Anda di halaman 1dari 20

BAB V

PERENCANAAN JALAN

5.1 ANALISIS LALU LINTAS


5.1.1 Volume Lalu Lintas Awal
Volume lalu lintas merupakan hasil survei primer dari pencacahan kendaraan pada
ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Medan Tuntungan dengan Kecamatan
Bandar Baru.
Dari hasil pencacahan Volume LHR yang di ruas jalan tersebut selanjutnya di
analisis terhadap survei asal tujuan kendaraan yang begerak dari Medan Tuntuntang
dan sekitarnya seperti Sembahe menuju Kecamatan Bandar Baru dan sebaliknya dari
arah Bandar Baru menuju Medan Tuntungan dan sekitarnya.
Hasil analisis data survei seperti yang tertera pada Bab 4, menghasilkan potensi arus
kendaraan berdasarkan kategori kendaraan dari Tuntungan-Sibolangit/Bandar Baru dan
sebaliknya.
Tabel 5.1 Potensi Arus Lalu Lintas Pada Jalan Medan Tuntungan – Bandar Baru
Potensi Arus Lalu Lintas Lokasi Survei
Ketegori Kendaraan
(kend/hari)
Kendaraan Ringan 37293
Kendaraan Berat 9706
Sepeda Motor 23661
Sumber : Hasil Analisa

5.1.2 Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas


Pertumbuhan lalu lintas diprediksi sebesar 5 % merupakan nilai pertumbuhan yang di
peroleh dari OD Nasional tahun 2006 sampai 2011 untuk Kota Medan. Dalam studi ini
prediksi lalu lintas dan analisis kelayakan pada Jalan Medan Tuntungan – Bandar Baru
akan dilakukan tahun tinjauan selama 20 tahun dari mulai jalan di operasikan.
Dengan memperhatikan konsep pemilihan kerangka waktu tinjauan yang disampaikan
di atas, maka dalam studi ini skala anlisis kelayakan yang dipergunakan adalah sesuai
perencanaan jangka menengah suatu sistem jaringan jalan yaitu tahun 2019-2039
Tabel 5.2 Pertumbuhan LHR Kendaraan Pada Jalan Medan Tuntungan – Bandar
Baru(kend/hari/2arah)
Kategori Kendaraan
Tahun Kendraan Total
Kendaraan Ringan Sepeda Motor
Berat
2019 37293 9706 23661 70659
2020 39158 10191 24844 74192
2021 41116 10700 26086 77902
2022 43171 11235 27390 81797
2023 45330 11797 28759 85886
2024 47596 12387 30197 90181
2025 49976 13006 31707 94690
2026 52475 13657 33293 99424
2027 55099 14339 34957 104396
2028 57854 15056 36705 109615
2029 60746 15809 38540 115096
2030 63784 16600 40467 120851
2031 66973 17430 42491 126893
2032 70322 18301 44615 133238
2033 73838 19216 46846 139900
2034 77529 20177 49188 146895
2035 81406 21186 51648 154240
2036 85476 22245 54230 161952
2037 89750 23357 56942 170049
2038 94238 24525 59789 178552
2039 98949 25752 62778 187479

