Anda di halaman 1dari 47

Jakarta, lO Maret 2011

Nomor JL Dtf O'f -0 b /91


Lampiran 1 (satu) berkas

Kepada Yth.
Para Direkturdi LingkunganDirektoratJenderal Bina Marga
Para Kepala Balai Besar dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional I s.d XI
di
TEMPAT

Perihal : Penyampaian Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur

Guna mendukung pelaksanaan kegiatan perencanaan perkerasasan jalan lentur di lingkungan


Direktorat Jenderal Bina Marga maka dibutuhkan dokurnen Pedoman Perkerasan Jalan Lentur
pendukungnya. Maka dengan ini kami sampaikan pedoman sebagai berikut :

No. Judul Pedoman


1. Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur

Dokumen pedoman tersebut diatas dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan
perencanaan perkerasan lentur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga

Demikian disampaikan untuk dipergunakan dengan penuh tanggung jawab.

DIREKTOR JENDERAL BINA MARGA

.. ,,, c ...
~"'~
~'[;\ .

o Ir. DJOKOMUR N O M.Sc


NIP. 1955 08261983031002

Tembusan disampaikan kepada Yth.


1. Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum (sebagai Laporan);
2. lnspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum;
3. Kepala Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum;
4. Pertinggal
Pl!DOMAN
Konstruksi dan Bangunan II No. 002 I P I BM I 2011 JI

DESAIN PERKERASAN
JALAN LENTUR

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
DAFTAR ISi

DAFTAR ISi i
PRAKATA ii
PENDAHULUAN iii
1. Ruang Lingkup 1
2. Acuan Normatif 1
3. lstilah dan Definisi 1
4. Pengumpulan Data Lapangan 5
4.1 Survei Pendahuluan 5
4.2 Survei Pengumpulan Data Lapangan 5
5 Kriteria Desain 6
5.1 Lendutan Perkerasan Beraspal 6
5.2 Daya Dukung Tanah 8
5.3 Kerataan Permukaan 9
5.4 Perubahan Center Line 9
5.5 Segmentasi Data Lapangan 9
5.6 Repetisi Beban Lalu Lintas 9
5. 7 Lebar Perkerasan 11
6 Prosedur Perhitungan 12
6.1. Overlay 12
6.1.1. Overlay untuk Tebal Perkuatan 13
6.1.2. Leveling 15
6.1.2.1. Akibat Kekasaran Permukaan 15
6.1.2.2. Perbaikan Lereng Melintang (Camber Change) 15
6.1.3. Lapis Ulang (Overlay) 15
6.2. Perkerasan Rekonstruksi a tau Pembangunan Jalan Baru 16
6.2.1. Surface Dressing 16
6.2.2. Semi Struktural 16
6.2.3. Desain Perkerasan Struktural 17
6.2.4. Penyederhanaan Formula AASHTO 17
6.2.5. Modified Asphalt Concrete 24
6.2.6. Rekonstruksi. 24
6.2.6.1. Lapis Pondasi Bersemen 25
7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) 26
7 .1 Latar Belakang 26
7 .2 Keluaran 26
7 .3 Kelengkapan 26
Lampiran 1 informatif. Flow Chart for Overlay 27
Lampiran 2 informatif. Flow Chart Grade Raising & Reconstruction 30
Lampiran 3 informatif. Flow Chart for Shorting 33
Lampiran 4 informatif. Flow Chart for Traffic Analysis 35
Lampiran 5 informatif. Flow Chart for Widening & New Construction 37
Lampiran 6 informatif. Perbaikan Bentuk Lereng Melintang Perkerasan Akibat
Pergeseran Center Line 41
Lampiran 7 informatif. Bibliografi .42
PRAKATA

Pedoman interim desain tebal perkerasan lentur ini disusun untuk memberikan
petunjuk khususnya bagi perencana, para mitra kerja dan pemangku kepentingan
serta para konsultan yang terlibat dalam kegiatan pengembangan dan perencanaan
jalan.

Pedoman ini merupakan pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan sementara
dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan lentur yang penerapannya
harus memperhatikan berbagai peraturan serta ketentuan terkait lainnya, sambil
menunggu proses review pedoman perencanaan perkerasan lentur.

Acuan yang digunakan pada Pedoman interim ini adalah Pedoman Perencanaan
Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B, yang mengacu pada "AASHTO Guide for
Design of Pavement Structures, 1993, Road Note 31 Edisi Keempat tahun 1993.

Dengan dikeluarkannya Pedoman Interim Desain Tebal Perkerasan Lentur diharapkan


adanya keseragaman dalam proses perencanaan sehingga dapat memudahkan
proses pengendalian.

Pedoman ini akan terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan sebelum


diterbitkannya Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur secara resmi.
Adapun tata cara penulisan ini disusun mengikuti pedoman PSN No.8 Tahun 2007.

DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA

11
PENDAHULUAN

Pemenuhan kebutuhan terhadap standar, pedoman dan manual sangatlah panting,


terutama untuk menjaga konsistensi dalam perencanaan. Pada kondisi tertentu,
kebijakan pedoman dapat dibuat pengecualian bila diperlukan untuk memenuhi
sasaran tertentu dari proyek, pengecualian tersebut memerlukan justifikasi dan
persetujuan formal.

Pedoman Interim Desain Tebal Perkerasan Lentur ini mengacu pada Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B yang ditetapkan dengan
Kepmen PU No.330/KPTS/M/2002 tanggal 15 Agustus 2002. Pedoman
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur yang digunakan mengacu pada MSHTO
Guide for Design of Pavement Structures (1993), Metode Road Note 31 Edisi
Keempat tahun 1993 hanya berlaku untuk lalu lintas dengan repetisi tidak lebih dari
30 juta ESA, RN31-93 untuk perkerasan dengan lalu lintas rendah (< 1 juta ESA),
Pd T05-2005-B Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode
Lendutan. Untuk pedoman Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan
Metode Lendutan hanya berlaku untuk struktur perkerasan dengan lapis pondasi
granular, sedangkan untuk lapis pondasi bersemen tidak tersedia formula maupun
grafik-grafiknya, juga hanya berlaku untuk lendutan balik (tidak terdapat formula
untuk metoda titik belok) dan berbagai kendala lainnya.

Pedoman interim ini menggunakan formula yang terdapat pada A Guide to the
Structural Design of Road Pavements (Austroad, 1992) yang kemudian direvisi oleh
Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays on
Flexible Pavements (AP-T34/04) pada tahun 2004 untuk repetisi beban lalu lintas di
bawah 1 juta ESA sesuai dengan hasil penelitian dari advisory group dari Austroad,
formula HRODI (Hot Rolled Overlay Design in Indonesia) digunakan hanya untuk
lapis ulang (overlay) yang menggunakan lapisan beraspal yang lentur yaitu Hot
Rolled Sheet (HRS).

Prosedur desain pada pedoman ini bersifat simplified, dimana nilainya berupa default
yang diambil dari kondisi umum Indonesia dan persyaratan spesifikasi umum edisi
2010.

iii
Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur

1. Ruang Lingkup
Desain tebal perkerasan lentur yang diuraikan dalam pedoman ini berlaku untuk
struktur perkerasan yang menggunakan bahan bergradasi lepas (granular material)
maupun berpengikat, yang dilengkapi dengan metode survey, kriteria desain, prosedur
perhitungan serta dilengkapi dengan perangkat lunak desain perkerasan jalan lentur,
dimana petunjuk desain ini dapat digunakan untuk :

Desain tebal perkerasan lentur jalan baru, rekonstruksi maupun pelebaran


(capacity expansion).
Desain tebal lapis tambah (overlay).

2. Acuan Normatif
A Guide to the Structural Design of Road Pavements (Austroads 1992)
A guide to the Structural Design of Bitumen-Surfaced Roads in The Tropical and
Sub-tropical Countries, Overseas Road Note 31, 4th Edition, 1993
Pt T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays
on Flexible Pavements (AP-T34/04).
RSNl3 2416: 2008, Cara uji lendutan perkerasan lentur dengan alat Benkelman
Beam

3. lstilah dan Definisi

3.1
Pedoman
Acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan
dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. (Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000).

3.2
Pedoman Interim
Pedoman yang bersifat sementara yang penggunaannya akan berakhir setelah
keluar pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum atau Eselon I atas
nama Menteri Pekerjaan Umum.

