TUGAS TERSTRUKTUR
diajukan untuk memenuhi mata kuliah Perancangan Bangunan Sipil yang diampu
oleh Dr. Juang Akbardin, S.T., M.T
Oleh :
Jimmy 1607634
Muthiah Munadiya 1602545
Putri Ayu Septiani 1606129
Agung Aditia Pratama 1606970
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Pada tugas ini, penulis
membahas mengenai Perencanaan Interchange Diamond Dengan Kanalisasi. Tidak
lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada,
1. Dr. Juang Akbardin, S.T., M.T selaku Dosen mata kuliah Perancangan
Bangunan Sipil
2. Teman dan Orang Tua.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, mohon maaf apabila dalam
penulisan tugas ini banyak kesalahan. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.3 Tujuan 2
BAB IV PENUTUP 58
4.1 Kesimpulan 59
4.2 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 62
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.16. Rentang peluang antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS)
19
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan raya adalah suatu lajur tanah yang disediakan khusus untuk sarana atau
prasarana, perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk melayani
kelancaran arus lalu lintas. Sarana prasarana perhubungan tersebut meliputi semua
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi pelayanan arus lalu lintas, guna untuk memindahkan orang dan
barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Simpang merupakan zona tempat terjadinya konflik pertemuan arah kendaraan dan
memastikan menurunnya kinerja simpang diantaranya penurunan kecepatan,
peningkatan tundaan dan antrian kendaraan yang mengakibatkan naiknya biaya
operasional suatu kendaraan dan juga berpengaruh terhadap lingkungan. Ada
empat variabel sebagai parameter untuk mengukur kinerja jalan simpang tak
bersinyal yaitu; kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, dan peluang antrean.
Perempatan adalah area sentral titik bertemunya konflik lalu lintas kendaraan yang
satu dengan lainnya. Simpang perempatan memiliki laju tingkat kepadatan cukup
besar di saat pagi, siang, dan sore. Tingkat laju kendaraan mobil, motor, kendaraan
berat diperlambat karena harus menunggu manuver kendaraan yang melewati arah
kemudian berpindah arah tempat dan mengambil arah yang baru. Resiko dari
konflik lalu lintas yang terjadi dititik pertemuan apabila tidak memiliki pengatur
seperti rambu, tanda peringatan maka akan berakibat pada resiko kecelakaan.
Sebagai jalur sibuk maka perlu diperhatikan aktivitas daerah titik pertemuan.
Penandaan jalan harus jelas sehingga rasio angka kemacetan akan menurun. Hal ini
perlu peninjauan secara jelas mengingat kapasitas kendaraan didaerah tersebut
sangat padat pada jam tertentu. Mengenai simpang jalan biasanya arus yang
melewati simpang jalan sangat padat. Waktu tunggu yang begitu panjang membuat
pengemudi atau pengendara motor harus tahu kapan waktu mengambil peluang
setelah antrian kendaraan lainnya serta peluang berhenti dan melewatkan
kendaraan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dengan laju lalu lintas di interchange diamond ?
5
2. Bagaimana dengan geometri jalan pada interchange diamond ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui laju lalu lintas di interchange diamond
2. Untuk geometri jalan pada interchange diamond
6
BAB II
LANDASAN TEORI
7
Perencanaan simpang tak bersinyal ini mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) Tahun 1997.Metoda yang diuraikan dalam manual berdasarkan
empiris, hasilnya sebaiknya selalu diperiksa dengan penilaian teknik lalu-lintas
yang baik.Hal ini sangat penting khususnya apabila metoda digunakan di luar batas
nilai variasi dari variabel dalam data empiris.Batas nilai ini ditunjukkan pada Tabel
di bawah ini. Penggunaan data tersebut akan menyebabkan kesalahan perkiraan
kapasitas yang biasanya kurang dari ± 20%.
Tabel 2.7.Batas nilai variasi dalam data empiris untuk variabel-variabel masukan
(berdasarkan perhitungan dalam kendaraan).
4-lengan 3-lengan
Variabel
Min. Rata-2 Maks. Min. Rata-2 Maks.
Lebar masuk 3.5 5.4 9.1 3.5 4.9 7
Rasio belok-kiri 0.1 0.17 0.29 0.06 0.26 0.5
Rasio belok-kanan 0 0.13 0.26 0.09 0.29 0.51
Rasio arus jalan
simpang 0.27 0.38 0.5 0.15 0.29 0.41
%-kend ringan 29 56 75 34 56 78
%-kend berat 1 3 7 1 5 10
%-sepeda motor 19 33 67 15 32 54
Rasio kend tak
bermotor 0.01 0.08 0.22 0.01 0.07 0.25
Sumber : MKJI 1997
Metoda ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak
pada alinyemen datar dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0,8 - 0,9.