5.2 KLASIFIKASI RENCANA JALAN


Klasifikasi jalan rencana dalam hal ini perlu dilakukan sebagai dasar untuk
mengawali proses desain ruas jalan dan untuk penetapan fasilitas dan operasional jalan.
Hal ini berkaitan dengan lebar lajur yang dibutuhkan serta kecepatan rencana yang di
tetapkan.
5.2.1 Dasar Hukum Klasifikasi Jalan
Kalsifikasi Jalan mengikuti dasar hokum yang berlaku di Indonesia yaitu :
 UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan
 Pp No.34 Tahun 2006 tentang Jalan
 UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
 Pp No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas jalan
 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Klasifikasi jalan menurut UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan terbagi atas 4 bagian yaitu :
1. Sistem jalan yang tertera pada Pasal 7 yakni :
 Sistem Jalan Primer atau jalan antar kota dan
 Sistem Jalan Sekunder atau jalan perkotaan
2. Fungsi/Peran yang tertera dalam Pasal 8 yakni :
 Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
cirri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna
 Jalan kolektormerpakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan cirri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
 Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
cirri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
 Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan cirri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
3. Status/ Wewenang Jalan yang tertera dalam pasal 9 yakni :
 Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primeryang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
 Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau
antaribukota/kota, dan jalan strategis provinsi.
 Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk pada poin (1) dan poin (2), yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum
dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan startegis
kabupaten.
 Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
permukiman yang berada di dalam kota
 Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
4. Kelas Jalan yang tertera dalam pasal 10 yang didukung oleh :
 UU No.14 Tahun 1992 dan UU No.22 Tahun 2009 berdasarkan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan yakni :
 Jalan Kelas I untuk kendaraan rencana yang bisa melewati dengan ukuran
2500x1800 mm dan MST lebih dari 10 T
 Jalan Kelas II untuk kendaraan rencana yang bisa melewati dengan ukuran
2500x1800 mm dan MST maksimum 10 T
 Jalan Kelas IIIA untuk kendaraan rencana yang bisa melewati dengan ukuran
2500x18000 mm dan MST maksimum 8 T
 Jalan Kelas IIIB untuk kendaraan rencana yang bisa melewati dengan ukuran
2500x1200 mm dan MST maksimum 8 T
 Jalan kelas IIIC untuk kendaraan rencana yang bisa melewati dengan ukuran
2500x9000 mm dan MST maksimum 8 T
 PP No .34 Tahun 2006 berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi
pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan
median, serta pagar terdiri dari :
 Jalan bebas hambatan dengan spesifikasi meliputi :
 Pengendalian jalan masuk secara penuh
 Tidak ada persimpangan sebidang
 Dilengkapi pagar ruang milik jalan
 Dilengkapi dengan median
 Paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah
 Dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
 Jalan raya adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan spesifikasi
meliputi :
 Pengendalian jalan masuk secara terbatas
 Dilengkapi dengan median
 Paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah
 Lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter
 Jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan spesifikasi
meliputi :
 Pengendalian jalan masuk tidak dibatasi
 Paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2(dua) arah
 Lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter
 Jalan kecil adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat dengan
spesifikasi meliputi,
 Paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah
 Dengan lebar jalur paling sedikit 5, (lima koma lima) meter
Klasifikasi Jalan memiliki keterkaitan satu dan lainnya, dimana jika dihubungkan keterkaitan
tersebut akan dapat dipahami seperti yang disajikan pada tabel berikut :
Tabel 5.3 Kalsifikasi Jalan
Dimensi Maksimum dan Muatan Sumbu Terberat (MST)
KELAS FUNGSI Kendaraan Bermotor yang harus mampu ditampung
JALAN JALAN Panjang
Lebar (mm) MST (Ton) Tinggi (mm)
(mm)
I 2500 18000 >10

4200 dan tidak lebih


Arteri

tinggi dari 1.7 x


lebar kendaraan
II 2500 18000 10
IIIA Arteri atau
2500 18000 8
Kolektor
IIIB Kolektor 2500 12000 9
IIIC Lokal &
2100 9000 10
Lingkungan

Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan (MST)


kelas IIIC dapat ditetapkan lebih rendah dari 8 ton
Catatan Panjang maksimum kendaraan penarik 12000, jika
ditambah gendeng atau tempelan maka panjang
maksimum tidak boleh lebih dari 18000 mm

5.2.2 Persyaratan Ruang Jalan


Persyaratan ruang jalan diperlukan dalam rangka untuk menentukan batasan-batasan
ukuran tiap-tiap bagian jalan agar sesuai dengan klasifikasi jalan yang direncanakan
Seperti halnya klasifikasi jalan, persyaratan ruang ini juga telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku terutama dalam PP No.34 Tahun 2006. Ruang Jalan
yang dimaksud meliputi :
 Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
 Ruang Milik Jalan ( Rumija)
 Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja)
Kriteria dan dimensi dari masing-masing ruang jalan yang disarikan dari PP No.34
Tahun 2006 dapat dilihat pada 5.6. Persyaratan yang lebih spesifik lagi mengenai
dimensi Bagian-bagian Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Lebar Minimum Badan Jalan
yang diatur dalam PP No 34 Tahun 2006 adalah seperti pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9

Tabel 5.4 Kriteria dan Dimensi Ruang – Ruang Jalan


RUANG JALAN PERUNTUKAN UKURAN
Pelayanan Lalu-lintas dan (Arteri & Kolektor). Lebar Rumaja = lebar Badan
Angkutan Jalan (termasuk Jalan
Badan Jalan Median, Perkerasan Jalan,
Trotoar, Lereng, Ambang
(dilengkapi Ruang (Arteri & Kolektor) Tinggi minimum = 5,00 mm
RUMAJA

