Anda di halaman 1dari 43

BAB II

KRITERIA DESAIN
2.1 Data Perencanaan

Diketahui data umum dan data tanah suatu struktur Gedung Bimbel di Bengkulu yang terdiri dari
beton bertulang sebagai rangka bawah dan baja sebagai rangka atas dengan data-data sebagai berikut :
1. Fungsi Bangunan : Gedung Bimbel
2. Posisi/Letak Bangunan : Kota Bengkulu
Parameter perencanaan beban gempa sesuai dengan kondisi tanah kota terkait yang dapat diakses
melalui Peta Gempa 2017 dan Respon Spektral PUSKIM PU 2019
3. Mutu Beton (f’c) : 30 Mpa
4. Mutu Tulangan Beton Ulir (d) : BjTS 420
5. Mutu Tulangan Beton Polos () : BjTP 280
6. Material Dinding : Bata Merah
7. Kecepatan Angin (m/s) : 38
8. Data Boring Tanah : BH-03
Denah gedung dan data tanah dapat dilihat pada gambar berikut :

1,25 m

8m

3,75 m

8m

1,25 m

8m 8m 8m 8m

Gambar 2.1 Denah Bangunan Gedung Lantai 1-4


4,25 m

3,75 m

3,75 m

4,25 m

Gambar 2.2 Denah Melintang Struktur Lantai 1-4


Gambar 2.3 Data Sondir Tanah BH-03
Gambar 2.4 Data Sondir Tanah BH-03 (Continued)
2.2 Proses Desain Gedung
Dalam perencanaan gedung, maka dilakukan tahap proses desain dimana akan dijelaskan
melalui flowchart sebagai berikut :

Mulai

Pengumpulan data dan studi


literatur Denah bangunan
Mutu material Standar Pembebanan
Standar Desain

Pembebanan
Beban Gravitasi (Beban Mati, SIDL,
Beban Hidup), Beban Gempa, Beban
Angin

Preliminary Desain:
Preliminary desain balok
Preliminary desain pelat
Preliminary desainkolom

Pemodelan dan Pengecekan


Struktur Pemeriksaan Jumlah
Ragam Periode Struktur
Parameter respons terkombinasi
Penskalaan Gaya
Efek P-delta Torsi tak terduga

Pendetailan Elemen Struktur


Penulangan Pelat Lantai
Penulangan Balok Beton Bertulang
Penulangan Kolom Beton Bertulang
Kontrol

ΦMn>Mu
ΦVn >Vu
ΦNn >Nu
ijin>
u

Perhitungan Pondasi Dalam


dan Penulangan Pile Cap

Gambar Detail Struktur

Selesai

Gambar 2.5 Flowchart Proses Desain

2.3 Material
2.3.1. Mutu Beton (Beton Normal)
- Berdasarkan SNI 2847;2019 pasal 19.2.1; tabel 19.2.1.1; hal 433 diatur bahwa untuk kegunaan
Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SPRMK), nilai minimum mutu beton adalah f’c = 21
MPa. Sedangkan bila digunakan struktur umum, nilai minimum mutu beton adalah f’c = 17
MPa. Sedangkan untuk batas maksimal, tidak ditentukan.

- Untuk perencanaan struktur kasus ini, struktur akan didesain sebagai struktur rangka pemikul
momen khusus. Sehingga dengan mengacu pada nilai mutu beton minimum, mutu beton yang
akan digunakan pada struktur utama adalah f’c = 35 MPa.

- Besaran nilai modulus elastisitas beton diatur dalam SNI 2847:2019; pasal 20.2.2.2; hal 434
adalah
𝐸𝑐 = 4700 ∙ √𝑓′ = 4700 ∙ √35 = 27.805,57 𝑀𝑃𝑎

2.3.2. Mutu Baja Tulangan


- Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 20.2.2.4; tabel 20.2.2.4a; hal 450, diatur bahwa mutu
tulangan ulir maksimum untuk elemen lentur (balok) dan gaya aksial (kolom)
untuk sistem rangka pemikul momen khusus (SPRMK) adalah fy = 420 MPa. Sedangkan
untuk sistem struktur lainnya fy = 550 MPa
- Sedangkan nilai modulus elastisitas, Es, berdasarkan pasal 20.2.2.2 adalah Es =
200.000 MPa
- Mengacu pada SNI 2052:2017 mengenai baja tulangan beton, maka untuk perencanaan
tulangan longitudinal pada struktur ini akan digunakan nilai mutu tulangan fy = 420 MPa
- Sedangkan untuk tulangan polos (tulangan geser) diatur dalam SNI 2847:2019; tabel 20.2.2.4b;
hal 451 dengan nilai maksimum fy = 420 Mpa
- Sehingga untuk perencanaan struktur ini digunakan mutu tulangan sengkang sebesar fy = 280
MPa.

2.4 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Dan pada umumnya penentuan
besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu
struktur telah diestimasi, maka berikutnya adalah menentukan kombinasi- kombinasi beban yang
paling dominan yang mungkin bekerja pada suatu struktur tersebut. Besar beban yang bekerja pada
suatu struktur dan kombinasi beban-beban yang bekerja telah diatur dalam RSNI2 1727:2018.
Berikut merupakan beberapa jenis beban yang akan diperhitungkan untuk perencanaan struktur
bangunan penahan gaya seismik antara lain:

2.4.1. Beban mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung/bangunan yang bersifat tetap selama
masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan (super imposed dead load, SIDL), finishing,
mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bagunan/gedung
tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah beban struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-
lampu, penutup lantai, dan plafon. Beberapa contoh berat dari beberapa komponen bangunan penting
yang digunakan untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedung /bangunan .