Pada kebutuhan lalulintas yang lebih tinggi perilaku lalu-lintas menjadi lebih
agresif dan ada risiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh para
pengemudi yang berebut ruang terbatas pada daerah konflik.
Metoda ini diturunkan dari lokasi-lokasi, yang mempunyai perilaku lalu-lintas
Indonesia yang diamati pada simpang tak bersinyal. Apabila perilaku ini berubah,
misalnya karena pemasangan dan pelaksanaan rambu lalu-lintas BERHENTI atau
BERI JALAN pada simpang tak bersinyal, atau melalui penegakan aturan hak jalan
8
lebih dulu dari kiri (undang-undang lalu-lintas yang ada), maka metoda ini akan
menjadi kurang sesuai.
2. Prosedur Perhitungan Simpang Tak Bersinyal
Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), perhitungan simpang tak bersinyal
dapat diisikan pada formulir-formulir yang sudah disediakan. Adapun formulir-
formulir tersebut yaitu :
USIG-I Geometrik, Arus Lalu-Lintas
USIG-II Analisa:
Lebar pendekat dan tipe simpang
Kapasitas
Perilaku lalu-lintas
3. Data Masukan
1. Geometrik
Informasi kondisi geometrik disajikan dengan sketsa pola geometrik yang
digambarkan pada Formulir USIG-I, seperti contoh pada gambar di bawah. Nama
jalan minor dan utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana
juga nama pilihan dari alternatif rencana. Untuk orientasi sketsa sebaiknya juga
memuat panah penunjuk arah.
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang, misalnya
jalan dengan klasifikasi fungsionil tertinggi.Untuk simpang 3-lengan, jalan yang
menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor sebaiknya diberi notasi A dan C,
pendekat jalan utama diberi notasi B dan D. Pemberian notasi dibuat searah jarum
jam.
Sketsa sebaiknya memberikan gambaran yang baik dari suatu simpang mengenai
informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Jika median cukup lebar
sehingga memungkinkan melintasi simpang dalam dua tahap dengan berhenti di
tengah (biasanya3 m), kotak di bagian bawah sketsa dicatat sebagai "Lebar", jika
tidak dicatat "Sempit" atau "Tidak ada" (jika tidak ada).Informasi dalam sketsa
digunakan pada Formulir USIG-II sebagai data masukan untuk analisa kapasitas.
9
Gambar 2.11. Contoh Sketsa Data Masukan Geometrik
2. Arus Lalu Lintas
Situasi lalu-lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut Arus Jam
Rencana, atau Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang
sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan).
Nama pilihan alternatif lalu-lintas dapat dimasukkan.
Data masukan untuk kondisi lalu-lintas terdiri dari empat bagian, yang dimasukkan
ke dalam Formulir USIG-I sebagaimana diuraikan di bawah:
Periode dan soal (alternatif), dimasukkan pada sudut kanan atas Formulir USIG-I.
Sketsa arus lalu-lintas menggambarkan berbagai gerakan dan arus lalu-lintas. Arus
sebaiknya diberikan dalam kend/jam. Jika arus diberikan dalam LHRT faktor-k
untuk konversi menjadi arus per jam harus juga dicatat dalam formulir pada Baris
1, Kolom 12.
Komposisi lalu-lintas (%) dicatat pada Baris 1.
Arus kendaraan tak-bermotor dicatat pada Kolom 12.
Sketsa arus lalu-lintas memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari yang
diperlukan untuk analisa simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal
pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan. Sketsa sebaiknya
menunjukan gerakan lalu-lintas bermotor dan tak bermotor (kend/jam) pada
pendekat ALT, AST, ART dan seterusnya.Satuan arus, kend/jam atau LHRT, diberi
tanda dalam formulir, seperti contoh gambar di bawah.
10
Gambar 2.12. Contoh Sketsa Arus Lalu Lintas
Data lingkungan berikut diperlukan untuk perhitungan dan harus diisikan dalam
kotak di bagian kanan atas Formulir USIG-II ANALISA.
Kelas ukuran kota
Tabel 8.Kelas Ukuran Kota
Ukuran Kota Jumlah Penduduk (Juta)
Sangat Kecil < 0,1
Kecil 0,1 - 0,5
Sedang 1,0 – 3,0
Sangat Besar > 3,0
11
kendaraan
Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi
Pemukiman
pejalan kaki dan kendaraan
Akses Tanpa jalan masuk atau jalan jalan masuk terbatas (misalnya karena
Terbatas adanya penghalang fisik, jalan samping, dsb)
13
DS = Q TOT/C,
dimana:
QTOT = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10.
C = Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28.
2. Tundaan
Tundaan lalu-lintas simpang (DTI)
Tundaan lalu-lintas simpang adalah tundaan lalu-lintas, rata-rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk simpang.DT, ditentukan dari kurva empiris antara
DT, clan DS, lihat gambar di bawah ini.
14
Gambar 2.15. Tundaan lalu-lintas utama vs Derajat Kejenuhan
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan dari formulir USIG-II, kolom
31.Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom. 33.
Penentuan tundaan lalu-lintas jalan minor (DT.)
Tundaan lalu-lintas jalan minor rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang
rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
DTMI = ( QTOT × DTI - QMA× DT MA)/QMI
Variabel masukan adalah arus total QTOT (Bsmp/jam) dari formulir USIG-I kol.10
baris 23, tundaan lalu-lintas simpang DTIdan formulir USIG-II kol. 32, Arus jalan
utama QMAdariformulir USIG-I kol.10 baris 19, tundaan lalu-lintas jalan utama
DTdari formulir USIG-IIkol 33, dan arus jalan minor QMIdari formulir USIG-I
kol.10 baris 10.Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom 34.
Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan
bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari rumus berikut
Untuk DS < 1,0
DG = (1- DS) × (PT × 6 + (1- P T) × 3) + DS × 4 (det/smp)
Untuk DS P 1,0: DG = 4
dimana
DG = Tundaan geometrik simpang
DS = Derajat kejenuhan (Form USIG-II Kolom 31)
15
PT = Rasio belok total. ( Form USIG-I Kolom 11, Baris 23.)
Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom 35.
Tundaan simpang (D)
Tundaan simpang dihitung sebagai berikut
D = DG + DTI (det/smp)
dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang (Form USIG-II, Kolom 35)
DTI = Tundaan lalu-lintas simpang (Form USIG-II, Kolom 32)
Masukkan hasilnya dalam Form USIG-II Kolom 36.
3. Peluang Antrian
Rentang-nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang
antrian dan derajat kejenuhan, lihat Gambar di bawah.Variabel masukan adalah
derajat kejenuhan dari langkah sebelumnya.Hasilnya dicatat pada Formulir USIG-
II, Kolom 35.
Gambar 2.16. Rentang peluang antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS)
4. Penilaian Perilaku Lalu Lintas
Manual ini terutama direncanakan untuk memperkirakan kapasitas dan perilaku
lalu-lintas pada kondisi tertentu berkaitan dengan rencana geometrik jalan, lalu-
lintas dan lingkungan.Karena hasilnya biasanya tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, mungkin diperlukan beberapa perbaikan dengan pengetahuan para ahli
lalu-lintas, terutama kondisi geometrik, untuk memperoleh perilaku lalu-lintas yang
diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaan dan sebagainya.Sasaran yang
16
dipilih diisikan dalam Formulir USIG-II, Kolom 38. Cara yang paling cepat untuk
menilai hasil adalah dengan melihat derajat kejenuhan (DS) untuk kondisi yang
diamati, dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu-lintas tahunan dan
"umur" fungsional yang diinginkan dari simpang tersebut. Jika nilai DS yang
diperoleh terlalu tinggi (> 0,75), pengguna manual mungkin ingin merubah
anggapan yang berkaitan dengan lebar pendekat dan sebagainya, dan membuat
perhitungan yang baru. Hal ini akan membutuhkan formulir yang baru dengan soal
yang baru. Penilaian tentang perhitungan ini dimasukkan dalam Formulir USIG-II,
Kolom 39.
2.2 Geometrik Jalan Raya
Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter
perencanaan seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume dan kapasitas
jalan, dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan tersebut. Parameter –
parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang
dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.
2.2.1 Penentuan Centre Line
Dalam menentukan centre line kita akan menghadapi beberapa persoalan
diantaranya mengenai bentuk dari permukaan alam yang tidak teratur, turun naik
kemudian keadaan tanah dasar dan lain sebagainya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan centreline
diantaranya :
Garis centre line dibuat sependek mungkin.
Route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transis.
Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan
sepanjang – panjangnya. ( 3,5 cm pada gambar dengan skala 1 : 10.000).
Besar sudut belok disesuaikan dengan kecepatan rencana.
Perbandingan galian dan timbunan 1 : 1 s/d 1 : 3.
Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan
dua tempat adalah merupakan garis lurus, tetapi dalam hai ini tidak mungkin untuk
membuat centre line selurus – lurusnya karena banyak menghadapi rintangan –
rintangan yang berupa bukit, lembah, sungai yang sukar dilalui, maka trase jalan
17
dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan
pemakai jalan.
18
ditambah busur peralihan (spiral – circle – spiral), busur peralihan saja (spiral–
spiral), ataupun busur lingkaran saja (circle).
19
terletaklebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk elevasi yang terletak
lebih rendah dari sumbu jalan.
20
3
Vr.1000
Lsmin 0,022
360 V.K
2,272
R C
dimana :
Ls = panjang spiral (m)
v = kecepatan rencana (km/jam)
R = jari – jari circle (m)
C = perubahan kecepatan(m/det3) dianjurkan harga C= 0,4 m/det3
k = superelevasi
Jari – jari circle yang diambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan
kecepatan rencana yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya kemiringan
tikungan yang melebihi harga maksimum. Kemiringan tikungan maksimum
dibedakan antara jalan untuk antar kota (maksimum = 0,10) dan untuk jalan kota
(maksimum = 0,08).
Besarnya jari – jari lengkung minimum berdasarkan rumus :
Vr2
R
127(e fm)
21
Es = (R + p) × cos ½ - R(m)
Lc = panjang lengkung circle(m)
e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)
v = kecepatan rencana (km/jam)
Ls Δc
2θs x360 .2π2π.
2.π.R Lc = 360
’ = - 2s L = Lc + 2.L
2.2.6.2 Circle
Batasan yang dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan
bentuk circle adalah sebagai berikut :
Rumus umum :
Data :
PI.Sta = nomor stasiun
22
d = jarak PI ke PI yang lain(m)
V = (ditetapkan)(km/jam)
= (diukur dari gambar)(derajat)
R = (ditetapkan)(m)
T = R × tg ½ (m)
E = T × tg ¼ (m)
L = 0,01744 × × R(m)
e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)
23
P = p* . Ls
K = k* .Ls
24
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau
melalui tepidalam masing – masing perkersan untuk jalan dengan median.
Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan.
Penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan, seperti :
Kondisi tanah dasar
Keadaan medan
Fungsi jalan
Muka air banjir
Muka air tanah
2.2.10 Lengkung Vertikal
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan
secara berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya.
Lengkung vertikal disebut cembung apabila titik perpotongan antara kedua tangen
yang bersangkutan (PPV) ada di atas permukaan jalan.
Lengkung vertikal disebut cekung apabila titik perpotongan antara kedua tangen
yang bersangkutan (PPV) ada di bawah permukaan jalan.
Jenis-jenis lengkung vertikal ialah sebagai berikut :
a) Busur lingkaran
b) Parabola sederhana
c) Parabola tingkat tiga
d) Spiral
Pada umumnya di Indonesia menggunakan lengkung parabola sederhana
untuk lengkung vertikal cembung maupun cekung.
Rumus umum
A1 = (+ a ) – (– b)
A2 = (+ c ) – (– b)
A.Lv
Ev
800
25
2
x
y .E A .x2
Lv v 200Lv
1
2
Dimana :
Ev = pergeseran vertikal (m)
x = jarak horizontal dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV (m)
y = panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan (m)
Lv = jarak horizontal antara PLV dan PTV, disebut panjang lengkung (m)
A = perbedaan aljabar landai jalan (persen (%) )
Dalam perencanaan lengkung vertikal, biasanya elevasi PPV telah
ditentukan terlebih dahulu, kemudian baru dihitung harga – harga sebagai berikut
• Panjang Lv
• Pergeseran vertikal Ev
• Elevasi dari permukaan rencana jalan tepat dibawah atau di atas PPV
• Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV
• Elevasi dari permukaan rencana jalan PLV, PPV dan PTV yang diambil
pada setiap nomor – nomor stasiun yang tersebut dalam alinyemen horizontal.