Pengaman, Timbunan &


Bebas) + Galian, Gorong- (Arteri & Kolektor), kedalaman minimum = 1,50 mm
gorong,Perlengkapan Jalan,
dan Bangunan pelengkap)
Disesuaikan dengan lebar muka jalan dan keadaan
Penampungan dan penyaluran
Saluran Tepi Jalan + Air agar badan jalan bebas air
lingkungan. Dalam hal tertentu, dapat dipakai sebagai
saluran Lingkungan.
Ambang Pengaman Pengaman Konstruksi Tergantung situasi
Rumaja, pelebaran jalan, LEBAR MINIMUM (m)
RUMIJA

penambahan jalur LL, Jalan Bebas Jalan Jalan


RUMAJA + sejalur Jalan Kecil
pengamanan Hambatan Raya Sedang
tertentu Jalur tertentu, dapat untuk
ruang terbuka hijau (lansekap)
LEBAR MINIMUM (m)
Dalam Sistem Jaringan Jalan PRIMER
RUWASJA

Pandangan bebas pengemudi, Arteri Kolektor Lokal Lingkungan


Ruang tertentu diluar
pengaman konstruksi, dan 15 10 7 5
RUMIJA pengaman fungsi jalan
Dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder
15 5 3 2
Jembatan 100 m kehilir dan 100 m kehulu`
Sumber : PP No.34 Tahun 2006 dan UU No.22 Tahun 2009

Tabel 5.5 Ukuran Bagian – Bagian Ruang Milik Jalan


Jalan Bebas
Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil
Hambatan
Arteri & Arteri & Lokal &
Fungsi Jalan Lokal
Kolektor Kolektor Lingkungan
Lebar RUMIJA (m) 30 25 15 11
Lebar Jalur (m) 2(2x3.5) 2(2x3.5) 7 5.5
Lebar Median (m) 3 2 - -
Lebar Bahu Luar (m) 2 2 2 2
Lebar Saluran Tepi (m) 2 1.5 1.5 0.75
Ambang Pengaman (m) 2.5 1 0.5 -
Marginal Strip 0.5 0.25 - -
Tabel 5.6 Ukuran Bagian – Bagian Ruang Milik Jalan
Lebar badan
Fungsi Jenis Angkutan Jarak Persimpangan Jumlah
Jalan Minimum
Jalan Yang Dilayani Perjalanan Sebidang Akses
(m)
Angkutan
Arteri Jauh 11.00
Utama
Diatur Dibatasi
Pengumpulan
Kolektor Sedang 9.00
atau Pembagi
Angkutan
Lokal 7.50
Setempat Tidak
Dekat Tidak Diatur
Angkutan Dibatasi
Lingkungan 3.5-6.5
Lingkungan
u
Tabel 5.7 Lebar Jalur dan Bahu Jalan Antar Kota
ARTERI KOLEKTOR LOKAL
Lebar Lebar Lebar
LHRT Lebar Ideal Lebar Ideal Lebar Ideal
Minimum Minimum Minimum
Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu
(smp/h
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
ari)
>3000 6.00 1.50 4.50 1.00 6.00 1.50 4.50 1.00 6.00 1.00 4.50 1.00
3000- 7.00 2.00 6.00 1.50 7.00 1.50 6.00 1.50 7.00 1.50 6.00 1.00
10000
10000- 7.00 2.00 7.00 2.00 7.00 2.00 **) **) - - - -
25000
>2500 2nx3 2.50 2nx3 2.00 2nx3 2.00 **) **) - - - -
0 .50*) .50*) .50*)

Keterangan :
*) = dua jalur terbagi, masing-masing nx3,50m, dimana n = jumlah lajur per jalur
**) = mengacu kepada persyaratan ideal
* = tidak ditentukan

5.3 KEBUTUHAN RUANG JALAN


Dalam menghitung kebutuhan ruang jalan selain harus mengetahui permintaan arus
lalu lintas juga kapasitas ruas jalan dalam menampung arus lalu lintas tersebut.
Parameter yang ideal untuk menyatakan kebutuhan ruang jalan adalah apabila Derajat
Kejenuhan (Kepadatan) pada ruas jalan tersebut yaitu perbandingan antara volume lalu
lintas yang lewat dalam satu satuan waktu terhadap kapasitas jalan dalam satuan waktu
tidak melebihi 0,8
Dalam analisis kebutuhan ruang jalan ini di asumsikan bahwa tahun awal
pembukaan jalan adalah tahun 2019 dan analisis ditinjau setiap 1 tahun hingga 20
tahun kedepan. Analisis mengenal kebutuhan ruang setiap tahun ditinjau disajikan
sebagai berikut ini

