Anda di halaman 1dari 56

Universitas

Tadulako,FakultasTeknik Sipil

BAB I
PENDAHULUAN

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang


dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalulintas
dan sebagai akses ke rumah-rumah.

Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastrukur


yang aman, efisiensi pelayanan arus lalulintas dan memaksimalkan ratio tingkat
penggunaan/ biaya pelaksanaan. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik,
jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.

Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran


kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan
karakteristik arus lalulintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang
gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang
diharapkan.

Geometrik jalan yang didesain dengan mempertimbangkan masalah


keselamatan dan mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling
bertentangan, oleh karena itu kedua pertimbangan tersebut harus diseimbangkan.
Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja menyangkut mobilitas kendaraan
bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki.

Beberapa istilah - istilah yang perlu diketahui adalah sebagai berikut


(Perencanaan Geometrik jalan antar kota, 1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu
jalan.

Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan


dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti,
keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi
bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang
biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan.
Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) adalah daerah yang meliputi seluruh
badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah daerah yang meliputi seluruh
daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan
dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan
ruangan untuk pengaman jalan.
Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.
Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau
areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang
diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka
waktu kira-kira 10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri,
komersil, dan berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk
pertanian.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai


kendaraan dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan
pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas
campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume
lalu lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan
volume lalu lintas harian rata - rata tahunan.
Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu
jam, ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas
dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit
tertinggi.
Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-
simpul jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus
pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin
terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau
perkampungan.
Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur
dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang
dapat dilihat oleh pengemudi.
Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang
dibutuhkan untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam
keadaan normal.
Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk
berhenti dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada
dalam keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan
untuk mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan
kemiringan penuh.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh
kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan
khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat
dipertahankan pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan
dalam satuan mobil penumpang per jam.
Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan
dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut
jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh
keistimewaan perencanaan jalan.
Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu
kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang
mempunyai kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung
kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat.
Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang
berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk
4 sampai 6.
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang
yang digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan,
lalu lintas dan pengawasan yang berlaku.
Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang
dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk
menjamin ruang bebas samping pada jalur.
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang
layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama
jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu
lintas, pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam
banyaknya kendaraan per jam.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per
jam pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam,
dihitung dari perkalian VLHR dengan faktor K.
Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total
yang melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua
jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau
prakiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada
bagian jalan tertentu

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

BAB II
KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK ANTAR KOTA

2.1. Klasifikasi Jalan


2.1.1. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien,
Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi,
Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

2.1.2. Klasifikasi menurut kelas jalan


Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat
(MST) dalam satuan ton.
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi menurut kelas jalan

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

2.1.3. Klasifikasi menurut medan jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel 2.2.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Tabel 2.2. Klasifikasi menurut medan jalan

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase
jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari
segmen rencana jalan tersebut.
2.I.4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.34/2006 adalah
jalan nasional
jalan provinsi
jalan kabupaten
jalan kota
jalan desa

2.2. Kriteria perencanaan


2.2.1. Kendaraan Rencana
Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
1. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

2. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau


oleh bus besar 2 as;
3. Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana
ditunjukkan dalam Tabel 2.3 Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3
menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.
Tabel 2.3. Dimensi kendaraan rencana

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 2.1. Dimensi kendaraan kecil


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 2.2 Dimensi kendaraan sedang


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 2.3. Dimensi kendaraan besar


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

2.2.2 Satuan Mobil Penumpang


SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana
mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat
dalam Tabel 2.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual
Kapasitas Jalan Indonesia
Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : MKJI No.036 /TBM (1997)


2.2.3 Volume Lalu Lintas Rencana
Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume
lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam
SMP/hari.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung
dengan rumus:

di mana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas
Perseperempat jam dalam satu jam.
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu
lintas lainnya yang diperlukan.
Tabel 2.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-
nya.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Tabel 2.5. Penentuan faktor K dan faktor F berdasarkan volume lalu lintas
harian

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


2.2.4 Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi
cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan
yang tidak berarti.
VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.6.
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. Tabel
2.6. Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi
medan jalan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