Data :
PPVI. Sta = nomor stasiun
A.Lv
Elev = elevasi PPVI (m) Ev = 800 (m)
26
27
BAB III
PEMBAHASAN
28
SIMPANG TAK BERSINYAL Tanggal : Ditangani Oleh :
Formulir USIG-I Kota : Bandung Propinsi :
Geometri Jalan Utama : D& B Periode :
Arus Lalu Lintas Jalan Minor : A&C
Soal :
Geometri Simpang Arus Lalu Lintas (kend/jam)
A
U
D B
Bahu
Jalan
Tanpa kereb
C
Median jalan utama L
Komposisi Lalu Lintas LV % 0.50 HV % 0.300 MC % 0.20 Faktor-smp 0.99 Faktor-k 0.08
Kendaraan ringan LV Kendaraan berat HV Sepeda motor MC Kendaraan bermotor total MV Kend. tak
Arus Lalu
No Arah emp = 1 emp = 1,3 emp = 0,5 bermotor UM
Lintas kend/jam kend/jam kend/jam kend/jam smp/jam Rasio belok
smp/jam smp/jam smp/jam kend/jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Jl. Minor A LT 380.03 380.03 175.40 228.02 304.02 152.01 859.44 760.05 0.43
2 ST 506.70 506.70 233.86 304.02 405.36 202.68 1145.92 1013.40 0.43
3 Total 886.73 886.73 409.26 532.04 709.38 354.69 2005.36 1773.45
4 Jl. Minor C LT 380.03 380.03 175.40 228.02 304.02 152.01 859.44 760.05 0.43
5 ST 506.70 506.70 233.86 304.02 405.36 202.68 1145.92 1013.40 0.43
6 Total 886.73 886.73 409.26 532.04 709.38 354.69 2005.36 1773.45
7 Jl. Minor T otal A+C 1773.45 1773.45 818.52 1064.07 1418.76 709.38 4010.73 3546.90
8 Jl.Mayor B LT 770.025 770.03 355.40 462.02 616.02 308.01 1741.44 1540.05 0.47
9 ST 1026.7 1026.70 233.86 304.02 821.36 410.68 2081.92 1741.40 0.46
10 Total 1796.73 1796.73 589.26 766.04 1437.38 718.69 3823.36 3281.45
11 Jl.Mayor D LT 770.03 770.03 355.40 462.02 616.02 308.01 1741.44 1540.05 0.47
12 ST 1026.70 1026.70 233.86 304.02 821.36 410.68 2081.92 1741.40 0.46
13 Total 1796.73 1796.73 589.26 766.04 1437.38 718.69 3823.36 3281.45
14 Jl.Mayor B + D 3593.45 3593.45 1178.52 1532.07 2874.76 1437.38 7646.73 6562.90
15 Mayor + Minor LT 2300.10 2300.10 1061.58 1380.06 1840.08 920.04 5201.76 4600.20 0.46
16 ST 3066.80 3066.80 935.45 1216.08 2453.44 1226.72 6455.69 5509.60 0.45
17 Mayor + Minor Total 5366.90 5366.90 1997.03 2596.14 4293.52 2146.76 11657.45 10109.80 0.90
18 Rasio Jl.Minor/(Jl.Mayor+minor) total
29 0.35 UM/MV
SIMPANG TAK BERSINYAL Tanggal : Ditangani Oleh :
Formulir USIG-II Kota : Bandung Ukuran Kota : >3 Juta
Geometri Jalan Utama : D& B Lingkungan Jalan : Res
Arus Lalu Lintas Jalan Minor : A&C Hambatan Samping : Sedang
Soal : Periode :
1. Lebar pendekat dan tipe samping
Lebar pendekat Jumlah lajur
Jumlah Tipe
Lebar pendekat
lengan Jalan Minor Jalan mayor Jalan Jalan simpan
Pilihan rata-rata
simpang minor mayor g
WA WC W AC WB WD W BD WI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 4 4.00 4.00 4.00 8.00 8.00 8.00 6.00 2 4 424
2 4 4.00 4.00 4.00 12.00 12.00 12.00 8.00 2 4 424
3 4 10.00 10.00 10.00 18.00 18.00 18.00 14.00 4 4 424
4 4 10.00 10.00 10.00 18.00 18.00 18.00 14.00 4 4 444
9 4
2. Kapasitas
Kapasitas Faktor penyesuian kapasitas (F)
Dasar Lebar pendekat Median Ukuran Belok Rasio Kapasitas
Hambatan samping Belok kiri
Pilihan Co rata-rata jalan utama kota kanan minor/total
smp/jam FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI C
20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 3400.00 1.054 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 0.88 6357.13
2 3400.00 1.202 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 0.88 7249.79
3 3400.00 1.646 1.20 1.05 0.97 1.60 1.00 1.25 13679.86
4 3400.00 1.646 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 1.25 14102.95
3. Perilaku lalu-lintas
Arus lalu Tundaan lalu- Tundaan Tundaan
Derajat Tundaan
lintas lintas lalu lintas Tundaan lalu lintas Jl.Minor geometrik Peluang antrian
kejenuhan simpang Sasaran
Pilihan Q simpang Jl.Mayor simpang
smp/jam DS DTI DMA DMI DG D QP %
30 31 32 33 34 35 36 37 38
1 10109.80 1.59 -19.60 -22.17 -30.16 4.00 -15.60 109 241 DS>0.75
2 10109.80 1.39 -98.72 356.29 -1802.74 4.00 -94.72 81 172 DS>0.75
30
Perhitungan Geometrik Jalan Raya
Vr 2 40 2
Rmin 47.362 m
127(e f ) 127(0,10 0.166)
Karena pada kecepatan Vr= 40 km/jam Rsyarat = 180 - 300 (daftar 18,
hal 94), Maka diambil Rdesain = 250 m, dengan bentuk tikungan Sp – Cr – Sp.
