Kepada Yth.
Para Direkturdi LingkunganDirektoratJenderal Bina Marga
Para Kepala Balai Besar dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional I s.d XI
di
TEMPAT
Dokumen pedoman tersebut diatas dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan
perencanaan perkerasan lentur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga
.. ,,, c ...
~"'~
~'[;\ .
DESAIN PERKERASAN
JALAN LENTUR
DAFTAR ISi i
PRAKATA ii
PENDAHULUAN iii
1. Ruang Lingkup 1
2. Acuan Normatif 1
3. lstilah dan Definisi 1
4. Pengumpulan Data Lapangan 5
4.1 Survei Pendahuluan 5
4.2 Survei Pengumpulan Data Lapangan 5
5 Kriteria Desain 6
5.1 Lendutan Perkerasan Beraspal 6
5.2 Daya Dukung Tanah 8
5.3 Kerataan Permukaan 9
5.4 Perubahan Center Line 9
5.5 Segmentasi Data Lapangan 9
5.6 Repetisi Beban Lalu Lintas 9
5. 7 Lebar Perkerasan 11
6 Prosedur Perhitungan 12
6.1. Overlay 12
6.1.1. Overlay untuk Tebal Perkuatan 13
6.1.2. Leveling 15
6.1.2.1. Akibat Kekasaran Permukaan 15
6.1.2.2. Perbaikan Lereng Melintang (Camber Change) 15
6.1.3. Lapis Ulang (Overlay) 15
6.2. Perkerasan Rekonstruksi a tau Pembangunan Jalan Baru 16
6.2.1. Surface Dressing 16
6.2.2. Semi Struktural 16
6.2.3. Desain Perkerasan Struktural 17
6.2.4. Penyederhanaan Formula AASHTO 17
6.2.5. Modified Asphalt Concrete 24
6.2.6. Rekonstruksi. 24
6.2.6.1. Lapis Pondasi Bersemen 25
7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) 26
7 .1 Latar Belakang 26
7 .2 Keluaran 26
7 .3 Kelengkapan 26
Lampiran 1 informatif. Flow Chart for Overlay 27
Lampiran 2 informatif. Flow Chart Grade Raising & Reconstruction 30
Lampiran 3 informatif. Flow Chart for Shorting 33
Lampiran 4 informatif. Flow Chart for Traffic Analysis 35
Lampiran 5 informatif. Flow Chart for Widening & New Construction 37
Lampiran 6 informatif. Perbaikan Bentuk Lereng Melintang Perkerasan Akibat
Pergeseran Center Line 41
Lampiran 7 informatif. Bibliografi .42
PRAKATA
Pedoman interim desain tebal perkerasan lentur ini disusun untuk memberikan
petunjuk khususnya bagi perencana, para mitra kerja dan pemangku kepentingan
serta para konsultan yang terlibat dalam kegiatan pengembangan dan perencanaan
jalan.
Pedoman ini merupakan pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan sementara
dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan lentur yang penerapannya
harus memperhatikan berbagai peraturan serta ketentuan terkait lainnya, sambil
menunggu proses review pedoman perencanaan perkerasan lentur.
Acuan yang digunakan pada Pedoman interim ini adalah Pedoman Perencanaan
Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B, yang mengacu pada "AASHTO Guide for
Design of Pavement Structures, 1993, Road Note 31 Edisi Keempat tahun 1993.
11
PENDAHULUAN
Pedoman Interim Desain Tebal Perkerasan Lentur ini mengacu pada Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B yang ditetapkan dengan
Kepmen PU No.330/KPTS/M/2002 tanggal 15 Agustus 2002. Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur yang digunakan mengacu pada MSHTO
Guide for Design of Pavement Structures (1993), Metode Road Note 31 Edisi
Keempat tahun 1993 hanya berlaku untuk lalu lintas dengan repetisi tidak lebih dari
30 juta ESA, RN31-93 untuk perkerasan dengan lalu lintas rendah (< 1 juta ESA),
Pd T05-2005-B Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode
Lendutan. Untuk pedoman Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan
Metode Lendutan hanya berlaku untuk struktur perkerasan dengan lapis pondasi
granular, sedangkan untuk lapis pondasi bersemen tidak tersedia formula maupun
grafik-grafiknya, juga hanya berlaku untuk lendutan balik (tidak terdapat formula
untuk metoda titik belok) dan berbagai kendala lainnya.
Pedoman interim ini menggunakan formula yang terdapat pada A Guide to the
Structural Design of Road Pavements (Austroad, 1992) yang kemudian direvisi oleh
Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays on
Flexible Pavements (AP-T34/04) pada tahun 2004 untuk repetisi beban lalu lintas di
bawah 1 juta ESA sesuai dengan hasil penelitian dari advisory group dari Austroad,
formula HRODI (Hot Rolled Overlay Design in Indonesia) digunakan hanya untuk
lapis ulang (overlay) yang menggunakan lapisan beraspal yang lentur yaitu Hot
Rolled Sheet (HRS).