2.3. JARAK PANDANG
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang,
yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
2.3.1 Jarak Pandang Henti
Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan
di depan. Setiap titik di
sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105
cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
(2) jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk
menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai
kendaraan berhenti.
Jh, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

di mana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T= waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-
0,55.
disederhanakan menjadi:

Tabel 2.7 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan dengan


pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.
Tabel 2.7. Jarak Pandang Henti (JH) minimum

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


2.3.2. Jarak Pandang Menyiap
Jarak Pandang Menyiap, yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan
untuk dapat menyiap kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya
dengan menggunakan lajur untuk arah berlawanan (Lihat gambar 2.4).
Jarak pandang menyiap standar adalah :

dimana

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kendaraan


yang hendak menyiap dan membawa kendaraannya yang
hendak membelok ke lajur kanan

d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama berada


pada lajur sebelah kanan

d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kendaraan yang menyiap


dengan kendaraan yang berlawanan arah setelah gerakan
menyiap dilakukan, diambil 30-100 m
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan arah
selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kendaraan yang
menyiap berada pada lajur sebelah kanan atau sama dengan
2/3d2
t1 = Waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang

dapat ditentukan dengan korelasi

m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan


yang disiap yaitu 15 km/ jam
V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam
perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan
rencana, km/ jam
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap yang dapat

ditentukan dengan mempergunakan korelasi

t2 = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur


kanan yang dapat ditentukan dengan mempergunakan

korelasi

Gambar 2.4. Jarak Pandang Mendahului


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Tabel 2.8 Panjang Jarak Pandang Mendahului

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Tabel 2.9 Jarak Pandang Mendahului Untuk Jalan Perkotaan

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)

2.3 DAERAH BEBAS SAMPING TIKUNGAN


Daerah Bebas Samping Di Tikungan (E) adalah ruang untuk menjamin
kebebasan pandang pengemudi kendaraan di tikungan, sehingga Jh dapat
terpenuhi, dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan
pengemudi di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang
sejauh E, yang diukur dari garis tengah lajur dalam sampai pada obyek
penghalang, sehingga persyaratan untuk Jh terpenuhi.
Ada dua bentuk Daerah Bebas Samping Di Tikungan, yaitu:
Jarak Pandang Henti (Jh) < Panjang Tikungan (Lt)
Jarak Pandang Henti (Jh) > Panjang Tikungan (Lt)
Adapun rumusan Daerah Bebas Samping Di Tikungan (E), adalah:

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 2.3.1 Daerah bebas samping di tikungan (kondisi Jh<Lt)


Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)

KONDISI Jh < Lt:

28,65. Jh
E= RI . [ 1 – Cos ]
RI

KONDISI Jh > Lt

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar : 2.3.2Daerah bebas samping di tikungan (kondisi Jh > Lt)


Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992)

28,65. Jh Jh - L t 28,65. Jh
I
E= R . [ 1 – Cos ]+[ . Sin ]
I
R I 2 R

Dimana:
• R = Jari-jari tikungan (m)
• RI = Jari-jari sumbu lajur dalam (m)
• JH = Jarak pandang henti (m)
• LT = Panjang tikungan (m)
Tabel 2.3.1 Nilai E untuk Jh < Lt (meter)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

Tabel 2.3.2 Nilai E untuk Jh > Lt (meter), Dimana Jh - Lt = 25 meter

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

BAB III

KOMPONEN – KOMPONEN ALINEMEN HORIZONTAL DAN


VERTIKAL

3.1 ALINEMEN HORISONTAL


Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan”
atau “trase jalan”. Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian
lengkung (disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian
lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan membentuk
superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan
secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan superelevasi adalah suatu
kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.