Elemen yang dihitung :
a). Panjang TS d). Panjang L
b). Panjang LC e). Panjang LS
c). Panjang ES
Ls 3 120 3
x Ls 120 119,309 m
40.R 2 40.250
2
Ls 2 1202
y 9,6m
6.R 6.250
K * x R sin 119,309 250.sin 13,710 59,88 m
P* y R(1 cos ) 9,6 250(1 cos13,7510 ) 2,43 m
Maka diperoleh :
Ts1 = (R + P*) tg ½ + K*
= (250 +2,43) tg ½ 35,89+ 59,88
= 141,631 m
( R P*) (250 2,43)
Es1 R 250 15,341m
cos 12 cos 12 35,890
Lc = 0,01744 . ’ . R
= 0,01744 . 8,386 . 250 = 36,563m
L = Lc + 2Ls = 36,243 + 2.120 = 276,5629 m
Kontrol : L <2Ts
276,5629 m < 283,263 OK...!!!
Vr 2 602
Rmin 112,041m
127(e f ) 127(0,10 0,153)
Karena pada kecepatan Vr= 60 km/jam Rsyarat = 300-700 (daftar 18, hal 94),
Maka diambil Rdesain = 425 m, dengan bentuk tikungan Sp – Cr – Sp.
Elemen yang dihitung :
a). Panjang TS d). Panjang L
b). Panjang LC e). Panjang LS
c). Panjang ES
Lsmin = 𝑉𝑟 . 𝑇 = 0,01389 m
3,6
Ls 2 1402
y 7,686 m
6.R 6.425
K * x R sin 139,620 425.sin 9,4370 64,94m
P* y R(1 cos ) 7,5 425(1 cos 9,4370 ) 1,93m
Maka diperoleh :
Ts2 = (R + P*) tg ½ + K*
= (425+1,93) tg ½ 22,9851 + 64,94
= 156,739 m
( R P*) (425 1,93)
Es2 R 425 10,669m.
cos 12 cos 12 22,9851
Lc = 0,01744 . ’ . R
= 0,01744 x 4,110 x 425 = 30,472 m.
L = Lc + 2Ls = 30,472 + 2.140 = 310,472 m
Kontrol : L <2Ts
310,472 m < 313,478 m OK...!!!
Kontrol panjang tangen
Data PI1 → L1 =276,563 m d2 = 547,239 m
Data PI2 → L2 =310,472 m
Td R 2 A(2 P A) R
Vr
z 0,105
R
Dimana :
b’ = Lebar tambahan perkerasan pada tikungan.
Td = Lebar tambahan akibat tonjolan depan mobil.
n = jumlah jalur ( direncanakan 2 jalur ).
R = Jari – jari.
P = Jarak gandar ( untuk kendaraan jenis Su, P = 6,09 m )(daftar 18, hal
103).
A = Panjang tonjolan depan ( untuk jenis Su, A = 1,218m )(daftar 18, hal
103.
z = Lebar tambahan untuk mengimbangi pergeseran roda akibat
kelalaian pengemudi.
Tikungan PI1
Vr 40
z 0,105 0,105 0,265m
R 250
Td R 2 A2 P A R 250 2 1,218(2.6,09 1,218) 250 0,032m
b' n( R R 2 P 2 ) (n 1).Td z
b' 2(250 250 2 6,09 2 ) (2 1)0,032 0,265 0,447m
Tikungan PI2
Vr 60
z 0,105 0,105 0,3055 m
R 425
Td R 2 A2 P A R 425 2 1,218(2.6,09 1,218) 425 0,0192m
b' n( R R 2 P 2 ) (n 1).Td z
b' 2(425 425 2 6,09 2 ) (2 1)0,0192 0,3055 0,412m
Perhitungan Superelevasi
Data – data yang didapat :
TIKUNGAN P11
Tikungan PI2
Gambar 4.5 Diagram Superelevasi
hn = en . ½ (B+b)
= 0,029. ½ (7+0,412)
= 0,107
hm = em . ½ (B + b’)
= 0,059 . ½ (7+0,412)
= 0,219
hm’ = em . ½ (B + b’)
= 0,059. ½ (7+0,412)
= 0,219
en.Ls 0,029 x140
a 46,13m
en em 0,029 0,059
Kontrol :
Ls – ( 2.a ) > a
47,723 m > 46,13 m… Ok !!
