Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi dari tahun ketahun selalu menunjukkan
kemajuan yang sangat pesat, ini terlihat dari banyaknya produk-produk
yang di keluarkan oleh berbagai perusahaan baik dari bidang industri
maupun dari bidang otomotif. Dalam bidang otomotif, berbagai jenis
kendaraan baik dari kendaraan roda dua sampai dengan kendaraan
barang dan jasa bisa kita lihat dengan berbagai merek dan model, ini
menunjukkan bahwa perkembangan dalam bidang transportasi sangat
pesat. Perkembangan transportasi berdampak pada meningkatnya
pergerakan manusia, barang, dan jasa. Hal ini juga sangat menuntut
peningkatan sarana dan prasarana transportasi. Bertambahnya jumlah
kendaraan yang tidak diimbangi dengan perkembangan prasarana akan
menimbulkan konflik pada jalan khususnya dipersimpangan atau bundaran
Perkembangan transportasi berdampak pada meningkatnya
pergerakan manusia, barang, dan jasa. Hal ini juga sangat menuntut
peningkatan sarana dan prasarana transportasi. Bertambahnya jumlah
kendaraan yang tidak diimbangi dengan perkembangan prasarana akan
menimbulkan konflik pada jalan khususnya dipersimpangan atau
bundaran. Simpang jalan merupakan tempat terjadinya konflik lalu lintas
yang merupakan suatu daerah pertemuan dari jaringan jalan raya dan
juga tempat bertemunya kendaraan dari berbagai arah dan perubahan
arah termasuk didalamnya fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk
pergerakan lalu lintas.
Titik simpang lima pasar Pringsewu Merupakan salah satu pusat dari
kota pringsewu sehingga sudah bisa dipastikan arus lalu lintas di wilayah
ini akan sangat padat, salah satunya di Simpang lima merupakan
pertemuan ruas jalan i beberapa jalan mayor simpang ini merupakan jalan
kabupaten yang menuju atau dari pusat kota Pringsewu yang pada jam-
jam tertentu sering terjadi tundaan dan antrian kendaraan, karena
kawasan ini termasuk daerah pemukiman, pertokoan, perkantoran, dan
pendidikan sehingga arus lalu lintasnya cukup sibuk. Berdasarkan
keadaan tersebut maka pada persimpangan Bengkel perlu mendapatkan
perhatian cukup dengan memberi prasarana jalan dipersimpangan
tersebut agar dapat melayani arus lalu lintas dengan baik dan tentunya
menghindari terjadinya konflik untuk mengurangi angka kecelakaan yang
terjadi di persimpangan tersebut.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan
masalah pada simpang lima pasar Pringsewu di Jalan jendral ahmad yani
– Jalan Jendral sudirman sebagai berikut :
a. Bagaimana kinerja persimpangan pada jalan jendral ahmad yani ?
b. Berapa besar kapasitas simpang?
c. Berapa besar derajat kejenuhan pada simpangnya?
d. Berapa lama waktu tundaan pada simpang ?
f. Bagaimana prilaku dari pengemudi kendaraan?
g. Pengaruh hambatan samping pada masing-masing ruas jalan?
Untuk mengatasi semua ini diperlukan suatu sistem perencanaan dan
pengaturan lalu lintas yang baik dan efisien, sehingga persimpangan
dapat memberikan pelayanan yang optimal sesuai fungsinya.

1.2 Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini untuk menganalisa persimpangan tak
bersinyal terhadap ruas jalan dalam melayani arus lalu lintas. Tujuan
dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui kinerja persimpangan tak
bersinyal yang mencakup kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan, antrian,
dan mengetahui kinerja simpang tersebut dalam melayani arus lalu lintas
Serta Untuk mengetahui alternatif untuk mengoptimalkan Kinerja
Simpang lima pasar pringsewu
1.3 Manfaat Penelitian
1. Menganalisis kinerja simpang menggunakan rumus PKJI 2023
2. Memberikan alternatiff solusi untuk penyelesaian permasalahan
pada simpang pasar pringsewu
3. Dapat memberikan solusi alam mengatasi kemacetan dan
meningkat kan kinerja simpang tak bersinyal agar memenuhii
kebutuhan pengguna jalan.