3.1.1Bentuk bagian lengkung

Bentuk bagian lengkung dapat berupa :

Full Circle (FC) atau Lengkung Busur Lingkaran Sederhana

a. Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius


lengkung yang besar. Perencanaan Tikungan Bentuk tikungan yang
dianjurkan oleh Bina Marga :

1. Lingkaran Penuh (Full Circle)


Bentuk tikungan seperti ini digunakan pada tikungan yang mempunyai
jari-jari besar dengan sudut tangent yang relative kecil

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Lengkung busur lingkaran Sederhana

Batasan yang biasanya dipakai di Indonesia adalah sebagai berikut:

Kecepatan Jari-jari Lengkungan


Rencana Minimal

(Km/Jam) (m)

200 1500

100 1000

80 700

60 300

40 130

Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometrik


jalan,oleh : silvia sukiman

Rumus yang biasa digunakan:

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Dari gambar lengkung busur lingkaran sederhana diatas, dapat


diketahui :
…………….. (3.1)

…….….. (3.2)

…………….….. (3.3)

………………………………………………….. (3.4)

Syarat pemakaian :

a. Tergantung dari harga v yang ada (design speed)


Mis : Untuk Vp = 80 Km/jam

R > 110

R dicoba dahulu pada gambar pengukuran staking out.

R dan V dapat dilihat pada daftar II “ Standart Perencanaan Geometrik


Jalan raya”

b. Harga dihitung secara analitis berdasarkan koordinat, setelah itu diukur


Dengan menggunakan busur

c. Ac > 0
d. Lc > 20 cm

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian


superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian
lengkung.

Spiral-Circle-Spiral (SCS) atau Lengkung Busur Lingkaran dengan


Lengkung Peralihan

Gambar diatas menggambarkan sebuah lengkung Spiral-Circle-


Spiral simetris dimana panjang lengkung peralihan dari TS ke SC
sama dengan dari CS ke ST (= Ls).
Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral yang
menghubungkan bagian lurus dengan radius tak berhingga di awal
spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran diakhir spiral (kanan
SC). Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian


lingkaran.Rumus yang umum digunakan adalah :

Derajat Kelengkungan
Adalah sudut yang dibemtuk oleh ujung lingkarang dengan jari-jari R (m)
yang menghasilkan panjang busur sebesar 25 m.

D= 25 . 360 ( D berlaku untuk semua tipe kurva )

25 r

Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa :


Besarnya sudut spiral pada titik SC

…………(3.5)

….. ………………………………..(3.6)

……………………………………. (3.7)

untuk Ls = 1 m, maka p = p* dan k = k*


dan untuk Ls = Ls, maka p = p*.Ls dan k = k*. Ls

dengan nilai p* dan k* untuk setiap nilai diberikan di tabel 4.1

Sudut pusat busur lingkaran = dan sudut spiral = , jika besarnya sudut

perpotongan kedua tangen adalah maka :

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

…..…..….. (3.8)

…..…..….. (3.9)

….. ….. ….(3.10)

…..…..…..(3.11)

Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometrik jalan, oleh : silvia sukiman

Syarat pemakaian :

( Ls Min < dan L < 2Ts) ; (AC > 0 dan Lc > 20)

Spiral-Spiral (SS) atau Lengkung Spiral-Spiral


Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa
busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang

busur lingkaran Lc = 0 dan = 1/2 .

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Rumus umum yang digunakan :

Ls = θs . R … [ 3.12 ]
28,648

Ls = (R + P) tan ½ ∆ + k … [ 3.13 ]
Es = ( R + P ) – R … [ 3.14 ]
Cos ½ ∆

L = 2 Ls … [ 3.15 ]
(harga R = P* > Ls) dan ( K = K* . Ls )

Sumber : Buku dasar-dasar perencanaan Geometrik jalan,

oleh : silvia sukiman

Syarat pemakaian :

a. Harga dihitung secara analitis, namun dalam hal ini harga


dihitung atau diukur langsung dengan mengunakan busur.
b. θs = ½ β

3.1.2 Trase

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Penentuan route / trase jalan adalah penentuan koridor terbaik antara dua
buah titik yang harus dihubungkan
Koridor adalah bidang memanjang yang menghubungkan dua titik
Trase adalah seri dari garis – garis lurus yang merupakan rencana dari
sumbu jalan

Tahap kegiatan dalam penentuan lokasi trase jalan :


a. Studi Penyuluhan (Reconnaissance Study)
Tujuan : Menentukan berbagai alternative koridor yang memenuhi
syarat
b. Pemilihan koridor terbaik dari beberapa alternative koridor yang
memenuhi syarat
Tujuan : Menentukan koridor terbaik

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN ROUTE LOCATION


SUATU JALAN
Medan / Topografi : Dataran, Bukit dan Pegunungan
Perpotongan dengan sungai
Daerah lahan kritis
Daerah aliran sungai
Meterial konstruksi jalan
Galian dan Timbunan
Pembebasan tanah
Lingkungan
Sosial / budaya setempat

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

3.1.3. Jari-Jari Tikungan


Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),
VR = Kecepatan Rencana (km/j),
emax = Superelevasi maximum (%),
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

Tabel 3.1. Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan).