Syarat Nyaman
en em 1
S x ( B b' ) S ' 0.0063
LS 160
0,029 0,059
S x(7 0,412) 0,0063
140
S 0.0047 0.0063 OK ( nyaman )
Syarat Aman
hn hm'
emax x100% emax data
B b'
0,107 0,219
emax x100% 10%
7 0,412
emax 4,4% 10%
OK ( aman )
Titik Stasioning
Tikungan PI1
Sta A = 0 + 0,00
Sta PI1 = Sta A + d1 = 164,43 m
Sta TS1 = Sta PI1 – TS1 = 22,8 m
Sta SC1 = Sta TS1 + Ls1 = 142,8 m
Sta CS1 = Sta SC1 + Lc1 = 179,36 m
Sta ST1 = Sta CS1 + Ls1 = 299,36 m
Tikungan PI2
Sta A = 0 + 0,00
Sta PI1 = 164,43 m
Sta PI2 = Sta ST1 + d2 – TS1 = 704,97 m
Sta TS2 = Sta PI2 – TS2 = 548,23 m
Sta SC2 = Sta TS2 + Ls2 = 688,23 m
Sta CS2 = Sta SC2 + Lc2 = 718,70 m
Sta ST2 = Sta CS2 + Ls2 = 858,70 m
Kontrol Stationing
∑𝑑−𝑆𝑡𝑎.𝐵
X =( ) 𝑥100% < 3%
∑𝑑
1270,92−1256,61
=( ) 𝑥100% < 3%
1270,92
= 1,126 % < 3% 𝑶𝑲 … ‼!
Tikungan PI2
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr1= 60 km/jam ; dengan landai maksimum 7% ( jalan naik ) (Lampiran
01, Geometrik Jalan Raya:materi perkulihan spl.541)
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 60 = 3,68 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 60 = 9,44 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 60 km/jam = 2,268
km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
= 0,278 x 3,68 { 60 – 15 + ( ½ x 2,268 x 3,68}
= 50,31 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,46 m
d3 = 70 m untuk Vr = 60 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 157,46
= 104,97 m
d = 50,31 + 157,46 + 60 + 104,97 = 372,74 m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 380 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 382,74 m > dmin = 380 m
diambil d = 400 m
untuk jarak pandang henti karena nilaiShenti = 110 m < L2=310,472 m, maka
digunakan nilai m dicari dengan rumus :
90.S
m ( R(1 cos )
R
90 x90
m (425(1 cos ) 3,55 m ( jarak pandang henti)
x425
pada perencanaan ini digunakan jarak pandang Henti, karena jika menggunakan
jarak pandang menyiap tidak memenuhi syarat.
PPV2
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr2 = 60 km/jam
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 60 = 3,68 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 60 = 9,44 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 60 km/jam = 2,268 km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
= 0,278 x 3,68 { 60 – 25 + ( ½ x 2,268 x 3,68}
= 50,31 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,46 m
d3 = 60 m untuk Vr = 60 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 157,46
= 104,97 m
d = 50,31 + 157,46 + 60 + 104,97 = 372,74m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 380 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 372,74 m < dmin = 380 m
diambil d = 400 m
Perhitungan Jarak Pandang Henti
Vr2 = 60 km/jam ; Landai maks = 7%
t = 2,5 menurut ASSHTO 1990
fm = 0,330 , dari tabel daftar 20 panjang jarak henti
Vr 2
dp = 0,278 . Vr . t + 254. fm L
60 2
84,613m
dp = 0,278 . 60 .2,5 + 254.0,330 0,07
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 75 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 84,613 m > dmin = 75 m, maka diambil dp = 110 m
maka pada perencanaan ini diambil untuk rencana Shenti = 110 m
Perhitungan Lengkung
Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung (PPV1)
A +700
Ev = 0,38
PPV + 693
207,502 m
d). Perhitungan elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan di Daerah Lengkung
Contoh Perhitungan :
1
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1− 𝐿𝑉
2
PLV = elevasi A + ( x beda tinggi A- PPV1) =694,35 m
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1
𝑥1
Titik 1 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,18 m
𝐿𝑉
2
𝑥2
Titik 2 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,01 m
𝐿𝑉
2
𝑥3
Titik 3 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,84 m
𝐿𝑉
2
𝑥4
Titik 4 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,67 m
𝐿𝑉
2
𝑥5
Titik 5 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) =693,51 m
𝐿𝑉
2
𝑥6
Titik 6 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,34 m
𝐿𝑉
2
𝑥7
Titik 7 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,17 m
𝐿𝑉
2
𝑥8
Titik 8 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,00 m
𝐿𝑉
2
PPV = 693,00 m
d ( A xi )
2
xi
ti xh Yi Ev
d ( A PPV ) 1 / 2 Lv
Tabel 5.3 Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Titik X Ti Yi Elv. Grade
PLV 0 694.35 0.00 694.35
1 5 694.18 0.01 694.19
2 10 694.01 0.02 694.04
3 15 693.84 0.05 693.90
4 20 693.67 0.10 693.77
5 25 693.51 0.15 693.65
6 30 693.34 0.21 693.55
7 35 693.17 0.29 693.46
8 40 693.00 0.38 693.38
Catatan : Perhitungan grade line dari titik PPV sampai dengan titik PTV, adalah
merupakan kebalikan dari keadaan titik PPV hingga PLV.
Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung (PPV2)
A +693
Ev = 1,61
PPV + 695
468,583 m
d). Perhitungan elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan di Daerah Lengkung
Contoh Perhitungan :
1
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1− 𝐿𝑉
2
PLV = elevasi A + ( x beda tinggi A- PPV1) = 694,33 m
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1
𝑥1
Titik 1 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,37 meter
𝐿𝑉
2
𝑥2
Titik 2 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,40 meter
𝐿𝑉
2
𝑥3
Titik 3 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,43 meter
𝐿𝑉
2
𝑥4
Titik 4 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,47 meter
𝐿𝑉
2
𝑥5
Titik 5 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,50 meter
𝐿𝑉
2
𝑥6
Titik 6 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,53 meter
𝐿𝑉
2
𝑥7
Titik 7 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,57 meter
𝐿𝑉
2
𝑥8
Titik 8 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,60 meter
𝐿𝑉
2
𝑥9
Titik 9 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,63 meter
𝐿𝑉
2
𝑥10
Titik 10 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,67 meter
𝐿𝑉
2
𝑥11
Titik 11 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,70 meter
𝐿𝑉
2
𝑥12
Titik 12 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,73 meter
𝐿𝑉
2
𝑥13
Titik 13 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,77 meter
𝐿𝑉
2
𝑥14
Titik 14 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,80 meter
𝐿𝑉
2
𝑥15
Titik 15 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,83 meter
𝐿𝑉
2
𝑥16
Titik 16 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,87 meter
𝐿𝑉
2
𝑥17
Titik 17 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,90 meter
𝐿𝑉
2
𝑥18
Titik 18 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,93 meter
𝐿𝑉
2
𝑥19
Titik 19 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,97 meter
𝐿𝑉
2
𝑥20
Titik 20 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 695,00 meter
𝐿𝑉
2
d ( A xi )
2
xi
ti xh Yi Ev
d ( A PPV ) 1 / 2 Lv
Tabel 5.6 Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Titik X Ti Yi Elv. Grade
PLV 0 694,33 0,00 694,33
1 5 694,37 0,00 694,37
2 10 694,40 0,02 694,42
3 15 694,43 0,04 694,47
4 20 694,47 0,06 694,53
5 25 694,50 0,10 694,60
6 30 694,53 0,14 694,68
7 35 694,57 0,20 694,76
8 40 694,60 0,26 694,86
9 45 694,63 0,33 694,96
10 50 694,67 0,40 695,07
11 55 694,70 0,49 695,19
12 60 694,73 0,58 695,31
13 65 694,77 0,68 695,45
14 70 694,80 0,79 695,59
15 75 694,83 0,91 695,74
16 80 694,87 1,03 695,90
17 85 694,90 1,16 696,06
18 90 694,93 1,30 696,24
19 95 694,97 1,45 696,42
20 100 695,00 1,61 696,61
Catatan : Perhitungan grade line dari titik PPV sampai dengan titik PTV, adalah
merupakan kebalikan dari keadaan titik PPV hingga PLV.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah menyelesaikan tugas terstruktur ini, penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
Pertigaan Simpang Tak Bersinyal
Volume Lalu Lintas :10.109,80 smp/jam
Tipe Simpang : 424
Kapasitas : 13.679,86
Derajat kejenuhan : 0.74
Agus, Supratman. 2002.Geometrik Jalan Raya. Teknik Sipil FPTK UPI: Bandung
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1970. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya No. 13/1970. Bina Marga: Jakarta
Sukiman, Silvia. 1994. Dasar-Dasar Perncanaan Geometrik Jalan Raya. Nova:
Bandung