Prosedur desain pada pedoman ini bersifat simplified, dimana nilainya berupa default
yang diambil dari kondisi umum Indonesia dan persyaratan spesifikasi umum edisi
2010.
iii
Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur
1. Ruang Lingkup
Desain tebal perkerasan lentur yang diuraikan dalam pedoman ini berlaku untuk
struktur perkerasan yang menggunakan bahan bergradasi lepas (granular material)
maupun berpengikat, yang dilengkapi dengan metode survey, kriteria desain, prosedur
perhitungan serta dilengkapi dengan perangkat lunak desain perkerasan jalan lentur,
dimana petunjuk desain ini dapat digunakan untuk :
2. Acuan Normatif
A Guide to the Structural Design of Road Pavements (Austroads 1992)
A guide to the Structural Design of Bitumen-Surfaced Roads in The Tropical and
Sub-tropical Countries, Overseas Road Note 31, 4th Edition, 1993
Pt T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays
on Flexible Pavements (AP-T34/04).
RSNl3 2416: 2008, Cara uji lendutan perkerasan lentur dengan alat Benkelman
Beam
3.1
Pedoman
Acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan
dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. (Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000).
3.2
Pedoman Interim
Pedoman yang bersifat sementara yang penggunaannya akan berakhir setelah
keluar pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum atau Eselon I atas
nama Menteri Pekerjaan Umum.
1 dari 42
3.3
Angka Ekivalen Behan Sumbu Kendaraaan (E)
Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8, 16 ton
(18.000 lb).
3.4
lndeks Permukaan (IP)
Angka yang digunakan untuk menyatakan ketidakrataan dan kekokohan permukaan
jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
3.5
StructuralNumber (SN)
lndeks yang diturunkan dari analisis lalu lintas, kondisi tanah dasar, dan lingkungan
yang dapat dikonversi menjadi tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan
koefisien kekuatan relatif yang sesuai untuk tiap-tiap jenis material masing-masing
lapis struktur perkerasan.
3.6
Koefisien Drainase (mi)
Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif sebagai fungsi
yang menyatakan seberapa baiknya struktur perkerasan dapat mengatasi pengaruh
negatif masuknya air kedalam struktur perkerasan.
3.7
Lajur Rencana
Salah satu lajur lalu lintas dari sistem jalan raya yang menampung lalu lintas
terbesar. Umumnya lajur rencana adalah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur
atau lajur terluar dari jalan raya berlajur banyak (multi-lanes).
3.8
Lapis Permukaan (Surface Course)
Bagian perkerasan yang paling atas.
2 dari 42
3.9
Lapis Pondasi (Base Course)
Bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah
(atau dan bagian tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
3.10
LajurPondasi Bawah (Subbase)
Bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar.
3.11
Realiability
Kemungkinan (probability) bahwa jenis kerusakan tertentu atau kombinasi jenis
kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah atau dalam rentang
yang diizinkan selama umur desain.
3.12
Tanah Dasar (Subgrade)
Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan
yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian
bagian perkerasan lainnya.
3.13
Umur Desain
Jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai
saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan
baru.
3.14
Benkelman Beam (BB)
Alat untuk mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan
yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan.
3.15
CESA (CummulativeEquivalentStandard Axle)
Akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur desain.
3 dari 42
3.16
Laston (AsphalticConcrete)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight Bitumen).
3.17
Laston Modifikasi(ModifiedAspha/ticConcrete)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer,
aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton).
3.18
Lataston (Hot RolledSheet)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang senjang dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight bitumen).
3.19
Lendutan Maksimum (Maximum Defection)
Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu permukaan perkerasan akibat beban.
3.20
Lendutan Balik Maksimum (Maximum ReboundDefection)
Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam
setelah beban berpindah sejauh 6 m.
3.21
Lendutan Balik Titik Belok
Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam
setelah beban berpindah sejauh 0,20 m (untuk metoda Austroad).
3.22
Perkerasan Jalan
Struktur jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang terletak di atas tanah dasar.
3.23
Perkerasan Lentur
Struktur perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat
dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal.
4 dari 42
3.24
Tebal Lapis Tambah (Overlay)
Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas struktur perkerasan yang ada
dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat
melayani lalu lintas yang didesain selama kurun waktu yang akan datang.
3.25
SDPPJL
Software desain perkerasan jalan lentur yang merupakan perangkat lunak sekaligus
alat bantu dalam proses perencanaan.
5 dari 42
5 Kriteria Desain
kriteria desain pada perkerasan lentur didasarkan pada lendutan, daya dukung
tanah, kerataan permukaan, perubahan center line, segmentasi data lapangan,
repetisi beban lalu lintas, serta lebar perkerasan.
6 dari 42
Adapun formula untuk faktor koreksi ini adalah :
F11 = (- 0,0014 t2 + 0,0147 t - 0, 1019) (TNVMAPT)3 + (0,0037 t2 - 0,0291 t +
0,289) (TNVMAPT)2 + (-0,0017 t2 + 0,0094 t-0,1873) (TNVMAPT) + (-
0,0005 t2 + 0,0036 t + 1,0029)
dimana:
F11 : tebal penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 25C
dan tebal lapisan beraspal
t : tebal lapisan beraspal (dalam cm), jika t > 15 cm maka diambil 15
cm
T : temperatur permukaan aspal (dalam C)
WMAPT : temperatur perkerasan rata-rata tahunan (weighted mean annual
pavement temperature) (C)
Jika tidak tersedia data maka WMAPT dapat diambil 35,2C yang merupakan
temperatur tahunan rata-rata dari hasil survei pada 187 lokasi di Indonesia.