1 dari 42
3.3
Angka Ekivalen Behan Sumbu Kendaraaan (E)
Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8, 16 ton
(18.000 lb).

3.4
lndeks Permukaan (IP)
Angka yang digunakan untuk menyatakan ketidakrataan dan kekokohan permukaan
jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

3.5
StructuralNumber (SN)
lndeks yang diturunkan dari analisis lalu lintas, kondisi tanah dasar, dan lingkungan
yang dapat dikonversi menjadi tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan
koefisien kekuatan relatif yang sesuai untuk tiap-tiap jenis material masing-masing
lapis struktur perkerasan.

3.6
Koefisien Drainase (mi)
Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif sebagai fungsi
yang menyatakan seberapa baiknya struktur perkerasan dapat mengatasi pengaruh
negatif masuknya air kedalam struktur perkerasan.

3.7
Lajur Rencana
Salah satu lajur lalu lintas dari sistem jalan raya yang menampung lalu lintas
terbesar. Umumnya lajur rencana adalah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur
atau lajur terluar dari jalan raya berlajur banyak (multi-lanes).

3.8
Lapis Permukaan (Surface Course)
Bagian perkerasan yang paling atas.

2 dari 42
3.9
Lapis Pondasi (Base Course)
Bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah
(atau dan bagian tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).

3.10
LajurPondasi Bawah (Subbase)
Bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar.

3.11
Realiability
Kemungkinan (probability) bahwa jenis kerusakan tertentu atau kombinasi jenis
kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah atau dalam rentang
yang diizinkan selama umur desain.

3.12
Tanah Dasar (Subgrade)
Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan
yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian
bagian perkerasan lainnya.

3.13
Umur Desain
Jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai
saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan
baru.

3.14
Benkelman Beam (BB)
Alat untuk mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan
yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan.

3.15
CESA (CummulativeEquivalentStandard Axle)
Akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur desain.

3 dari 42
3.16
Laston (AsphalticConcrete)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight Bitumen).

3.17
Laston Modifikasi(ModifiedAspha/ticConcrete)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer,
aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton).

3.18
Lataston (Hot RolledSheet)
Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang senjang dengan
menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight bitumen).

3.19
Lendutan Maksimum (Maximum Defection)
Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu permukaan perkerasan akibat beban.

3.20
Lendutan Balik Maksimum (Maximum ReboundDefection)
Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam
setelah beban berpindah sejauh 6 m.

3.21
Lendutan Balik Titik Belok
Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam
setelah beban berpindah sejauh 0,20 m (untuk metoda Austroad).

3.22
Perkerasan Jalan
Struktur jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang terletak di atas tanah dasar.

3.23
Perkerasan Lentur
Struktur perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat
dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal.

4 dari 42
3.24
Tebal Lapis Tambah (Overlay)
Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas struktur perkerasan yang ada
dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat
melayani lalu lintas yang didesain selama kurun waktu yang akan datang.

3.25
SDPPJL
Software desain perkerasan jalan lentur yang merupakan perangkat lunak sekaligus
alat bantu dalam proses perencanaan.

4. Pengumpulan Data Lapangan


Tujuan pengumpulan data lapangan dimaksudkan sebagai bahan dasar
perencanaan, proses pengambilan data harus didasarkan pada ketentuan yang
dipersyaratkan dengan ketentuan tambahan sesuai dengan ketentuan yang
ditambahkan dalam pedoman ini.

4.1 Survei Pendahuluan


Survei pendahuluan dilakukan untuk menginventarisasi permasalahan di lapangan
yang akan menjadi acuan untuk tahap pengambilan data yang lebih rinci dan juga
menjadi acuan pada saat melakukan tahapan desain.

4.2 Survei Pengumpulan Data Lapangan


Berdasarkan arahan hasil survei pendahuluan, dilakukan survei pengumpulan data
yang lebih rinci, data yang dikumpulkan antara lain meliputi :
- Geometrik jalan, termasuk inventarisasi geometrik jalan lama, lebar jalur lalu lintas
lama, bahu jalan lama, lereng melintang perkerasan lama
- Lendutan perkerasan beraspal
- Kerataan permukaan prkerasan RCI atau IRI
- CBR tanah dasar
- Volume dan Beban Lalu Lintas
- Data sumber material.
survey yang dilakukan lebih ditekankan guna keperluan desain simplified, sementara
guna keperluan full desain dalam hal ini relokasi atau perubahan geometrik dapat
disesuaikan dengan pedoman pengambilan data untuk full desain.

5 dari 42
5 Kriteria Desain
kriteria desain pada perkerasan lentur didasarkan pada lendutan, daya dukung
tanah, kerataan permukaan, perubahan center line, segmentasi data lapangan,
repetisi beban lalu lintas, serta lebar perkerasan.

5.1 Lendutan Perkerasan Beraspal


Prosedur pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam mernerlukan beberapa
data tambahan dan mengalami perubahan titik pengamatan yang sedikit berbeda
dengan prosedur yang umumnya dilakukan sebagaimana tersebut di bawah ini :
- titik awal (sebelum truk bergerak),
- titik kedua (bergerak maju sejauh 20 cm) untuk mencari curvature function (bentuk
mangkuk dari suatu lengkung deformasi) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
1 ),
- titik ketiga (bergerak maju sejauh 6 m).
Titik Awai Titik Kedua Titik Ketiga
X1 X1

Gambar 1 : Curvature Function


Catatan:

- Lendutan maksimum (D maks) diambil dari lendutan balik maksimum


(maximum rebound deflection) pada X1 = 6 m.
- Curvature Function (bentuk mangkuk) diwakili oleh selisih antara "D maks" dan
"D pada 20 cm" pada X2 = 20 cm.
- Gambar ini tanpa skala, "D pada 20 cm" ditunjukkan oleh D1 atau D2
(tergantung arah pergerakan dari truk) sebagaimana bentuk mangkuk yang
terjadi.

Beberapa data tambahan yang diperlukan adalah :


- tebal lapisan beraspal yang mewakili, dapat diperoleh dengan test pit di tepi jalur
lalu lintas (carriageway) atau penggalian pada lubang (pot hole) yang ada.
- faktor pengaruh muka air tanah (C = 1,2 jika musim kemarau atau muka air
rendah ; dan C = 0,9 jika musim hujan atau muka air tinggi, bukan diambil 1,00 s/d
1, 15 seperti prosedur RDS yang lalu).

6 dari 42
Adapun formula untuk faktor koreksi ini adalah :
F11 = (- 0,0014 t2 + 0,0147 t - 0, 1019) (TNVMAPT)3 + (0,0037 t2 - 0,0291 t +
0,289) (TNVMAPT)2 + (-0,0017 t2 + 0,0094 t-0,1873) (TNVMAPT) + (-
0,0005 t2 + 0,0036 t + 1,0029)
dimana:
F11 : tebal penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 25C
dan tebal lapisan beraspal
t : tebal lapisan beraspal (dalam cm), jika t > 15 cm maka diambil 15
cm
T : temperatur permukaan aspal (dalam C)
WMAPT : temperatur perkerasan rata-rata tahunan (weighted mean annual
pavement temperature) (C)
Jika tidak tersedia data maka WMAPT dapat diambil 35,2C yang merupakan
temperatur tahunan rata-rata dari hasil survei pada 187 lokasi di Indonesia.

Lendutan Benkelman Beam dihitung dengan formula berikut :


ds = 2 x (d, - d-) x F11 x C x FK
dimana:
ds : lendutan balik maksimum dari Benkelman Beam (dalam 0,01 mm)
d1 : lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran atau titik awal
(dalam 0,01 mm)
d3 : lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 m dari titik pengukuran
(dalam 0,01 mm)
C : faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
FK : faktor koreksi beban gandar truk
= 77,343 x (beban gandar truk dalam ton) -20715

Faktor koreksi lendutan pada saat pengukuran (F11) memerlukan data :


- temperatur permukaan perkerasan, dan
- tebal lapisan beraspal.
Selain perubahan cara pengukuran seperti yang telah disebutkan di atas,
semua data lapangan lain harus dicatat dalam formulir yang tersedia seperti :
lebar perkerasan existing; kondisi perkerasan; waktu pengukuran; muka air
tanah; dan sebagainya, sehingga memudahkan desainer dalam
mengevaluasi data lapangan.