2.4.1.1. Beban Sendiri

Beban sendiri terdiri dari material beton bertulang : 23,6 kN/m3 (RSNI2 1727:2018 Tabel
C3.1-2, Concrete, Reinforced Stone (including gravel)). Beban material baja : 77,3 kN/m3 (RSNI2
1727:2018 Tabel C3.1-2, Steel, cold-drawn). Program analisa struktur dapat memperhitungkan
beban sendiri secara otomatis berdasarkan berat per volume masing-masing material.
Material Density Material Density
(kN/m3) (kN/m3)
Aluminum 27 Silt, moist, loose 12.3
Bituminous products Silt, moist, packed 15.1
Asphaltum 12.7 Silt, flowing 17.0
Graphite 21.2 Sand and gravel, dry, loose 15.7
Paraffin 8.8 Sand and gravel, dry, packed 17.3
Petroleum, crude 8.6 Sand and gravel, wet 18.9
Petroleum, refined 7.9 Earth (submerged)
Petroleum, benzine 7.2 Clay 12.6
Petroleum, gasoline 6.6 Soil 11.0
Pitch 10.8 River mud 14.1
Tar 11.8 Sand or gravel 9.4
Brass 82.6 Sand or gravel and clay 10.2
Bronze 86.7 Glass 25.1
Cast-stone masonry (cement, stone, 22.6 Gravel, dry 16.3
sand)
Cement, portland, loose 14.1 Gypsum, loose 11.0
Ceramic tile 23.6 Gypsum, wallboard 7.9
Charcoal 1.9 Ice 9.0
Cinder fill 9.0 Iron
Cinders, dry, in bulk 7.1 Cast 70.7
Coal Wrought 75.4
Anthracite, piled 8.2 Lead 111.5
Bituminous, piled 7.4 Lime
Lignite, piled 7.4 Hydrated, compacted 5.0
Peat, dry, piled 3.6 Hydrated, loose 7.1
Concrete, plain Masonry, ashlar stone
Cinder 17.0 Granite 25.9
Expanded-slag aggregate 15.7 Limestone, crystalline 25.9
Haydite (burned-clay aggregate) 14.1 Limestone, oolitic 21.2
Slag 20.7 Marble 27.2
Stone (including gravel) 22.6 Sandstone 22.6
Vermiculite and perlite aggregate, 3.9–7.9 Masonry, brick
nonload-bearing Hard (low absorption) 20.4
Other light aggregate, load-bearing 11.0–16.5 Medium (medium absorption) 18.1
Concrete, reinforced Soft (high absorption) 15.7
Cinder 17.4 Masonry, concretea
Slag 21.7 Lightweight units 16.5
Stone (including gravel) 23.6 Medium weight units 19.6
Copper 87.3 Normal weight units 21.2
Cork, compressed 2.2 Masonry grout 22.0
Earth (not submerged) Masonry, rubble stone
Clay, dry 9.9 Granite 24.0
Clay, damp 17.3 Limestone, crystalline 23.1
Clay and gravel, dry 15.7 Limestone, oolitic 21.7
Marble 24.5 Sandstone 12.9
Sandstone 21.5 Shale 14.5
Mortar, cement or lime 20.4 Greenstone, hornblende 16.8
Particleboard 7.1 Terra cotta, architectural
Plywood 5.7 Voids filled 18.9
Riprap (not submerged) Voids unfilled 11.3
Limestone 13.0 Tin 72.1
Sand 8.2 Oak, commercial reds and 7.4
whites
Slate 27.0 Pine, southern yellow 5.8
Steel, cold-drawn 77.3 Redwood 4.4
Stone, quarried, piled Spruce, red, white, and Sitka 4.5
Basalt, granite, gneiss 15.1 Western hemlock 5.0
Limestone, marble, quartz 14.9 Zinc, rolled sheet 70.5
Tabel 2.6 Berat Jenis Minimum Material untuk Beban Desain

2.4.1.2 Beban Mati Tambahan (SIDL)


Beban mati tambahan per m2 lantai dapat dilihat pada RSNI2 1727:2018
Tabel 2.7 Beban Mati Desain Minimum (kN/m2)
Jenis Beban Berat Diambil Dari
kN/m2
Terrazzo 0,91 (RSNI2 1727:2018 C3.1-1, Ceramic or
quarry tile (19mm) on 25 mm mortar bed)
Beban Spesi 0,01 Berdasarkan jenis spesi yang digunakan
Keramik
Ducting 0,19 (RSNI2 1727:2018 C3.1-1, Mechanical
Mekanikal Duct Allowance)
Pengantung 0,10 (RSNI2 1727:2018 C3.1-1, Suspended
Langit-Langit Steel Channel System)
Plafon 0,05 (RSNI2 1727:2018 C3.1-1, Acoustical
fiberboard)
Beban 0,008 Untuk setiap ketebalan, C3-1 ASCE 7 –
gypsum board 2002 untuk beban gypsum board
Beban dinding 0,6 Berdasarkan brosur untuk dinding bata
bata ringan ringan Citicon 0,6 m x 0,1 m x 0,2 m
Beban acian 0,01 Berdasarkan jenis spesi yang digunakan
plesteran dinding
Rigid Insulation 0,04 Berdasarkan RSNI2 1727:2018 dengan tebal
13 mm
Beban genset 8,1 Berdasarkan brosur untuk generator set
listrik dengan merk Cummins 1275 KVa
Total 1,268
Tabel 2.8 Beban mati tambahan per m2 pada lantai 1-4

 Accessories (gusset plate, bolt, trackstang, bracing) = 10% dari beban mati tambahan
 Beban dinding ½ bata : 2,3 kN/m2 ((RSNI2 1727:2018 C3.1-1, Exterior stud walls with brick
veneer)
Beban dinding pd balok 30.40= 2,3 x tinggi bersih dinding = 2,3x(4-0,4) = 8,28 kN/m
Beban dinding pd balok 40.60= 2,3 x tinggi bersih dinding = 2,3x(4-0,6) = 7,82 kN/m

2.4.2 Beban Hidup


Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul
akibat penggunaan suatu gedung. Jenis beban ini termasuk berat manusia, perabotan yang dapat dipindah-
pindah, kendaraan, dan barang-barang lain. Karena besar dan lokasi beban yang senantiasa berubah-ubah,
maka penentuan beban hidup secara pasti merupakan suatu hal yang cukup sulit. Oleh karena itu penentuan
beban hidup mengacu pada standar pembebanan RSNI2 1727:2018.

