Anda di halaman 1dari 64

PERENCANAAN INTERCHANGE DIAMOND TERKANALISASI

TUGAS TERSTRUKTUR
diajukan untuk memenuhi mata kuliah Perancangan Bangunan Sipil yang diampu
oleh Dr. Juang Akbardin, S.T., M.T

Oleh :
Jimmy 1607634
Muthiah Munadiya 1602545
Putri Ayu Septiani 1606129
Agung Aditia Pratama 1606970

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Pada tugas ini, penulis
membahas mengenai Perencanaan Interchange Diamond Dengan Kanalisasi. Tidak
lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada,
1. Dr. Juang Akbardin, S.T., M.T selaku Dosen mata kuliah Perancangan
Bangunan Sipil
2. Teman dan Orang Tua.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, mohon maaf apabila dalam
penulisan tugas ini banyak kesalahan. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Bandung, Januari 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II LANDASAN TEORI 3


2.1 Simpang Tak Bersinyal 7

2.2 Geometrik Jalan Raya 27

BAB III PEMBAHASAN 28

3.1 Perhitungan Lalu Lintas 28

3.2 Perhitungan Geometrik Jalan Raya 31

BAB IV PENUTUP 58

4.1 Kesimpulan 59

4.2 Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 62

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.11. Contoh Sketsa Data Masukan Geometrik 3

Gambar 2.12. Contoh Sketsa Arus Lalu Lintas 6

Gambar 2.13. Bagan Alir Perhitungan Kapasitas 7

Gambar 2.14. Tundaan lalu-lintas simpang vs Derajat Kejenuhan 11

Gambar 2.15. Tundaan lalu-lintas utama vs Derajat Kejenuhan 17

Gambar 2.16. Rentang peluang antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS)
19

Gambar 2.2 Kemiringan Melintang 20

Gambar 2.3 Spiral – Circle – Spiral 21

Gambar 2.4 Circle 25

Gambar 2.5 Spiral-spiral 26

Gambar 2.6 Lengkung Vertikal 27

Gambar 4.1 Spiral – Circle – Spiral 28

Gambar 4.2 Spiral – Circle – Spiral 31

Gambar 4.4 Diagram Superelevasi 33

Gambar 4.5 Diagram Superelevasi 40

Gambar 4.7 keadaan kemiringan di PI1 47

Gambar 4.8 keadaan kemiringan di PI2 48

Gambar 5.1 Lengkung Vertikal 50

Gambar 5.2 Lengkung Vertikal 56

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Kelas Ukuran Kota 3

Tabel 2.Tipe Lingkungan Jalan 6

Tabel 3. Kecapatan rencana 7

Tabel 4. Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cekung 17

Tabel 5. Perhitungan Elevasi Ketinggian Pada Landai Jalan 27

Tabel 6. Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung 29

Tabel 7. Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cekung 45

Tabel 8. Perhitungan Elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan 50

Tabel 9. Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung 62

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan raya adalah suatu lajur tanah yang disediakan khusus untuk sarana atau
prasarana, perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk melayani
kelancaran arus lalu lintas. Sarana prasarana perhubungan tersebut meliputi semua
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi pelayanan arus lalu lintas, guna untuk memindahkan orang dan
barang dari suatu tempat ke tempat lain.
Simpang merupakan zona tempat terjadinya konflik pertemuan arah kendaraan dan
memastikan menurunnya kinerja simpang diantaranya penurunan kecepatan,
peningkatan tundaan dan antrian kendaraan yang mengakibatkan naiknya biaya
operasional suatu kendaraan dan juga berpengaruh terhadap lingkungan. Ada
empat variabel sebagai parameter untuk mengukur kinerja jalan simpang tak
bersinyal yaitu; kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, dan peluang antrean.
Perempatan adalah area sentral titik bertemunya konflik lalu lintas kendaraan yang
satu dengan lainnya. Simpang perempatan memiliki laju tingkat kepadatan cukup
besar di saat pagi, siang, dan sore. Tingkat laju kendaraan mobil, motor, kendaraan
berat diperlambat karena harus menunggu manuver kendaraan yang melewati arah
kemudian berpindah arah tempat dan mengambil arah yang baru. Resiko dari
konflik lalu lintas yang terjadi dititik pertemuan apabila tidak memiliki pengatur
seperti rambu, tanda peringatan maka akan berakibat pada resiko kecelakaan.
Sebagai jalur sibuk maka perlu diperhatikan aktivitas daerah titik pertemuan.
Penandaan jalan harus jelas sehingga rasio angka kemacetan akan menurun. Hal ini
perlu peninjauan secara jelas mengingat kapasitas kendaraan didaerah tersebut
sangat padat pada jam tertentu. Mengenai simpang jalan biasanya arus yang
melewati simpang jalan sangat padat. Waktu tunggu yang begitu panjang membuat
pengemudi atau pengendara motor harus tahu kapan waktu mengambil peluang
setelah antrian kendaraan lainnya serta peluang berhenti dan melewatkan
kendaraan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dengan laju lalu lintas di interchange diamond ?

5
2. Bagaimana dengan geometri jalan pada interchange diamond ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui laju lalu lintas di interchange diamond
2. Untuk geometri jalan pada interchange diamond

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Simpang Tak Bersinyal


Simpang tak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan yang
tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.Pada umumnya simpang tak
bersinyal dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari sebelah kiri) digunakan di
daerah permukiman perkotaan dan daerah pedalaman untuk persimpangan antara
jalan lokal dengan arus lalu lintas rendah. Untuk persimpangan dengan kelas
dan/atau fungsi jalan yang berbeda, lalu-lintas pada jalan minor harus diatur dengan
tanda “yield” atau “stop”.
Simpang tak-bersinyal paling efektif apabila ukurannya kecil dan daerah konflik
lalu-lintasnya ditentukan dengan baik. Karena itu simpang ini sangat sesuai untuk
persimpangan antara jalan dua lajur tak-terbagi. Untuk persimpangan antara jalan
yang lebih besar, misalnya antara dua jalan empat lajur, penutupan daerah konflik
dapat terjadi dengan mudah sehingga menyebabkan gerakan lalu-lintas terganggu
sementara. Bahkan jika perilaku lalu-lintas simpang tak-bersinyal dalam tundaan
rata-rata selama periode waktu yang lebih lama lebih rendah dari tipe simpang yang
lain, simpang ini masih lebih disukai karena kapasitas tertentu dapat dipertahankan
meskipun pada keadaan lalu-lintas puncak.
Tingkat kecelakaan lalu-lintas pada simpang tak-bersinyal empat-lengan
diperkirakan sebesar 0,60 kecelakaan/juta kendaraan, dibandingkan dengan 0,43
pada simpang bersinyal dan 0,30 pada bundaran.
1. Prinsip Umum
Ukuran-ukuran kinerja berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu
sehubungan dengan geometri, lingkungan dan lalu-lintas dengan metoda yang
diuraikan dalam bab ini :
Kapasitas
Derajat kejenuhan
Tundaan
Peluang antrian

7
Perencanaan simpang tak bersinyal ini mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) Tahun 1997.Metoda yang diuraikan dalam manual berdasarkan
empiris, hasilnya sebaiknya selalu diperiksa dengan penilaian teknik lalu-lintas
yang baik.Hal ini sangat penting khususnya apabila metoda digunakan di luar batas
nilai variasi dari variabel dalam data empiris.Batas nilai ini ditunjukkan pada Tabel
di bawah ini. Penggunaan data tersebut akan menyebabkan kesalahan perkiraan
kapasitas yang biasanya kurang dari ± 20%.
Tabel 2.7.Batas nilai variasi dalam data empiris untuk variabel-variabel masukan
(berdasarkan perhitungan dalam kendaraan).
4-lengan 3-lengan
Variabel
Min. Rata-2 Maks. Min. Rata-2 Maks.
Lebar masuk 3.5 5.4 9.1 3.5 4.9 7
Rasio belok-kiri 0.1 0.17 0.29 0.06 0.26 0.5
Rasio belok-kanan 0 0.13 0.26 0.09 0.29 0.51
Rasio arus jalan
simpang 0.27 0.38 0.5 0.15 0.29 0.41
%-kend ringan 29 56 75 34 56 78
%-kend berat 1 3 7 1 5 10
%-sepeda motor 19 33 67 15 32 54
Rasio kend tak
bermotor 0.01 0.08 0.22 0.01 0.07 0.25
Sumber : MKJI 1997
Metoda ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak
pada alinyemen datar dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0,8 - 0,9.
Pada kebutuhan lalulintas yang lebih tinggi perilaku lalu-lintas menjadi lebih
agresif dan ada risiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh para
pengemudi yang berebut ruang terbatas pada daerah konflik.
Metoda ini diturunkan dari lokasi-lokasi, yang mempunyai perilaku lalu-lintas
Indonesia yang diamati pada simpang tak bersinyal. Apabila perilaku ini berubah,
misalnya karena pemasangan dan pelaksanaan rambu lalu-lintas BERHENTI atau
BERI JALAN pada simpang tak bersinyal, atau melalui penegakan aturan hak jalan