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

3.1.4. Tikungan Gabungan


Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut:
Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan
dengan arah putaran yang sama tetapi dengan jari jari yang berbeda (lihat
Gambarll.23);
Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda (lihat Gambar 11.25).

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2:

tikungan gabungan searah harus dihindarkan,

tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau


clothoide sepanjang paling tidak 20 meter (lihat Gambar 3.2)
Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus
di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 30 m (lihat
Gambar

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

3.1.5. Panjang Bagian Lurus


1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau
dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan
yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai
VR).

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Panjang Bagian Lurus Maksimum.

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


3.1.6. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada
saat berjalan melalui tikungan pads kecepatan VR.Nilai superelevasi
maksimum ditetapkan 10%.Pencapaian superelevasi
a. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal
pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi)
pada bagian lengkung.
b. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar II.21), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung
peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu
dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian
lengkung peralihan (SC).
c. Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar 11.22), diawali dari bagian lurus sepanjang 213 LS sampai
dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113 bagian panjang LS.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

d. Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada


bagian spiral.

Gambar 3.5 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 3.6 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe fC


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)
Gambar 3.7 Diagram Superelevasi dari Tikungan S - S

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

3.1.7. Pelebaran Jalur Lalu Lintas di Tikungan


Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi
geometrik jalan agar kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di
bagian lurus.
Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus
memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga
proyeksi kendaraan tetap pada lajumya.
Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana
(lihat Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.3), dan besarnya ditetapkan sesuai Tabel
3.3.
Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 1,5.
Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 3.3 harus dikalikan 2.

Rumus umum:

  n(b' c )  ( n  1)Td  z ...( 3.19 )

dimana:

b’ = 2,40  R 2
 R2  2 p2 
Td = R2  (2 P  )  R

Z = 0,105
R

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

dimana:

ß = Lebar perkerasan jalan tikungan (m)


Η = Jumlah jalur
b’ = Lebar lintasan kendaraan pada tikungan (m)
C = Kebebasan samping

- Untuk lebar jalan 6,00 m = 0,8


- Untuk lebar jalan 7,00 m = 1,0
- Untuk lebar jalan 7,50 m = 1,25
Td = Lebar melintang akibat tonjolan kedepan (m)
Z = Lebar tambahan akibat kelainan mengemudi (m)
R = Jari-jari tikungan
Δ = Tonjolan kedepan (1,2 m)
P = Jarak standar (6,1 m)
Catatan:

Rumus dapat digunakan apabila 1000/R > 6

- Jika ≤ 6, maka b’, Td dan z ditentukan dengan


menggunakan grafik.
- Jika ß < lebar jalan, maka tidak ada pelebaran perkerasan
di tikungan.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Tabel 3.3. Pelebaran di Tikungan


- Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Tabel 3.4. (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m)

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

3.2. ALINYEMEN VERTIKAL


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan. Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi
oleh beberapa pertimbangan, seperti : kondisi tanah dasar, keadaan medan,
fungsi jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih
memungkinkan. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai
vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan) dan
landai nol (datar). Sedangkan untuk bagian lengkung vertikal, dapat berupa :

Lengkung Vertikal Cekung, adalah lengkung dimana titik


perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
Panjang lengkung vertikal cekung harus ditentukan dengan
memperhatikan :
1. Bentuk parabola sederhana
2. Jarak penyinaran lampu kendaraan
3. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
4. Kenyamanan pengemudi
5. Keluwesan bentuk
Lengkung Vertikal Cembung, adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan
yang bersangkutan. Pada lengkung vertikal cembung,
pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedaka atas 2
keadaan, yaitu :
a. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah
lengkung (S<L)
b. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah
lengkung (S>L)

3.2.1. Lengkung Vertikal


Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan :
(1) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

(2) menyediakan jarak pandang henti.


Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana,
(a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:

….. (3.20)
(b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:

….. (3.21)
Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:

….. (3.22)

….. (3.23)
di mana :
L = Panjang lengkung 41ertical (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10
cm dan tinggi mata 120 cm.
Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan
penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 3.5

Tabel 3.5 Penentuan Faktor penampilan kenyamanan, Y

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


Panjang lengkung 42ertical bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 3.6 vang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk
jelasnya lihat Gambar 3.7 dan Gambar 3.8
Tabel 3.6. Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 3.7. Lengkung 42ertical cembung

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 3.8. Lengkung 43ertical cekung

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

3.2.4 LandaiMaksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatansemula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Kelandaian maksimum yang diizinkan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)


Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan
tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 3.8
Tabel 3.8. Panjang Kritis (m)

Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

3.2.4 Koordinasi alinyemen


Alinyemen 46ertical, alinyemen horizontal, dan potongan melintang
jalan adalah elemen – elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang
baik dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya
dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut
diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan
bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat
melakukan antisipasi lebih awal.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Koordinasi alinemen 47ertical dan alinemen horizontal harus memenuhi


ketentuan sebagai berikut:
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berimpit dengan alinemen
47ertical, dan secara ideal alinemen horizontal lebih panjang
Sedikit melingkupi alinemen 47ertical;
b. tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung 47ertical
cekung atau pada bagian atas lengkung 47ertical cembung harus
dihindarkan;
c. lengkung 47ertical cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan
panjang harus dihindarkan;
d. dua atau lebih lengkung 47ertical dalam satu lengkung horizontal
harus dihindarkan; dan
e. tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan
panjang haru dihindarkan.

Sebagai ilustrasi, Gambar 3.9 s.d. Gambar 3.11 menampilkan contoh-


contoh koordinasi alinemen yang ideal dan yang harus dihindarkan.

Gambar 3.9. Koordinasi yang ideal antara alinemen horizontal dan vertical yang
berimpit
Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 3.10 Koordinasi yang harus dihindarkan, dimana alinemen vertical


menghalangi pandangan pengemudi pada saat mulai memasuki tikungan pertama
Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

Gambar 3.11 Koordinasi yang harus dihindarkan dimana pada bagian yang
lurus pandangan pengemudi terhalang oleh puncak alinemen vertical sehingga
pengemudi sulit memperkirakan arah alinyemen dibalik puncak tersebut.
Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

3.2.4 Lajur Pendakian


Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang
bermuatan berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari
kendaraan kendaraan lain pada umumnya, agar kendaraan kendaraan lain
dapat mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus berpindah lajur
atau menggunakan lajur arah berlawanan.

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai


kelandaian yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000
SMP/hari,dan persentase truk > 15 %.
Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan
serongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter (lihat Gambar 3.12).
1) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat Gambar
3.13).

Gambar 3.12. Lajur pendakian Tipikal


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 3.13 Jarak antara dua lajur pendakian


Sumber : Perencanaan Geometrik jalan antar kota (1997)

BAB IV

PEKERJAAN GALIAN DAN TIMBUNAN

4.1 PERHITUNGAN PENAMPANG TANAH


Metode untuk mencari luas penampang galian/timbunan pada setiap patok,
dapat dilakukan dengan cara :
a. Untuk penampang yang tidak beraturan, luas penampang dicari dengan
menggunakan alat planimeter, atau dengan cara sederhana, yaitu
menggambarkan galian/timbunannya. Penampang melintang untuk
dicari luas

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 4.1.1 Menghitung luas penampang

b. Untuk penampang yang beraturan, gunakan rumus planimetri biasa.

Gambar 4.1.2 Metode luas ujung


c. Metode perhitungan volume tanah pada lengkungan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Gambar 4.1.3 Perhitungan volume tanah pada lengkungan


Adapun Langkah-langkah dalam perhitungan galian dan timbunan, antara lain :

1) Penentuan stationing (jarak patok) sehingga diperoleh panjang horizontal


jalan dari alinyemen horizontal (trase jalan). Ketentuan umum untuk
pemasangan patok-patok tersebut adalah sebagai berikut :

Untuk daerah datar dan lurus, jarak antara patok 100 m.