7 dari 42
5.2 Daya Dukung lanah
Daya dukung tanah (CBR) yang diperoleh dengan DCP (Dynamic Cone
Penetrometer) harus dibandingkan dengan CBR laboratorium berdasarkan pengujian
properties (sifat-sifat) tanah untuk menentukan Klasifikasi lanah sehingga konversi
yang diperoleh tidak menyimpang. Sebagai panduan dapat digunakan label 1 untuk
memeriksa apakah hasil CBR-DCP memadai.
8 dari 42
5.3 Kerataan Permukaan
Nilai kerataan permukaan perkerasan RCI (Road Condition Index) didapat dari
survey visual atau diperiksa dengan alat Rougho-meter NAASRA dan dinyatakan
dalam IRI (International Roughness Index).
9 dari 42
Golongan 4 : Kendaraan Utilitas 2 (passenger)
Golongan 5A : Bus Kecil (bus tiga per empat)
Golongan 58 : Bus Besar
Golongan 6A : Truk 2 As Kecil (truk tiga per em pat)
Golongan 68 : Truk 2 As Besar
Golongan 7 A : Truk 3 As (tronton)
Golongan 78 : Truk Gandengan
Golongan 7C : Truk Semi-Trailer
Golongan 8 : Kendaraan tak bermotor
Untuk desain tebal perkerasan hanya diperlukan data lalu lintas dari Golongan 2
sampai Golongan 7. Untuk menentukan kapasitas suatu jalan dengan cara simplified
juga diperlukan data hanya lalu lintas dari Golongan 2 sampai Golongan 7.
Bilamana tidak terdapat data VOF aktual pada ruas yang sedang didesain maka
Tabel 2 VOF dari ROM (default) inilah yang akan digunakan. Tabel Vehicle
Damaging Factor (VOF) dibawah ini diperoleh dari Road Design Method (ROM) yang
merupakan rata-rata hasil survei WIM (Weigh in Motion) Bridge di seluruh Indonesia.
Perlu digarisbawahi bahwa nilai-nilai VOF pada Tabel 2 di bawah ini, tidak dapat
digunakan untuk ruas-ruas jalan dengan lalu lintas berat (heavy loaded road).
Koefisien Oistribusi lalu lintas untuk lajur desain ditentukan berikut ini :
10 dari 42
5. 7 Le bar Perkerasan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang Jalan maka lebar
carriageway dan bahu jalan minimum akan diambil berdasarkan di bawah ini :
label 4 : Ketentuan Lehar Badan Jalan dan Lehar Jalur Lalu Lintas
Sesuai dengan surat Dirjen Bina Marga No.UM-0103/Dh/242 tanggal 21 Maret 2008
maka masih diperkenankan untuk menggunakan "lebar transisi" sebagai pengganti
"lebar ideal" sebagaimana yang ditetapkan dalam PP No.34/2006 bilamana terdapat
keterbatasan.
Lebar jalur lalu lintas (carriageway) dan bahu jalan umumnya akan ditentukan
berdasarkan kapasitas suatu jalan. Dalam pedoman ini digunakan cara simplified
dimana lebar perkerasan akan ditentukan menurut kedua ketentuan di atas dan
jumlah kendaraan pada saat mid life (tengah-tengah umur rencana) bukan dalam
satuan mobil penumpang (smp). Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu
jalan yang digunakan adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini :
11 dari 42
Tabel 6. Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu jalan
LHR Kebutuhan Lebar Jalur Lalu Lebar Bahu Ideal
pada midlife Lintas (Pd) (S)
(kendaraan) (m) (m}
< 5500 5,5 1,0
5500 - 8000 6,0 1,5
8000 -20000 7,0 2,0
> 20000 *) 2 x 7,0 2,0
*) : untuk ruas dengan lalu hntas ting91, lebar perkerasan desaln harus ditentukan kasus
per kasus sesuai dengan hasil studi gangguan lateral (akses jalan masuk, pemukiman,
kendaraan parkir, dsb) terhadap jalan existing dan kebutuhan kapasitas jalan.
Sedangkan untuk lebar pelebaran lapis pondasi minimum diambil 1,2 m (lihat
Gambar 2 diatas) sehubungan diperlukannya ruang gerak pemadat mekanis yang
mencukupi (lihat surat Dirjen Bina Marga No.UM-0103/Dh/242 tanggal 21 Maret
2008 butir 1.3 Pelebaran Jalan).
6 Prosedur Perhitungan
6.1. Overlay
Secara umum terdapat 2 macam overlay yaitu : overlay untuk perkuatan dan overlay
berupa "spot levelling" atau perataan setempat. Perataan setempat ini dimaksudkan
12 dari 42
untuk membentuk kembali permukaan desain dalam arah melintang akibat
perubahan camber maupun meratakan permukaan dalam arah memanjang.
Kebutuhan "spot leveling" harus dihitung secara terpisah sesuai kebutuhan
lapangan.
Untuk HRS yang bergradasi senjang dapat digunakan formula HRODI, sedangkan
untuk AC (Asphalt Concrete) yang bergradasi menerus. dapat menggunakan formula
selain HRODI. Formula Austroads 2004.