8
lebih dulu dari kiri (undang-undang lalu-lintas yang ada), maka metoda ini akan
menjadi kurang sesuai.
2. Prosedur Perhitungan Simpang Tak Bersinyal
Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), perhitungan simpang tak bersinyal
dapat diisikan pada formulir-formulir yang sudah disediakan. Adapun formulir-
formulir tersebut yaitu :
USIG-I Geometrik, Arus Lalu-Lintas
USIG-II Analisa:
Lebar pendekat dan tipe simpang
Kapasitas
Perilaku lalu-lintas
3. Data Masukan
1. Geometrik
Informasi kondisi geometrik disajikan dengan sketsa pola geometrik yang
digambarkan pada Formulir USIG-I, seperti contoh pada gambar di bawah. Nama
jalan minor dan utama dan nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana
juga nama pilihan dari alternatif rencana. Untuk orientasi sketsa sebaiknya juga
memuat panah penunjuk arah.
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang, misalnya
jalan dengan klasifikasi fungsionil tertinggi.Untuk simpang 3-lengan, jalan yang
menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor sebaiknya diberi notasi A dan C,
pendekat jalan utama diberi notasi B dan D. Pemberian notasi dibuat searah jarum
jam.
Sketsa sebaiknya memberikan gambaran yang baik dari suatu simpang mengenai
informasi tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Jika median cukup lebar
sehingga memungkinkan melintasi simpang dalam dua tahap dengan berhenti di
tengah (biasanya3 m), kotak di bagian bawah sketsa dicatat sebagai "Lebar", jika
tidak dicatat "Sempit" atau "Tidak ada" (jika tidak ada).Informasi dalam sketsa
digunakan pada Formulir USIG-II sebagai data masukan untuk analisa kapasitas.

9
Gambar 2.11. Contoh Sketsa Data Masukan Geometrik
2. Arus Lalu Lintas
Situasi lalu-lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut Arus Jam
Rencana, atau Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang
sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan).
Nama pilihan alternatif lalu-lintas dapat dimasukkan.
Data masukan untuk kondisi lalu-lintas terdiri dari empat bagian, yang dimasukkan
ke dalam Formulir USIG-I sebagaimana diuraikan di bawah:
Periode dan soal (alternatif), dimasukkan pada sudut kanan atas Formulir USIG-I.
Sketsa arus lalu-lintas menggambarkan berbagai gerakan dan arus lalu-lintas. Arus
sebaiknya diberikan dalam kend/jam. Jika arus diberikan dalam LHRT faktor-k
untuk konversi menjadi arus per jam harus juga dicatat dalam formulir pada Baris
1, Kolom 12.
Komposisi lalu-lintas (%) dicatat pada Baris 1.
Arus kendaraan tak-bermotor dicatat pada Kolom 12.
Sketsa arus lalu-lintas memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari yang
diperlukan untuk analisa simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal
pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan. Sketsa sebaiknya
menunjukan gerakan lalu-lintas bermotor dan tak bermotor (kend/jam) pada
pendekat ALT, AST, ART dan seterusnya.Satuan arus, kend/jam atau LHRT, diberi
tanda dalam formulir, seperti contoh gambar di bawah.

10
Gambar 2.12. Contoh Sketsa Arus Lalu Lintas

Data lingkungan berikut diperlukan untuk perhitungan dan harus diisikan dalam
kotak di bagian kanan atas Formulir USIG-II ANALISA.
Kelas ukuran kota
Tabel 8.Kelas Ukuran Kota
Ukuran Kota Jumlah Penduduk (Juta)
Sangat Kecil < 0,1
Kecil 0,1 - 0,5
Sedang 1,0 – 3,0
Sangat Besar > 3,0

Tipe lingkungan jalan


Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna tanah dan
aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara
kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas dengan bantuan Tabel di bawah:
Tabel 2.9.Tipe Lingkungan Jalan
Tata guna lahan komersial (misalnya pertokoan, rumah makan,
Komersial
perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan

11
kendaraan
Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi
Pemukiman
pejalan kaki dan kendaraan
Akses Tanpa jalan masuk atau jalan jalan masuk terbatas (misalnya karena
Terbatas adanya penghalang fisik, jalan samping, dsb)

Kelas Hambatan Samping


Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di daerah
simpang pada arus berangkat lalu-lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau
menyeberangi jalur, angkutan kota dan bis berhenti untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir
di luar jalur. Hambatan samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan
teknik lalu-lintas sebagai Tinggi, Sedang atau Rendah.
4. Perhitungan Kapasitas
Kapasitas, dihitung dari rumus berikut:
C = CO × FW × FM × FCS × FRSU × FLT× FRT×F MI (smp/jam)
Perhitungan dilakukan dalam beberapa langkah yang ditunjukkan pada bagan alir di
bawah.

Langkah B-8 Faktor Penyesuaian % belok kanan


(FRT)
Langkah B-9 Faktor Penyesuaian Rasio arus jalan minor
12
(FMI)
Langkah B-
10Kapasitas (C)
Gambar 2.13. Bagan Alir Perhitungan Kapasitas

Data masukan untuk langkah-langkah perhitungan dicatat dalam Formulir USIG-I


dan USIG-II.Hasil dari setiap langkah dapat dimasukkan ke dalam formulir
terakhir.Langkah-langkah yang berbeda diuraikan secara rinci di bawah.
5. Perilaku Lalu Lintas
1. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan, dihitung dengan menggunakan rumus berikut. Hasilnya dicatat
pada Kolom 31 Formulir USIG-II:

13
DS = Q TOT/C,
dimana:
QTOT = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10.
C = Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28.
2. Tundaan
Tundaan lalu-lintas simpang (DTI)
Tundaan lalu-lintas simpang adalah tundaan lalu-lintas, rata-rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk simpang.DT, ditentukan dari kurva empiris antara
DT, clan DS, lihat gambar di bawah ini.

Gambar 2.14. Tundaan lalu-lintas simpang vs Derajat Kejenuhan


Variabel masukan adalah derajat kejenuhan dari formulir USIG-II, kolom
31.Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom. 32.
Tundaan lalu-lintas jalan-utama (DTMA)
Tundaan lalu-lintas jalan-utama adalah tundaan lalu-lintas rata-rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan-utama.DTMA dan DS,
lihat Gambar di bawah ini.

14
Gambar 2.15. Tundaan lalu-lintas utama vs Derajat Kejenuhan
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan dari formulir USIG-II, kolom
31.Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom. 33.
Penentuan tundaan lalu-lintas jalan minor (DT.)
Tundaan lalu-lintas jalan minor rata-rata, ditentukan berdasarkan tundaan simpang
rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata
DTMI = ( QTOT × DTI - QMA× DT MA)/QMI
Variabel masukan adalah arus total QTOT (Bsmp/jam) dari formulir USIG-I kol.10
baris 23, tundaan lalu-lintas simpang DTIdan formulir USIG-II kol. 32, Arus jalan
utama QMAdariformulir USIG-I kol.10 baris 19, tundaan lalu-lintas jalan utama
DTdari formulir USIG-IIkol 33, dan arus jalan minor QMIdari formulir USIG-I
kol.10 baris 10.Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom 34.
Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh kendaraan
bermotor yang masuk simpang. DG dihitung dari rumus berikut
Untuk DS < 1,0
DG = (1- DS) × (PT × 6 + (1- P T) × 3) + DS × 4 (det/smp)
Untuk DS P 1,0: DG = 4
dimana
DG = Tundaan geometrik simpang
DS = Derajat kejenuhan (Form USIG-II Kolom 31)

15
PT = Rasio belok total. ( Form USIG-I Kolom 11, Baris 23.)
Masukkan hasilnya dalam formulir USIG-II kolom 35.
Tundaan simpang (D)
Tundaan simpang dihitung sebagai berikut
D = DG + DTI (det/smp)
dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang (Form USIG-II, Kolom 35)
DTI = Tundaan lalu-lintas simpang (Form USIG-II, Kolom 32)
Masukkan hasilnya dalam Form USIG-II Kolom 36.
3. Peluang Antrian
Rentang-nilai peluang antrian ditentukan dari hubungan empiris antara peluang
antrian dan derajat kejenuhan, lihat Gambar di bawah.Variabel masukan adalah
derajat kejenuhan dari langkah sebelumnya.Hasilnya dicatat pada Formulir USIG-
II, Kolom 35.