Untuk daerah bukit, jarak antara patok 50 m.

Untuk daerah gunung, jarak antara patok 25 m

2) Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) yang


memperlihatkan perbedaan beda tinggi muka tanah asli dengan muka
tanah rencana.

3) Gambar potongan melintang (cross section) pada titik stationing,


sehingga didapatkan luas galian dan timbunan.

4) Hitung volume galian dan timbunan dengan mengalikan luas penampang


rata- rata dari galian atau timbunan dengan jarak patok.

Adapun rumus perhitungan galian dan timbunan dapat dilihat pada tabel 4.1.1

Tabel 4.1.1 Perhitungan Galian dan Timbunan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

(Sumber : Hendra Suryadharma, 1999)


Menurut Cart F. Mayer David W. Gibson (1981) untuk menghitung besarnya
galian dan timbunan dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

Segitiga        : A = 1/2 . a . t

Trapesium    : A = (a+b/)2 . t

Segiempat    : A = p x l

Flow Chart Perancangan Geometrik Jalan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Peta Dasar

Tetapkan kriteria :
1. Kelas & Fungsi jalan
2. Kendaraan Rencana
3. VLHR
4. VR

Tetapkan Titik Awal dan


Akhir Trase Jalan Rencana

Koordinasi Alinyemen
Horisontal Dan Vertikal

Buat Beberapa
Alternatif Trase Jalan

Desain Bagian Lurus


Dan Tikungan

Desain Alinyemen
Horisontal Dan Vertikal Desain Alinyemen
Pada Tikungan Horisontal Dan Vertikal
Pada Lurus

# Jarak Pandang
# Jenis – Jenis Tikungan

NO
Sesuai
Kriteria ?
NO
YA
Rencanakan Alat – Alat
Bagian Pengendalian
Trase Jalan Terpilih

Komponen – komponen
Alinyemen Horisontal Dan
Vertikal

Potongan Melintang :
- Lebar Lajur , Jalur & Lebar Bahu
- Perencanaan Jalan Di Tikungan, Rumaja, Rumija & RUwasja

Final Desain

Galian Dan Timbunan

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

BAB V
DATA PERANCANAAN

Akan direncanakan suatu jalan baru yang menghubungkan pusat kegiatan A, C,


Elevasi masing – masing pusat kegiatan adalah sebagai berikut :

Stasiun A = 190 m

Stasiun B = 210 m

Rencanakan trase jalan dengan memilih trase terpendek, dengan syarat : aman;
nyaman; dan ekonomis untuk fungsi jalan Arteri. Berikan penomoran patok pada
rencana trase jalan sesuai dengan standard dan spesifikasi yang berlaku.
Dalam perencanaan, jalan yang direncanakan harus memenuhi kriteria geometrik
jalan yang meliputi :
1. Alinyemen Horizontal :
Jarak pandang henti dan menyiap
Desain bentuk tikungan
Landai relatif
Pelebaran perkerasan di tikungan
Kebebasan pandang di tikungan
2. Alinyemen Vertikal :
Elevasi tanah asli dan tanah rencana tiap patok
Lengkung vertikal
Landai kritis dan panjang landai maksimum
Hasil perencanaan divisualisasikan dalam gambar rencana, dengan ketentuan :
1. Profil memanjang lengkap dengan peta situasi, dengan skala :
Horizontal 1 : 2000
Vertikal 1 : 500
2. Profil melintang dengan skala :

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016
Universitas
Tadulako,FakultasTeknik Sipil

Horizontal 1 : 100
Vertikal 1 : 20 atau 1 : 25 atau 1 : 50 atau 1 : 100
BAB V
ANALISIS DAN DESAIN

5.1 Perhitungan Tinggi Patok, Kelandaian, Penetapan Kelas Medan Tanah


Asli, dan Parameter Desain Geometrik Jalan

5.1.1 Perhitungan Tinggi Patok, Kelandaian Melintang, dan Kelandaian


Memanjang Patok Tanah Asli

A. Menghitung Tinggi Patok A

Gambar 5.1.1. Sketsa Perhitungan Tinggi Patok Tanah Asli

KAYUSLAN / F210 16 047 Created By : D3 Civil


Engineering 2016

Anda mungkin juga menyukai