2.4.2.1 Berat Hidup pada Lantai


- Koridor Lantai Pertama :4,79 kN/m2 (RSNI2 1727:2018 Tabel 4.3-1)
- Koridor diatas Lantai Pertama :3,59kN/m2 (RSNI2 1727:2018 Tabel 4.3-1)
2.4.2.2. Berat Hidup pada Atap
- Atap datar :0,96 kN/m2 (RSNI2 1727:2018 Tabel 4.3-1)
Tabel 2.9
HUNIAN ATAU PENGGUNAAN BEBAN MERATA (kN/m²)
Apartemen / Rumah Tinggal
Semua ruang kecuali tangga dan balkon 1,92
Tangga Rumah tinggal 1.92
Kantor
Ruang Kantor 2,40
Ruang Komputer 4,79
Lobi dan koridor lantai pertama 4,79
Koridor di atas lantai pertama 3,83
Ruang Pertemuan
Lobi 4,79
Kursi dapat dipindahkan 4,79
Panggung pertemuan 4,79
Koridor
Koridor lantai pertama 4,79
Koridor Lantai lain sama seperti pelayanan hunian
Ruang Makan dan restoran 4,79
Rumah Sakit
Ruang Operasi, Laboratorium 2,87
Ruang pasien 7,18
Koridor diatas lantai pertama 3,83
Perpustakaan
Ruang baca 2,87
Ruang Penyimpanan 7,18
Koridor diatas lantai pertama 3,83
Pabrik
Ringan 6,00
Berat 11,97
Sekolah
Ruang kelas 1,92
Koridor lantai pertama 4,79
Koridor diatas lantai pertama 3,83
Tangga dan jalan keluar 4,79
Gudang penyimpan barang
Ringan 6,00
Berat 11,97
Toko Eceran
Lantai pertama 4,79
Lantai diatasnya 3,59
Beban Hidup Distribusi Merata Minimum
2.4.2.3 Faktor Reduksi Beban Hidup
Menurut RSNI2 1727:2018 pasal 4.7.3, komponen struktur yang memiliki tributary area
37,16 m2 atau lebih diizinkan untuk dirancang dengan beban hidup tereduksi sesuai dengan rumus
berikut:
4,57
(
L=Lo 0,25+
√K¿ Ar) (2.1)

Keterangan :
L = beban hidup rencana tereduksi per m2
Lo = beban hidup terencana tanpa reduksi per m2
KLL = faktor elemen beban hidup
AT = tributary area dalam m2
Tabel 2.10 Faktor elemen beban hidup, KLL

Menurut RSNI2 1727:2018 pasal 4.8.2, untuk komponen atap datar biasa, berbubung, atap
lengkung, awning, dan kanopi selain dari atap konstruksi fabric dapat direduksi dengan :
𝐿𝑟 = 𝐿𝑜𝑅1𝑅2 dengan 0,58 * Lr * 0,96 (2.2)
dimana :
1 untuk AT = 18,58 m2
R1 = 1,2 – 0,011AT untuk 18,58 m2 < AT < 55,74 m2
0,6 untuk AT = 55,74 m2

1 untuk F =4
R1 = 1,2 – 0,011AT untuk 4 < F < 12
0,6 untuk F = 12
Dimana untuk atap berbubung, F = 0,12 x kemiringan (slope), kemiringan dinyatakan dalam
persentase), dan untuk atap lengkung atau kubah, F = rasio tinggi terhadap bentang dikalikan dengan
32.

Sehingga, untuk komponen atap datar biasa, berbubung, atap lengkung, awning, dan kanopi selain
dari atap konstruksi fabric terdapat beban hidup

2.4.3 Beban Angin

Beban angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya karena adanya selisih
tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini ditentukan dengan menganggap adanya
tekanan positif dan tekanan negatif (isapan angin), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang
bangunan yang ditinjau. Menurut RSNI2 1727:2018, prosedur analitis perencanaan beban angin terdiri
dari prosedur directional dan envelope. Metode directional terdiri dari :

1. Menentukan kategori resiko bangunan dan struktur lainnya


2. Menentukan kecepatan angin dasar, V untuk jenis kategori resiko bangunan
3. Menentukan parameter beban angin
a. Faktor arah angin, Kd
b. Kategori eksposur B, C dan D
c. Faktor topografi, Kzt
d. Faktor elevasi permukaan tanah, Ke
e. Faktor efek tiupan angin, G (gust effect factor)
f. Klasifikasi ketertutupan

2.4.3.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung


Bangunan dan struktur lainnya harus diklasifikasikan berdasarkan resiko bagi kehidupan
manusia, Kesehatan, dan kesejahteraan yang terkait dengan kerusakan atau kegagalan penggunaan
menurut Tabel 2.8 Untuk tujuan penerapan ketentuan banjir, angin, salju, gempa. Beban desain
minimum untuk struktur harus memasukkan faktor penting yng berlaku pada Tabel 2.7

Tabel 2.9 Faktor kepentingan berdasarkan kategori resiko bangunan gedung


(Sumber : RSNI2 1727:2018 tabel 1.5-2)
Tabel 2.10 Kategori resiko bangunan dan struktur untuk beban banjir, angin,gempa
(Sumber : RSNI2 1727:2018)

2.4.3.2 Kecepatan Angin Dasar

Sebagai acuan normatif, penentuan nilai kecepatan angin dasar, V (m/s) berdasarkan pada
standar HB 212-2002 “Design Wind Speeds for the Asia-Pasific Region”. Menurut HB 212-2002,
wilayah Indonesia sebagai daerah di sekitar garis ekuador yang masuk ke dalam level 1 dengan peta
ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.6 Peta Angin untuk daerah Asia Pasific dengan klasifikasi tingkat

Untuk tingkat 1 merupakan daerah bidang ekuador, kondisi dimana sering terjadi hujan deras
dan angin monsoon. Daerah ini meliputi negara Singapura, Indonesia, dan Papua Nugini. Persamaan
kecepatan angin yang dianalisis berdasarkan keberadaaan 11 stasiun penakar angin sebagai berikut :
𝑉𝑅 = 70 − 56𝑅−0.1

Persamaan ini memberikan nilai untuk periode ulang, R = 50 tahun, maka V50 bernilai 32,12
m/s. Sedangkan untuk periode ulang 500 tahun, V500 = 39,92 m/s.
Tabel 2.11 Hubungan kecepatan angin dan periode ulang (Kecepatan hembusan angin 3 s,
elevasi 10 m, daerah terbuka (Eksposur C))
(Sumber : HB 212-2002)

Berdasarkan standar tersebut, maka kita dapat mengambil nilai V = 32 m/s untuk desain
kecepatan angin pada kondisi layan (serviceability design), sedangkan V = 40 m/s padakondisi batas
(ultimate design).

