Anda di halaman 1dari 58

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

CIVIL ENGINEERING 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan


1.1.1 Latar Belakang
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas dan sebagai
akses ke rumah-rumah. Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan
infrastrukur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan ratio
tingkat penggunaan/ biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan
baik, jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan,
sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus
lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga
dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah keselamatan
dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu
kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan
tidak saja menyangkut mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan
tidak bermotor dan pejalan kaki.

1.1.2 Tujuan
Adapun tujuan umum dalam pembuatan tugas ini ialah agar dapat mendesain
geometrik jalan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia.Berikut merupakan
Tujuan khususnya antara lain :
1. Untuk mengetahui trase jalan terpendek yang aman, nyaman dan ekonomis.
2. Untuk mengetahui perencanaan bentuk berdasarkan perhitungan alinyemen
horizontal dan alinyemen vertikal satu jalan.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
1.2 Teori Pendukung
1.2.1 Bagian-bagian Jalan
Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut
(Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997):
 Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median,
dan bahu jalan.
 Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur
lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan
untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis
permukaan.
 Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya
ditinggikan dengan batu tepi jalan.
 Daerah di Luar Kota adalah daerah lain selain daerah perkotaan.
 Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan
jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
 Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan
penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk
pengaman jalan.
 Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya
pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan
konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.
 Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal
pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan
menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun
mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan berupa pemanfaatan
lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
 Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada
kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas
per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas
harian rata - rata tahunan.
 Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam
dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.
 Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa
distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun
termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat perkembangan
permanen,misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
 Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata
pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh
pengemudi.
 Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk
dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
 Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan
aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
 Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan
penuh.
 Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
 Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus
untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
 KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
 Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada
suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang per jam.
 Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat
dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan
jalan.
 Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
 Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan
rendah terutama kendaraan berat.
 Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi
sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.
 Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang
digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan
pengawasan yang berlaku.
 Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan
cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang
bebas samping pada jalur.
 Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak
diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam
pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu yang ditetapkan
dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan, dan lingkungan yang
berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.
 Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada
jam sibuktahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari
perkalian VLHR dengan faktor K.
 Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang
melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu
tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
 Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan
volume lalulintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
1.2.2 Fungsi Hierarki dan Kelas Jalan
1. Klasifikasi menurut medan jalan
 Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
 Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat
dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Klasifikasi menurut medan jalan
No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3 – 25
3. Pegunungan G > 25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

 Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan


keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.

2. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006 adalah
 Jalan Nasional
 Jalan Provinsi
 Jalan Kabupaten
 Jalan Kota
 Jalan Desa

1.2.3 Penampang Melintang

Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (lihat


Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 ):
1) Jalur lalu lintas;
2) Median dan jalur tepian (kalau ada);
3) Bahu;

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
4) Jalur pejalan kaki;
5) Selokan; dan
6) Lereng.

Gambar 1.1 Penampang Melintang Jalan tipikal

Gambar 1.2 Penampang Melintang Jalan tipikal yang dilengkapi trotoar


1. Jalur Lalu Lintas
a. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.Batas jalur lalu lintas
dapat berupa:
 Median;
 Bahu;
 Trotoar;
 Pulau jalan; dan
 Separator.
b. Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur yaitu:
 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)
 I jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.
Keterangan:
TB = tidak terbagi.
B = terbagi
c. Lebar Jalur
 Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya.
Tabel 1.2 menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya.
 Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil
saling berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-
waktu dapat menggunakan bahu jalan.
Tabel 1.2 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan
ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum


VLHR
(smp/hari) Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000-
7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000

10.001-
7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -
25.000

>25.000 2nx3,5*) 2,5 2x7,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **) - - - -

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


Keterangan:
*) = mengacu pada pernyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.5m, di mana n= jumlah lajur per lajur
= Tidak ditentungan

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
2. Lajur
a. Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor
sesuai kendaraan rencana.
b. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal
ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel 1.3
c. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat
kinerjayang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antaravolume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.
d. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus
memerlukankemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar 1.3):
 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
 4-5% untuk perkerasan kerikil