Formula overlay untuk perkuatan (strengthening) yang digunakan dalam pedoman ini
adalah:
1. Lataston (HRS)
Untuk HRS (hanya digunakan di lokasi yg mempunyai sumber bahan pasir
halus):
a. Lapis Pondasi Berbutir :
ts= [2,303(109 D)- 0,408{1 - (log L)}] I [0,08 - 0,013(109 L)]
dimana:
ts tebal perkuatan (strengthening) (dalam cm)
L repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
D lendutan rencana sebelum overlay (dalam mm)
b. Lapis Pondasi Bersemen :
ts= [2,303(109 20) - 0,408{1 - (log L)}] I [0,08 - 0,013(109 L)]
HRS hanya digunakan untuk perkerasan dengan repetisi beban lalu lintas : : :;
1 juta ESA
13 dari 42
2. Laston (AC)
Untuk AC:
a. Cara Lendutan :
i. Lapis Pondasi Berbutir :
Jika total repetisi beban lalu lintas ~1 juta ESA :
Td = [14,40273038 (log L) - 38,703071 ID]+ 32,72
Jika total repetisi beban lalu lintas > 1juta ESA :
Td = [(-13,76374894 (L) i-0.39241 - 24,94880546) ID]+ 32,72
ii. Lapis Pondasi Bersemen :
Td = [(0,416382253 (log L)3 - 3,389078498 (log L)2 + 9,85665529 (log L)
- 21,27986348) I D] + 32,72
dimana:
Td : tebal strengthening berdasarkan /endutan (dalam cm)
b. Cara Kemiringan Titik Belok :
Tc= [(0,02851711 (log L)3 - 0,448669202 (log L)2 + 1,844106464 (log L) -
3,517110266) I CF]+ 17,43
dimana:
Tc Tebal strengthening berdasarkan curvature (dalam cm)
CF Curvature Function (bentuk mangkuk) desain, yang diambil dari :
[lendutan pada titik O cm - lendutan pada titik 20 cm] desain
(dalam mm)
Formula untuk faktor koreksi ketebalan sehubungan dengan temperatur
pada daerah iklim tropis (F12) adalah :
F12 = 0,0004(WMAPT)2 + 0,0032(WMAPT) + 0,6774
dimana:
faktor penyesuaian tebal sehubungan dengan tempe-ratur
standar 25C
WMAPT "weighted mean annual pavement temperatur" (C), diambil
35,2C yang merupakan temperatur tahunan rata-rata hasil
survei dari 187 lokasi di Indonesia sehingga diperoleh F12 =
1,29, dibulatkan menjadi 1,3
Tebal perkuatan (ts) setelah faktor koreksi = 1,3 x [yang terbesarantara Td
dan Tc]
14 dari 42
6.1.2. Leveling
15 dari 42
6.2. Perkerasan Rekonstruksi atau Pembangunan Jalan Baru
Desain tebal perkerasan untuk rekonstruksi atau pembangunan jalan baru (termasuk
pelebaran) akan menggunakan "Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
(Pt T-01-2002-B)" yang mengacu pada "MSHTO Guide for Design of Pavement
Structures (1993)". Namun untuk lalu lintas rendah (repetisi beban lalu lintas < 1 juta
ESA) akan menggunakan metode Overseas Road Note 31 (Fourth Edition, 1993) "A
Guide to the Structural Design of Bitumen Surfaced Roads in Tropical and Sub
Tropical Countries". selanjutnya disebut lalu lintas rendah dalam RN31-93 ini
terdapat 3 jenis tipikal perkerasan yaitu :
- surface dressing
- semi struktural
- struktural
16 dari 42
dimana:
T surface : tebal Lapis Permukaan Beraspal, dalam cm
T base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm
L : repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR : CBR sub-grade (%)
Dalam hal apapun, tebal sub-base tidak boleh kurang dari 15 cm. HRS-WC untuk
lapis permukaan tidak boleh disubstitusi dengan AC-WC karena AC-WC tidak boleh
diterapkan untuk jenis semi struktural. Lagipula, perlu digaris-bawahi bahwa HRS
hanya dapat diterapkan pada lokasi yang mempunyai sumber bahan pasir halus.
Bilamana tidak terdapat sumber bahan pasir halus maka harus digunakan AC
dengan menggunakan jenis perkerasan yang struktural (merujuk pada Spesifikasi
Umum Nopember 2010 Pasal 6.3.1.(2)(b)(i)).
Bilamana CBR sub-grade :::,;;3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti
dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai
berikut:
T capping layer= 1,6 x [1,7582 (In L) - 4, 1875 CBR + 35,401]
dan
T sub-base= T base
dimana:
T capping layer tebal "selected material" sebagai lapis penopang, dalam cm
(dengan CBR minimum sebagaimana disebutkan dalam
Spesifikasi)
17 dari 42
"Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-8" ini maka
dilakukan penetapan beberapa parameter yaitu :
1. Realiabilitas (R)
2. Nilai Penyimpangan Normal Standar (ZR)
3. Deviasi Standar (So)
4. Koefisien Drainase (mi)
5. lndeks Permukaan (IP)
6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Dalam buku pedoman 2002, Reliabilitas akan diperoleh dari nilai seperti yang
tercantum pada Tabel 9 :
Pada umumnya, dengan peningkatan volume lalu lintas dan kesulitan untuk
mengalihkan lalu lintas, maka resiko yang tidak menunjukkan kinerja yang
diharapkan haruslah ditekan (lihat buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Pt. T-01-2002-8 pasal 5.1.2). Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat
reliabilitas yang lebih tinggi. Tingkat reliabilitas tertinggi yang mewakili semua
klasifikasi jalan kecuali jalan lokal baik perkotaan maupun antar kota adalah sebesar
95%. Untuk jalan lokal mungkin tingkat reliabilitas ini sedikit agak tinggi namun untuk
penyederhanaan dengan menetapkan terlebih dahulu parameter-parameter yang
digunakan sehingga diambilah angka 95% realibilitas.