2.4.3.3 Faktor Arah Angin, Kd


Faktor Arah Angin ditentukan berdasarkan tipe struktur yang terdapat pada RSNI2
1727:2018 tabel 26.6-1

Tabel 2.12 Faktor Arah Angin, Kd


2.4.3.4 Kategori Eksposur

Kategori eksposur ditentukan berdasarkan ketinggian bangunan, kekasaran


permukaan dan arah lawan angin. Berikut merupakan penjelasan dari beberapa jenis kategori
kekasaran permukaan dan kategori eksposur:

Eksposur B: Untuk bangunan gedung dengan tinggi rata-rata kurang dari atau sama dengan
9,1m, Eksposur B berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh
kekasaran permukaan B, berlaku diarah lawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 457m.
Untuk bangunan dengan tinggi rata-rata lebih besar dari 9,1m, Eksposur B berlaku bilamana
kekasaran permukaan B berada dalam arah lawan angin untuk jarak lebih besar dari 792 m
atau 20 kali tinggi bangunan, pilih yang terbesar.

Kekasaran permukaan B: Daerah perkotaan dan pinggiran kota, daerah berhutan, atau
daerah lain dengan penghalang berjarak dekat seukuran tempat tinggal keluarga-tunggal atau
lebih besar dalam jumlah banyak.

Eksposur C: berlaku untuk semua kasus dimana Eksposur B atau D tidak berlaku.

Kekasaran Permukaan C: Dataran terbuka dengan penghalang tersebar yang memiliki


tinggi umumnya kurang dari 9,1m. Kategori ini mencakup daerah terbuka datar dan padang

Untuk situs yang terletak di zona transisi antara kateogori exposure, harus
menggunakan hasil kategori di gaya angin terbesar.
rumput.

Eksposur D: berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh


kekasaran permukaan D, berlaku diarah lawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 5000ft
(1.524m) atau 20 kali tinggi bangunan, pilih yang terbesar. Eksposur D juga berlaku bilamana
kekesaran permukaan tanah segera lawan angin dari situs B atau C, dan situs berada dalam jarak
600ft(183m) atau 20 kali tinggi bangunan, mana yang terbesar, dari kondisi Eksposur D
sebagaimana ditentukkan Dalam kalimat sebelumnya.

Kekasaran Permukaan D: Permukaan datar, area tanpa halangan dan permukaan air. Kategori
ini termasuk hamparan lumpur halus.
2.4.3.5 Faktor Topografi, Kzt

Efek peningkatan kecepatan angin pada bukit, bukit memanjang, dan tebing
curam yang terisolasi akan menimmbulkan perubahan mendadak dalam topografi umum,
terletak dalam setiap kategori eksposur, harus dimasukkan dalam perhitungan beban angin
bila kondisi bangunan gedung dan kondisi lokasi struktur memenuhi kondisi berikut:
 Bukit, bukit memanjang, atau tebing curam yang terisolasi dan tidak terhalang
angin arah vertical ke atas oleh pengaruh topografi serupa dari ketinggian yang
setara untuk 100 kali tinggi fitur topografi (100H) atau 2 mil (3,22 km), dipilih
yang terkecil. Jarak ini harus diukur horizontal dari titik dimana tinggi H pada
bukit, punggung bukit, atau tebing yang ditentukan.
 Bukit, bukit memanjang, atau tebing curam yang menonjol di atas ketinggian fitur
dataran arah bertikal ke atas antara radius 2 mil (3,22 km) untuk setiap kuadran
dengan faktor dua atau lebih.
 Struktur yang berlokasi seperti terlihat pada Gambar 2 pada setengah bagian ke
atas dari bukit atau punggung bukit atau dekat puncak tebing.
 H/Lh  0,2
 H  4,5 m untuk Eksposur C dan D, H  18 m untuk Eksposur B.
Gambar 2.9 Faktor Topografi, Kzt
Efek peningkatan kecepatan angin harus dimasukkan dalam perhitungan beban
angindesain dengan menggunakan faktor Kzt :
Kzt = (1 + K1K2K3)2 (2.3)
dimana K1, K2, dan K3 ditetapkan dalam Gambar 2.9

Jika kondisi situs dan lokasi bangunan gedung dan struktur lain tidak memenuhi
semua kondisi yang disyaratkan dalam SNI2 1727:2018 pasal 26.8.1, maka Kzt =1,0

2.4.3.6 Faktor elevasi permukaan tanah, Ke

Faktor elevasi permukaan tanah untuk menyesuaikan kondisi densitas udara, Ke, harus
ditentukan sesuai dengan RSNI2 1727:2018 tabel 26.9-1. Namun untuk pertimbangan yang
konservatif, nilai Ke boleh diambil 1 untuk semua kasus.

Tabel 2.7 Faktor elevasi permukaan tanah, Ke


2.4.3.7 Faktor efek tiupan angin, G (gust effect factor)

Faktor efek tiupan angin untuk suatu bangunan gedung dan struktur lain yang
kaku boleh diambil sebesar 0,85.

2.4.3.8 Klasifikasi ketertutupan

Untuk menentukan koefisien tekanan internal (GCpi), harus ditentukan terlebih


dahulu kategori ketertutupan struktur bangunan tersebut. Berikut merupakan beberapa
pengertian klasifikasi ketertutupan:
Bukaan: penentuan banyaknya bukaan pada pembungkus bangunan gedung harus dibuat untuk
menentukan klasifikasi ketertutupan.

Proteksi Bukaan yang dipasang kaca: bukaan yang dipasang kaca dalam bangunan kategori
resiko II, III atau IV yang berada pada wilayah rawan-angin kencang harus diproteksi Wilayah
berpartikel terbawa angin: bukaan yang dipasang kaca harus dilindungi sesuailokasi berikut:
 Dalam 1 mil garis pantai tinggi air rata-rata dimana kecepatan angin dasar samadengan
atau lebih besar dari 130 mil/h (58m/s), atau
 Dalam daerah dimana kecepatan angin dasar adalah sama dengan atau lebih besardari
140mi/h (63m/s)

Jika sebuah bangunan memenuhi definisi bangunan “terbuka” dan “tertutup sebagian”,
harus diklasifikasikan sebagai bangunan “terbuka”. Suatu bangunan yang tidak memenuhi definisi
bangunan “terbuka” atau “tertutup sebagian” harus diklasifikasikan sebagai bangunan “tertutup”.