Tabel 1.3 Lebar Lajur Jalan Ideal

Fungsi Kelas Lebar Jalur Ideal (M)

Arteri I 3.75
II, IIIA 3.5
Kolektor IIIA, IIIB 3
Lokal IIIC 3
Sumber: Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota

Gambar 1.3 Kemiringan Melintang Jalan Normal


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
1.2.4 Parameter Desain Geometrik Jalan
1) Kendaraan rencana
a. Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakaisebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
b. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
 Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
 Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2
as;
 Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
c. Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan
dalam Tabel 1.3 Gambar 1.4 s/d. Gambar 1.6 menampilkan sketsa dimensi
kendaraan rencana tersebut.
Tabel 1.3 Dimensi kendaraan rencana
DIMENSI
KATEGORI TONJOLAN RADIUS RADIUS
KENDARAAN
PUTAR
KENDARAAN (cm) (cm) TONJOLAN
RENCANA T L P Depan Belakang Min Maks (cm)
Kendaraan
130 210 580 90 150 420 730 780
Kecil
Kendaraan
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang
Kendaraan
410 260 2100 1,20 90 290 1400 1370
Besar
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 1.4 Dimensi kendaraan kecil


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.5 Dimensi kendaraan sedang


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 1.6 Dimensi kendaraan besar


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

2) Satuan Mobil Penumpang


 SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
 SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat
dalamTabel 1.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas
Jalan Indonesia.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.4 Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

No Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan

1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0


Pick-Up, Bus Kecil, Truck
2 1,2 - 2,4 1,9 - 3,5
Kecil
3 Bus dan Truck Besar 1,2 - 5,0 2,2 - 6,0

Sumber : MKJI No.036 /TBM (1997)

3) Volume Lalu Lintas Rencana


 Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintasharian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
 Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan
rumus:

VJR = VLHR x

Dimana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat
jam dalam satu jam.
 VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnya yang diperlukan.
 Tabel 1.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas harian

FAKTOR-K FAKTOR-F
VLHR
(%) (%)
>50.000 4–6 0,9 - 1
30.000 - 50.000 6–8 0,8 – 1
10.000 - 30.000 6–8 0,8 – 1
5.000 - 10.000 8 – 10 1,6 - 0,8
1.000 - 5.000 10 – 12 0,6 - 0,8
<1.000 12 – 16 <0,6
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

4) Kecepatan Rencana
 Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah,
lalu lintas yang lengang,dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
 VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 1.6.
 Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Tabel 1.6. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi


medan jalan

Kecepatan Rencana, VR' Km/jam


FUNGSI
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
5) Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari
bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang
Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
a. Jarak Pandang Henti
 Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan
di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi Jh.
 Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm
dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
 Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem.
(2) Jarak pengereman (Jh) adalah jarak yang dibutuhkan untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai
kendaraan berhenti.
 Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
𝑉𝑟
𝑉𝑅 3.6
𝐽ℎ = 𝑡+
3,6 2𝑔𝑓
dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
t = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35 dan
0,55.
disederhanakan menjadi:

JBhB= 0,694 VBRB + 0,004

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Tabel 1.7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel 1.7 Jarak Pandang Henti (JH) minimum

VR,
Km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh
minimu 250 175 120 75 55 40 27 16
m
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

b. Jarak Pandang Menyiap


Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk
dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan
menggunakan lajur untuk arah berlawanan (Lihat gambar 1.4).

Jarak pandang menyiap standar adalah :


Jd = d1 + d2 + d3 + d4

dimana :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan yang hendak
menyiap dan membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur
kanan.
d1 = ( 0,278 . t1 ) + ( V – m + ( at1 /2) )
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada pada lajur
sebelah kanan.
d2 = ( 0,278V . t2 )
d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap dengan
kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan,
diambil 30-100 m

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah selama 2/3
dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang menyiap berada pada
lajur sebelah kanan atau sama dengan 2/3*d 2.
t1 = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat
ditentukan dengan korelasi
t1 = 2,12 + 0,026V
m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap
yaitu15 km/ jam.
V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/ jam.
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan
korelasi.
α = 2,052 + 0,0036V
t2 =Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang
dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi.
t2 = 6,56 + 0,048V

Tabel 1.8 Panjang jarak pandang menyiap

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota


No.038/TBM/1997

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.7. Jarak Pandang Menyiap


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

1.2.5 Alinyemen Horizontal Dan Vertikal


1. Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan tertentu dengan membentuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya
yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan
superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.
1) Bentuk bagian lengkung
Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
 Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana.
Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius
lengkung yang besar.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Bentuk tikungan yang dianjurkan oleh Bina Marga :
1. Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-
jari besar dengan sudut tangent yang relatif kecil.