Dalam buku pedoman 2002, Nilai Penyimpangan Normal Standar (ZR) akan
diperoleh dari Tabel 10 di bawah ini :
18 dari 42
Tabel 10. Nilai Penyimpangan Normal standar untuk tingkat
realiabilitas tertentu
Realibilitas, R (%) Deviasi Normal Standar
50 -0,000
60 -0,253
70 -0,524
75 -0,674
80 -0,841
85 -1,037
90 -1,282
91 -1,340
92 -1,405
93 -1,476
94 -1,555
95 -1,645
96 -1,751
97 -1,881
98 -2,054
99 -2.327
99,9 -3,090
99,99 -3,750
Dari Tabel 10 di atas diperoleh ZR = - 1,645 untuk R = 95%. Dalam buku pedoman
2002, Deviasi Standar (So) untuk perkerasan lentur rentang nilai So ini adalah 0,4 -
0,5. Dalam hal ini, diambil tengah-tengah rentang yaitu 0,45.
Dalam buku pedoman 2002, Koefisien Drainase (mi) diuraikan sebagaimana di
bawah ini:
Kualitas Drainase adalah hilangnya kadar air dari struktur perkerasan. Dalam
MSHTO Road Test hilangnya kadar air dari struktur perkerasaan adalah 1 minggu.
Nilai-nilai untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif untuk material lapis pondasi
(base) dan lapis pondasi bawah (subbase) tanpa pengikat pada perkerasan lentur
{mi) : tergantung dari "% waktu struktur perkerasan terekspos oleh tingkat kadar air
yang mendekati jenuh (selama setahun)".
19 dari 42
label 12. Koefisien Drainase (m) untuk Memodifikasi Koefisien
Kekuatan Relatif Material Untreated Base dan Subbase pada
Perkerasan Lentur
Kualitas % waktu strukturperkerasan terekposoleh
Drainase tingkatkadar air yang mendekati jenuh
<1 % 1-5% 5-25 % > 25 %
Baik sekali 1,40 - 1,30 1,35- 1,30 1,30-1,20 1,20
Baik 1,35-1,25 1,25 - 1, 15 1, 15 -1,00 1,00
Sedang 1,25-1,15 1, 15 - 1,05 1,00-0,80 0,80
Jelek 1, 15 - 1,05 1,05- 0,80 0,80-0,60 0,60
Jelek sekali 1,05- 0,95 0,95- 0,75 0,75-0,40 0,40
Maka Kualitas Drainase berdasarkan AASHTO Road Test adalah "sedang". Untuk
Kualitas Drainase "sedang" diperoleh "% waktu struktur perkerasan terekspos oleh
tingkat kadar air yang mendekati jenuh (selama setahun)" sebesar "< 1%" adalah
1,25 - 1, 15 ; yang sebesar "1 - 5%" adalah 1, 15 - 1,05 dan yang sebesar "5 - 25%"
adalah 1,00 - 0,80. Sehubungan dengan kurangnya pemeliharaan drainase untuk
jalan-jalan di Indonesia dan tingginya curah hujan di daerah tropis maka koefisien
drainase sebesar "5 - 25%", dari rentang angka koefisien drainase "1,00 - 0,80" ini
ditetapkan sebagai berikut :
- untuk daerah bukan datar atau drainasenya cukup baik, mi diambil 1
- untuk daerah yang sangat datar atau drainasenya kurang baik, mi diambil 0,8
Secara simplified, desain tebal lapisan pondasi berbutir tanpa pengikat yang
diperoleh harus dibagi dengan 0,8 atau dikalikan dengan 1,25 bilamana lokasi jalan
terletak pada daerah datar atau drainasenya kurang baik. Untuk kondisi khusus,
koefisien drainase harus dihitung secara tersendiri dan tidak tercakup dalam
pedoman ini.
Dalam buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt. T-01-2002-B,
lndeks Permukaan (IP) diuraikan sebagaimana di bawah ini :
label 13. lndeks Permukaan pada akhir Umur Desain (IPt)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan
1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
1,5 1,5-2,0 2,0 -
1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
- 2,0 -2,5 2,5 2,5
20 dari 42
Nilai lndeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana yang mewakili semua klasifikasi
jalan kecuali jalan lokal adalah sebesar 2,5. Untuk jalan lokal mungkin lndeks
Permukaan ini agak tinggi namun untuk penyederhanaan maka diambilah angka IP.