Tabel 2.8 Klasifikasi ketertutupan dan nilai koefisien tekanan internal (GCpi)

2.4.3.9 Koefisien eksposur tekanan velositas, Kz atau Kh


Koefisien eksposur tekanan velositas, Kz dapat ditentukan dengan Tabel 2.18 ataupun
dengan persamaan berikut:

2
z
Kz = 2,01( ) untuk 4,6 m≤ z ≤ z
zg
α
g

2
4,6
K = 2,01 (
zg )
α
z untuk z < 4,6 m ; nilai 𝞪 dan z ditabulasi
g
Maka,
z = 14 m (tinggi bangunan keseluruhan)
2 2
z 14
Kz = 2,01 ( )
zg
α
= 2,01 ( 365,76 ) = 0,806
7

2.4.4.10 Menentukan tekanan velositas, qz

Tekanan velositas, qz yang dievaluasi pada ketinggian z di atas tanah dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
𝑞𝑧 = 0,613𝐾𝑧𝐾𝑧𝑡𝐾𝑑𝐾𝑒𝑉2 (N/m2) ; V dalam m/s (2.4)
dengan :
𝐾𝑧 = koefisien eksposur tekanan velositas = 0,806
𝐾𝑧𝑡 = faktor topografi = 1
𝐾𝑑 = faktor arah angin = 0,85
𝐾𝑒 = faktor elevasi permukaan tanah = 1
𝑉 = kecepatan angin dasar = 38 m/s
𝑞𝑧 = tekanan velositas pada ketinggian z

Maka untuk perhitungan tekanan velositas


𝑞𝑧 = 0,613 x 𝐾𝑧 x 𝐾𝑧𝑡 x 𝑑 x 𝐾𝑒 x 𝑉2
𝑞𝑧 = 0,613 ∙ 0,80 ∙ 1 ∙ 0,85 ∙ 1 ∙ 382
𝑞𝑧 =606,431 N/m

Ketinggian(m) Kz Qz (N/m2)
5 0,604 454,447
10 0,733 551,506
14 0,806 606,431

2.4.4 Beban Gempa


Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Pengaruh gempa pada
struktur gedung ditentukan berdasarkan analisa dinamik karena gaya yang terjadi pada struktur
diakibatkan oleh gerakan tanah. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan
terlampaui besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. (periode ulang
gempa 2500 tahun). Untuk perencanaan gedung tahan gempa berdasarkan pada SNI 1726:2019
tentang “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Gedung dan Non Gedung” yang
meliputi dari beberapa langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kategori resiko struktur bangunan (I-IV)
2. Menentukan faktor keutamaan gempa (Ie)

3. Menentukan kelas situs tanah (SA - SF)

4. Menentukan koefisien situs (Fa, Fv) dan parameter respons spectral percepatan gempa
maksimum yang dipertimbangkan (MCER)
5. Menentukan parameter percepatan spectral desain (SD1, SDs)

6. Menentukan kategori desain seismik (A-F)

7. Menentukan sistem dan parameter struktur (R, Cd, Ωo)

8. Menentukan periode fundamental struktur (T)

9. Menghitung berat efektif seismik dan hitung gaya geser dasar seismik

2.4.4.1 Kategori Resiko Bangunan dan Faktor Keutamaan Gempa

Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung ditentukan

sesuai Tabel 2.11 dan pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan Ie menurut Tabel 2.13.

Kategori resiko bangunan (KRB) menyatakan tingkat resiko atau tingkat kepentingan keselamatan
bangunan. Semakin tinggi kategori resiko bangunan, maka tingkat keamanan bangunan yang
digunakan pada saat perencanaan harus semakin tinggi.

Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko
Gedung dan nongedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :
1. Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan I
2. Fasilitas sementara
3. Gudang penyimpanan
4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I,
III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Perumahan
2. Rumah toko dan rumah kantor
3. Pasar
4. Gedung perkantoran II
5. Gedung apartemen/ rumah susun
6. Pusat perbelanjaan/ Mall
7. Bangunan industry
8. Fasilitas manufaktur
9. Pabrik
Gedung dan nongedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
1. Bioskop
2. Gedung pertemuan
3. Stadion
4. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
5. Fasilitas penitipan anak
6. Penjara
7. Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan nongedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
III
1. Pusat pembangkit listrik biasa
2. Fasilitas penanganan air
3. Fasilitas penanganan limbah
4. Pusat telekomunikasi
Gedung dan nongedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, (termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung
bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai
batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan
bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
1. Bangunan-bangunan monumental
2. Gedung sekolah dan fasilitas Pendidikan
3. Rumah ibadah
4. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah
dan unit gawat darurat
5. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat
6. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
7. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya IV
untuk tanggap darurat
8. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada
saat keadaan darurat
9. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan
bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam
kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material
atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada
saat keadaan darurat
Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur
bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

Tabel 2.9 Kategori resiko bangunan gedung dan non gedung


untuk beban gempa (lanjutan)

Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie


I dan II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Tabel 2.10 Faktor keutamaan gempa (Ie)

2.4.4.2 Klasifikasi Situs Untuk Desain seismik


Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah harus
ditentukan atau diklarifikasi terlebih dahulu amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari
batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs. Untuk mengetahui kelas situs tanah yang
terdapat pada lokasi tersebut dapat menggunakan perhitungan metode kecepatan rata- rata

gelombang geser, v̅ s , nilai tahanan penetrasi standar rata-rata (N̅ ) dalam lapisan 30 paling atas

atau N̅ ch tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif (PI<20) di dalam lapisan 30 m
paling atas, atau nilai kuat geser niralir, s̅ u

Kelas situs 𝒗̅𝒔 (m/detik) 𝑵̅ atau 𝑵̅𝒄𝒉 𝒔̅ 𝒖 (kPa)


SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat
350 sampai 750 > 50 100
padat dan batuan
lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
tanah dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w 40%
3. Kuat geser niralir, 𝑠𝑢̅ < 25 kPa
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
atau lebih dari karakteristik berikut:
 Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
SF (tanah khusus, yang beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung
membutuhkan investigasi sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
geoteknik spesifik dan  Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan
analisis respons spesifik- H > 3 m)
situs yang mengikuti  Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >
6.10.1) 7,5 m dengan indeks plasitisitas )
 Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan
ketebalan H > 35 m dengan kPa
Tabel 2.11 Klasifikasi Situs

2.4.4.3 Koefisien dan Parameter Respons Spectral

Koefisien dan parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan
resiko tertarget (MCER) untuk menentukan nilai Ss dan S1 dari peta gempa.
Gambar 2.8 Peta Gempa Pontianak
Asumsi nilai Ss dan S1 adalah 0.175g dan 0.1g

2.4.4.4 Parameter percepatan respon spectral desain


Gambar 2.9 Grafik Spektral Percepatan Gempa Daerah Kota Pontianak

2.4.5 Kombinasi Pembebanan


Dalam merencanakan sebuah struktur bangunan diperlukan perencanaan pembebanan terhadap
bangunan tersebut, sehingga struktur bisa menahan beban – beban yang akan terjadi sebagai struktur
yang statis 3 dimensi. Dalam perhitungan pembebanan faktor pembebanan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
• 1,4 DL
• 1,2 DL + 1,6 LL + 0,5 (Lr atau S atau R)
• 1,2 DL + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
• 1,2 DL + W + L + 0,5 (Lr atau R)
• 0,9 DL + W
• 1,2 DL + Ev + Eh + L
• 0,9 DL – Ev + Eh
Sehingga akan digunakan kombinasi beban sebagai berikut. Hasil output dari program dengan
kombinasi beban yang digunakan hanya untuk analisis mekanik saja, dengan mengambil nilai momen
terbesar pada elemen struktur tertentu yang sama dimensinya sedangkan untuk elemen lainnya dengan
momen yang lebih kecil dianggap telah terwakili.

Tabel 2.17 Analisis Kombinasi Beban Menurut SNI 1726:2019

2.5 Perancangan Dimensi Awal (Preliminary Design)

Dalam desain konstruksi struktur apapun, terdapat beberapa persyaratan desain yang saling terkait
yang harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam proses desain, termasuk desain struktur beton
bertulang maupun struktur baja. Pada umumnya terdapat 3 tahapan desain, diantaranya sebagai berikut:
1. Desain konseptual, dimana pada tahapan ini dilakukan pengambilan keputusan tentang
dimensi keseluruhan dan bentuk struktur
2. Desain awal, dimana perencana melakukan pra dimensi awal dan melakukan estimasi
kekuatan dan biaya
3. Desain akhir, dimana semua kasus beban yang relevan dipertimbangkan, dilakukan
pemeriksaan terhadap setiap selemen, dilakukan pengecekan terhadap posisi pengecekan
dan pengekangan.
2.5.1 Preliminary Design Balok
Perencanaan balok yang merupakan bagian dari sistem pemikul gaya seismik dan
didesain untuk menahan lentur dan geser harus memenuhi ketentuan SNI 2847:2019 pasal
18.6.2 sebagai berikut :
a) Bentang bersih, ln, harus minimal 4d
b) Lebar penampang bw, harus sekurangnya nilai terkecil dari 0,3h dan 250 mm
c) Proyeksi lebar balok yang melampaui lebar kolom penumpu tidak boleh melebihi nilai
terkecil dari c2 dan 0,75c1 pada masing-masing sisi kolom.

Gambar 2.10 Lebar efektif maksimum balok dan persyaratan tulangan transversal (Sumber:
SNI 2847:2019)

Sesuai dengan SNI 2847:2019 pasal 9.3.1; tabel 9.3.1.1; hal 180 tentang perhitungan tinggi balok
minimum nonprategang dengan komponen struktur beton normal dan mutu tulangan beton 420 MPa
dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2.18 Tinggi minimum balok nonprategang (Sumber : SNI 2847:2019)


Kondisi tumpuan 𝒉[𝟏]Minimum
Tumpuan sederhana 𝑙/16
Satu sisi menerus 𝑙/18,5
Kedua sisi menerus 𝑙/21
Kantilever 𝑙/8

Contoh perhitungan :
Diketahui balok induk dengan Panjang L = 8000 mm (Satu sisi menerus) (B1)
Maka perhitungan tinggi balok yang mengacu pada SNI 2847:2019 :
1 1 420
hmin = 𝐿= × 8000 × (0,4 + ) = 432,432 𝑚𝑚
18,5 18,5 700

maka direncanakan h = 600 mm


Untuk lebar balok dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1 𝑏𝑤 2
2 ≤ ℎ ≤3
1 2
∙ 600 ≤ 𝑏 ≤ ∙ 600
2 𝑤 3

300 ≤ 𝑏𝑤 ≤ 400
Direncanakan 𝑏𝑤 𝑚𝑖𝑛 = 300 mm

Diambil 𝑏𝑤 = 400 mm

Maka direncanakan dimensi balok induk dengan dimensi 400/600 mm

Diketahui balok induk dengan Panjang L = 8000 mm (Kedua sisi menerus)


(B2) Maka perhitungan tinggi balok yang mengacu pada SNI 2847:2019 :
1 1 420
hmin = 𝐿= × 8000 × (0,4 + ) = 380,9524 𝑚𝑚
21 21 700

maka direncanakan h = 500 mm


Untuk lebar balok dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1 𝑏𝑤 2
2 ≤ ℎ ≤3
1 2
∙ 500 ≤ 𝑏 ≤ ∙ 500
2 𝑤 3

250 ≤ 𝑏𝑤 ≤ 333,33
Direncanakan 𝑏𝑤 𝑚𝑖𝑛 = 250 mm

Diambil 𝑏𝑤 = 300 mm

Maka direncanakan dimensi balok induk dengan dimensi 300/500 mm

Diketahui balok anak dengan Panjang L = 1250 mm (Satu sisi menerus) (B3)
Maka perhitungan tinggi balok yang mengacu pada SNI 2847:2019 :
1 1 420
hmin = 𝐿= × 1250 × (0,4 + ) = 67,5676 𝑚𝑚
18,5 18,5 700

hmin = 67,5676 mm
maka direncanakan h = 300 mm
Untuk lebar balok dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1 𝑏𝑤 2
2 ≤ ℎ ≤3
1 2
∙ 300 ≤ 𝑏 ≤ ∙ 300
2 𝑤 3
150 ≤ 𝑏𝑤 ≤ 200
Diambil 𝑏𝑤 = 150 mm