7 dari 42
5.2 Daya Dukung lanah
Daya dukung tanah (CBR) yang diperoleh dengan DCP (Dynamic Cone
Penetrometer) harus dibandingkan dengan CBR laboratorium berdasarkan pengujian
properties (sifat-sifat) tanah untuk menentukan Klasifikasi lanah sehingga konversi
yang diperoleh tidak menyimpang. Sebagai panduan dapat digunakan label 1 untuk
memeriksa apakah hasil CBR-DCP memadai.

label 1 : Perkiraan CBR berdasarkan Klasifikasi lanah


AASHlO CBR perkiraan Casagrande atau CBR perkiraan
(%) uses (%)
A1 > 20 GW > 50
A2 >8 GC > 40
A3 > 10 GP 25-60
A4 3-25 GF 20
A5 <7 SW&SC 20-60
A6&A7 < 15 SP 10-30
SF 8-30
ML 6-25
CL 4-15
OL 3-8
MH <7
CH <6
OH <4
Catatan:
G ; gravel (kerikil)
S : sand (pasir)
M : silt (lanau)
C : clay (lempung)
0 : organic soil (tanah organic)
W : well graded (bergradasi baik)
P : poor graded (bergradasi tidak baik)
GC dan SC : gradasi menerus dengan sedikit lempung
GF dan SF : gradasi jelek dengan kadar lanau/lempung tinggi
H = high (batas cair tinggi > 50)
L = low (batas cair rendah ~50)

8 dari 42
5.3 Kerataan Permukaan
Nilai kerataan permukaan perkerasan RCI (Road Condition Index) didapat dari
survey visual atau diperiksa dengan alat Rougho-meter NAASRA dan dinyatakan
dalam IRI (International Roughness Index).

5.4 Perubahan Center Line


Bilamana terdapat segmen yang memerlukan pelebaran perkerasan maka
inventarisasi geometrik jalan pada segmen tersebut tidak dilakukan per 200 meter
seperti yang dilakukan pada simplified design tetapi per 50 m untuk jalan yang lurus
dan 25 m untuk tikungan sehingga kondisi jalan dapat diketahui dengan lebih terinci.
Data inventory ini akan lebih baik jika dilengkapi dengan foto digital pada setiap
penampang melintang, 50 m untuk jalan yang lurus dan 25 m untuk tikungan.
Data inventory dan foto harus dapat memberikan gambaran ke sisi mana pelebaran
akan dilakukan sehingga kebutuhan perbaikan bentuk lereng melintang perkerasan
akibat pergeseran centerline dapat dihitung secara terpisah. Jenis campuran aspal
yang digunakan untuk perbaikan bentuk ini akan ditetapkan oleh desainer dengan
mempertimbangkan metoda pelaksanaan.

5.5 Segmentasi Data Lapangan


Agar diperoleh suatu desain yang ekonomis maka ruas suatu jalan akan dibagi-bagi
lagi beberapa segmen yang mewakili, segmen-segmen ini disebut homogeneous
section. Dengan demikian, nilai-nilai rencana yang mewakili dihitung berikut ini :
Lendutan desain = Lendutan rata-rata + K x Standar Deviasi
dimana (baik untuk lendutan maksimum maupun titik belok) :
K = 2,00 untuk jalan arteri
K = 1,64 untuk jalan kolektor
K = 1,28 untuk jalan lokal
CBR desain = CBR rata-rata - 1,28 x Standar Deviasi
IRI desain = IRI rata-rata
Lebar Existing desain = Lebar Existing rata-rata
Tebal Perkerasan Existing (dalam Gravel Equivalent)= Tebal rata-rata

5.6 Repetisi Beban Lalu Lintas


Perhitungan jumlah lalu lintas harus menggunakan formulir baku yang terdiri dari 8
golongan kendaraan yaitu :
Golongan 1 : Sepeda Motor
Golongan 2 : Kendaraan Penumpang
Golongan 3 : Kendaraan Utilitas 1 (freight)

9 dari 42
Golongan 4 : Kendaraan Utilitas 2 (passenger)
Golongan 5A : Bus Kecil (bus tiga per empat)
Golongan 58 : Bus Besar
Golongan 6A : Truk 2 As Kecil (truk tiga per em pat)
Golongan 68 : Truk 2 As Besar
Golongan 7 A : Truk 3 As (tronton)
Golongan 78 : Truk Gandengan
Golongan 7C : Truk Semi-Trailer
Golongan 8 : Kendaraan tak bermotor

Untuk desain tebal perkerasan hanya diperlukan data lalu lintas dari Golongan 2
sampai Golongan 7. Untuk menentukan kapasitas suatu jalan dengan cara simplified
juga diperlukan data hanya lalu lintas dari Golongan 2 sampai Golongan 7.

Bilamana tidak terdapat data VOF aktual pada ruas yang sedang didesain maka
Tabel 2 VOF dari ROM (default) inilah yang akan digunakan. Tabel Vehicle
Damaging Factor (VOF) dibawah ini diperoleh dari Road Design Method (ROM) yang
merupakan rata-rata hasil survei WIM (Weigh in Motion) Bridge di seluruh Indonesia.
Perlu digarisbawahi bahwa nilai-nilai VOF pada Tabel 2 di bawah ini, tidak dapat
digunakan untuk ruas-ruas jalan dengan lalu lintas berat (heavy loaded road).

Tabel 2 : VDF dari RDM (default)


Kendaraan Penumpang (Golongan 2) 0,0001
Kendaraan Utilitas (Golongan 3 & 4) 0,0030
Bus Kecil (Golongan 5A) 0, 1175
Bus Besar (Golongan 58) 0,8139
Truk Ringan (Golongan 6A) 0,2746
Truk Sedang (Golongan 68) 2,1974
Truk Berat (Golongan 7A, 78 dan 7C) 3,6221

Koefisien Oistribusi lalu lintas untuk lajur desain ditentukan berikut ini :

Tabel 3 : Koefisien DistribusiLalu Lintas untukLajur Desain


Jumlah Lajur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
2 0,5 0,5
4 0,3 0,45
6 0,2 0,4

10 dari 42
5. 7 Le bar Perkerasan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang Jalan maka lebar
carriageway dan bahu jalan minimum akan diambil berdasarkan di bawah ini :

label 4 : Ketentuan Lehar Badan Jalan dan Lehar Jalur Lalu Lintas

Fungsi Lebar Badan Jalan Kelas Lebar Jalur Lalu


Jalan (rn) Jalan Lintas (rn)
Lokal ~7.5 Jalan Kecil ~5.5
Kolektor ~9.0 Jin Sedang ~1 x 7,0
Arteri ~11,0 Jalan Raya 2 x ~7.0 dng median

Sesuai dengan surat Dirjen Bina Marga No.UM-0103/Dh/242 tanggal 21 Maret 2008
maka masih diperkenankan untuk menggunakan "lebar transisi" sebagai pengganti
"lebar ideal" sebagaimana yang ditetapkan dalam PP No.34/2006 bilamana terdapat
keterbatasan.

label 5. Lehar lransisi Jalan sesuai Surat Dirjen BM


Fungsi Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Lebar Bahu (m)
(rn) (kiri & kanan)
Ideal Transisi Ideal Transisi
Lokal 5,5 3,5 2 x 1,0 2 x 2,00
4,5 2 x 1,50
Kolektor 6,0 5,5 2 x 1,5 2 x 1,75
Arteri 7,0 6,0 2 x2,0 2 x 2,50

Lebar jalur lalu lintas (carriageway) dan bahu jalan umumnya akan ditentukan
berdasarkan kapasitas suatu jalan. Dalam pedoman ini digunakan cara simplified
dimana lebar perkerasan akan ditentukan menurut kedua ketentuan di atas dan
jumlah kendaraan pada saat mid life (tengah-tengah umur rencana) bukan dalam
satuan mobil penumpang (smp). Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu
jalan yang digunakan adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini :

11 dari 42
Tabel 6. Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu jalan
LHR Kebutuhan Lebar Jalur Lalu Lebar Bahu Ideal
pada midlife Lintas (Pd) (S)
(kendaraan) (m) (m}
< 5500 5,5 1,0
5500 - 8000 6,0 1,5
8000 -20000 7,0 2,0
> 20000 *) 2 x 7,0 2,0
*) : untuk ruas dengan lalu hntas ting91, lebar perkerasan desaln harus ditentukan kasus
per kasus sesuai dengan hasil studi gangguan lateral (akses jalan masuk, pemukiman,
kendaraan parkir, dsb) terhadap jalan existing dan kebutuhan kapasitas jalan.