2,5.
label 14. lndeks Permukaan pada Awai Umur Rencana
Jenis Lapis lpo Ketidakrataan *) (IRI, m/km)
Perkerasan
LAS TON 2::4 ::;1,0
lndeks Permukaan pada Awai Umur Desain (IPo) diambil Tabel 14, untuk jenis
perkerasan Laston dengan ketidak-rataan IRI :::;; 1 m/km adalah 2::4. dalam metode
MSHTO 1981, IPo yang digunakan adalah 4,2 sedang pada MSHTO 1986, IPo
tertinggi dapat mencapai 5, namun IPo yang sering digunakan adalah sebesar 4,4.
Untuk penyederhanaan maka diambillah IPo 4,2. lni dimaksudkan agar kerataan
permukaan pada perkerasan yang baru dihampar lebih mudah dicapai.
21 dari 42
Untuk AC modifikasi :
Berdasarkan grafik dalam Gambar 2 pada buku pedoman 2002 maka diperoleh a
Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 pada buku pedoman 2002 maka untuk
Lapis Pondasi Agregat Kelas A dengan CBR base = 90 sesuai spesifikasi umum pada
seksi lapis pondai dengan Agregat A, diperoleh Modulus Base = 29,400 psi dan a2 =
0.138
Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas
B dengan CBR sub-base= 60, diperoleh Modulus Sub-base= 17,900 psi dan as= 0.127
22 dari 42
~IP = selisih antara initial design serviceability index (IPo) dan design terminal
index (IPt)
MR = Modulus Resilien
Desain tebal perkerasan sulit diperoleh langsung dengan rumus di atas sehingga
untuk itu AASHTO menyajikan alat bantu berupa nomogram. Untuk
menyederhanakan rumus di atas, beberapa nilai parameter ditetapkan terlebih
dahulu seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan memasukkan
parameter-parameter tersebut kedalam rumus dapat dicari tebal perkerasan untuk
beberapa variasi kondisi repetisi lalu lintas dan beberapa variasi modulus tanah
dasar. Hasil yang diperoleh kemudian digrafikkan dengan cara regresi. Dengan
penyederhanaan regresi maka diperoleh formula untuk pembangunan jalan baru
(termasuk pelebaran dan rekonstruksi) berikut ini :
T surface (non mod) = 17,298 (L) 01597
T base = 8,4729 (L) o.1202
T subbase = (0,0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) (In L)- 0,0931 CBR3
+ 2,2316 CBR2 - 21,668 CBR + 82,347
dimana:
T surface tebal Lapis Permukaan Beraspal (non modifikasi), dalam cm
T base tebal La pis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm
L repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR CBR sub-grade (%)
Bilamana CBR sub-grade ::;;3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti
dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai
berikut:
T capping layer= 1,6 x [(0,0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) (In L)- 0,0931 CBR3
+ 2,2316 CBR2 - 21,668 CBR + 62,347]
dan
T sub-base tipikal = 20 cm
dimana:
T capping layer : tebal "selected material" sebagai lapis penopang, dalam cm
T sub-base tipikal : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B, dalam cm
23 dari 42
6.2.5. Modified Asphalt Concrete
Rasio koefisien relatif "asphalt concrete modified'' - "asphalt concrete non modified''
adalah 1,2 (= 0,379 I 0,315), dengan demikian tebal lapis permukaan untuk asphalt
concrete modifier adalah:
T surface (mod)= 14,415 (L) 01597
6.2.6. Rekonstruksi
Rekonstruksi dilakukan bilamana jalan eksisting rusak berat, banyak lubang dan
seluruh daerah perkerasan hancur. Nilai sisa pada perkerasan existing harus
diperhitungkan dalam satuan Gravel Equivalent (GE). Nilai GE untuk Laston (AC)
existing= 2,2, Lataston (HRS) existing= 2,0, Lapis Pondasi Agregat Kelas A existing
(CBR 80 - 90%) = 1,0 dan Kelas B existing (CBR 35 - 60%) atau Telford Macadam
existing = 0,8 (kelas B pada perkerasan lama umumnya mempunyai CBR hanya
sekitar 35%), sedangkan untuk Lapis Pondasi Tanah-Semen diambil 0,8 karena
produk tanah-semen terdahulu umumnya dilakukan tanpa menggunakan pulvimixer
sehingga tingkat homogenitas dan kekuatan yang dicapai tidaklah seperti yang
diharapkan. Bilamana dijumpai "selected material" maka GE untuk material ini dapat
diambil 0,6.
Seringkali dijumpai di lapangan bahwa lapis pondasi atas terdiri dari material berbutir
"rounded" (kerikil, bukan full batu pecah). GE untuk material jenis ini harus
dipandang sebagai Pondasi Agregat Kelas B karena material untuk Kelas A
mensyaratkan bahwa semua material tertahan #4 (4,75 mm) minimum harus
mempunyai angularitas 95/90 sebesar 100%, sehingga GE untuk kondisi ini adalah
0,8
untuk desain tebal perkerasan pada rekonstruksi mengikuti ketentuan yang diuraikan
dalam 6.2.1, 6.2.2, 6.2.3 dan 6.2.4 sebelumnya, namun untuk pekerjaan konstruksi
tsbsl base dihitung sebagai berikut :
T base (rekons) = T base+ 0,8 T sub-base - T existing
dimana:
T base(rekons) : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%) untuk
rekonstruksi, dalam cm
T base : tebal La pis Pondasi Agregat Ke las A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal La pis Pondasi Agregat Ke las B (CBR 60% ), dalam cm
T existing : tebal perkerasan existing dalam GE-cm
24 dari 42
6.2.6.1. Lapis Pondasi Bersemen
Lapis Pondasi Tanah-Semen umumnya hanya digunakan di lokasi yang sulit
memperoleh sumber batu. Bilamana lapis pondasi bersemen digunakan maka dapat
diaplikasikan dalam 2 bentuk berikut ini :
- base berbutir + sub-base bersemen
- base bersemen + sub-base bersemen
Dalam RN31-93, untuk kombinasi base berbutir + sub-base bersemen yang disebut
"composite base", dapat diaplikasikan untuk jenis "surface dressing", "semi
structural" dan "structural". Namun untuk kombinasi base bersemen + sub-base
bersemen, hanya tersedia dalam tipikal "surface dressing".
