/sirtu = 0,11

Didapat : D1 = 5,61 inches = 14,3 cm  15 cm


(dibulatkan ke 1 cm-an)
Di harus
dibuat ≥ Di D2 = 7 inches = 17,8 cm  20 cm (dibulatkan kelipatan
minimum ke 5 cm terdekat)

D3 = 19,1 inches = 48,5 cm  50 cm (dibulatkan ke


kelipatan 5 cm terdekat)

AWAS :

 CBR pada permukaan lapisan selalu merupakan CBRcomposit dari lapisan-


lapisan tanah dibawahnya.
 Jadi misal CBR di elevasi C adalah CBRcomposit antara Subbase dan
Subgrade.
 Tetapi bila D3 ≥ 48,5 cm dapat dianggap bahwa CBRcomposit
di C = CBRsubbase = 30%.
Artinya ketebalan subbase sudah mencukupi untuk se-olah-
olah subbase bereaksi sendiri.

16
Akan tetapi :

Bila D3 < 48,5 cm  CBR di C < 30%

 Bagaimana caranya mencari CBRcomposit bila D3 < 48,5 cm ?

30
0,11x
Misal D3 = 30cm  a3 D3 = 2,54 = 1,30

SN 3 diketahui (diatas subgrade CBR = 3%) = 5,55

Jadi : SN 2 = SN3 – 1,30

yang ada

= 5,55 – 1,30 = 4,25

Perhitungan CBRcomposit diatas subgrade dapat dicari sbb :

CBR = CBRcomposit = x  Si = k.x (belum diketahui)

Wt18 = 9621400  log Wt18 = 6.98

Pt = 2,5 ; R = 1,0

Dengan rumus yang sama dicari harga Si yang memenuhi persamaan AASHTO
sehingga dihasilkan SN2 = 4,25

Dari grafik AASHTO (di hal. 22, Figure III-1), atau juga kalau mau lebih tepat
pakai Persamaan (1)

di dapat Si = 5,3

Jadi CBRcomposit oleh subgrade + subbase di level C ≈ 12%

17
Atau sebaliknya :

Karena CBRsubbase + subgrade hanya = 12%  SN2 = 4,25

Jadi a1 D1 + a2 D2 = 4,25

Bila a1 D1 tetap = 2,47

Maka a2 D2 = 4,25- 2,47 = 1,78

1,78
D2 = 0,14 x 2,54 cm = 32,3 ≈ 35 cm

Jadi bisa saja D3 ditipiskan menjadi 30 cm tetapi D2 harus dipertebal menjadi


35 cm.

Catatan : biasanya cara yang paling ekonomis ialah dengan membuat


lapisan yang sebelah atas paling tipis menurut perhitungan,
karena umumnya lapisan subbase lebih murah.

18
Analog

Misalnya tebal lapisan base D2 dibuat < 17,8 cm


Bila D2 < 17,8 cm dapat dianggap bahwa CBR base = CBR composit base +
subbase + subgrade < 100 % (CBR base asli).

Bagaimana mencarinya (misal D2 = 15cm)

Sama saja !!!

Misal : D3 tetap = 50cm

SN2 = 3,45 D2 = 15 cm

15 x0,14
SN1 yang ada = 3,45 - 2,54 = 2,62

Awas : SN1 = 2,47 hanya bila CBRbase = 100%

padahal CBRbase composit < 100% (dicari)

Untuk CBRbase = anu  Si = sesuatu

Wt18 = 9621400; Pt = 2,5 dan R = 1,0 & SN = 2,62

Didapat (dari grafik AASHTO)

Si ≈ 8,7

Didapat CBRcomposit base ≈ 85%.

Konsekuensinya, lapisan surface menjadi lebih tebal dari 15 cm.

19
ISTILAH-ISTILAH DESAIN
TEBAL PERKERASAN BETON ASPAL
CARA BINA MARGA ‘87

JALUR RENCANA : Salah satu jalur lalu-lintas dari


suatu sistim jalan raya yang
menampung lalu-lintas tersebut.
UMUR RENCANA : Jumlah waktu dalam tahun
(UR) dihitung sejak jalan tersebut mulai
dibuka untuk lalu-lintas sampai
saat diperlukan perbaikan berat
atau dianggap perlu untuk diberi
lapis permukaan yang baru
INDEKS PERMUKAAN : Suatu angka yang dipergunakan
(IP) untuk menyatakan kerataan/
kehalusan serta kekokohan
permukaan jalan yang bertalian
dengan tingkat pelayanan bagi
lalu-lintas yang lewat
LALU-LINTAS HARIAN : Jumlah rata-rata lalu-lintas
RATA-RATA (LHR) kendaraan bermotor roda 4 atau
lebih yang dicatat selama 24 jam
sehari untuk kedua jurusan
ANGKA EKIVALEN (E) : Angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan
yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu tunggal
kendaraan terhadap tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh
satu lintasan beban standar
sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lb).
LINTAS EKIVALEN : Jumlah lintas ekivalen harian rata-
PERMULAAN (LEP) rata dari sumbu tunggal seberat

20
8,16 ton pada jalur rencana yang
diduga terjadi pada permulaan
umur rencana
LINTAS EKIVALEN : Jumlah lintas ekivalen harian rata-
AKHIR (LEA) rata dari sumbu tunggal seberat
8,16 ton pada jalur rencana yang
diduga terjadi pada akhir umur
rencana
LINTAS EKIVALEN : Jumlah lintas ekivalen harian rata-
TENGAH (LET) rata dari sumbu tunggal seberat
8,16 ton pada jalur rencana yang
diduga terjadi pada pertengahan
umur rencana
LINTAS EKIVALEN : Suatu besaran yang dipakai dalam
RENCANA (LER) nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan
jumlah lintas ekivalen sumbu
tunggal seberat 8,16 ton pada lajur
rencana.
LAPIS PERMUKAAN : Bagian perkerasan yang paling
atas
DAYA DUKUNG : Suatu skala yang dipakai dalam
TANAH DASAR (DDT) nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan
kekuatan tanah dasar
FAKTOR REGIONAL : Faktor setempat, menyangkut
(FR) keadaan lapangan dan iklim, yang
dapat mempengaruhi keadaan
pembebanan, daya dukung tanah
dasar dan perkerasan
INDEKS TEBAL : Suatu angka yang berhubungan
PERKERASAN (ITP) dengan penentuan tebal
perkerasan

21
BAGAN ALIR
DESAIN TEBAL PERKERASAN BETON ASPAL
CARA BINA MARGA ‘87

MULAI

Kekuatan tanah dasar


Daya Dukung Tanah Input parameter
Dasar (DDT) desain

Faktor Regional (FR)


 Intensitas curah
hujan konstruksi
 Kelandaian jalan bertahap
 % kendaraan berat ?
 Pertimbangan teknis

Beban lalu-lintas ya tidak


LER pada lajur rencana

Konstruksi bertahap Tentukan ITPt Tentukan ITP


atau tidak dan Tahap I selama UR
Pentahapannya

Indeks permukaan Tentukan ITP1&2


Awal IPo untuk Tahap I
Akhir IPt dan Tahap II

Jenis koefisien koefisien


lapisan kekuatan kekuatan
perkerasan relatif relatif

22
SELESAI

INDEK TEBAL PERKERASAN


( ITP )

surface D1

base D2

subbase D3

subgrade

ITP diatas subgrade = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3

ITP diatas subbase = a1 D1 + a2 D2

ITP diatas base = a1 D1

bila,

Di < D minimum

maka,

Di = D minimum

23
24

Anda mungkin juga menyukai