Penetapan lebar jalur lalu lintas akan tergantung dari :


- Fungsi Jalan
- LHR pada midlife
Untuk kemudahan dalam pelaksanaan maka lebar pelebaran lapisan beraspal yang
diizinkan minimum 0,5 m dan umumnya hanya dilakukan pada satu sisi sehingga
lebar total overlay adalah seperti pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Lebar Pelebaran Lapisan Beraspal


Lebar Pelebaran Teoritis (=P) Pelebaran Praktis Lebar Total
(m) (m) Overlay (m)
P ~0,5 0,5 Px + 0,5
0,5< P p Pd
Catalan:
Px: Lebar perkerasan existing
Pd : Lebar perkerasan desain
P : Labar pelebaran praktis

Sedangkan untuk lebar pelebaran lapis pondasi minimum diambil 1,2 m (lihat
Gambar 2 diatas) sehubungan diperlukannya ruang gerak pemadat mekanis yang
mencukupi (lihat surat Dirjen Bina Marga No.UM-0103/Dh/242 tanggal 21 Maret
2008 butir 1.3 Pelebaran Jalan).

6 Prosedur Perhitungan

6.1. Overlay
Secara umum terdapat 2 macam overlay yaitu : overlay untuk perkuatan dan overlay
berupa "spot levelling" atau perataan setempat. Perataan setempat ini dimaksudkan

12 dari 42
untuk membentuk kembali permukaan desain dalam arah melintang akibat
perubahan camber maupun meratakan permukaan dalam arah memanjang.
Kebutuhan "spot leveling" harus dihitung secara terpisah sesuai kebutuhan
lapangan.

6.1.1. Overlay untuk Tebal Perkuatan


Formula HRODI (Hot Rolled Overlay Design in Indonesia) merujuk pada HRS (Hot
Rolled Sheet) dengan kadar aspal efektif sekitar 6,8% dan porsi agregat kasar
30%. Meskipun Spesifikasi HRS "baru" yang sekarang digunakan sedikit berbeda
namun formula HRODI ini nampaknya masih relevan digunakan karena HRS "Baru"
(yang sekarang digunakan dalam Spesifikasi) mensyaratkan derajad kesenjangan
yang lebih ketat sehingga kelenturan yang dicapai masih sesuai dengan kriteria yang
digunakan formula HRODI.

Untuk HRS yang bergradasi senjang dapat digunakan formula HRODI, sedangkan
untuk AC (Asphalt Concrete) yang bergradasi menerus. dapat menggunakan formula
selain HRODI. Formula Austroads 2004.

Formula overlay untuk perkuatan (strengthening) yang digunakan dalam pedoman ini
adalah:
1. Lataston (HRS)
Untuk HRS (hanya digunakan di lokasi yg mempunyai sumber bahan pasir
halus):
a. Lapis Pondasi Berbutir :
ts= [2,303(109 D)- 0,408{1 - (log L)}] I [0,08 - 0,013(109 L)]
dimana:
ts tebal perkuatan (strengthening) (dalam cm)
L repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
D lendutan rencana sebelum overlay (dalam mm)
b. Lapis Pondasi Bersemen :
ts= [2,303(109 20) - 0,408{1 - (log L)}] I [0,08 - 0,013(109 L)]
HRS hanya digunakan untuk perkerasan dengan repetisi beban lalu lintas : : :;
1 juta ESA

13 dari 42
2. Laston (AC)
Untuk AC:
a. Cara Lendutan :
i. Lapis Pondasi Berbutir :
Jika total repetisi beban lalu lintas ~1 juta ESA :
Td = [14,40273038 (log L) - 38,703071 ID]+ 32,72
Jika total repetisi beban lalu lintas > 1juta ESA :
Td = [(-13,76374894 (L) i-0.39241 - 24,94880546) ID]+ 32,72
ii. Lapis Pondasi Bersemen :
Td = [(0,416382253 (log L)3 - 3,389078498 (log L)2 + 9,85665529 (log L)
- 21,27986348) I D] + 32,72
dimana:
Td : tebal strengthening berdasarkan /endutan (dalam cm)
b. Cara Kemiringan Titik Belok :
Tc= [(0,02851711 (log L)3 - 0,448669202 (log L)2 + 1,844106464 (log L) -
3,517110266) I CF]+ 17,43
dimana:
Tc Tebal strengthening berdasarkan curvature (dalam cm)
CF Curvature Function (bentuk mangkuk) desain, yang diambil dari :
[lendutan pada titik O cm - lendutan pada titik 20 cm] desain
(dalam mm)
Formula untuk faktor koreksi ketebalan sehubungan dengan temperatur
pada daerah iklim tropis (F12) adalah :
F12 = 0,0004(WMAPT)2 + 0,0032(WMAPT) + 0,6774
dimana:
faktor penyesuaian tebal sehubungan dengan tempe-ratur
standar 25C
WMAPT "weighted mean annual pavement temperatur" (C), diambil
35,2C yang merupakan temperatur tahunan rata-rata hasil
survei dari 187 lokasi di Indonesia sehingga diperoleh F12 =
1,29, dibulatkan menjadi 1,3
Tebal perkuatan (ts) setelah faktor koreksi = 1,3 x [yang terbesarantara Td
dan Tc]

14 dari 42
6.1.2. Leveling

6.1.2.1. Akibat Kekasaran Permukaan


Kebutuhan "leveling" untuk perbaikan kekasaran (roughness) permukaan
sebenarnya tidak begitu significant. Sebagai contoh, untuk jalan yang secara visual
dalam kondisi jelek, kadang-kadang ada lubang dan permukaan tidak rata, ini setara
dengan IRI (International Roughness Index) sebesar 8 - 10. Untuk IRI sebesar 9
hanya dibutuhkan perataan sebesar 7 mm, angka ini hanya sedikit diatas batas
toleransi kerataan memanjang yang disyaratkan yaitu 5 mm. Dengan demikian,
leveling untuk kekasaran permukaan dapat dianggap telah dicakup oleh overlay
untuk perkuatan (strengthening).

6.1.2.2. Perbaikan Lereng Melintang ( Camber Change)


Kebutuhan "leveling" untuk perbaikan lereng melintang perkerasan akan dihitung
secara terpisah sesuai kebutuhan lapangan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
2.

6.1.3. Lapis Ulang (Overlay)


Tebal minimum masing-masing jenis lapisan yang berbeda maka tebal overlay baik
untuk perkuatan maupun spot leveling secara praktis dapat mengunakan acuan
seperti tertera pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Tebal Overlay Praktis untukHRS untukrepetisi


beban lalu lintas ::s;;1jutaESA
Tebal Teoritis utk perkuatan (ts) HRS-WC HRS-Base
ts< 3 3 -
3 S::ts < 6.5 ts -
6.5 st, 3 ts - 3

Tabel 8. Tebal Overlay Praktis untukAC Untuk "semua"repetisi


beban lalu lintas
Tebal Teoritis utk perkuatan (ts) AC-WC AC-BC AC-Base
ts< 4 4 - -
4 s::ts < 10 ls - -
10 st, < 17.5 4 ts - 4 -
17.5 s::ts 4 6 ts - 10

15 dari 42
6.2. Perkerasan Rekonstruksi atau Pembangunan Jalan Baru
Desain tebal perkerasan untuk rekonstruksi atau pembangunan jalan baru (termasuk
pelebaran) akan menggunakan "Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
(Pt T-01-2002-B)" yang mengacu pada "MSHTO Guide for Design of Pavement
Structures (1993)". Namun untuk lalu lintas rendah (repetisi beban lalu lintas < 1 juta
ESA) akan menggunakan metode Overseas Road Note 31 (Fourth Edition, 1993) "A
Guide to the Structural Design of Bitumen Surfaced Roads in Tropical and Sub
Tropical Countries". selanjutnya disebut lalu lintas rendah dalam RN31-93 ini
terdapat 3 jenis tipikal perkerasan yaitu :
- surface dressing
- semi struktural
- struktural