5.3.1 Analisa Kapasitas Jalan


Pelebaran Jalan direncanakan untuk tahun 2039 yang dimulai dari tahun 2109
dengan klasifikasi jalan sedang, yaitu tipe 2/2 UD (Tak Terbagi) dengan lebar lajur =
3,5 m. Hambatan samping sedang denagn lebar bahu jalan = 1,5 m

C= Co x FCw x FCsp x FCsf

dimana : Co = 3000 smp/jam, Total kedua arah (Tabel 3.18)


FCw = 1,21 (Tabel 3.19)
FCsp = 1,00 (Tabel 3.20)
FCsf = 0.99 (Tabel 3.21)
Sehingga diperoleh kapasitas jalan adalah :
C = 3000 x 1,21 x 1,0 x 0,99
C = 3593,7 smp/jam

5.3.2 Analisa Volume Jam Perencanaan (VJP)


Berikut contoh perhitungan volume jam perencanaan (VJP) :
Tabel 5.8 Volume Jam Perencanaan Jalan Medan Tuntungan-Bandar Baru Tahun 2019
Potensi Arus Lalu Lintas Lokasi Survei
Ketegori Kendaraan
(kend/hari)
Kendaraan Ringan 37293
Kendaraan Berat 9706
Sepeda Motor 23661
TOTAL 70659
Sumber : Hasil Analisis

𝐊
VJP = VLHR x 𝐅 x Fsp
dimana
K = 4 % (Tabel
F = 0.9 (Tabel
Fsp = 50 %

Tabel 5.9 Volume Jam Perencanaan Jalan Medan Tuntungan-Bandar Baru Tahun 2019
Potensi Arus Lalu Lintas
Ketegori Kendaraan Nilai emp
(kend/jam) (smp/jam)
Kendaraan Ringan 1,0 1554 1554
Kendaraan Berat 1,7 404 687
Sepeda Motor 0,5 986 493
TOTAL 2944 2734
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 5.10 Nilai VJP Medan Tuntungan – Bandar Baru dalam satuan kend/jam
Potensi Arus Lalu Lintas
Ketegori Kendaraan
(kend/jam)
Kendaraan Ringan 829
Kendaraan Berat 216
Sepeda Motor 526
TOTAL 1571
Sumber : Hasil Analisis
Dengan cara yang sama maka diperoleh Volume Jam Perencanaan untuk tahun –
tahun tinjauan ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 5.11 Volume Kendaraan Tahun Tinjauan Pada Jalan Medan Tuntungan – Bandar Baru
(kendaraan/jam)
Kategori Kendaraan
Tahun Kendraan
Kendaraan Ringan Sepeda Motor Total
Berat
2019 1554 404 986 2944
2020 1632 425 1035 3091
2021 1713 446 1087 3246
2022 1799 468 1141 3408
2023 1889 492 1198 3579
2024 1983 516 1258 3758
2025 2082 542 1321 3945
2026 2186 569 1387 4143
2027 2296 597 1457 4350
2028 2411 627 1529 4567
2029 2531 659 1606 4796
2030 2658 692 1686 5035
2031 2791 726 1770 5287
2032 2930 763 1859 5552
2033 3077 801 1952 5829
2034 3230 841 2050 6121
2035 3392 883 2152 6427
2036 3562 927 2260 6748
2037 3740 973 2373 7085
2038 3927 1022 2491 7440
2039 4123 1073 2616 7812
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 5.12 Volume Kendaraan Tahun Tinjauan Pada Jalan Medan Tuntungan – Bandar Baru
(smp/jam)
Kategori Kendaraan
Tahun Kendraan Sepeda
Kendaraan Ringan Total
Berat Motor
2019 1554 485 246 2286
2020 1632 510 259 2400
2021 1713 535 272 2520
2022 1799 562 285 2646
2023 1889 590 300 2778
2024 1983 619 315 2917
2025 2082 650 330 3063
2026 2186 683 347 3216
2027 2296 717 364 3377
2028 2411 753 382 3546
2029 2531 790 401 3723
2030 2658 830 422 3909
2031 2791 871 443 4105
2032 2930 915 465 4310
2033 3077 961 488 4525
2034 3230 1009 512 4752
2035 3392 1059 538 4989
2036 3562 1112 565 5239
2037 3740 1168 593 5501
2038 3927 1226 623 5776
2039 4123 1288 654 6064
Sumber : Hasil Analisis