Gambar 2.16. Rentang peluang antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS)
4. Penilaian Perilaku Lalu Lintas
Manual ini terutama direncanakan untuk memperkirakan kapasitas dan perilaku
lalu-lintas pada kondisi tertentu berkaitan dengan rencana geometrik jalan, lalu-
lintas dan lingkungan.Karena hasilnya biasanya tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, mungkin diperlukan beberapa perbaikan dengan pengetahuan para ahli
lalu-lintas, terutama kondisi geometrik, untuk memperoleh perilaku lalu-lintas yang
diinginkan berkaitan dengan kapasitas dan tundaan dan sebagainya.Sasaran yang

16
dipilih diisikan dalam Formulir USIG-II, Kolom 38. Cara yang paling cepat untuk
menilai hasil adalah dengan melihat derajat kejenuhan (DS) untuk kondisi yang
diamati, dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu-lintas tahunan dan
"umur" fungsional yang diinginkan dari simpang tersebut. Jika nilai DS yang
diperoleh terlalu tinggi (> 0,75), pengguna manual mungkin ingin merubah
anggapan yang berkaitan dengan lebar pendekat dan sebagainya, dan membuat
perhitungan yang baru. Hal ini akan membutuhkan formulir yang baru dengan soal
yang baru. Penilaian tentang perhitungan ini dimasukkan dalam Formulir USIG-II,
Kolom 39.
2.2 Geometrik Jalan Raya
Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter
perencanaan seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana, volume dan kapasitas
jalan, dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan tersebut. Parameter –
parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang
dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.
2.2.1 Penentuan Centre Line
Dalam menentukan centre line kita akan menghadapi beberapa persoalan
diantaranya mengenai bentuk dari permukaan alam yang tidak teratur, turun naik
kemudian keadaan tanah dasar dan lain sebagainya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan centreline
diantaranya :
Garis centre line dibuat sependek mungkin.
Route rencana jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transis.
Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan
sepanjang – panjangnya. ( 3,5 cm pada gambar dengan skala 1 : 10.000).
Besar sudut belok disesuaikan dengan kecepatan rencana.
Perbandingan galian dan timbunan 1 : 1 s/d 1 : 3.
Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan
dua tempat adalah merupakan garis lurus, tetapi dalam hai ini tidak mungkin untuk
membuat centre line selurus – lurusnya karena banyak menghadapi rintangan –
rintangan yang berupa bukit, lembah, sungai yang sukar dilalui, maka trase jalan

17
dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan
pemakai jalan.

2.2.2 Perhitungan Koordinat


Untuk menghitung koordinat ada dua alternatif hitungan, yaitu :
Pengukuran lapangan langsung.
Perhitungan pada peta topografi.
Pada perencanaan disini hanya akan dibahas perhitungan koordinat dari
peta topografi. Yaitu dengan cara menginterpolasi koordinat yang telah ada pada
peta topografi yaitu dengan adanya perpotongan sumbu X dan sumbu Y.
Perhitungan jarak dilakukan dengan rumus di bawah ini :

d 1  X1 X0 2  Y1 Y02


Perhitungan sudut tangen dengan mengurangkan azimuth awal dan azimuth akhir.
Perhitungan azimuth awal yaitu dengan rumus :
XA X1
α  arctg  Kuadran
YA Y1
o Kuadran I :x=(+)
y=(+)
az = α
o Kuadran II :x=(+)
y=(-)
az = 1800 - α
o Kuadran III : x = ( - )
y=(-)
az = 1800 + α
o Kuadran IV : x = ( - )
y=(+)
az = 3600 – α
2.2.3 Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal terdiri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan garis
– garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran

18
ditambah busur peralihan (spiral – circle – spiral), busur peralihan saja (spiral–
spiral), ataupun busur lingkaran saja (circle).

2.2.4 Lengkung Peralihan


Lengkung peralihan merupakan lengkung untuk tempat peralihan
penampang melintang dari jalan lurus ke jalan dengan superelevasi.
Bentuk lengkung peralihan yang memberikan bentuk yang sama dengan
jejeak kendaraan ketika beralih dari jalan lurus ke tikungan berbentuk busur
lingkaran dan sebaliknya, dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan kendaraan,
radius lengkung, dan kemiringan melintang jalan.
Keuntungan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyemen
horizontal :
Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya,
tanpa melintasi lajur lain yang berdampingan.
Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan
sebesar superelevasi secara berangsur – angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang
timbul.
Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari
jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan – tikungan yang tajam.
Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi, karena sedikit
kemungkinan pengemudi keluar jalur.
Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya jalan
pada batasan bagian lurus pada lengkung busur lingkaran
2.2.5 Kemiringan Melintang (Superelevasi)
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng
normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan menggunakan diagram
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di
suatu lengkung horizontal yang direncanakan.
Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai
garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positifatau negatif ditinjau dari
ketinggian sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang

19
terletaklebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk elevasi yang terletak
lebih rendah dari sumbu jalan.

Gambar 2.1 Diagram Superelevasi

Gambar 2.2 Kemiringan Melintang

2.2.6 Bentuk Lengkung Peralihan


2.2.6.1 Spiral – Circle – Spiral

Gambar 2.3 Spiral – Circle – Spiral


Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagain lurus ke circle. Panjang
lengkung peralihan (spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa
perubahan gaya sentripugal dari nol (pada bagian lurus) sampai sebesar :
m.v3
K
R.Ls

20
3
 Vr.1000
 
Lsmin  0,022 
360  V.K
 2,272
R C
dimana :
Ls = panjang spiral (m)
v = kecepatan rencana (km/jam)
R = jari – jari circle (m)
C = perubahan kecepatan(m/det3) dianjurkan harga C= 0,4 m/det3
k = superelevasi
Jari – jari circle yang diambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan
kecepatan rencana yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya kemiringan
tikungan yang melebihi harga maksimum. Kemiringan tikungan maksimum
dibedakan antara jalan untuk antar kota (maksimum = 0,10) dan untuk jalan kota
(maksimum = 0,08).
Besarnya jari – jari lengkung minimum berdasarkan rumus :
Vr2
R
127(e fm)

dengan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.


Dimana :
R = jari – jari lengkung minimum (m)
e = miring tikungan maksimum
fm = koefisien gesekan maksimum
Rumus umum :
Data :
PI.Sta = nomor stasiun
d = jarak PI ke PI yang lain (m)
V = ditetapkan(km/jam)
 = diukur dari gambar (derajat)
R = ditetapkan (m)
Ls = panjang lengkung spiral(m)
s = lihat tabel (derajat)
Ts = (R + p) × tg ½  + k(m)

21
Es = (R + p) × cos ½  - R(m)
Lc = panjang lengkung circle(m)
e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)
v = kecepatan rencana (km/jam)
Ls Δc
2θs  x360 .2π2π.
2.π.R Lc = 360
’ =  - 2s L = Lc + 2.L

2.2.6.2 Circle
Batasan yang dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan
bentuk circle adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Circle


Tabel 2.4 Kecapatan rencana
Kecepatan rencana Jari – jari lengkung minimum
(Km/jam) (m)
120 2000
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 180

Rumus umum :
Data :
PI.Sta = nomor stasiun

22
d = jarak PI ke PI yang lain(m)
V = (ditetapkan)(km/jam)
 = (diukur dari gambar)(derajat)
R = (ditetapkan)(m)
T = R × tg ½ (m)
E = T × tg ¼ (m)
L = 0,01744 × × R(m)
e = kemiringan melintang(superelevasi)(m/m)

2.2.6.3 Spiral – Spiral

Gambar 2.5 Spiral-spiral


Lengkung horizontal berbentuk spiral – spiral adalah lengkung tanpa busur
lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS.
Rumus umum :
Data :
PI.Sta = nomor stasiun
d = jarak PI ke PI yang lain(m)
Vr = ditetapkan(km/jam)
R = ditetapkan(m)
θs
xR
Ls = 28,648 (m)
Ts = (R + p) ×tg ½  + k (m)
(R  p)
R
Es = cos1/2α (m)
L = 2 × Ls(m)
Dari harga s didapat p* dan k* pada tabel :

23
P = p* . Ls
K = k* .Ls

2.2.7 Pelebaran Perkerasan pada Lengkung Horizontal


Kendaraan yang bergerakdari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali
tak dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini
disebabkan karena :
Pada waktu membelok yang diberi belkan pertama kali hanya roda depan, sehingga
lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
Jejak lintasan kendaraantidak lagi berimpit, karena bemper depan dan belakang
kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan dan
roda belakang kendaraan.
Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya tetap
pada lajur jalannya terutama pada tikungan – tikungan yang tajam atau pada
kecepatan – kecepatan tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut di atas, maka pada tikungan – tikungan
yang tajam perlu perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan
faktor dari jari – jari lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan
rencana yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan.