6.2.1. Surface Dressing


Dalam RN31 Edisi 3 tahun 1977, digunakan jenis surface dressing untuk repetisi
beban lalu lintas ~0.5 juta ESA, sedangkan untuk repetisi beban lalu lintas > 0,5 juta
ESA dan ~ 2,5 juta ESA terdapat altematif pilihan yaitu jenis surface dressing
maupun jenis permukaan semi-struktural. Mengingat tingginya curah hujan di daerah
tropis maka aplikasi jenis surface dressing dengan menggunakan Burtu (SST) dan
Burda (OBST) dapat digunakan hanya untuk lalu lintas ringan dengan repetisi beban
lalu lintas sampai 0,5 juta ESA saja dengan formula di bawah ini :
T base= 1.9126 (In L) + 18,145
T subbase = 3,6708 (In L) - 4, 1875 CBR + 51,046
dimana:
T base : tebal La pis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal La pis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm
L : repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR : CBR sub-grade (%)

6.2.2. Semi Struktural


Sehubungan dengan masih banyak kondisi pondasi jalan yang belum mantap dan
juga pertimbangan ekonomis maka untuk lalu lintas ringan dengan jumlah repetisi
beban lalu lintas ~1 juta ESA dapat digunakan jenis semi struktural dengan formula
di bawah ini:
T surface = 5 cm HRS-WC
T base= 1.9126 (In L) + 15,645
T subbase = 3,6708 (In L) - 4, 1875 CBR + 51,046

16 dari 42
dimana:
T surface : tebal Lapis Permukaan Beraspal, dalam cm
T base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm
L : repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR : CBR sub-grade (%)
Dalam hal apapun, tebal sub-base tidak boleh kurang dari 15 cm. HRS-WC untuk
lapis permukaan tidak boleh disubstitusi dengan AC-WC karena AC-WC tidak boleh
diterapkan untuk jenis semi struktural. Lagipula, perlu digaris-bawahi bahwa HRS
hanya dapat diterapkan pada lokasi yang mempunyai sumber bahan pasir halus.
Bilamana tidak terdapat sumber bahan pasir halus maka harus digunakan AC
dengan menggunakan jenis perkerasan yang struktural (merujuk pada Spesifikasi
Umum Nopember 2010 Pasal 6.3.1.(2)(b)(i)).

Bilamana CBR sub-grade :::,;;3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti
dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai
berikut:
T capping layer= 1,6 x [1,7582 (In L) - 4, 1875 CBR + 35,401]
dan
T sub-base= T base
dimana:
T capping layer tebal "selected material" sebagai lapis penopang, dalam cm
(dengan CBR minimum sebagaimana disebutkan dalam
Spesifikasi)

6.2.3. Desain Perkerasan Struktural


Pada lapis permukaan jenis struktural, tebal lapis permukaan yang diterapkan
minimum adalah 10 cm. Sesuai dengan Spesifikasi Umum Edisi 2010 tebal nominal
minimum untuk AC-WC = 4 cm, AC-BC = 6 cm dan AC-Base = 7 .5 cm, sehingga
kombinasi lapis permukaan yang paling tipis dan memungkinkan adalah AC-WC +
AC-BC= 10 cm.

6.2.4. Penyederhanaan Formula AASHTO


Dalam formula AASHTO 1993 terdapat banyak sekali parameter yang tidak diketahui
secara luas oleh para desainer yang terbiasa dengan "Tata Cara Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen" (SNI 1732 -
1989 - F). Untuk menyederhanakan formula AASHTO 1993 yang terdapat dalam

17 dari 42
"Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-8" ini maka
dilakukan penetapan beberapa parameter yaitu :
1. Realiabilitas (R)
2. Nilai Penyimpangan Normal Standar (ZR)
3. Deviasi Standar (So)
4. Koefisien Drainase (mi)
5. lndeks Permukaan (IP)
6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Dalam buku pedoman 2002, Reliabilitas akan diperoleh dari nilai seperti yang
tercantum pada Tabel 9 :

Tabel 9. Rekomendasi TingkatRealibilitas untukbermacam


macam KlasifikasiJalan
Klasifikasi jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85-99,99 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
Lokal 50-80 50-80

Pada umumnya, dengan peningkatan volume lalu lintas dan kesulitan untuk
mengalihkan lalu lintas, maka resiko yang tidak menunjukkan kinerja yang
diharapkan haruslah ditekan (lihat buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Pt. T-01-2002-8 pasal 5.1.2). Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat
reliabilitas yang lebih tinggi. Tingkat reliabilitas tertinggi yang mewakili semua
klasifikasi jalan kecuali jalan lokal baik perkotaan maupun antar kota adalah sebesar
95%. Untuk jalan lokal mungkin tingkat reliabilitas ini sedikit agak tinggi namun untuk
penyederhanaan dengan menetapkan terlebih dahulu parameter-parameter yang
digunakan sehingga diambilah angka 95% realibilitas.

Dalam buku pedoman 2002, Nilai Penyimpangan Normal Standar (ZR) akan
diperoleh dari Tabel 10 di bawah ini :

18 dari 42
Tabel 10. Nilai Penyimpangan Normal standar untuk tingkat
realiabilitas tertentu
Realibilitas, R (%) Deviasi Normal Standar
50 -0,000
60 -0,253
70 -0,524
75 -0,674
80 -0,841
85 -1,037
90 -1,282
91 -1,340
92 -1,405
93 -1,476
94 -1,555
95 -1,645
96 -1,751
97 -1,881
98 -2,054
99 -2.327
99,9 -3,090
99,99 -3,750

Dari Tabel 10 di atas diperoleh ZR = - 1,645 untuk R = 95%. Dalam buku pedoman
2002, Deviasi Standar (So) untuk perkerasan lentur rentang nilai So ini adalah 0,4 -
0,5. Dalam hal ini, diambil tengah-tengah rentang yaitu 0,45.
Dalam buku pedoman 2002, Koefisien Drainase (mi) diuraikan sebagaimana di
bawah ini:
Kualitas Drainase adalah hilangnya kadar air dari struktur perkerasan. Dalam
MSHTO Road Test hilangnya kadar air dari struktur perkerasaan adalah 1 minggu.
Nilai-nilai untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif untuk material lapis pondasi
(base) dan lapis pondasi bawah (subbase) tanpa pengikat pada perkerasan lentur
{mi) : tergantung dari "% waktu struktur perkerasan terekspos oleh tingkat kadar air
yang mendekati jenuh (selama setahun)".

Tabel 11. Definisi Kualitas Drainase


Kualitas Drainase Air Hilang dalam
Baik sekali 2jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak akan mengalir

19 dari 42
label 12. Koefisien Drainase (m) untuk Memodifikasi Koefisien
Kekuatan Relatif Material Untreated Base dan Subbase pada
Perkerasan Lentur
Kualitas % waktu strukturperkerasan terekposoleh
Drainase tingkatkadar air yang mendekati jenuh
<1 % 1-5% 5-25 % > 25 %
Baik sekali 1,40 - 1,30 1,35- 1,30 1,30-1,20 1,20
Baik 1,35-1,25 1,25 - 1, 15 1, 15 -1,00 1,00
Sedang 1,25-1,15 1, 15 - 1,05 1,00-0,80 0,80
Jelek 1, 15 - 1,05 1,05- 0,80 0,80-0,60 0,60
Jelek sekali 1,05- 0,95 0,95- 0,75 0,75-0,40 0,40

Maka Kualitas Drainase berdasarkan AASHTO Road Test adalah "sedang". Untuk
Kualitas Drainase "sedang" diperoleh "% waktu struktur perkerasan terekspos oleh
tingkat kadar air yang mendekati jenuh (selama setahun)" sebesar "< 1%" adalah
1,25 - 1, 15 ; yang sebesar "1 - 5%" adalah 1, 15 - 1,05 dan yang sebesar "5 - 25%"
adalah 1,00 - 0,80. Sehubungan dengan kurangnya pemeliharaan drainase untuk
jalan-jalan di Indonesia dan tingginya curah hujan di daerah tropis maka koefisien
drainase sebesar "5 - 25%", dari rentang angka koefisien drainase "1,00 - 0,80" ini
ditetapkan sebagai berikut :
- untuk daerah bukan datar atau drainasenya cukup baik, mi diambil 1
- untuk daerah yang sangat datar atau drainasenya kurang baik, mi diambil 0,8
Secara simplified, desain tebal lapisan pondasi berbutir tanpa pengikat yang
diperoleh harus dibagi dengan 0,8 atau dikalikan dengan 1,25 bilamana lokasi jalan
terletak pada daerah datar atau drainasenya kurang baik. Untuk kondisi khusus,
koefisien drainase harus dihitung secara tersendiri dan tidak tercakup dalam
pedoman ini.
Dalam buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt. T-01-2002-B,
lndeks Permukaan (IP) diuraikan sebagaimana di bawah ini :
label 13. lndeks Permukaan pada akhir Umur Desain (IPt)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan
1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
1,5 1,5-2,0 2,0 -
1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
- 2,0 -2,5 2,5 2,5