Gambar 1.8 Lengkung busur lingkaran Sederhana


 Rumus yang biasa digunakan:

Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat diketahui:


Tc = Rc . tg 1/2β
Ec =Tc . tg 1/4β

Lc = Rcdengan β dalam derajat

Lc = B . Rc dengan β dalam radian


Syarat pemakaian :
a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed)
Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam
R > 110
# R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out.
# R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan
Geometrik Jalan raya”
b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu
diukur dengan menggunakan busur
c. Ac > 0
d. Lc > 20 cm
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka
pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian
lagi pada bagian lengkung.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan
Lengkung Peralihan

Gambar 1.9 Lengkung spiral – lingkaran – spiral simetris


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-Spiral


simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC sama dengan
dari CS ke ST(= Ls).Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk
spiral yang menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di
awal spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan
SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral
dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.

Rumus yang umum digunakan adalah :


 Derajat Kelengkungan
Adalah sudut yang dibentuk oleh ujung lingkaran dengan jari-jari R
(m) yang menghasilkan panjang busur sebesar 25 m.

25 𝑥 360 1432,4
D=
25 𝑅𝑐
= 𝑅𝑐
(D berlaku untuk semua tipe kurva )
Dari gambar1.6 diatas, dapat diketahui bahwa :
Besarnya sudut spiral pada titik SC

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
θs= ( dalam radial ) atau θs= ( dalam derajat )

(1.15)
²
p= . Rc ( 1 - cos θs )
²
k = 𝐿𝑠 − − Rc sin θs
²

untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k*dan untuk Ls = Ls, maka p =


p*.Ls dan k = k*. Lsdengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai 𝜃𝑠
diberikan di tabel 1.8. Sudut pusat busur lingkaran = 𝜃𝑐 dan sudut spiral
= 𝜃𝑠, jika besarnya sudut perpotongan kedua tangen adalah 𝛽 maka :
θc = β– θs
Es=(Rc+p)sec1/2β–Rc
Ts =( Rc + p ) tg 1/2 β + k

Lc = πRc

Syarat pemakaian :
( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC >0 dan Lc > 20)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.9 Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan (emaks = 10%
Bina marga)
D R v = 50 km/jam v = 60 km/jam v = 70 km/jam v = 80 km/jam v = 90 km/jam
(⁰) (m) e Ls e Ls e Ls e Ls e Ls
0,025 5730 LN 45 LN 50 LN 60 LN 70 LN 75
0,500 2865 LN 45 LN 50 LP 60 LP 70 LP 75
0,750 1910 LN 45 LP 50 LP 60 0,020 70 0,025 75
1,000 1432 LP 45 LP 50 0,021 60 0,027 70 0,033 75
1,250 1146 LP 45 LP 50 0,025 60 0,033 70 0,040 75
1,500 955 LP 45 0,023 50 0,030 60 0,038 70 0,047 75
1,750 819 LP 45 0,026 50 0,035 60 0,044 70 0,054 75
2,000 716 LP 45 0,029 50 0,039 60 0,049 70 0,060 75
2,500 573 0,026 45 0,036 50 0,047 60 0,059 70 0,072 75
3,000 477 0,030 45 0,042 50 0,055 60 0,068 70 0,081 75
3,500 409 0,035 45 0,048 50 0,062 60 0,076 70 0,089 75
4,000 358 0,039 45 0,054 50 0,068 60 0,082 70 0,095 75
4,500 318 0,043 45 0,059 50 0,074 60 0,088 70 0,099 75
5,000 286 0,048 45 0,064 50 0,079 60 0,093 70 0,100 75
6,000 239 0,055 45 0,073 50 0,088 60 0,098 70 Dmaks= 5,12
7,000 205 0,062 45 0,080 50 0,094 60 Dmaks= 6,82
8,000 179 0,068 45 0,086 50 0,098 60
9,000 159 0,074 45 0,091 60 0,099 60
10,000 143 0,079 45 0,095 60 Dmaks= 9,12
11,000 130 0,083 45 0,098 60
12,000 119 0,087 45 0,100 60
13,000 110 0,091 50 Dmaks= 12,79
14,000 102 0,093 50
15,000 95 0,096 50
16,000 90 0,097 50
17,000 84 0,099 50
18,000 80 0,099 60
19,000 75 Dmaks= 18,85
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( 1997 )