Maka direncanakan dimensi balok induk dengan dimensi 250/300 mm

Diketahui balok induk dengan Panjang L = 8000 mm (Kedua sisi menerus)


(B4) Maka perhitungan tinggi balok yang mengacu pada SNI 2847:2019 :
1 1 420
hmin = 𝐿= × 8000 × (0,4 + ) = 380,9524 𝑚𝑚
21 21 700

maka direncanakan h = 500 mm


Untuk lebar balok dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1 𝑏𝑤 2
2 ≤ ℎ ≤3
1 2
∙ 500 ≤ 𝑏 ≤ ∙ 500
2 𝑤 3

250 ≤ 𝑏𝑤 ≤ 333,33
Diambil 𝑏𝑤 = 250 mm

Maka direncanakan dimensi balok induk dengan dimensi 300/500 mm

Diketahui balok anak dengan Panjang L = 3750 mm (Kedua sisi menerus) (B5)
Maka perhitungan tinggi balok yang mengacu pada SNI 2847:2019 :
1 1 420
hmin = 𝐿= × 3750 × (0,4 + ) = 178,5714 𝑚𝑚
21 21 700

hmin = 178,5714 mm
maka direncanakan h = 300 mm
Untuk lebar balok dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
1 𝑏𝑤 2
2 ≤ ℎ ≤3
1 2
∙ 300 ≤ 𝑏 ≤ ∙ 300
2 𝑤 3

150 ≤ 𝑏𝑤 ≤ 200
Diambil 𝑏𝑤 = 150 mm

Maka direncanakan dimensi balok induk dengan dimensi 250/300 mm

Berikut ini merupakan denah pembalokan pada lantai 1, lantai 2, lantai 3 sesuai dengan
penjelasan yang telah dibahas pada 2.1.1 sebagai berikut :
Panjang Bentang (L) Dimensi
Nama Tipe Balok Status
(mm) Balok(mm)
BI1 8000 B1 Satu sisi menerus Balok induk 400/600
BA1 8000 B1 Satu sisi menerus Balok anak 400/600
BI2 8000 B2 Kedua sisi menerus Balok induk 300/500
BI3 1250 B3 Satu sisi menerus Balok kantilever 250/300
BI4 8000 B4 Kedua sisi menerus Balok induk 300/500
BI5 3750 B2 Kedua sisi menerus Balok induk 250/300
Tabel 2.24 Rekapitulasi Dimensi Balok
Untuk perencanaan balok anak dapat digunakan dimensi yang lebih kecil dari balok induk
yang mengacu pada prilaku balok anak dengan perencanaan rule of thumb.

2.5.2 Preliminary Design Pelat


Perhitungan pelat dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua sisinya
dihitung berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 8.3.1 sebagai berikut:
Tanpa drop panel[3] Dengan drop panel[3]

Panel Panel
Panel eksterior Panel eksterior
interior interior

fy , Dengan Dengan
Tanpa Tanpa
MPa[2] balok balok
balok tepi balok tepi
tepi[4] tepi[4]

280 ℓn/33 ℓn/36 ℓn/36 ℓn/36 ℓn/40 ℓn/40

420 ℓn/30 ℓn/33 ℓn/33 ℓn/33 ℓn/36 ℓn/36

520 ℓn/28 ℓn/31 ℓn/31 ℓn/31 ℓn/34 ℓn/34

Tabel 2.25 Tebal minimum pelat dua arah nonprategang tanpa balok interior (mm)
(Sumber : SNI 2847:2019 Tabel 8.3.1.1)

[1] ℓn adalah jarak bersih ke arah memanjang, diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)
[2] Untuk fy dengan nilai diantara yang diberikan dalam tabel, ketebalan minimum harus dihitung
dengan interpolasi linear
[3] Drop panel sesuai SNI 2847:2019 pasal 8.2.4
[4] Pelat dengan balok di antara kolom sepanjang tepi eksterior. Panel eksterior harus dianggap tanpa
balok pinggir jika αf kurang dari 0,8. Nilai αf untuk balok tepi harus dihitung sesuai SNI 2847:2019 pasal
8.10.2.7

αfm h minimum, mm
αfm  0,2 Berlaku Tabel 4.4 (a)
fy
0,2 < αfm  2,0 Terbesar
dari :
(
ln 0,8+
1400 ) (b)[ 2 ] ,[3]
36+5 β (αfm−0,2)
125 (c)
fy
αfm > 2,0 Terbesar
dari :
(
ln 0,8+
1400 ) (d )[ 2 ] ,[ 3]
9036+9 β (e)
Tabel 2.26 Tebal minimum pelat dua arah nonprategang dengan balok
di antara tumpuannya pada semua sisi (mm)
(Sumber : SNI 2847:2019 Tabel 8.3.1.2)

Untuk perencanaan awal dimensi pelat dengan balok pada semua sisi tumpuannya perlu
diperhitungkan lebar efektif sayap. Batasan lebar sayap efektif telah ditentukan pada SNI 2847:2019
Tabel 6.3.2.1.
Lebar sayap efektif, di luar
Lokasi sayap
penampang balok
8h
Kedua sisi balok Sekurangnya : Sw/2
ℓn /8
6h
Sw/2
Satu sisi balok Sekurangnya :
ℓn /12
Tabel 2.27 Batasan dimensi lebar sayap efektif untuk Balok-T
(Sumber : SNI 2847:2019 Tabel 8.3.1.2)

S w/ S w/
2 2

Gambar 2.15
n Penampang Lebar Efektif Balok

Diketahui :Arah X
Lebar bentang = 3,75 m
Panjang bentang = 8m
Balok eksterior : h = 300 mm, b = 250 mm
Balok interior : h = 300 mm, b = 250 mm
Tebal pelat diasumsikan = 120 mm