2.2.8 Jarak Pandang pada Lengkung Peralihan


Dalam peninjauan jarak pandangan pada suatu lengkung peralihan
(tikungan) ada dua kemungkinan :
Keadaaan dimana jarak pandangan (S) lebih kecil dari pada panjang tikungan yang
bersangkutan (L), sehingga seluruh jarak pandangan ada dalam daerah lengkung (
S< L).
Keadaan dimana jarak pandangan (S) lebih besar dari pada panjang tikungan (L),
sehingga jarak pandangan sebagian dalam lengkungan sepanjang (L) dan sisanya
dalam garis lurus ( S< L ).

2.2.9 Alinyemen Vertikal

24
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau
melalui tepidalam masing – masing perkersan untuk jalan dengan median.
Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan.
Penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan, seperti :
Kondisi tanah dasar
Keadaan medan
Fungsi jalan
Muka air banjir
Muka air tanah
2.2.10 Lengkung Vertikal
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan
secara berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya.
Lengkung vertikal disebut cembung apabila titik perpotongan antara kedua tangen
yang bersangkutan (PPV) ada di atas permukaan jalan.
Lengkung vertikal disebut cekung apabila titik perpotongan antara kedua tangen
yang bersangkutan (PPV) ada di bawah permukaan jalan.
Jenis-jenis lengkung vertikal ialah sebagai berikut :
a) Busur lingkaran
b) Parabola sederhana
c) Parabola tingkat tiga
d) Spiral
Pada umumnya di Indonesia menggunakan lengkung parabola sederhana
untuk lengkung vertikal cembung maupun cekung.
Rumus umum
A1 = (+ a ) – (– b)
A2 = (+ c ) – (– b)
A.Lv
Ev 
800

25
2
 x 
y  .E  A .x2
 Lv  v 200Lv
1
 2 
Dimana :
Ev = pergeseran vertikal (m)
x = jarak horizontal dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV (m)
y = panjang pergeseran vertikal dari titik yang bersangkutan (m)
Lv = jarak horizontal antara PLV dan PTV, disebut panjang lengkung (m)
A = perbedaan aljabar landai jalan (persen (%) )
Dalam perencanaan lengkung vertikal, biasanya elevasi PPV telah
ditentukan terlebih dahulu, kemudian baru dihitung harga – harga sebagai berikut
• Panjang Lv
• Pergeseran vertikal Ev
• Elevasi dari permukaan rencana jalan tepat dibawah atau di atas PPV
• Elevasi dari titik – titik PLV dan PTV
• Elevasi dari permukaan rencana jalan PLV, PPV dan PTV yang diambil
pada setiap nomor – nomor stasiun yang tersebut dalam alinyemen horizontal.
Data :
PPVI. Sta = nomor stasiun
A.Lv
Elev = elevasi PPVI (m) Ev = 800 (m)

Gambar 2.6 Lengkung Vertikal

26
27
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perhitungan Lalu Lintas


Data geometrik dan lalu lintas :
Jalan Mayor : L /Lajur = 3,5 m Tipe 422 D
Jalan Minor : L tot =8m
VST Jalan Mayor = 10267 smp/jam
VST Jalan Minor = 5067 smp/jam
VLT = VRT = 30% dari VST
Data Jumlah Penduduk = 6,7 juta
Jarak antara Persimpangan A dan B = 5.67 km

Komposisi LL (%) 50.00% 30.00% 20.00%


No Jalan Volume LL (smp/jam) LV HV MC
1 Jalan Mayor 10267.00 5133.50 3080.10 2053.40
2 Jalan Minor 5067.00 2533.50 1520.10 1013.40
Jalan Mayor
No Bagian Jalan % Jumlah LV (kend/jam) HV (kend/jam) MC (kend/jam)
1 LT 30% 1540.05 924.03 616.02
2 ST 40% 2053.40 1232.04 821.36
3 RT 30% 1540.05 924.03 616.02
Jalan Minor
No Bagian Jalan % Jumlah LV (kend/jam) HV (kend/jam) MC (kend/jam)
1 LT 30% 760.05 456.03 304.02
2 ST 40% 1013.40 608.04 405.36
3 RT 30% 760.05 456.03 304.02

28
SIMPANG TAK BERSINYAL Tanggal : Ditangani Oleh :
Formulir USIG-I Kota : Bandung Propinsi :
Geometri Jalan Utama : D& B Periode :
Arus Lalu Lintas Jalan Minor : A&C
Soal :
Geometri Simpang Arus Lalu Lintas (kend/jam)
A
U

D B

Bahu
Jalan
Tanpa kereb

C
Median jalan utama L
Komposisi Lalu Lintas LV % 0.50 HV % 0.300 MC % 0.20 Faktor-smp 0.99 Faktor-k 0.08
Kendaraan ringan LV Kendaraan berat HV Sepeda motor MC Kendaraan bermotor total MV Kend. tak
Arus Lalu
No Arah emp = 1 emp = 1,3 emp = 0,5 bermotor UM
Lintas kend/jam kend/jam kend/jam kend/jam smp/jam Rasio belok
smp/jam smp/jam smp/jam kend/jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Jl. Minor A LT 380.03 380.03 175.40 228.02 304.02 152.01 859.44 760.05 0.43
2 ST 506.70 506.70 233.86 304.02 405.36 202.68 1145.92 1013.40 0.43
3 Total 886.73 886.73 409.26 532.04 709.38 354.69 2005.36 1773.45
4 Jl. Minor C LT 380.03 380.03 175.40 228.02 304.02 152.01 859.44 760.05 0.43
5 ST 506.70 506.70 233.86 304.02 405.36 202.68 1145.92 1013.40 0.43
6 Total 886.73 886.73 409.26 532.04 709.38 354.69 2005.36 1773.45
7 Jl. Minor T otal A+C 1773.45 1773.45 818.52 1064.07 1418.76 709.38 4010.73 3546.90
8 Jl.Mayor B LT 770.025 770.03 355.40 462.02 616.02 308.01 1741.44 1540.05 0.47
9 ST 1026.7 1026.70 233.86 304.02 821.36 410.68 2081.92 1741.40 0.46
10 Total 1796.73 1796.73 589.26 766.04 1437.38 718.69 3823.36 3281.45
11 Jl.Mayor D LT 770.03 770.03 355.40 462.02 616.02 308.01 1741.44 1540.05 0.47
12 ST 1026.70 1026.70 233.86 304.02 821.36 410.68 2081.92 1741.40 0.46
13 Total 1796.73 1796.73 589.26 766.04 1437.38 718.69 3823.36 3281.45
14 Jl.Mayor B + D 3593.45 3593.45 1178.52 1532.07 2874.76 1437.38 7646.73 6562.90
15 Mayor + Minor LT 2300.10 2300.10 1061.58 1380.06 1840.08 920.04 5201.76 4600.20 0.46
16 ST 3066.80 3066.80 935.45 1216.08 2453.44 1226.72 6455.69 5509.60 0.45
17 Mayor + Minor Total 5366.90 5366.90 1997.03 2596.14 4293.52 2146.76 11657.45 10109.80 0.90
18 Rasio Jl.Minor/(Jl.Mayor+minor) total
29 0.35 UM/MV
SIMPANG TAK BERSINYAL Tanggal : Ditangani Oleh :
Formulir USIG-II Kota : Bandung Ukuran Kota : >3 Juta
Geometri Jalan Utama : D& B Lingkungan Jalan : Res
Arus Lalu Lintas Jalan Minor : A&C Hambatan Samping : Sedang
Soal : Periode :
1. Lebar pendekat dan tipe samping
Lebar pendekat Jumlah lajur
Jumlah Tipe
Lebar pendekat
lengan Jalan Minor Jalan mayor Jalan Jalan simpan
Pilihan rata-rata
simpang minor mayor g
WA WC W AC WB WD W BD WI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 4 4.00 4.00 4.00 8.00 8.00 8.00 6.00 2 4 424
2 4 4.00 4.00 4.00 12.00 12.00 12.00 8.00 2 4 424
3 4 10.00 10.00 10.00 18.00 18.00 18.00 14.00 4 4 424
4 4 10.00 10.00 10.00 18.00 18.00 18.00 14.00 4 4 444
9 4
2. Kapasitas
Kapasitas Faktor penyesuian kapasitas (F)
Dasar Lebar pendekat Median Ukuran Belok Rasio Kapasitas
Hambatan samping Belok kiri
Pilihan Co rata-rata jalan utama kota kanan minor/total
smp/jam FW FM FCS FRSU FLT FRT FMI C
20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 3400.00 1.054 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 0.88 6357.13
2 3400.00 1.202 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 0.88 7249.79
3 3400.00 1.646 1.20 1.05 0.97 1.60 1.00 1.25 13679.86
4 3400.00 1.646 1.20 1.05 1.00 1.60 1.00 1.25 14102.95