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.10 besaran p* dan k*

Sumber: Sukirman, S (1999)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral
Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa
busur lingkaran,sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur
lingkaran Lc = 0 dan 𝜃𝑠 = 1/2 𝛽.

Gambar 1.10 Lengkung Spiral – Spiral


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Rumus umum yang digunakan :


s.Rc
 Ls 
28,648

 Ls  R  P  tan 1
2
  k

 Es 
R  P   Rc
cos 1 
2

 L  2 Ls

P  P '. Ls dan K  k '. Ls

Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa


busur lingkaran, sehingga Sc berhimpit dengan titik Cs. Panjang busur
lingkaran Lc = 0 dan θs = 1/2 𝛽.

2) Trase
 Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua
buah titik yang harus dihubungkan.
 Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari
sumbu jalan
 Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan :
a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study)
Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi
syarat
b. Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang
memenuhi syarat . Tujuan : Menentukan koridor terbaik
Faktor-faktor yang menentukan route location suatu jalan
 Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan
 Perpotongan dengan sungai
 Daerah lahan kritis
 Daerah aliran sungai
 Meterial konstruksi jalan
 Galian dan Timbunan
 Pembebasan tanah
 Lingkungan
 Sosial / budaya setempat
3) Jari-Jari Tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
²
Rmin =
( )

Dimana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
f = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.11.a Panjang Jari-jari Minimum Untuk F-C

VR( km/jam) 200 100 80 60 40

Jari jari minimum


1500 1000 700 300 130
Rmin (m)
Sumber : Buku Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Oleh: Silvia
Sukiman

Tabel 1.11.b Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)


VR( km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jari jari minimum
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin (m)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.12 Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan
rencana
Kecepatan e maks e maks Rmin Rmin D maks
Rencana (perhitungan) desain desain
km/jam m m ( o)

40 0.10 0.166 47.363 47 30,48


0.08 51.213 51 28.09
50 0.10 0.160 75.858 76 18.85
0.08 82.192 82 17.47
60 0.10 0.153 112.041 112 12.79
0.08 121.659 122 11.74
70 0.10 0.147 156.522 157 9.12
0.08 170.343 170 8.43
80 0.10 0.140 209.974 210 6.82
0.08 229.062 229 6.25
90 0.10 0.128 280.350 280 5.12
0.08 307.371 307 4.67
100 0.10 0.115 366.233 366 3.91
0.08 403.796 404 3.55
110 0.10 0.103 470.497 470 3.05
0.08 522.058 522 2.74
120 0.10 0.090 596.768 597 2.40
0.08 666.975 667 2.15

Sumber: Sukirman, S (1999)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

4) Daerah Bebas Samping Di Tikungan


Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan),adalah
pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah
bebas samping).
a. Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin
kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh dipenuhi.
b. Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan ditikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang
sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi ( Lihat Gambar
1.11 )
c. Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus
sebagai berikut :

Gambar 1.11 Daerah bebas samping di tikungan,untuk Jh < Lt.