Jika digunakan lapis permukaan HRS untuk jumlah repetisi beban < 1 juta ESA,
maka "composite base" dapat diaplikasikan untuk semua jenis lapis permukaan.
Sedangkan kombinasi "base bersemen + sub-base bersemen" masih dapat
diaplikasikan untuk jenis "semi struktural" dengan mempertimbangkan sulitnya
memperoleh sumber batu di suatu lokasi, sebagai catatan jenis "surface dressing"
tidak diaplikasikan dalam perangkat lunak SDPJL.
Dalam MSHTO 1993, untuk campuran tanah semen dengan kuat tekan 20 kg/cm2
(persyaratan dalam Spesifikasi Umum) atau setara dengan 285 psi diperoleh a2 sou
cement base = 0, 13, sedangkan untuk lapisan pondasi berbutir diperoleh a2 base = 0, 138
dan a3 sub-base= 0, 127. Koefisien kekuatan relatif untuk ketiga macam lapis pondasi ini
hampir sama.
Jika digunakan lapis pondasi tanah semen yang terdiri dari base bersemen dan sub
base bersemen, maka untuk penyederhanaan perhitungan, tebal base bersemen
diambil sama dengan base berbutir dan tebal sub-base bersemen diambil sama
dengan sub-base berbutir, tidak ada tebal substitusi di sini.
Bilamana digunakan Cement Treated Base {CTB} yang mempunyai kekuatan jauh di
atas Lapis Pondasi Tanah Semen (Soil Cement Base), maka diperlukan perhitungan
tersendiri untuk menentukan tebal masing-masing lapisan dengan tetap
menggunakan formula dari MSHTO 1993 sebagaimana yang disebutkan di atas.
25 dari 42
7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur}
7 .2 Keluaran
Keluaran SDPJL terdiri dari :
- Pavement Design Sheet
- Bill of Quantities
- Engineer's Estimate
Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan perangkat
lunak Analisa Harga Satuan dengan cara link antar file.
Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada Pavement Design
Sheet dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk
kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan perhitungan yang lebih rinci dalam
lembar kerja yang ada dalam SDPJL.
7 .3 Kelengkapan
Perangkat lunak SDPJL antara lain dilengkapi dengan :
Parameter
Bagan Alir
Manual Pengoperasian
Lampiran
26 dari 42
Lampiran 1 informatif
INPUT DATA:
1. Design Axle Loading (in million ESA)
2. Terrain (flat, rolling, mountain)
3. Existing Surface
4. Surface selected (example: HRS-WC, AC-WC)
5. Base selected (Granular or Cemented)
6. Existing Base (Granular or Cemented)
7. Rebound Max Deflection (Dmax) & Curvature Function (CF)
Ye:
No
Yes
Ye urface elected = HRS1WC
No
Yes
Yes
No
No
27 dari 42
T2 str = 1.3*(((0.02851711*(log(ESA))"3 -
0.448669202*(log(ESA))"2 + 1.844106464* (log
ESA) - 3.517110266)/CF) + 17.43)
No
No
Yes
Tl str = l.3*(((0.416382253*(log(ESA))1'3- Tl str = 1.3*((14.40273038*log(ESA)-
3.38907849 *(log(E A))"2 + 9.85665529* 38.703071/Dmax) + 32.72)
Jog(ESA)- 21.27986348)/Dmax) + 32.72
T2 str = l.3*(((0.02851711 *(log(ESA))"3 -
0.448669202*(log(ESA))"2 + 1.844106464* (Jog Tl str = 1.3*(((-13.76374894*(ESA)"(-0.3 24)
ESA)-3.517110266)/CF) + 17.43) - 24.94880546)/Dmax) + 32.72)
Tstr = max{Tl str & T2 str) Tstr = max(Tl str & T2 str)
T overlay= T str
No thickness for levelling. The quantity for
levelling will be calculated separately.