5.3.3 Derajat Kejenuhan


Persyaratan ideal yang diberikan untuk pelayanan jalan adalah dengan melihat
derajat kejuenuhan yang merupakan rasio antara volume terhadap kpasitas tidak lebih
besar 0,8. Untuk volume lalu lintas tahun 2019 diperoleh nilai sebagai berikut :

DS = V/C

dimana
V = 2286 smp/jam, Tuntungan – Bandar Barau
C = 2469,06 smp/jam, total kedua arah
Sehingga nilai derajat kejenuhan :
DS = 2286/3593,7
= 0,6
Dengan cara yang sama, maka Derajat Kejenuhan ruas jalan dalam tahun-tahun
tinjauan dapat ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 5.13 Analisa Derajat Kejenuhan Jalan Medan Tuntungan – Bandar Baru

Item Tahun Tinjauan


Perhitungan
2019 2020 2025 2030 2035 2039
VJP (smp/jam) 2286 2400 3063 3909 4989 6064
Kapasitas
3593,7 3593,7 3593,7 3593,7 3593,7 3593,7
(smp/jam)
Derajat
0,6 0,6 0,8 1,1 1,4 1,7
Kejenuhan (V/C)
Sumber : Hasil Analisis
Dari hasil terhadap derajat kejenuhan jalan, maka terlihat bahwa untuk Tahun 2019
sampai dengan 2024, baik karena kepadatan lalu lintas masih memenuhi persyaratan
maksimum yang ditetapkan yaitu 0,8. Sedangkan pada Tahun 2025 hingga Tahun 2039
derajat kejenuhan yang diperoleh tidak memenuhi karena melebihi persyaratan maksimum
yang ditetapkan.
Dengan demikian Tipe Jalan 2/2UD dengan lebar lajur 5 m dengan lebar bahu 1 m
untuk Pelebaran Jalan Medan Tuntungan tidak memenuhi kebutuhan lalu lintas sampai Tahun
2039.
5.4 ANALISA TEBAL PERKERASAN JALAN
Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus lewat, awet dan kedap
air. Jika dilihat dari segi pelayanan, jalan harus rata, tidak licin, geometric memadai dan
ekonomis. Untuk itu, dibutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani
beban berupa lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut.
Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus,
yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban
lalu lintas. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali,
sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal, semen. Dari segi jenis bahan
pengikat yang dipergunakan dikenal sebagai perkerasan lentur dan perkerasan kaku .
Bagian perkerasan umunya terdiri dari lapis pondasi bawah (sub base course), lapis
pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas. Lapisan tersebut
berfungsi sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas
tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan, sebagai lapisan kedap air, sebagai
lapisan aus, menahan gaya geser dari beban roda dan memberikan suatu bagian
permukaan yang rata.
Lapisan pondasi atas merupakan lapisan perkerasan yang terletak anatara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas adalah bantalan
terhadap lapisan permukaan, sebagai bagaian perkerasan yang menahan gaya lintang
dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, sebagai lapisan
presepan untuk lapisan pondasi bawah.
Lapisan pondasi bawah adalah bagian konstruksi perkerasan yang terletak antara
tanah dasar (sub grade) dan pondasi atas. Fungsi dari Lapis Pondasi Bawah adalah
untuk mendukung dan menyebarkan beban roda, sebagai lapis perkerasan, mencegah
tanah dasar masuk ke lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah
galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan
dasar untuk perletakkan bagian-bagian perkerasan.
Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan
mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah
dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari
lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan
tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan
mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walupun terdapat
perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah di lokasi pekerjaan. Daya dukung tanah
dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari
pemeriksaan CBR, pembebanan pelat uji dan sebagainya.
Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah
dasar. Di Indonesia daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan
lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standart berupa batu
pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.
Nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada proses prhitungan perencanaan tebal
perkerasan lentur jalan raya dengan SKBI -2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar.
5.4.1 Data Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (Flexsible Pavement) Jalan Medan
Tuntungan – Bandar Baru
Diketahui :
 Sistem Jaringan Jalan : Primer
 Fungsi Jalan : Kolektor
 Pertumbuhan Lalu Lintas : 5% tahun
 Curah Hujan : 2808 mm3/tahun
 Lebar Perkerasan : 2/2 UD dengan lebar = 5 m per lajur