3. Perilaku lalu-lintas
Arus lalu Tundaan lalu- Tundaan Tundaan
Derajat Tundaan
lintas lintas lalu lintas Tundaan lalu lintas Jl.Minor geometrik Peluang antrian
kejenuhan simpang Sasaran
Pilihan Q simpang Jl.Mayor simpang
smp/jam DS DTI DMA DMI DG D QP %
30 31 32 33 34 35 36 37 38
1 10109.80 1.59 -19.60 -22.17 -30.16 4.00 -15.60 109 241 DS>0.75
2 10109.80 1.39 -98.72 356.29 -1802.74 4.00 -94.72 81 172 DS>0.75

3 10109.80 0.74 8.00 5.93 23.30 3.53 11.53 22 45 DS<0.75

4 10109.80 0.72 7.65 5.68 22.25 3.53 11.18 21 42 DS<0.75

30
Perhitungan Geometrik Jalan Raya

3.2.1 Perhitungan Alinyemen Horizontal


Perhitungan Tikungan Pertama (PI1)
∆ = 35.88796o
Vr = 40 km/jam
D = 164.43237 m
emax = 0,10(daftar 16, hal 70)
fmax = 0,166(daftar 16, hal 70)

Vr 2 40 2
Rmin    47.362 m
127(e  f ) 127(0,10  0.166)
Karena pada kecepatan Vr= 40 km/jam Rsyarat = 180 - 300 (daftar 18,
hal 94), Maka diambil Rdesain = 250 m, dengan bentuk tikungan Sp – Cr – Sp.
Elemen yang dihitung :
a). Panjang TS d). Panjang L
b). Panjang LC e). Panjang LS
c). Panjang ES

Gambar 4.1 Spiral – Circle – Spiral


Perhitungan elemen tikungan :
c = 0,4
Vr 2 402
  0,05
k = 127 xR 127 x250
Vr 3 Vr.k
Ls min  0,022  2,727
R.c c
40 3 40.0,04
Ls min  0,022  2,727
250.0,4 0,4
Ls min  2,63 m
Lsmin = 𝑉𝑟 . 𝑇 = 0.00926
3,6

Lsmin = (𝑙𝑚.𝑙𝑛).𝑉𝑟= 0,635


3,6 .𝑟𝑒

Diambil Ls desain = 120 m.


Ls 120
2s  x360  x360  27,5020
2. .R 2. .250
s = 13,75100
’ =  - 2s
= 35,890 –27,5020 = 8,386

Ls 3 120 3
x  Ls   120   119,309 m
40.R 2 40.250
2

Ls 2 1202
y   9,6m
6.R 6.250
K *  x  R sin   119,309  250.sin 13,710  59,88 m
P*  y  R(1  cos )  9,6  250(1  cos13,7510 )  2,43 m
Maka diperoleh :
Ts1 = (R + P*) tg ½  + K*
= (250 +2,43) tg ½ 35,89+ 59,88
= 141,631 m
( R  P*) (250  2,43)
Es1  R   250  15,341m
cos 12  cos 12 35,890
Lc = 0,01744 . ’ . R
= 0,01744 . 8,386 . 250 = 36,563m
L = Lc + 2Ls = 36,243 + 2.120 = 276,5629 m
Kontrol : L <2Ts
276,5629 m < 283,263 OK...!!!

Perhitungan Tikungan Kedua (PI2)


∆ = 22,98510
Vr = 60 km/jam
D = 547,23871 m
emax = 0,10(daftar 16, hal 70)
fmax = 0,153(daftar 16, hal 70)

Vr 2 602
Rmin    112,041m
127(e  f ) 127(0,10  0,153)
Karena pada kecepatan Vr= 60 km/jam Rsyarat = 300-700 (daftar 18, hal 94),
Maka diambil Rdesain = 425 m, dengan bentuk tikungan Sp – Cr – Sp.
Elemen yang dihitung :
a). Panjang TS d). Panjang L
b). Panjang LC e). Panjang LS
c). Panjang ES

Gambar 4.2 Spiral – Circle – Spiral


Perhitungan elemen tikungan :
c = 0,4
Vr 2 60 2
  0,07
k = 127 xR 127 x425
Vr 3 Vr.k
Ls min  0,022  2,727
R.c c
60 3 60.0,06
Ls min  0,022  2,727
425.0,4 0,4
Ls min  0,67031 m

Lsmin = 𝑉𝑟 . 𝑇 = 0,01389 m
3,6

Lsmin = (𝑙𝑚.𝑙𝑛).𝑉𝑟 = 0,814 m


3,6 .𝑟𝑒

Diambil Ls desain = 140 m.


Ls 140
2s  x360  x360  18,87390
2. .R 2. .425
s = 9,4370
’ =  - 2s
= 22,98510 – 18,8740 = 4,110
Ls3 1403
x  Ls   150   139,620`m
60.425
2
60.R 2

Ls 2 1402
y   7,686 m
6.R 6.425
K *  x  R sin   139,620  425.sin 9,4370  64,94m
P*  y  R(1  cos )  7,5  425(1  cos 9,4370 )  1,93m
Maka diperoleh :
Ts2 = (R + P*) tg ½  + K*
= (425+1,93) tg ½ 22,9851 + 64,94
= 156,739 m
( R  P*) (425  1,93)
Es2  R  425  10,669m.
cos 12  cos 12 22,9851
Lc = 0,01744 . ’ . R
= 0,01744 x 4,110 x 425 = 30,472 m.
L = Lc + 2Ls = 30,472 + 2.140 = 310,472 m
Kontrol : L <2Ts
310,472 m < 313,478 m OK...!!!
Kontrol panjang tangen
Data PI1 → L1 =276,563 m d2 = 547,239 m
Data PI2 → L2 =310,472 m

Maka X1= d2 – ½ (L1 + L2)


= 547,239 – ½ (276,563 + 310,472) = 253,72 m
kontrol : X1 > Xmin
253,72 m > 20 m .... OK!!

Perhitungan Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan

Rumus : b'  n( R  R 2  P 2 )  (n  1).Td  z

Td  R 2  A(2 P  A)  R
Vr
z  0,105
R
Dimana :
b’ = Lebar tambahan perkerasan pada tikungan.
Td = Lebar tambahan akibat tonjolan depan mobil.
n = jumlah jalur ( direncanakan 2 jalur ).
R = Jari – jari.
P = Jarak gandar ( untuk kendaraan jenis Su, P = 6,09 m )(daftar 18, hal
103).
A = Panjang tonjolan depan ( untuk jenis Su, A = 1,218m )(daftar 18, hal
103.
z = Lebar tambahan untuk mengimbangi pergeseran roda akibat
kelalaian pengemudi.

Tikungan PI1
Vr 40
z  0,105  0,105  0,265m
R 250
Td  R 2  A2 P  A  R  250 2  1,218(2.6,09  1,218)  250  0,032m
b'  n( R  R 2  P 2 )  (n  1).Td  z
b'  2(250  250 2  6,09 2 )  (2  1)0,032  0,265  0,447m

Tikungan PI2
Vr 60
z  0,105  0,105  0,3055 m
R 425
Td  R 2  A2 P  A  R  425 2  1,218(2.6,09  1,218)  425  0,0192m
b'  n( R  R 2  P 2 )  (n  1).Td  z
b'  2(425  425 2  6,09 2 )  (2  1)0,0192  0,3055  0,412m

Perhitungan Superelevasi
Data – data yang didapat :

Tabel 4.1 Data Perhitungan Super Elevasi


Data PI1 PI2
Vr 40 km/jam 60 km/jam
R 250 m 425 m
En 0,029 0,029
Em 0,069 0,059
B 2 x 3,5 m 2 x 3,5 m
b’ 0,447 m 0,412 m
Ls 120 m 140 m
Lc 36,5629 m 30,4720 m
S’ 1/120 1/160

TIKUNGAN P11

Gambar 4.4 Diagram Superelevasi


hn = en . ½ (B+b)
= 0,029 . ½ (7+0,447)
= 0,108
hm = em . ½ (B + b’)
= 0,069 . ½ (7+0,447)
= 0,257
hm’ = em . ½ (B + b’)
= 0,06 9. ½ (7+0,447)
= 0,257
en.Ls 0,029 x120
a   35,51m
en  em 0,029  0,069
Kontrol :
Ls – ( 2.a )> a
48,9796 m > 35,51 m… Ok !!
Syarat Nyaman
en  em 1
S x ( B  b' )  S '   0.0083
LS 120
0,029  0,069
S x(7  0,447)  0.0083
120
S  0,0061  0,0083  OK ( nyaman )
Syarat Aman
hn  hm'
emax  x100%  emax data
B  b'
0,108  0,257
emax  x100%  10%
7  0,447
emax  4,9%  10% 
 OK ( aman )

Tikungan PI2
Gambar 4.5 Diagram Superelevasi

hn = en . ½ (B+b)
= 0,029. ½ (7+0,412)
= 0,107

hm = em . ½ (B + b’)
= 0,059 . ½ (7+0,412)
= 0,219
hm’ = em . ½ (B + b’)
= 0,059. ½ (7+0,412)
= 0,219
en.Ls 0,029 x140
a   46,13m
en  em 0,029  0,059
Kontrol :
Ls – ( 2.a ) > a
47,723 m > 46,13 m… Ok !!