1.4 Batasan masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu meluas, maka


peneliti merasa perlu untuk membatasi permasahan-permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini diantranya :
1. Penelitian dilakukan di simpang Lima Pasar Pringsewu
2. Kinerja simpang tak bersinyal dihitung berdasarkan PKJI 2023.

3. Data studi merupakan data hasil survei lalu lintas.

4. Penelitian dilakukan pada hari kerja dan hari libur berdasarkan


surveii pendahuluan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Raya

Jalan Raya Merupakan suatu jalur yang diperuntukan bagi kendaraan untuk
melintas sebagai penghubung suatu kawan kekawasan lainnya. Berdasarkan
UU RI No. 38 Tahun 2004 ,jalan merupakan prasarana yang menunjang moda
transportasi daat yang terdiri dari seluru bagian dari jalan ,berikut bangunan
serta perlengkapannya berupa pelengkap lalu lintas , berada di atas , di bawah
, serta pada permukaan tanah , dan diatas permukaaan air , kecuali jalan bahi
kereta api , loro dan jalan untuk kabel . untuk menunjang Pembangunan
nasional , jalan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian ,
sosial budaya , pengembangan wilayah pariwisata dan pertahanan keamanan (
pangerapan dkk , 2018 ) Dalam Peraturan Menteri PU No. 20 Tahun 2010,
dijelaskan bahwa jalan rayaterdiri dari beberapa bagian:

1. Ruang manfaat jalan (rumaja) terdiri dari badan jalan, saluran di tepi
jalan, serta ambang pengaman berupa bahu jalan
2. Ruang milik jalan (rumija) ialah sebidang tanah di sisi jalan atau ruang
tertentu yang direncanakan untuk dapat digunakan sebagai pelebaran
jalan, penambahan lajur, atau ruang tertentu yang dapat digunakan
untuk ruang pengaman jalan
3. Ruang pengawasan jalan (ruwasja) ialah ruang yang terletak diluar
rumija, berfungsi sebagai pandangan bebas bagi pengemudi, untuk
pengamanan konstruksi jalan, serta pengamanan fungsi jalan
2.2 Persimpangan

Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan


bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan (PKJI, 2014:11). Lalu lintas
pada masing-masing kaki menggunakan ruang jalan pada persimpangan
secara bersama sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan
merupakan tempat yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadinya
konflik antara kendaraan dengan kendaran lainnya ataupun antara
kendaraan dengan pejalan kaki, oleh karena itu merupakan aspek yang
sangat penting dalam pengendalian lalu lintas.

Persimpangan perlu diberi pengaturan APILL dengan alasan sering


mengalami tundaan, daerah konflik pergerakan dan daerah sumber kemacetan
karea menjadi pusat pertemuan dari semua ruas jalan di simpang tersebut.
tundaan, daerah konflik pergerakan dan daerah sumber kemacetan karea
menjadi pusat pertemuan dari semua ruas jalan di simpang tersebut. Setiap
persimpangan mencakup pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan
mencakup juga pergerakan perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan
berbagai cara, bergantung pada jenis persimpangannya, Sedangkan Hariyanto
(2004) menyatakan bahwa persimpangan berdasarkan bentuknya terdiri dari 2
(dua) jenis:
1. Persimpangan sebidang (at grade intersection) merupakan
pertemuan secara sebidang dari dua ruas jalan atau lebih. Terdapat
4 (empat) macam pertemuan jalan sebidang:
a. persimpangan bercabang 3 (tiga),
b. persimpangan bercabang 4 (empat),
c. persimpangan bercabang banyak,
d. bundaran (rotary intersection)
2. Persimpangan tak sebidang (grade separated intersection) ialah jenis
persimpangan dengan dua ruas jalan atau lebih yang saling bertemu
namun tidak dalam satu bidang tetapi dengan salah satu ruas berada di
atas atau di bawah ruas jalan yang lain.

Menurut Constanti (2017), jenis-jenis simpang berdasarkan fasilitas pengaturan


lalu lintasnya:
1. Simpang bersinyal (signalized intersection) merupakan jenis
persimpangan jalan dengan pergerakan lalu lintasnya diatur oleh
instrumen pengatur lalu lintas seperti lampu sinyal lalu lintas untuk
melewati persimpangan
2. Simpang tak bersinyal (unsignalized intersection) merupakan titik
pertemuan jalan tanpa menggunakan instrumen.