Sumber : TPGJAK No. 038/TBM/1997

1. Jika Jh < Lt :
,
E = R’ ( 1- cos )
2. Jika Jh > Lt :
, ,
E = R’ ( 1- cos )+( Sin )

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Keterangan :
R = jari-jari tikungan (m)
R’ = jari-jari sumbu dalam (m)
Jh = jarak pandang henti (m)
Lt = panjang tikungan (m)
E = daerah kebebasan samping (m)
5) Tikungan Gabungan

Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:


 Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan
dengan arahputaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat
Gambar1.11);
 Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaranyang berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:

> tikungan gabungan searah harus dihindarkan, (1.30)

> tikungan gabungan searah harus dilengkapi


bagian lurus atau clothoide,
 Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus
di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 20 m (lihat
Gambar 1.15)

Gambar 1.11 Tikungan gabungan searah

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.12 Tikungan gabungan searah dengan sisipan bagian lurus minimum
sepanjang 20m

Gambar 1.13 Tikungan gabungan gambar balik

Gambar 1.14 Tikungan gabungan gambar balik dengan sisipan bagian lurus
minimum sepanjang 20 meter
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
6) Panjang Bagian Lurus
1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau
dari segikelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang
lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 1.13.
Tabel 1.13. Panjang Bagian Lurus Maksimum

Panjang Bagian Lurus Maksimum


FUNGSI
Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

7) Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat
berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.Nilai superelevasi maksimum
ditetapkan 10%.Pencapaian superelevasi :
a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagianjalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagian lengkung.
b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar1.15), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung
peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian
lengkung peralihan (SC).
c. Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar 1.16), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan
bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada
bagian spiral.

Gambar 1.15 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 1.16 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe FC


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.17 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SS


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya tergantung dari


bentuk lengkung yang bersangkutan.
1. Diagam superelevasi Full-Circle menurut Bina Marga

Gambar 1.18 Diagram superelevasi Full Circle

Ls pada tikungan Full-Cirle ini sebagai Ls bayangan yaitu untuk


perubahan kemiringan secara berangsur-angsur dari kemiringan normal ke
maksimum atau minimum.

Ls = xm x (en + ed)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Keterangan : Ls = Lengkung peralihan
W = Lebar perkerasan 25
m = Jarak pandang
en = Kemiringan normal
ed = Kemiringan maksimum
Kemiringan lengkung di role, pada daerah tangen tidak mengalami
kemiringan
Jarak kemiringan = 2/3 Ls

Jarak kemiringan awal perubahan = 1/3 Ls

2. Diagram superelevasi pada Spiral-Cricle-Spiral.

Gambar 1.19 Diagram superelevasi Spiral-Cirle-Spiral

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
3. Diagram superelevasi tikungan berbentuk Spiral – Spiral.

Gambar 1.20 Diagram superelevasi Spiral-Spiral

8) Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan


Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan
konsistensi geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan
sama dengan di bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan
mempertimbangkan:
 Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
 Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus
memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga
proyeksi kendaraan tetap pada lajurya.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana
(lihat Gambar1.1 s.d. Gambar 1.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel
1.12.
 Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
 Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 1.12 harus dikalikan 1,5.
 Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 1.12 harus dikalikan 2.
Rumus umum:
  n ( b ' c )  ( n  1)Td  z

dimana:
b’ = 2,40  R 2
 R2  2 p2 
Td = R2   (2 P  )  R
Z = 0,105
R

dimana:
ß = Lebar perkerasan jalan tikungan (m)
Η = Jumlah jalur
b’ = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)
C = Kebebasan samping
 Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8
 Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0
 Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25
Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)
Z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m)
R = Jari-jari tikungan
Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m)
P = Jarak standar (6,1 m)

Catatan:Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6


 Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan menggunakan grafik.
 Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan di tikungan.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.14 Pelebaran di Tikungan

Lebar jalur 20,50 m, 2 arah atau 1 arah

Kecepatan Rencana, Vd (km/jam )

R (m)
50 60 70 80 90 100 110 120

1500 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1

1000 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2

750 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,3

500 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

400 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

300 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

250 0,4 0,5 0,5 0,6

200 0,6 0,7 0,8

150 0,7 0,8

140 0,7 0,8

130 0,7 0,8

120 0,7 0,8

110 0,7

100 0,8

90 0,8

80 1,0

70 1,0
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.15 (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m)

Lebar Jalur 2x3,00 m, 2 arah atau 1 arah

Kecepatan Rencana, Vd (Km/Jam)