20 dari 42
Nilai lndeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana yang mewakili semua klasifikasi
jalan kecuali jalan lokal adalah sebesar 2,5. Untuk jalan lokal mungkin lndeks
Permukaan ini agak tinggi namun untuk penyederhanaan maka diambilah angka IP.
2,5.
label 14. lndeks Permukaan pada Awai Umur Rencana
Jenis Lapis lpo Ketidakrataan *) (IRI, m/km)
Perkerasan
LAS TON 2::4 ::;1,0

3,9-3,5 > 1,0


LASBUTAG 3,9-3,5 ::;2,0
3,4- 3,0 > 2,0
LAPEN 3,4-3,0 ::;3,0
2,9-2,5 > 3,0
w) Alat Pengukur ketidakrataan yang digunakan berupa roughmeter NAASRA,
Bump Integrator, dll

lndeks Permukaan pada Awai Umur Desain (IPo) diambil Tabel 14, untuk jenis
perkerasan Laston dengan ketidak-rataan IRI :::;; 1 m/km adalah 2::4. dalam metode
MSHTO 1981, IPo yang digunakan adalah 4,2 sedang pada MSHTO 1986, IPo
tertinggi dapat mencapai 5, namun IPo yang sering digunakan adalah sebesar 4,4.
Untuk penyederhanaan maka diambillah IPo 4,2. lni dimaksudkan agar kerataan
permukaan pada perkerasan yang baru dihampar lebih mudah dicapai.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap modulus campuran aspal "konvensional"


(aspal keras Pen.60/70) dan campuran aspal "modifikasi" (dengan aspal keras yang
mengandung bahan modifikasi) diperoleh regresi hubungan antara modulus
campuran aspal dengan temperatur tahunan rata-rata perkerasan aspal beton
sebagai berikut :

Untuk AC non modifikasi :


EAc non modifikasi = 5 X 10/\6 + EXP /\ (-0.089*T rata-rata)
dimana:
- EAc non modifikasi : modulus elastisitas beton aspal non modifikasi
- T rata-rata : temperatur tahunan rata-rata untuk beton aspal bergradasi rapat
Untuk T rata-rata = 35C, diperoleh
EAc non modifikasi = 220.000 psi

21 dari 42
Untuk AC modifikasi :

EAc modifikasi = 3 X 10"6 + EXP " (-0. 0641 *TL)


dimana:
- EAc modifikasi : modulus elastisitas beton aspal modifikasi
- T rata-rata : temperatur tahunan rata-rata untuk beton aspal bergradasi rapat
Untuk T rata-rata = 35C, diperoleh
EAc modifikasi = 318.000 psi

Berdasarkan grafik dalam Gambar 2 pada buku pedoman 2002 maka diperoleh a

untuk AC non modifikasi = 0.315, sedangkan a1 untuk AC modifikasi = 0.379

Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 pada buku pedoman 2002 maka untuk
Lapis Pondasi Agregat Kelas A dengan CBR base = 90 sesuai spesifikasi umum pada
seksi lapis pondai dengan Agregat A, diperoleh Modulus Base = 29,400 psi dan a2 =
0.138

Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas
B dengan CBR sub-base= 60, diperoleh Modulus Sub-base= 17,900 psi dan as= 0.127

Formula yang digunakan untuk menghitung tebal perkerasan adalah sbb :


log(W 18) = ZR x So+ 9,36 x log(SN+1) - 0,20 + [log{~IP I (4,2 - 1,5)} I {0,4 + 1094 /
(SN+1 )"5, 19}] + 2,32 x log(MR) - 8,07

D*1 ~SN1 I a- dan SN*1 = a1D1 ~SN1


D*2 ~(SN2 - SN*1) I a2m2 dan SN*1 + SN*2 ~SN2
D*3 ~[SN3 - (SN*1 + SN*2) I a3m3]
dimana:
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, 03= tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
m2, rn, = koefisien drainase
W ts = perkiraan jumlah beban sum bu standar ekivalen 18 kip
ZR = deviasi normal standar
So = gabungan standard error untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja
SN = Structural Number atau lndeks Tebal Perkerasan (dalam inch)

22 dari 42
~IP = selisih antara initial design serviceability index (IPo) dan design terminal
index (IPt)
MR = Modulus Resilien

Desain tebal perkerasan sulit diperoleh langsung dengan rumus di atas sehingga
untuk itu AASHTO menyajikan alat bantu berupa nomogram. Untuk
menyederhanakan rumus di atas, beberapa nilai parameter ditetapkan terlebih
dahulu seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan memasukkan
parameter-parameter tersebut kedalam rumus dapat dicari tebal perkerasan untuk
beberapa variasi kondisi repetisi lalu lintas dan beberapa variasi modulus tanah
dasar. Hasil yang diperoleh kemudian digrafikkan dengan cara regresi. Dengan
penyederhanaan regresi maka diperoleh formula untuk pembangunan jalan baru
(termasuk pelebaran dan rekonstruksi) berikut ini :
T surface (non mod) = 17,298 (L) 01597
T base = 8,4729 (L) o.1202
T subbase = (0,0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) (In L)- 0,0931 CBR3
+ 2,2316 CBR2 - 21,668 CBR + 82,347
dimana:
T surface tebal Lapis Permukaan Beraspal (non modifikasi), dalam cm
T base tebal La pis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm
L repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR CBR sub-grade (%)

Bilamana CBR sub-grade ::;;3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti
dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai
berikut:
T capping layer= 1,6 x [(0,0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) (In L)- 0,0931 CBR3
+ 2,2316 CBR2 - 21,668 CBR + 62,347]
dan
T sub-base tipikal = 20 cm
dimana:
T capping layer : tebal "selected material" sebagai lapis penopang, dalam cm
T sub-base tipikal : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B, dalam cm

23 dari 42
6.2.5. Modified Asphalt Concrete
Rasio koefisien relatif "asphalt concrete modified'' - "asphalt concrete non modified''
adalah 1,2 (= 0,379 I 0,315), dengan demikian tebal lapis permukaan untuk asphalt
concrete modifier adalah:
T surface (mod)= 14,415 (L) 01597

6.2.6. Rekonstruksi
Rekonstruksi dilakukan bilamana jalan eksisting rusak berat, banyak lubang dan
seluruh daerah perkerasan hancur. Nilai sisa pada perkerasan existing harus
diperhitungkan dalam satuan Gravel Equivalent (GE). Nilai GE untuk Laston (AC)
existing= 2,2, Lataston (HRS) existing= 2,0, Lapis Pondasi Agregat Kelas A existing
(CBR 80 - 90%) = 1,0 dan Kelas B existing (CBR 35 - 60%) atau Telford Macadam
existing = 0,8 (kelas B pada perkerasan lama umumnya mempunyai CBR hanya
sekitar 35%), sedangkan untuk Lapis Pondasi Tanah-Semen diambil 0,8 karena
produk tanah-semen terdahulu umumnya dilakukan tanpa menggunakan pulvimixer
sehingga tingkat homogenitas dan kekuatan yang dicapai tidaklah seperti yang
diharapkan. Bilamana dijumpai "selected material" maka GE untuk material ini dapat
diambil 0,6.