Simpang – simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali


waktu tetap yang dirangkai atau “sinyal aktuasi kendaraan” terisolir,
biasanya memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam
analisanya. Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk beberapa
alasan berikut :

1) Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus


lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.
2) Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan atau pejalan
kaki dari jalan simpang untuk memotong jalan utama.
3) Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan
antara kendaraan – kendaraan dari arah bertentangan.

Untuk sebagian besar fasilitas jalan , kapasitas dan perilaku lalu


lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geomterik dan tuntunan lalu
lintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang / insinyur dapat
mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalu
pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat. Maka dari itu
untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas, pertama-tama perlu
ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang
ditinjau.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah)


diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan – gerakan lalu lintas
yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan
yang mutlak bagi gerakan – gerakan lalu lintas yang datang dari jalan –
jalan yang saling berpotongan. Sinyal - sinyal dapat juga digunakan
untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan atau
untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang
menyebrang.

2.3 Simpang Tak Bersinyal


Simpang tak bersinyal termasuk jenis simpang jalan paling umum ditemui
di perkotaan. Simpang ini cocok apabila diterapkan pada arus lalu lintas di jalan
minor dengan gerakan membelok yang sedikit. Menurut Munawar (2006),
keberadaan sinyal lalu lintas di persimpangan dapat dipertimbangkan apabila
arus lalu lintas di jalan utama tinggi serta resiko kecelakaan di jalan minor
meningkat. Simpang tak bersinyal efektif apabila persimpangan berukuran kecil
serta daerah konflik lalu lintas telah ditentukan. Jenis simpang ini cocok untuk
persimpangan pada jalan dua lajur tak terbagi. Pada persimpangan yang
memiliki kelas atau fungsi jalan yang berbeda, pengaturan lalu lintas di jalan
minor perlu di atur dengan tanda stop atau yield
Simpang tak bersinyal diatur oleh aturan dasar lalu lintas Indonesia yaitu
memberi jalan kepada kendaraan dari arah kiri. Dasar dari kinerja pada
simpang tak bersinyal terdiri dari kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan
peluang antrean
Pada perencanaan simpang tak bersinyal perlu memerhatikan:

1) Sudut persimpangan harus mendekati 90°, dan sudut yang lain dihindari
demi keamanan lalu lintas
2) Fasilitas untuk gerakan blokir kiri harus disediakan sebagai antisipasi
terhadap pergerakan kendaraan dengan konflik minimum yang lain
3) Lajur yang dekat dengan kerb harus memiliki ruang lebih lebar untuk
kendaraan tak bermotor
4) Jalur belok terpisah perlu direncanakan jauh dari jalur lalu lintas utama,
dengan panjang jalur untuk belok harus cukup untuk menghindari
antrean pada kondisi tertinggi yang dapat menghalangi jalur
5) Jalur tersebut harus disediakan pulau lalu lintas di tengah jalan ketika
lebar jalan lebih besar dari 10 meter untuk memudahkan pejalan kaki
menyebrang
6) Apabila jalan utama memiliki median, sebaiknya memiliki lebar 3–4 meter,
supaya kendaraan dari jalan kedua mudah untuk menyebrang dalam dua
langkah (tahap)
7) Daerah konflik simpang sebaiknya kecil dan dengan lintasan yang jelas
bagi gerakan yang berkonflik.

Perencanaan simpang tak bersinyal menurut Sitanggang (2ss014) disarankan


memenuhi persyaratan berikut:
1) Sederhana

Persimpangan perlu dirancang sesederhana dan semudah mungkin untuk


dipahami agar tidak membingungkan pengemudi yang melintasi persimpangan.
Pergerakan pada persimpangan harus mudah dipahami oleh pengemudi,
sehingga pengendara tidak ragu dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas
2) Seragam

Dalam perencanaan persimpangan, keseragaman berkaitan dengan usaha


untuk menanggulangi kekurangan pada pengemudi. Pengemudi baru
cenderung akan mengendarai kendaraannya dengan kebiasaan yang sering
dilakukannya dan tidak fokus dalam berkendara.