R (m)
50 60 70 80 90 100 110

1500 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.6

1000 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.5 0.6

750 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8

500 0.8 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 0.1

400 0.9 0.9 1.0 1.0 1.1 1.1

300 0.9 1.0 1.0 1.1

250 1.0 1.1 1.1 1.2

200 1.2 1.3 1.3 1.4

150 1.3 1.4

140 1.3 1.4

130 1.3 1.4

120 1.3 1.4

110 1.3

100 1.4

90 1.4

80 1.6

70 1.7

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
2. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh
beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan,
muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih memungkinkan.
Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai
positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan landai nol (datar). Sedangkan untuk
bagian lengkung vertikal, dapat berupa:
 Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Panjang lengkung vertikal
cekung harus ditentukan dengan memperhatikan :
1. Bentuk parabola sederhana
2. Jarak penyinaran lampu kendaraan
3. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
4. Kenyamanan pengemudi
5. Keluwesan bentuk
 Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada diatas permukaan jalan yang bersangkutan. Pada lengkung
vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka atas
2 keadaan, yaitu :
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L)
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S>L)

2.1 Alinyemen vertikal cembung


Pemilihan panjang lengkung vertikal cembung haruslah merupakan
panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak
pandangan, persyaratan drainase, dan bentuk visual lengkung. Ketentuan
tinggi menurut Bina Marga (1997) untuk alinyemen vertikal cembung seperti
pada tabel 1.16.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Tabel 1.16 Ketentuan tinggi untuk jenis jarak pandang

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

1. Panjang L, berdasarkan Jh
. .
Jh < maka : L =

Jh > maka : L =2 Jh −

2. Panjang L, berdasarkan Jd
. .
Jd < maka : L =

Jh > maka : L =2 Jd −

Gambar 1.21 Untuk Jh < L

Gambar 1.22 Untuk Jh > L

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
2.2 Alinyemen vertikal cekung
Pemilihan panjang lengkung cekung vertikal haruslah merupakan panjang
terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran
lampu dari kendaraan, ketentuan drainase, dan kenyamanan mengemudi,
penampilan secara umum.

Gambar 1.23 Untuk Jh < L

Gambar 1.24 Untuk Jh > L


Dengan bantuan gambar 3.16 dan gambar 3.17 di atas, yaitu tinggi lampu
besar kendaraan = 0,60 m dan sudut bias = 1o, maka diperoleh hubungan
praktis, sebagai berikut :
. .
Jd < maka : L =
,

Jh > maka : L =2 Jh −

1) Lengkung Vertikal
 Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan :
(1) Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan
(2) Menyediakan jarak pandang henti.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana,
a. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung,panjangnya ditetapkan dengan rumus:

l=

b. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung,panjangnya ditetapkan dengan rumus:

L = 2𝑆

 Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:


L = A.Y

L=

dimana :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10
cm dantinggi mata 120 cm.

 Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan


penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 1.17
Tabel 1.17 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y
Faktor
Kecepatan Rencana (Km/Jam)
PenampilanKenyamanan, Y
<40 1,5
40 – 60 3
>60 8

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
 Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 1.18
vang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.
Untuk jelasnya lihat Gambar 1.23 dan Gambar 1.24

Tabel 1.18. Panjang Minimum Lengkung Vertikal


Panjang
Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian
Lengkung
(Km/Jam) Memanjang (%)
(m)
<40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
>60 0,4 80 - 150

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( 1997 )


(1997)

Gambar 1.25. Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan


kedua tangen

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.26 Gambar Lengkung Vertikal Cembung


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 1.27 Lengkung Vertikal Cekung


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.28 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak


Pandang Henti (Jh)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.29 Grafik Panjang lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak


Pandang Henti (Jh)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
2) Landai Maksimum
 Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
 Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yangmampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
 Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel 1.19.
Tabel 1.19 Kelandaian maksimum yang diizinkan

VR (Km/Jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40

Kelandaian Maksimal
3 3 4 5 8 9 10 10
(%)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)


 Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian
sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama
perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
 Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 1.20
Tabel 1.20. Panjang Kritis (m)
Kecepatan pada Kelandaian
awal tanjakan
4 5 6 7 8 9 10
km/jam

80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 80

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
3) Koordinasi alinyemen
Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan
adalah elemen - elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan
sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti
memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman.
Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan kesan
atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya
sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinemen vertikal dan alinemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen vertikal, dan
secaraideal alinemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinemen
vertikal;
b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
padabagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
c. lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus
dihindarkan;dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal
harus dihindarkan; dan tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus
dan panjang harus dihindarkan.
Sebagai ilustrasi, Gambar 1.24s.d. Gambar 1.26 menampilkan contoh-contoh
koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Gambar 1.30. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertikal yang
berimpit
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.31 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertical


menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

Gambar 1.31 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana pada bagian yang lurus
pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinyemen vertical
sehingga pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik
puncak tersebut.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
4) Lajur Pendakian
Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan
berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan
lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan
lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah
berlawanan.
 Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian
yangbesar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
 Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000
SMP/hari, dan persentase truk > 15 %.
 Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
 Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian
dengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 1.30).
 Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar 1.31).

Gambar 1.33 Lajur Pendakian Tipikal


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

Gambar 1.34 Jarak Antara Dua Lajur Pendakian


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (1997)

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
1.3 Flow Chart Perencanaan Geometrik Jalan

Mulai

Tentukan Titik
awal
dan Akhir Trase
Jalan Rencana

Tetapkan Kriteria
1. Kelas / Fungsi Jalan
2. Kendaraan Rencana
3. LHR
4. VR

Buat Beberapa
Alternatif
Trase Jalan

Desain
Bagian Lurus
dan Tikungan

Desain
Desain Alinyemen Alinyemen
Horizontal Vertikal
1.Jarak Pandang 1.Vertical cekung
2.Jenis Tikungan 2.Vertical cembung

Sesuai Kriteria?
TIDAK
YA

TraseJalan
Terpilih

Potongan Melintang
-Lebar Jalan, Lajur Jalan, dan Bahu Jalan
-Pelebaran Jalan ditikungan

Final Desain

Galian dan Timbunan

Selesai

Gambar 1.35 Flow Chart Perencanaan Geometrik Jalan

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
1. Penentuan type tikungan
Penentuan Data
Perhitungan
(▲, Vr & Rc)

Dicoba dengan F - C
Tidak memenuhi

Rc < R min.

Dicoba dengan S– C
-S

Tidak memenuhi

Δc < 0o
Lc < 20 m
Dicoba dengan S – S
2Ls Lc <
Memenuhi

SELESAI

Gambar 1.36 Flow Chart PenentuanType Tikungan

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

2. Proses Umum Perancangan Tikungan

Tentukan Jari-Jari Tikungan (R Design)

Pemilihan Jenis Tikungan

Perhitungan Komponen-komponen Tikungan

Tidak
T* : E* dan R
Sesuai
Kriteria ?

Ya

Jari-jari (R) Desain

Gambar 1.37 Flow Chart Proses Umum perancanganTikungan

3. Pemilihan jenis tikungan

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

TIKUNGAN S – C - S

Y
Lc< 20 M TIKUNGAN S – S

Y
p < 0,25 M
TIKUNGAN Full C-C

e < min (0,04 atau 1,5 TIKUNGAN Full C-C


en

TIKUNGAN S – C - S

Gambar 1.38 Flow Chart Pemilihan Jenis Tikungan

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
3. Perencanaan Galian Dan Timbunan (Cut And Fill )
Dalam perencanaan jalan raya diusahakan agar volume galian sama dengan
volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen vertikal dan horizontal
memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume galian dan timbunan.

Gambar 1.39 Galian dan Timbunan

Langkah-langkah dalam perhitungan galian dan timbunan, antara lain :


a. Penentuan stationing (jarak patok) sehingga diperoleh panjang horizontal jalan
dari alinyemen horizontal (trase jalan). Ketentuan umum untuk pemasangan
patok-patok tersebut adalah sebagai berikut :

- Untuk daerah datar dan lurus, jarak antara patok 100 m.