Seringkali dijumpai di lapangan bahwa lapis pondasi atas terdiri dari material berbutir
"rounded" (kerikil, bukan full batu pecah). GE untuk material jenis ini harus
dipandang sebagai Pondasi Agregat Kelas B karena material untuk Kelas A
mensyaratkan bahwa semua material tertahan #4 (4,75 mm) minimum harus
mempunyai angularitas 95/90 sebesar 100%, sehingga GE untuk kondisi ini adalah
0,8

untuk desain tebal perkerasan pada rekonstruksi mengikuti ketentuan yang diuraikan
dalam 6.2.1, 6.2.2, 6.2.3 dan 6.2.4 sebelumnya, namun untuk pekerjaan konstruksi
tsbsl base dihitung sebagai berikut :
T base (rekons) = T base+ 0,8 T sub-base - T existing
dimana:
T base(rekons) : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%) untuk
rekonstruksi, dalam cm
T base : tebal La pis Pondasi Agregat Ke las A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal La pis Pondasi Agregat Ke las B (CBR 60% ), dalam cm
T existing : tebal perkerasan existing dalam GE-cm

24 dari 42
6.2.6.1. Lapis Pondasi Bersemen
Lapis Pondasi Tanah-Semen umumnya hanya digunakan di lokasi yang sulit
memperoleh sumber batu. Bilamana lapis pondasi bersemen digunakan maka dapat
diaplikasikan dalam 2 bentuk berikut ini :
- base berbutir + sub-base bersemen
- base bersemen + sub-base bersemen

Dalam RN31-93, untuk kombinasi base berbutir + sub-base bersemen yang disebut
"composite base", dapat diaplikasikan untuk jenis "surface dressing", "semi
structural" dan "structural". Namun untuk kombinasi base bersemen + sub-base
bersemen, hanya tersedia dalam tipikal "surface dressing".

Jika digunakan lapis permukaan HRS untuk jumlah repetisi beban < 1 juta ESA,
maka "composite base" dapat diaplikasikan untuk semua jenis lapis permukaan.
Sedangkan kombinasi "base bersemen + sub-base bersemen" masih dapat
diaplikasikan untuk jenis "semi struktural" dengan mempertimbangkan sulitnya
memperoleh sumber batu di suatu lokasi, sebagai catatan jenis "surface dressing"
tidak diaplikasikan dalam perangkat lunak SDPJL.

Dalam MSHTO 1993, untuk campuran tanah semen dengan kuat tekan 20 kg/cm2
(persyaratan dalam Spesifikasi Umum) atau setara dengan 285 psi diperoleh a2 sou

cement base = 0, 13, sedangkan untuk lapisan pondasi berbutir diperoleh a2 base = 0, 138
dan a3 sub-base= 0, 127. Koefisien kekuatan relatif untuk ketiga macam lapis pondasi ini
hampir sama.

Jika digunakan lapis pondasi tanah semen yang terdiri dari base bersemen dan sub
base bersemen, maka untuk penyederhanaan perhitungan, tebal base bersemen
diambil sama dengan base berbutir dan tebal sub-base bersemen diambil sama
dengan sub-base berbutir, tidak ada tebal substitusi di sini.

Bilamana digunakan Cement Treated Base {CTB} yang mempunyai kekuatan jauh di
atas Lapis Pondasi Tanah Semen (Soil Cement Base), maka diperlukan perhitungan
tersendiri untuk menentukan tebal masing-masing lapisan dengan tetap
menggunakan formula dari MSHTO 1993 sebagaimana yang disebutkan di atas.

25 dari 42
7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur}

7.1 Latar Belakang


Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah Alat Bantu Perencanaan Teknis
Perkerasan Jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya
dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS).
Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan
jalan dan perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan
dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan.
Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat lunak
sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang
dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan
pemakaian material dan Spesifikasi yang digunakan.

7 .2 Keluaran
Keluaran SDPJL terdiri dari :
- Pavement Design Sheet
- Bill of Quantities
- Engineer's Estimate
Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan perangkat
lunak Analisa Harga Satuan dengan cara link antar file.
Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada Pavement Design
Sheet dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk
kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan perhitungan yang lebih rinci dalam
lembar kerja yang ada dalam SDPJL.

7 .3 Kelengkapan
Perangkat lunak SDPJL antara lain dilengkapi dengan :
Parameter
Bagan Alir
Manual Pengoperasian
Lampiran

26 dari 42
Lampiran 1 informatif

Flow Chart for Overlay

INPUT DATA:
1. Design Axle Loading (in million ESA)
2. Terrain (flat, rolling, mountain)
3. Existing Surface
4. Surface selected (example: HRS-WC, AC-WC)
5. Base selected (Granular or Cemented)
6. Existing Base (Granular or Cemented)
7. Rebound Max Deflection (Dmax) & Curvature Function (CF)

Ye:

Surface elected = HRS-WC

No

Yes
Ye urface elected = HRS1WC

Surface selected = AC-WC

No
Yes

Yes

No

No

27 dari 42
T2 str = 1.3*(((0.02851711*(log(ESA))"3 -
0.448669202*(log(ESA))"2 + 1.844106464* (log
ESA) - 3.517110266)/CF) + 17.43)
No

No

Yes
Tl str = l.3*(((0.416382253*(log(ESA))1'3- Tl str = 1.3*((14.40273038*log(ESA)-
3.38907849 *(log(E A))"2 + 9.85665529* 38.703071/Dmax) + 32.72)
Jog(ESA)- 21.27986348)/Dmax) + 32.72
T2 str = l.3*(((0.02851711 *(log(ESA))"3 -
0.448669202*(log(ESA))"2 + 1.844106464* (Jog Tl str = 1.3*(((-13.76374894*(ESA)"(-0.3 24)
ESA)-3.517110266)/CF) + 17.43) - 24.94880546)/Dmax) + 32.72)

T tr= (2.303*log(2*Dmax)- 0 .408*( 1 - Tstr = ((2.303*log(Dmax)- 0 .408*(1 -


log(ESA)) I (0.08 - 0.013*1og(ESA)) log(ESA)) I (0.08 - 0.013*log(ESA)))
,

Tstr = max{Tl str & T2 str) Tstr = max(Tl str & T2 str)

T overlay= T str
No thickness for levelling. The quantity for
levelling will be calculated separately.

Yes

RECONSTRUCTION
No

T trengthening = 0

I
( DO NOTHlNG
)

28 dari 42
N

Y es

No

No

Yes
Yes
T HRS-WC= 3
THRS-WC=3 T HRS-WC= Tstr T HRS-Base= Tstr - 3

No

No

Yes

Yes
+ 0

T AC-WC=4

T AC-WC=4
T AC-WC=4 TAC-BC= 6
T AC-BC = Tstr - 4 T AC-Base = Tstr - lO

29 dari 42
Lampiran 2 informatif

Flow Chart Grade Raising & Reconstruction

INPUT DATA:
1. OUTPUT WIDENING or NEW CONSTRUCTION
2. Existing Pavement Thickness (in Gravel Equivalency)
3. Base selected (Granular or Cemented)

Ye

YOU MUST FILL THIS DATA! I

No

T SC Base = T Base+ T Subbase * 1 - T


Ye Existing Pavement in Gravel Equivalency

T gran base= T Base+ T subbase*0,921- T


Existing Pavement in Gravel Equivalency No

No

T SC Base= 15

T Agr Base Class A = 10 T SC Base = T Base + T Subbase * 1 - T


Existing Pavement in Gravel Equivalency

30 dari 42
Yes

No
T Agr Base Class A = T Base T Agr Base Class A= T granular base
T Agr Base Class B = (T gran base -T Base)*l,086

No

T total = T Surface + T Base+ T Subbase T total = T Surface + T Base + T Subbas


1 o 921

No

No

T Agr Base Class A= T Base


T Agr Base Class B = T Subbase
T Embank= Raising - T total

No

No

Yes
T Agr Base Class A = T Base
T Selected Embankment = 15 T Agr Base Class B = 15

T Common Embankmant = T Embank T Agr Base Class A= T Base


T Agr Base Class B = T total - T surface - T Base

No

31 dari 42
No

T SC Base = T Base + T Subbase * 1


T Embank = Raising - (T surface + T SC Base)

No
TSCBase= 15

T SC Base = Raising - T s face


T elected Embankment= 15

T Common Embankmant = T Emb


STOP ank

32 dari 42
Lampiran 3 informatif

Flow Chart for Shorting

INPUT DATA:
Asphaltic Layer (t, in cm) = ? (from test pits or other data)
Dial Reading (inch or mm) = ?
Arm ratio = ? (generally 2)
Rear Axle Load (ton) = ? (standard rear axle load 8.16 ton)
Seasonal Factor = ? (0,9 for dry season - 1.2 for wet season)
Air Temperature (T) = ? (actual air temperature for each test)
Pavement Temp (WMAPT) = ? (Weight Mean Annual Pavement Temperature)
Deflection = ? (rebound deflection after moving 6.0 m)
CF = ? (rebound deflection after moving 0.2 m)
Pavement Width = ? (existing pavement width for each point)
IRI = ? (International Roughness Index)
CBR = ? (DCP CBR should be calibrated)
Existing Asphaltic Layer (t) ? (cm)
Mid Life AADT = ? (number of vehicles)