Syarat Nyaman
en  em 1
S x ( B  b' )  S '   0.0063
LS 160
0,029  0,059
S x(7  0,412)  0,0063
140
S  0.0047  0.0063  OK ( nyaman )
Syarat Aman
hn  hm'
emax  x100%  emax data
B  b'
0,107  0,219
emax  x100%  10%
7  0,412
emax  4,4%  10% 
 OK ( aman )

Titik Stasioning
Tikungan PI1
Sta A = 0 + 0,00
Sta PI1 = Sta A + d1 = 164,43 m
Sta TS1 = Sta PI1 – TS1 = 22,8 m
Sta SC1 = Sta TS1 + Ls1 = 142,8 m
Sta CS1 = Sta SC1 + Lc1 = 179,36 m
Sta ST1 = Sta CS1 + Ls1 = 299,36 m
Tikungan PI2
Sta A = 0 + 0,00
Sta PI1 = 164,43 m
Sta PI2 = Sta ST1 + d2 – TS1 = 704,97 m
Sta TS2 = Sta PI2 – TS2 = 548,23 m
Sta SC2 = Sta TS2 + Ls2 = 688,23 m
Sta CS2 = Sta SC2 + Lc2 = 718,70 m
Sta ST2 = Sta CS2 + Ls2 = 858,70 m

Kontrol Stationing
∑𝑑−𝑆𝑡𝑎.𝐵
X =( ) 𝑥100% < 3%
∑𝑑

1270,92−1256,61
=( ) 𝑥100% < 3%
1270,92

= 1,126 % < 3% 𝑶𝑲 … ‼!

Posisi Titik dan Keadaan Kemiringan Melintang


Tikungan Pertama (PI1)
a) Posisi dan keadaan kemiringan titik A
* Sta. A = d1 – TS1
= 164,43 – 141,631 = 22,80 m
* Keadaan Miring
Kemiringan sebelah kiri = Kemiringan sebelah kanan = hn = - 0,108 m

b) Posisi dan keadaan kemiringan titik B


* Sta B = Sta A + a
= 22,8 + 35,510 = 58,310 meter
* Keadaan Kemiringan : Kemiringan sebelah kiri = -hn = -0,108 m
Kemiringan sebelah kanan = + 0,00 m
c) Posisi dan keadaan kemiringan titik C
* Sta C = Sta B + a
= 58,310 + 35,510 = 93,820 m
* Kemiringan : Sebelah kiri = - hn = -0,1 m
Sebelah kanan = + hn = +0,1 m
d) Posisi dan keadaan kemiringan titik D
* Sta.D = Sta. SC1 = 142,80 m
* Keadaan Kemiringan : Sebelah kiri = - hm = + 0,257 m
Sebelah kanan = + hm = - 0,257 m

Gambar 4.7 keadaan kemiringan di PI1


Tikungan Kedua (PI2)
a) Posisi dan keadaan kemiringan titik A
* Sta. A = d1+d2 – TS2
= 164,43 +547,24 – 156,739 = 554,932 m
* Keadaan Miring
Kemiringan sebelah kiri = kemiringan sebelah kanan = hn = - 0,107 m

b) Posisi dan keadaan kemiringan titik B


* Sta B = Sta A + a
= 554,932 + 46,136 = 601,068 m
* Keadaan Kemiringan : Kemiringan sebelah kiri = -hn = -0,107 m
Kemiringan sebelah kanan = + 0,00 m

c) Posisi dan keadaan kemiringan titik C


* Sta C = Sta B + a
= 601,068 + 46,136 = 647,205 m
* Kemiringan : Sebelah kiri = - hn = -0,107 m
Sebelah kanan = + hn = +0,107 m
d) Posisi dan keadaan kemiringan titik D
* Sta.D = Sta. SC2 = 688,23 m
* Keadaan Kemiringan : Sebelah kiri = - hm = - 0,219 m
Sebelah kanan = + hm = + 0,219 m

Gambar 4.8 keadaan kemiringan di PI2


Menghitung kebebasan samping
Rumus :
90.S
m  ( R(1  cos ) SL
R
m  R(1  Cos)  1 ( S  L).Sin S L
2
Dimana :
R = Radius lengkung horizontal, S = jarak pandang
 = 3.14 atau 22
7

3.2.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal


Tikungan PI1
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr1= 40 km/jam ; dengan landai maksimum 7% ( jalan naik ) (Lampiran
01, Geometrik Jalan Raya:materi perkulihan spl.541)
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 40 = 3,16 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 40 = 8,48 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 40 km/jam = 2,196 km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
1 = 0,278 x 3,16 { 40 – 15 + ( ½ x 2,196 x 3,16}
= 25,01 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 40 x 8,48
= 94,30 m
d3 = 40 m untuk Vr = 40 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 94,30
= 62,87 m
d = 25,01 + 94,30 + 40 + 62,87 = 222,17 m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 40 km/jam didapat dmin = 140 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 222,17 m > dmin = 140 m
diambil d = 230 m
Perhitungan Jarak Pandang Henti
Vr = 40 km/jam ; dengan landai maksimum 7% ( jalan naik ) (Lampiran 01,
Geometrik Jalan Raya:materi perkulihan spl.541)
t = 2,5 menurut ASSHTO 1990
fm = 0,375 , dari tabel daftar 20 panjang jarak henti
Vr 2
dp = 0,278 . Vr . t + 254. fm  L
40 2
 44,584m
dp = 0,278 . 40 .2,5 + 254.0,375  0,08
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 40 km/jam didapat dmin = 40 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 44,584 m > dmin = 40 m, maka diambil dp = 80 m
maka pada perencanaan ini diambil untuk rencana Smenyiap= 230 m, dan
Shenti = 80 m
untuk jarak pandang menyiap karena nilai Smenyiap = 230 m < L1 = 276,563 m
maka digunakan nilai m dicari dengan rumus :
90.S
m  ( R(1  cos )
R
90 x230
m  (250(1  cos )  33,811 m ( jarak pandang menyiap)
x250
untuk jarak pandang henti karena nilai Shenti = 80 m < L1 =276,563 m maka
digunakan nilai m dicari dengan rumus :
90.S
m  ( R(1  cos )
R
90 x80
m  (250(1  cos )  13,19m ( jarak pandang henti)
x250
pada perencanaan ini digunakan jarak pandang Henti, karena jika menggunakan
jarak pandang menyiap tidak memenuhi syarat

Tikungan PI2
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr1= 60 km/jam ; dengan landai maksimum 7% ( jalan naik ) (Lampiran
01, Geometrik Jalan Raya:materi perkulihan spl.541)
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 60 = 3,68 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 60 = 9,44 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 60 km/jam = 2,268
km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
= 0,278 x 3,68 { 60 – 15 + ( ½ x 2,268 x 3,68}
= 50,31 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,46 m
d3 = 70 m untuk Vr = 60 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 157,46
= 104,97 m
d = 50,31 + 157,46 + 60 + 104,97 = 372,74 m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 380 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 382,74 m > dmin = 380 m
diambil d = 400 m

Perhitungan Jarak Pandang Henti


Vr = 60 km/jam ; dengan landai maksimum 7%(Lampiran 01, Geometrik
Jalan Raya:materi perkulihan spl.541)
t = 2,5 menurut ASSHTO 1990
fm = 0,330 , dari tabel daftar 20 panjang jarak henti
Vr 2
dp = 0,278 . Vr . t + 254. fm  L
60 2
 84,613m
254.0,330  0,07
dp = 0,278 . 60 .2,5 +
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 75 m
dhitung = 84,613 m > dmin = 75 m
diambil dp = 110 m
maka pada perencanaan ini diambil untuk rencana Smenyiap = 400m, dan Shenti
= 110 m (lampiran 02, geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)

untuk jarak pandang menyiap karena nilaiSmenyiap = 400 m > L2=310,472 m,


maka digunakan nilai m dicari dengan rumus :

m  R(1  Cos)  1 ( S  L).Sin


2
125 x 400 1 125 x 400
m  425(1  Cos )  (400  310,472) sin
x 425 2 x 425
m  46,196 m ( jarak pandang menyiap)

untuk jarak pandang henti karena nilaiShenti = 110 m < L2=310,472 m, maka
digunakan nilai m dicari dengan rumus :
90.S
m  ( R(1  cos )
R
90 x90
m  (425(1  cos )  3,55 m ( jarak pandang henti)
x425
pada perencanaan ini digunakan jarak pandang Henti, karena jika menggunakan
jarak pandang menyiap tidak memenuhi syarat.