- Untuk daerah bukit, jarak antara patok 50 m.

- Untuk daerah gunung, jarak antara patok 25 m.

b. Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) yang memperlihatkan


perbedaan beda tinggi muka tanah asli dengan muka tanah rencana.

c. Gambar potongan melintang (cross section) pada titik stationing, sehingga


didapatkan luas galian dan timbunan.

d. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengalikan luas penampang rata-
rata dari galian atau timbunan dengan jarak patok.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Adapun rumus perhitungan galian dan timbunan dapat dilihat pada tabel 1.21.
Tabel 1.21 Perhitungan Galian dan Timbunan

Luas (m2) Jarak Volume (m3)


Sta
Galian Timbunan (m) Galian Timbunan

0 + 000 A1 A2
L 𝑥𝐿=C 𝑥𝐿=C

0 + 100 B1 B2

JUMLAH Ʃ c, …….N Ʃ c, …….N

Sumber : Hendra Suryadharma, 1999

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan Tugas “PERANCANGAN
GEOMETRIK JALAN” antara lain sebagai berikut :
 Trase
Panjang trase awal = 950 m

 Alinyemen Horizontal
Klasifikasi medan = Bukit
Fungsi jalan = Arteri
Kelas jalan = Jalan raya (Highway)
Kecepatan rencana = 50 km/jam
Jenis tikungan = 1. Spiral-Circle-Spiral ( 3 tikungan )

 Alinyemen Vertikal
Cekung & Cembung = Cekung 1
= Cembung 2

 Galian & Timbunan


Volume Galian = 7497,20 m3
Volume Timbunan = 8354,61 m 3

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20

3.2 Saran
1. Dalam perencanaan/pembuatan trase (rute jalan) perlu memperhatikan beberapa syarat
agar suatu jalan layak digunakan, terutama jalan yang dibangun di daerah pegunungan
dan hutan sebisa mungkin untuk merencanakan tikungan dengan sudut kurang dari 90 o
agar tikungan yang kita buat tidak terlalu tajam sehingga aman bagi pengguna jalan.
2. Trase (rute jalan) diusahakan memilih jalur terpendek/terdekat, karena hal yang paling
diutamakan adalah jalan yang mempunyai nilai ekonomis. Ekonomis maksudnya jalan
tersebut dapat dibangun dengan kualitas yang bagus dan juga murah karena jarak yang
tidak begitu Panjang.
3. Usahakan menggambar trase pada peta topografi mengikuti garis kontur agar medan yang
didapat tidak terlalu curam, karena salah satu syarat merencanakan jalan yaitu
memberikan kenyamanan pada pengguna jalan.
4. Lebih memperhatikan dalam merencanakan jenis tikungan sesuai dengan jenis dan fungsi
jalan yang akan kita rencanakan.
5. Dalam perencanaaan galian dan timbunan usahakan agar volume timbunan tidak lebih
besar dari volume galian karena jika volume timbunan lebih besar dari volume galian
maka akan memakan banyak biaya.
6. Memperbanyak referensi buku tentang perencanaan geometric jalan agar dalam
pengerjaan laporan lebih banyak sumber.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
CIVIL ENGINEERING 20
Daftar Pustaka

 036/TBM/1997 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen pekerjaaan


Umum Direktorat Bina Marga.
 038/TBM/1997 Tata Cara Perancangan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK),
Departemen Pekerjaaan Umum Direktorat Bina Marga.
 Sukirman, Silvia , 1994, Buku Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung :
Nova.
 Sukirman, Silvia, 1999, Dasar-Dasar Perancangan Geometrik Jalan, Bandung : Nova.
 Sukirman, Silvia, 2015, Dasar-Dasar Perancangan Geometrik Jalan, Bandung : Nova.
 Suryadharma,Hendra dan Benidiktus Susanto, 1999, Rekayasa Jalan Raya, Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya.
 Saodang, Ir. Hamirhan MSCE.2004. Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung : Nova.
 Hendarsin, Shirley L. 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil –
Politeknik Negeri Bandung, Bandung.

MOH. FIKRAM / F 111 20 102

Anda mungkin juga menyukai