Yes

t = 15 cm No

No

WMA T=35
Yes

Temperature Correction Factor


Ft1 = (- 0,0014 t2 + 0,0147 t- 0,1019) (T/WMAPT)3 + (0,0037 t2- 0,0291 t +
0,289) (TIWMAPT)2 + (- 0,0017 t2 + 0,0094 t -0,1873) (T/WMAPT) + (-
0,0005 t2 + 0,0036 t + 1,0029)

Axle Load Correction Factor


FL= 77,343 (rear axle load in ton) ? - 2,0715

No

l Ye

33 dari 42
D correction= D*Fu *arm ratio*F L"seasonal factor I 100
CF correction= CF*F11 *arm ratio*F L *seasonal factor I 100

D correction= D*F*arm ratio* FL *seasonal factor *25.4/100


CF correction= CF*F*arm ratio* FL *seasonal factor *25.4/100

No

No

Yes

K= l.64

K = 1.28

D design= D mean + K*StandardDeviation


CF design= CF mean + K*StandardDeviation
CBR design= CBR mean - 1.28*Standard Deviation
IR.I design = IR.I mean
Average of Existing Width= Existing Width mean

34 dari 42
Lampiran 4 informatif

Flow Chart for Traffic Analysis

INPUT DATA:
1. Project Name
2. Package Name
3. Province
4. Link.No.
5. Year of Survey
6. Year of Opening
7. Life Period (years)

i
TRAFFIC COUNTING
CAR = ?
Utility = ?
Small Bus = ?
Large Bus = ?
Light Truck = ?
Medium Truck = ?
HeavvTruck = ?
Total Vehicles = ?

Mid Life AADT in= ROUND((Year Opening+ (Life Period/2)),0) I


Mid Life AADT = Total Vehicles*((l+Traffic Growth
/1 OO)"(Y ear Opening - Year Survey+ Life Period/2))

l Yes
If VDF availablep-------=:=:,.,.~---,
No
,, '

VEHICLE DAMAGING FACTOR VEHICLE DAMAGING FACTOR


Car = 0.0001 Car = ?
Utility = 0.0030 Utility = ?
Small Bus = 0.1175 Small Bus = ?
Large Bus = 0.8139 Large Bus = ?
Light Truck = 0.2746 Light Truck = ?
Medium Truck = 2.1974 Medium Truck = ?
Heavy Truck = 3.6221 Heavy Truck = ?
I I

...
35 dari 42
Coefficient Distribution (D)
l
Coefficient Distribution for 2 lane 2 way = 0.5
Coefficient Distribution for 4 lane 2 way= 0.3 for light traffic & 0.45 for heavy traffic
Coefficient Distribution for 6 lane 2 way= 0.2 for light traffic & 0.40 for heavy traffic

Total VDF per day per design lane= (Number ofCar*VDFcar*Dlight + Number of
Utility*VDFutility*Dlight + Number of Small Bus*VDFsmallbus*Dlight + Number of Large
Bus*VDFlargebus*Dlight + Number of Light Truck*VDFlighttruck*Dheavy + Number of
Medium Truck*VDFmediumtruck*Dheavy + Number of Heavy Truck*
VDFheavytruck)*Dheavy)

l
Design Axle Load (in million ESA) = Total VDF per day/
1000000*365*((((1 + Traffic Gowth/lOO)"'(Year Opening
Year Survey+ Life Period))- 1) I (Traffic Growth/100))

36 dari 42
Lampiran 5 informatif

Flow Chart for Widening & New Construction

INPUT DATA:
4. Design Axle Loading (in million ESA)
5. Terrain (flat, rolling, mountain)
6. urface elected (example: HRS-WC, AC-WC)
7. Ba e elected (Granular or Cemented)
8. Function of Road (Arterial Collector, Local)
9. De ign Life (years)
10. Mid Life AADT
11. Exi ting Pavement Width
12. CBR Sub-grad
13. boulder selected (Paved or Granular)

Surface selected= HRS-WC

No

l No

Yes

Yes

Yes

T HRS-WC= 13.0
T HRS-Base= 3.5

Surface selected = AC-WC Surface selected = AC-WC Mod

T surface (non mod)= 17 ,298 (DAL) I\ 0, 1597 T surface (mod) =14,415 (DAL) I\ 0, 1597

37 dari 42
l No

T AC-WC=4
T AC-BC=6
T AC-WC=4
T AC-BC = T surface - 4 T AC-WC=4
T AC-BC=6
T AC-Base = T surface - 10

No

No
T AC-WCMod=4
TAC-BC Mod= 6

TAC-WC Mod= 4 T AC-WCMod=4


T AC-BC Mod= T surf mod - 4 TAC-BC Mod= 6
T AC-Base Mod = T surf mod - 1 1

No

T Base= 8 4729 (DAL) "0, 1202


T Subbase = (0 0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) In (DAL)-
Ye
0 0931 CBR] + 2 2316 CBR2 - 21 668 CBR + 2,347

T Ba e = 8,4729 (DAL) "0 1202


T Subba e = 20
T Capping= I. [(0,0735 CBR2 - 1,528 CBR + 8,5729) In (DAL)-
0,0931 CBR3 2 2316 CBR2 - 21,668 CBR + 62,347]

38 dari 42
No

T Base= 1.9126 (In DAL)+ 15,645


T Subbase = T Base
T Capping= 1,6 [1,7582(1nDAL)- 4,1875 (CBR) + 35,401]

T Base= 1.9126 {In DAL)+ 15,645


T Subbase = 3,6708 (In DAL) - 4, 1875 CBR + 51,046

No

T Soil Cement Base = T Base + T Subbase


Yes T Selected Material= T capping

T Agr Base Class A= T Base


T Agr Base Class B = T Subbase
T Selected Material = T Capping

No

No

Ye

Yes

W design= 5.5 m No

W design= 6.0 m

39 dari 42
Ye

W design= 7.0 m
W design= 14.0 m

No

No

W design = Existing Width

YOU MUST FILL THIS DATA!

Yes
No

No

W design = Existing Wi th
No Widening= 0

Ye

Widening= max ((5.5- Existing Width) & 0.5)

Widening= max ((6.0 - Existing Width) & 0.5)

No

Widening= max ((14.0 - Existing Width) & 0.5)


Yes
Widening= max ((7.0- Existing Width) & 0.5)

40 dari 42
Lampiran 6 informatif

Perbaikan Bentuk Lereng Melintang Perkerasan Akibat Pergeseran Center Line

Center Line Baru

CL Jalan Iara 1
0""'1ay

Lapis Pondasi Atas untuk Pelebaran


ur untuk menyamakan elevasi Bahu Jalan
Lapis Pondasi Bawah untuk Pelebaran

Saluran dengan Pelapisan (Lined Ditch)

41 dari 42
Lampiran 7 informatif

Bibliografi
Departeman Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan (Flexible)
Pekerjaan Umum Jalan Raya, No.04/PD/BM/1974, Direktorat
dan Tenaga Listrik Jenderal Bina Marga, Jakrta
(1974)
Depa rte men Tinjauan Terhadap Buku Pedoman Penentuan
Pekerjaan Umum, Tebal Perkerasan (Flexible) Jalan Raya
Ir. Moh. Anas Aly No.04/PD/BM/1974, No.43/BDG/LPT/BM/1977,
(1977) Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.

Depa rte men Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur


Pekerjaan Umum Jalan Raya, No.01/PD/B/1983, Direktorat Jenderal
(1983) Bina Marga, Jakarta.
Depa rte men Manual Pemeriksaan Jalan Dengan Alat
Pekerjaan Umum Benkelman Beam, No.01/MN/B/1983, Direktorat
(1983) Jenderal Bina Marga, Jakarta
Standar Nasional Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Indonesia (1989) Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen,
SNI 1732-1989-F.
Depa rte men Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur
Pekerjaan Umum dengan Metode Lendutan, Pd T05-2005-B,
(2005) Puslitbang Prasrana Transportasi

42 dari 42

Anda mungkin juga menyukai