5.1. Perencanaan landai jalan


Dari Sta 0 + 000 s/d Sta 0 + 207,5071
Data :
t1 = 700 m
t2 = 693,0 m
d= 207,5071 m
t 2  t1 693,0  700
g1  x100%  x100%  3,37%
d1 207,5071 (jalan turun)
Dari Sta 0 + 207,5071 sd Sta 0 + 676,0899
Data :
t2 = 693,0 m
t3 = 695,0 m
d2 = 468,5828 m
t3  t 2 695,0  693,0
g2  x100%  x100%  0,43%
d2 468,5828 ( jalan naik)
Dari Sta 0 + 676,0899 sd Sta 0 + 1040,4762
Data :
t3 = 695 m
t4 =720 m
d3 = 364,3863 m
t 4  t3 720  695
g3  x100%  x100%  6,86%
d3 364,3863 ( jalan naik)
Dari Sta 0 +1040,4762 s/d Sta 0 + 1256,6
Data :
t4 = 720 m
t5 = 720 m
d4= 216,13 m
t5  t 4 720  720
g x100%  x100%  0,00%
d4 216,13 ( jalan datar)
5.2 Perhitungan Jarak Pandang
PPV1
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr1= 40 km/jam
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 40 = 3,16 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 40 = 8,44 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 40 km/jam = 2,196 km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
= 0,278 x 3,16 { 40 – 15 + ( ½ x 2,196 x 3,16}
= 25,01 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 40 x 8,44
= 94,30 m
d3 = 40 m untuk Vr = 40 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 94,30
= 62,87 m
d = 25,01+ 94,30+ 40+62,87 = 222,17 m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 40 km/jam didapat dmin = 140 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 222,17 m > dmin = 140 m
diambil d = 230 m

Perhitungan Jarak Pandang Henti


Vr = 40 km/jam ; Landai maks = 7%
t = 2,5 menurut ASSHTO 1990
fm = 0,375 , dari tabel daftar 20 panjang jarak henti
Vr 2
dp = 0,278 . Vr . t + 254. fm  L
40 2
 44,584m
dp = 0,278 . 40 .2,5 + 254.0,375  0.08
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 40 km/jam didapat dmin = 40 m
dhitung = 44,584 m > dmin = 40 m
diambil dp = 80 m
maka pada perencanaan ini diambil untuk rencana Shenti = 80 m

PPV2
Perhitungan Jarak Pandang Menyiap
Untuk Vr2 = 60 km/jam
Data :
t1 = 2,12 + 0,026v = 2,12 + 0,026 x 60 = 3,68 dt
t2 = 6,56 + 0,048v = 6,56 + 0,048 x 60 = 9,44 dt
a = 2,052 +0,0036 v km/jam = 2,052 +0,0036 x 60 km/jam = 2,268 km/jam
m = 15 m
d1 = 0,278 . t1 {Vr – m + ( ½ . a . t1 ) }
= 0,278 x 3,68 { 60 – 25 + ( ½ x 2,268 x 3,68}
= 50,31 m
d2 = 0,278 . Vr . t2
= 0,278 x 60 x 9,44
= 157,46 m
d3 = 60 m untuk Vr = 60 km/jam
d4 = 2/3 d2
= 2/3 x 157,46
= 104,97 m
d = 50,31 + 157,46 + 60 + 104,97 = 372,74m
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 380 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 372,74 m < dmin = 380 m
diambil d = 400 m
Perhitungan Jarak Pandang Henti
Vr2 = 60 km/jam ; Landai maks = 7%
t = 2,5 menurut ASSHTO 1990
fm = 0,330 , dari tabel daftar 20 panjang jarak henti
Vr 2
dp = 0,278 . Vr . t + 254. fm  L
60 2
 84,613m
dp = 0,278 . 60 .2,5 + 254.0,330  0,07
Dari tabel II PPGJR, untuk Vr = 60 km/jam didapat dmin = 75 m(lampiran 02,
geometrik jalan raya: materi perkuliahan spl.541)
dhitung = 84,613 m > dmin = 75 m, maka diambil dp = 110 m
maka pada perencanaan ini diambil untuk rencana Shenti = 110 m
Perhitungan Lengkung
Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung (PPV1)

A +700

Ev = 0,38

PPV + 693

207,502 m

Gambar 5.1 Lengkung Vertikal


Data Perencanaan :
g1 = -3,37 % ; Smenyiap = 230 m ; Shenti = 80 m ; g2 = 0,43 % ; L = 276,56 m
A = g2 – g1
=| 0,43% - (-3,37) % |
= 3,8 %
a). Lengkung Vertikal Minimum
Shenti = 80 m < L = 276,56 m
Digunakan rumus :
A.S 2
Lv 
(120  3,5.S )
(3,8).80 2
Lv   60,803m
(120  3,5.80)
Smenyiap =230 m <L = 276,56 m
Digunakan rumus :
(150  3,5.S )
Lv  2.S 
A
(150  3,5.230)
Lv  2.230  217,3m
3,8%
Oleh sebab itu Lv minimum menggunakan Lv henti karena dilarang
untuk menyiap pada jarak ini
Diambil Lv disain = 80 m

b). Eksternal Vertikal


A.Lv (3,8) x80
Ev    0,38m
800 800

c). Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cembung


pada perhitungan ini dihitung untuk jarak ½ Lv
½ Lv = ½ x 80 = 40 m
rumus :
2
 X 
y    .Ev

 1 / 2 Lv 
interval setiap jarak 5 meter :

Tabel. 5.1 Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cekung


No x (m) y (m)
1 5 0.006
2 10 0.024
3 15 0.053
4 20 0.095
5 25 0.148
6 30 0.214
7 35 0.291
8 40 0.380

d). Perhitungan elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan di Daerah Lengkung
Contoh Perhitungan :
1
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1− 𝐿𝑉
2
PLV = elevasi A + ( x beda tinggi A- PPV1) =694,35 m
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1
𝑥1
Titik 1 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,18 m
𝐿𝑉
2

𝑥2
Titik 2 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,01 m
𝐿𝑉
2

𝑥3
Titik 3 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,84 m
𝐿𝑉
2

𝑥4
Titik 4 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,67 m
𝐿𝑉
2

𝑥5
Titik 5 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) =693,51 m
𝐿𝑉
2

𝑥6
Titik 6 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,34 m
𝐿𝑉
2

𝑥7
Titik 7 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,17 m
𝐿𝑉
2
𝑥8
Titik 8 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 693,00 m
𝐿𝑉
2

PPV = 693,00 m

Tabel 5.2 Perhitungan Elevasi Ketinggian Pada Landai Jalan


Titik x (m) Elevasi
PLV 0 694.35
1 5 694.18
2 10 694.01
3 15 693.84
4 20 693.67
5 25 693.51
6 30 693.34
7 35 693.17
8 40 693.00
e). Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Rumus :

d ( A  xi )
2
 xi 
ti  xh  Yi   Ev
d ( A  PPV ) 1 / 2 Lv 

Tabel 5.3 Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Titik X Ti Yi Elv. Grade
PLV 0 694.35 0.00 694.35
1 5 694.18 0.01 694.19
2 10 694.01 0.02 694.04
3 15 693.84 0.05 693.90
4 20 693.67 0.10 693.77
5 25 693.51 0.15 693.65
6 30 693.34 0.21 693.55
7 35 693.17 0.29 693.46
8 40 693.00 0.38 693.38

Catatan : Perhitungan grade line dari titik PPV sampai dengan titik PTV, adalah
merupakan kebalikan dari keadaan titik PPV hingga PLV.
Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung (PPV2)