Yes
RECONSTRUCTION
No
T trengthening = 0
I
( DO NOTHlNG
)
28 dari 42
N
Y es
No
No
Yes
Yes
T HRS-WC= 3
THRS-WC=3 T HRS-WC= Tstr T HRS-Base= Tstr - 3
No
No
Yes
Yes
+ 0
T AC-WC=4
T AC-WC=4
T AC-WC=4 TAC-BC= 6
T AC-BC = Tstr - 4 T AC-Base = Tstr - lO
29 dari 42
Lampiran 2 informatif
INPUT DATA:
1. OUTPUT WIDENING or NEW CONSTRUCTION
2. Existing Pavement Thickness (in Gravel Equivalency)
3. Base selected (Granular or Cemented)
Ye
No
No
T SC Base= 15
30 dari 42
Yes
No
T Agr Base Class A = T Base T Agr Base Class A= T granular base
T Agr Base Class B = (T gran base -T Base)*l,086
No
No
No
No
No
Yes
T Agr Base Class A = T Base
T Selected Embankment = 15 T Agr Base Class B = 15
No
31 dari 42
No
No
TSCBase= 15
32 dari 42
Lampiran 3 informatif
INPUT DATA:
Asphaltic Layer (t, in cm) = ? (from test pits or other data)
Dial Reading (inch or mm) = ?
Arm ratio = ? (generally 2)
Rear Axle Load (ton) = ? (standard rear axle load 8.16 ton)
Seasonal Factor = ? (0,9 for dry season - 1.2 for wet season)
Air Temperature (T) = ? (actual air temperature for each test)
Pavement Temp (WMAPT) = ? (Weight Mean Annual Pavement Temperature)
Deflection = ? (rebound deflection after moving 6.0 m)
CF = ? (rebound deflection after moving 0.2 m)
Pavement Width = ? (existing pavement width for each point)
IRI = ? (International Roughness Index)
CBR = ? (DCP CBR should be calibrated)
Existing Asphaltic Layer (t) ? (cm)
Mid Life AADT = ? (number of vehicles)
Yes
t = 15 cm No
No
WMA T=35
Yes
No
l Ye
33 dari 42
D correction= D*Fu *arm ratio*F L"seasonal factor I 100
CF correction= CF*F11 *arm ratio*F L *seasonal factor I 100
No
No
Yes
K= l.64
K = 1.28
34 dari 42
Lampiran 4 informatif
INPUT DATA:
1. Project Name
2. Package Name
3. Province
4. Link.No.
5. Year of Survey
6. Year of Opening
7. Life Period (years)
i
TRAFFIC COUNTING
CAR = ?
Utility = ?
Small Bus = ?
Large Bus = ?
Light Truck = ?
Medium Truck = ?
HeavvTruck = ?
Total Vehicles = ?
l Yes
If VDF availablep-------=:=:,.,.~---,
No
,, '
...
35 dari 42
Coefficient Distribution (D)
l
Coefficient Distribution for 2 lane 2 way = 0.5
Coefficient Distribution for 4 lane 2 way= 0.3 for light traffic & 0.45 for heavy traffic
Coefficient Distribution for 6 lane 2 way= 0.2 for light traffic & 0.40 for heavy traffic
Total VDF per day per design lane= (Number ofCar*VDFcar*Dlight + Number of
Utility*VDFutility*Dlight + Number of Small Bus*VDFsmallbus*Dlight + Number of Large
Bus*VDFlargebus*Dlight + Number of Light Truck*VDFlighttruck*Dheavy + Number of
Medium Truck*VDFmediumtruck*Dheavy + Number of Heavy Truck*
VDFheavytruck)*Dheavy)
l
Design Axle Load (in million ESA) = Total VDF per day/
1000000*365*((((1 + Traffic Gowth/lOO)"'(Year Opening
Year Survey+ Life Period))- 1) I (Traffic Growth/100))
36 dari 42
Lampiran 5 informatif
INPUT DATA:
4. Design Axle Loading (in million ESA)
5. Terrain (flat, rolling, mountain)
6. urface elected (example: HRS-WC, AC-WC)
7. Ba e elected (Granular or Cemented)
8. Function of Road (Arterial Collector, Local)
9. De ign Life (years)
10. Mid Life AADT
11. Exi ting Pavement Width
12. CBR Sub-grad
13. boulder selected (Paved or Granular)
No
l No
Yes
Yes
Yes
T HRS-WC= 13.0
T HRS-Base= 3.5
T surface (non mod)= 17 ,298 (DAL) I\ 0, 1597 T surface (mod) =14,415 (DAL) I\ 0, 1597
37 dari 42
l No
T AC-WC=4
T AC-BC=6
T AC-WC=4
T AC-BC = T surface - 4 T AC-WC=4
T AC-BC=6
T AC-Base = T surface - 10
No
No
T AC-WCMod=4
TAC-BC Mod= 6
No
38 dari 42
No
No
No
No
Ye
Yes
W design= 5.5 m No
W design= 6.0 m
39 dari 42
Ye
W design= 7.0 m
W design= 14.0 m
No
No
Yes
No
No
W design = Existing Wi th
No Widening= 0
Ye
No
40 dari 42
Lampiran 6 informatif
CL Jalan Iara 1
0""'1ay
41 dari 42
Lampiran 7 informatif
Bibliografi
Departeman Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan (Flexible)
Pekerjaan Umum Jalan Raya, No.04/PD/BM/1974, Direktorat
dan Tenaga Listrik Jenderal Bina Marga, Jakrta
(1974)
Depa rte men Tinjauan Terhadap Buku Pedoman Penentuan
Pekerjaan Umum, Tebal Perkerasan (Flexible) Jalan Raya
Ir. Moh. Anas Aly No.04/PD/BM/1974, No.43/BDG/LPT/BM/1977,
(1977) Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
42 dari 42