Jenis dan Tebal Lapisan Perkerasan


 Jenis Permukaan : Lapis Aspal Beton (LASTON)
 Base Course : Batu Pecah Kelas A
 Sub Base Course : Sirtu Kelas B

1. Lalu Lintas Harian Rata – rata(LHR) Tahun 2019

LHR
Golongan
Volume Volume Volume
VCR
(Kendaraan/Hari) (Kendaraan/Jam) (Kendaraan/Hari)
Kendaraan Ringan 37293 1554 1554
Kendaraan Berat 9706 404 485
0.85
Sepeda Motor 23661 986 246
Total 70659 2944 2286
2. LHR rencana 20 Tahun (Kendaraan/hari)

LHR RENCANA 20 TAHUN


JENIS KENDARAAN RUMUS LHR RENCANA 20 TAHUN
Kendaraan Ringan 37293*(1+0,05)^20 98949

Kendaraan Berat 9706*(1+0,05)^20 25752

Sepeda Motor 23661*(1+0,05)^20 62778

3. Angka Ekivalen (E)


Kenadaraan Ringan 0,0004
Kendaraan Berat 1,3195
Sepeda Motor 0,0002

4. Koefisien Distribusi Keadaan (C)


 Kendaraan Ringan = 0,5
 Kendaraan Berat = 0,5
 Sepeda Motor = 0,5

5. Lalu Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)


LEP = LHR2019 x C x E
Kenadaraan Ringan 7,4586
Kendaraan Berat 6403,203625
Sepeda Motor 2,36605
kend
Total ( /hari/2 arah ) 6413.028275

6. Lalu Lintas Ekivalen Akhir (LEA)


Kenadaraan Ringan 19,7898
Kendaraan Berat 1698,9
Sepeda Motor 6,2778
Total ( kend/hari/2 arah ) 17021.9510

7. Lalu Lintas Ekivalen Tengah (LET)


LET = (LEP+LEA)/2

= 23434.9793 kend/hari/2 arah


8. Lalu Lintas Ekivalen Rencana (LER) 20 Tahun

LER = LET x FP, dimana FP = UR/10 = 20/10 = 2


LER = LET x FP
= 23434.9793 x 2
=46869.95863 kend/hari/2 arah.

9. Nilai ITP
Dik :
 CBR = 6,693013067 %
 DDT = 5,2 %
 FR (curah hujan ditetapkan 2808 mm3/tahun) = 1,5
 Ipt (LER > 1000 ; klasifikasi jalan = kolektor) = 2,0 – 2,5
 Ipo (LASTON) = 3,9 - 3,5
Maka, dari data di atas didapat nilai ITP = 13
(Grafik Nomogram 2)

10. Tebal Perkerasan


Untuk koefisien kekuatan relative

Nilai DDT dari suatu harga CBR juga dapat


ditentukan dengan rumus :

DDT = 1,6649 – 4,3592 log (CBR)


= 1,6649 – 4,3592 log (6,693013067)
= 5,26394996
11. Tebal Perkerasan
Untuk koefisien kekuatan relative

 Aspal Beton (LASTON) = 0,41 (a1)


 Batu Pecah Kelas A = 0,14 (a2)
 Sirtu Kelas B = 0,13 (a3)
 Lapis permukaan dengan ITP = 13 cm
diambil D1 = 10 cm

 Lapis pondasi dengan ITP = 13 cm


diambil D2 = 25 cm

 Lapis pondasi dengan ITP = 13 cm


diambil D3 =?

Maka untuk dapat menghitung D3 dengan cara :


ITP = (a1*D1) + (a2*D2) + (a3*D3)
13 = (0,41*10) + (0,14*25) + (0,13*D3)
0,13*D3 = 13 – (4,1 +3,5)
D = 7,6 / 0,13
= 58,46 cm diambil 58 cm
AC-WC 4 CM

AC-BC 6 CM

BASE KELAS A 25 CM

SUB BASE 58 CM

Gambar 5.1 Rencana Struktur Perkerasan Jalan Tuntungan – Bandar Baru

Anda mungkin juga menyukai