A +693

Ev = 1,61

PPV + 695

468,583 m

Gambar 5.2 Lengkung Vertikal


Data Perencanaan :
g2 = 0,43 % ; Smenyiap = 400 m ; Shenti = 110 m; g3= 6,86 % ; L = 310,47 m
A = g3 – g2
=| 6,86 % - (0,43) % |
= 6,4 %
a). Lengkung Vertikal Minimum
Shenti = 110 m < L = 310,47 m
Digunakan rumus :
A.S 2
Lv 
(120  3,5.S )
(6,4).110 2
Lv   154,162m
(120  3,5.110)
Smenyiap = 400 m >L = 310,47 m
Digunakan rumus :
(150  3,5.S )
Lv  2.S 
A
(150  3,5.400)
Lv  2.400   1040,9m
6,4%
Oleh sebab itu Lv minimum menggunakan Lv henti karena dilarang
untuk menyiap pada jarak ini
Diambil Lv disain = 200 m
b). Eksternal Vertikal
A.Lv (6,4) x 200
Ev    1,61m
800 800
c). Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cekung
pada perhitungan ini dihitung untuk jarak ½ Lv
½ Lv = ½ x 200 = 100 m
rumus :
2
 X 
y    .Ev

 1 / 2 Lv 

interval setiap jarak 5 meter :


Tabel 5.4 Perhitungan Parabola Lengkung Vertikal Cekung
No x (m) y (m)
1 5 0.004
2 10 0.016
3 15 0.036
4 20 0.064
5 25 0.101
6 30 0.145
7 35 0.197
8 40 0.257
9 45 0.326
10 50 0.402
11 55 0.487
12 60 0.579
13 65 0.680
14 70 0.788
15 75 0.905
16 80 1.029
17 85 1.162
18 90 1.303
19 95 1.452
20 100 1.609

d). Perhitungan elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan di Daerah Lengkung
Contoh Perhitungan :
1
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1− 𝐿𝑉
2
PLV = elevasi A + ( x beda tinggi A- PPV1) = 694,33 m
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐴 𝑘𝑒 𝑃𝑃𝑉1
𝑥1
Titik 1 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,37 meter
𝐿𝑉
2

𝑥2
Titik 2 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,40 meter
𝐿𝑉
2

𝑥3
Titik 3 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,43 meter
𝐿𝑉
2

𝑥4
Titik 4 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,47 meter
𝐿𝑉
2

𝑥5
Titik 5 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,50 meter
𝐿𝑉
2

𝑥6
Titik 6 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,53 meter
𝐿𝑉
2

𝑥7
Titik 7 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,57 meter
𝐿𝑉
2
𝑥8
Titik 8 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,60 meter
𝐿𝑉
2

𝑥9
Titik 9 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,63 meter
𝐿𝑉
2

𝑥10
Titik 10 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,67 meter
𝐿𝑉
2

𝑥11
Titik 11 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,70 meter
𝐿𝑉
2

𝑥12
Titik 12 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,73 meter
𝐿𝑉
2
𝑥13
Titik 13 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,77 meter
𝐿𝑉
2

𝑥14
Titik 14 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,80 meter
𝐿𝑉
2

𝑥15
Titik 15 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,83 meter
𝐿𝑉
2
𝑥16
Titik 16 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,87 meter
𝐿𝑉
2

𝑥17
Titik 17 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,90 meter
𝐿𝑉
2

𝑥18
Titik 18 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,93 meter
𝐿𝑉
2

𝑥19
Titik 19 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 694,97 meter
𝐿𝑉
2

𝑥20
Titik 20 = elevasi PLV + (1 x beda tinggi PLV – PPV) = 695,00 meter
𝐿𝑉
2

PPV = 695,00 meter


Tabel 5.5 Perhitungan Elevasi Ketinggian Titik Pada Landai Jalan
Titik x (m) Elevasi
PLV 0 694.33
1 5 694.37
2 10 694.40
3 15 694.43
4 20 694.47
5 25 694.50
6 30 694.53
7 35 694.57
8 40 694.60
9 45 694.63
10 50 694.67
11 55 694.70
12 60 694.73
13 65 694.77
14 70 694.80
15 75 694.83
16 80 694.87
17 85 694.90
18 90 694.93
19 95 694.97
20 100 695.00
e). Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Rumus :

d ( A  xi )
2
 xi 
ti  xh  Yi   Ev
d ( A  PPV ) 1 / 2 Lv 

Tabel 5.6 Perhitungan Elevasi Grade Line Lengkung Vertikal Cekung
Titik X Ti Yi Elv. Grade
PLV 0 694,33 0,00 694,33
1 5 694,37 0,00 694,37
2 10 694,40 0,02 694,42
3 15 694,43 0,04 694,47
4 20 694,47 0,06 694,53
5 25 694,50 0,10 694,60
6 30 694,53 0,14 694,68
7 35 694,57 0,20 694,76
8 40 694,60 0,26 694,86
9 45 694,63 0,33 694,96
10 50 694,67 0,40 695,07
11 55 694,70 0,49 695,19
12 60 694,73 0,58 695,31
13 65 694,77 0,68 695,45
14 70 694,80 0,79 695,59
15 75 694,83 0,91 695,74
16 80 694,87 1,03 695,90
17 85 694,90 1,16 696,06
18 90 694,93 1,30 696,24
19 95 694,97 1,45 696,42
20 100 695,00 1,61 696,61

Catatan : Perhitungan grade line dari titik PPV sampai dengan titik PTV, adalah
merupakan kebalikan dari keadaan titik PPV hingga PLV.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah menyelesaikan tugas terstruktur ini, penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
Pertigaan Simpang Tak Bersinyal
Volume Lalu Lintas :10.109,80 smp/jam
Tipe Simpang : 424
Kapasitas : 13.679,86
Derajat kejenuhan : 0.74

Perencanaan geometrik bersangkut paut dengan aspek-aspek perencanaan bagian-


bagian jalan raya, yaitu lebar jalan, tikungan, landai pendakian/ penurunan, jarak
pandangan dan kombinasi dari bagian-bagian tersebut, serta yang bersangkut paut
dengan karakteristik arus lalu lintas yang harus dilayani, komposisi lalu lintas dan
ukuran kendaraan, serta karakteristik pengemudi.
Dalam perencanaan tugas ini Trase yang dipakai memiliki panjang = 1270,92
meter yang memiliki tiga buah belokan yaitu Spiral – Cirle - Spiral dan Kecepatan
Rencana (Vr) pada setiap belokan adalah PI1 = 40 km/jam ( ΔPI1 = 35,89 ̊ ), PI2
= 60 km/jam (ΔPI2 = 22,99 ̊ ) PI3 = 40 km/jam (ΔPI3 = 32,00 ̊ ). Dengan
Spesifikasi Sebagai berikut :
PI1;
R = 250 m
Ls = 120 m
Lc = 36,563 m
Es = 15,341 m
L = 276,563 m
PI2;
R = 425 m
Ls = 140 m
Lc = 30,472 m
Es = 10,669 m
L = 310,472 m
PI3;
R = 250 m
Ls = 100 m
Lc = 9,584 m
Es = 11,824 m
L = 239,584 m
Perencanaan Alinyemen Horizontal telah memnuhi syarat aman dan
nyaman (emaks hitung < emaks data, dan Smaks hitung < Smaks data) pada
Alinyemen Vetikal setelah grade line yang telah memenuhi syarat landai dan jarak
pandang maka diperoleh tiga buah lengkungan yaitu Cekung, Cekung, dan
Cembung.
Dengan Spesifikasi Sebagai berikut :
PPV1; Cekung
Lv = 80 m
Ev = 0,38 m
PPV2; Cekung
Lv = 200 m
Ev = 1,61 m
Pada jalan ini tidak diperbolehkan untuk menyiap karena tidak memenuhi syarat,
hanya boleh untuk Henti. Terakhir pada perhitungan galian dan timbunan ,
perbandingan yang dihasilkan tidak mewakili seluruh perbandingan cut dan fill
karena hanya dilakukan analisis sebagian perencanaan yang ditetapkan pada
tikungan pertama saja
4.2 Saran
Dalam merencanakan geometrik jalan raya hendaknya selalu memperhatikan
syarat-syarat yang telah ditentukan untuk diterapkan dalam menyelesaikan
perhitungan perencanaan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan perencanaan
jalan raya yang memuaskan.
Perhatikan dalam perancangan geometrik jalan bila keadaan topografi berupa
gunung. Sesuaikan kecepatan dengan kelas jalan dan topografi. Sulit sekali dalam
merencanakan galian dan timbunan yang seefektif mungkin karena keadaan
topografi berupa gunung sehingga mengakibatkan besarnya volume galian dan
timbunan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Supratman. 2002.Geometrik Jalan Raya. Teknik Sipil FPTK UPI: Bandung
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1970. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya No. 13/1970. Bina Marga: Jakarta
Sukiman, Silvia. 1994. Dasar-Dasar Perncanaan Geometrik Jalan Raya. Nova:
Bandung

Anda mungkin juga menyukai