Eksterior Interior

1 1

{ {
bw ln b w ln
12 8
b e ≤ b w + 6 hf b e ≤ b w + 8 hf
Sw Sw
b w+ b w+
2 2

1 1

{
250+ ( 3750−250 ) 250+ ( 8000−( 250 ) )

be ≤

{ 12
1
250+ (3500)

250+
12
3500
2
be ≤
8
250+ 960
250+
3500
2
541,67 mm 687 mm
be ≤
{ 970 mm
2000 mm {
b e ≤ 1210 mm
1800 mm

Pada arah X, untuk balok dengan slab pada satu sisi saja (eksterior), digunakan lebar sayap
efektif 500 mm, sedangkan untuk lebar sayap efektif sebagai balok T digunakan 600 mm.
Arah Y
Lebar bentang = 3,75 m
Panjang bentang =8m
Balok eksterior : h = 600 mm, b = 400 mm
Balok interior : h = 600 mm, b = 400 mm
Tebal pelat diasumsikan = 120 mm

Eksterior Interior

1 1

{ {
bw ln b w ln
12 8
b e ≤ b w + 6 hf b e ≤ b w + 8 hf
Sw Sw
bw bw
2 2

be ≤ ¿ 1

{
400+ ( 8000−400 )
8
be ≤ 400+960
8000−400
400+
2

1033,33 mm 1350 mm
be ≤
{ 1120 mm
4200 mm {
b e ≤ 1360 mm
4200mm

Pada arah Y, untuk balok dengan slab pada satu sisi saja (eksterior), digunakan lebar sayap
efektif 1000 mm.

Menentukan nilai k

ho 2 ho 2
bE ho ho ho
)( )[ ( ) ( ) ( )( ) ]
k=
{ 1+ ( bw
−1
ht
4−6
ht
bE
+4
ht

1+ ( −1 ) ∙
bw
ho
ht
+
ht
−1
ht

}
Menentukan nilai αfm berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 8.10.2.7
Menentukan nilai α m berdasarkan SNI 2847:2019
1
2,09 𝑥 𝑥 400 𝑥 6003
𝑘 𝑥 𝐸𝑐𝑏 𝑥
α1x = 4700 𝑥 x 1
12
= 2,15
𝐼𝑏 = √35 4700 𝑥 12
𝑥 7600 𝑥 1203
𝐸𝑐𝑝 𝑥 𝐼𝑝 √35
1
2,16 𝑥 𝑥 400 𝑥 6003
α2x = 𝑘 𝑥 𝐸𝑐𝑏 𝑥 x 1
12
𝑥 7600 𝑥 1203
= 2,30
4700 𝑥
𝐼𝑏 = √35 4700 𝑥
12
√35 1
𝐸𝑐𝑝 𝑥 𝐼𝑝 1,93 𝑥 𝑥 250 𝑥 3003

α1y = x 1
12
𝑥 3500 𝑥 1203
= 13,72
𝑘 𝑥 𝐸𝑐𝑏 𝑥 12
4700 𝑥
𝐼𝑏 = √35 4700 𝑥 2,06 𝑥
1
𝑥 250 𝑥 3003
√35
𝐸𝑐𝑝 𝑥 𝐼𝑝 x 1
12
𝑥 3500𝑥 1203
= 14,19
α2y = 12
𝑘 𝑥 𝐸𝑐𝑏 𝑥 4700 𝑥
𝐼𝑏 = √35 4700 𝑥
√35
𝐸𝑐𝑝 𝑥 𝐼𝑝
α1𝑥+ α1𝑦+ α2𝑥+ α2𝑦 32,37
αfm = 4 = 4 = 8,09
αfm = 8,09 karena αfm > 2 maka perletakan pelat adalah jepit penuh

Menghitung bentang bersih ℓn


ℓnx = 3750 – ( ½ x 250 + ½ x 250 ) = 3500 mm
ℓny = 8000 – ( ½ x 400 + ½ x 400 ) = 7600 mm
𝑃𝑛𝑦 (𝑏𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔) 7600
β= 𝑃𝑛𝑥 = 3500= 2,17 (pelat 1 arah)

Berdasarkan SNI 2847 : 2019, karena αfm > 2, maka hmin tidak boleh kurang dari 175 mm
atau
𝑓𝑦 280
𝑃𝑛𝑥 ( 0,8+ ) 7600 ( 0,8+ )
hmin = 1400 = 1400 = 63,01 mm
36+9𝛽 36+9∙(2,17)

Hmax = 97,22, maka dapat digunakan dimensi tebal pelat 180 mm

2.5.3. Preliminary Design Tangga


Adapun langkah-langkah perencanaan tangga sebagai berikut :
1. Perencanaan desain awal tangga
Mencari lebar (aantrede), tinggi injakan (optrede) dan tebal pelat ekuivalen
60 cm  2t + i  65 cm (2.31)
Tebal rata-rata anak tangga ekuivalen = 𝑖 ∙ sin 𝛼
2

Dimana : t = tinggi injakan


i = lebar injakan
𝛼 = sudut kemiringan tangga (5°  𝛼  40°)
2. Perhitungan pembebanan yang terjadi pada tangga
3. Perhitungan gaya-gaya dalam
4. Perhitungan penulangan tangga

Perencanaan tangga beton bertulang direncanakan terjepit pada 2 ujungnya

Panjang tangga = 3,3 m

Tinggi tangga
= 2,125

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎
Kemiringan tangga, 𝛼 = tan−1(
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 ) = 32,5175 °
Untuk perbandingan tinggi per panjang tangga = 0,6375 maka perbandingan optrede
dan aantrede juga 1,9 (i = 1,6t), sehingga syarat kenyamanan tangga
: 4,2t  60 cm
t  14,3 cm
Digunakan t = 17
cm; 2t + 17  61 cm
2t  44 cm
t  22 cm
Digunakan i = 27 cm
optrede(i) = 27 cm

a ntrede (t) = 17 cm
Tebal pelat a
tangga
= cm

Tebal rata-rata anak tangga ekuivalen = 27 ∙ sin 32,5175 = 11,9577 cm


2

Maka tebal rata-rata pelat tangga = 12 cm + 11,9577 cm 24 cm

Anda mungkin juga menyukai