2.4 Arus Lalu Lintas


Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik
pada suatu penggal jalan per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan
kend/jam (Qkend), atau skr/jam (Qskr), atau skr/hari (LHRT). Aruslalu lintas dapat
dibedakan menjadi arus lalulintas terganggu dan arus lalulintas tidak terganggu (
Djaelani, 2014). Arus lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintas
tertentu titik di ruas jalan tertentu dalam satu unit waktu (Nelda, Antonetha dan
Sjafrudin, 2018). Karakteristik dasar arus lalu lintas adalah arus, kecepatan, dan
kerapatan. Menurut Soedirdjo (2002), karakteristik ini dapat diamati dengan cara
makroskopik atau mikroskopik.

Table 2.1 Kerangka dasar karakteristik lalu lintas

2.5 Komponen Lalu Lintas


komponen lalu lintas merupakan nilai suatu arus lalu lintas yang memunculkan
komponen (unsur) sebuah lalu lintas yang menyatakan sebuah arus dalam satuan
kendaraan ringan per-jam. Kendaraan yang melintasi suatu jalan menjadi
komponen utama dalam lalu lintas. Komponen lalu lintas terbagi dalam beberapa
kategori:
a. Kendaraan Ringan (KR)

Kendaraan ringan ialah kendaraan bermotor yang memiliki 4 roda,


dengan panjang ≤ 5,5 meter dan lebar 2,1 meter contohnya sedan,
minibus, mikrobis, pick-up, serta truk kecil.

b. Kendaraan Sedang (KS)

Kendaraan sedang yaitu kendaraan bermotor dengan empat atau enam


roda, panjang kendaraan antara > 5,5 m sampai 9,0 m seperti bus
sedang dan truk sedang.
c. Kendaraan Berat (KB)

Kendaraan berat merupakan kendaraan bermotor dengan jumlah roda


lebih dari 4 roda, panjang ≥ 12 meter dengan lebar ± 2-5 meter contohnya
ialah bus dan truk besar yang memiliki 2 atau 3 sumbu, truk tempelan,
serta truk gandengan.
d. Sepeda Motor (SM)

Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda dengan panjang ≤ 2,5
meter dan lebar ≤ 1,2 meter meliputi motor, skuter, bemo, dan bentor.
e. Kendaraan Tak Bermotor (KTB)

Kendaraan tak bermotor adalah kendaraan tanpa menggunakan tenaga


motor pada kendaraan ini bergerak menggunakan tenaga manusia atau
hewan. Contoh kendaraan tak bermotor ialah sepeda, becak, gerobak,
dokar, andong, dsb.

2.6 Konflik Lalu Lintas


Menurut Lubis (2008), Konflik lalu lintas adalah hal paling utama menjadi
penyebab tingkat kecelakaan yang tinggi. Sebagian besar kejadian konflik lalu
lintas di persimpangan tidak bersinyal disebabkan oleh belokan kiri (Ibitoye et
al, 2017). Belok kiri di persimpangan yang tidak bersinyal, terutama dari jalan
kecil ke jalan utama menimbulkan banyak masalah dan meningkatkan konflik,
yang menjadi faktor besar terjadinya kecelakaan. Hal ini menimbulkan banyak
masalah dan meningkatkan konflik, yang menjadi faktor besar terjadinya
kecelakaan serius atau fatal di persimpangan. Faktor utama yang menyebabkan
kecelakaan lalu lintas menurut Firdausi dan Dacosta (2021), diakibatkan oleh
faktor manusia, faktor kendaraan, serta lingkungan fisik.
Menurut Fazlurrahman (2019), konflik yang terjadi antar pengendara terdiri dari
dua titik konflik:
a) konflik utama/primer, merupakan konflik antar lalu lintas yang saling
bersilangan
b) konflik kedua/sekunder, merupakan konflik yang melibatkan arus belok
kanan dengan arah lainnya serta konflik arus belok kiri dengan pejalan
kaki.

Menurut Hariyanto (2004), terdapat 4 jenis pergerakan lalu lintas di


persimpangan:
1. Berpencar (diverging), ialah pergerakan kendaraan yang berpisah dari
arus yang sama ke jalur yang lain
2. Bergabung (merging), ialah pergerakan kendaraan yang bergabung dari
suatu jalur ke jalur yang sama
3. Berpotongan (crossing), yaitu pergerakan kendaraan yang berpotongan
dari satu jalur ke jalur yang pada persimpangan sehingga timbul titik
konflik pada persimpangan tersebut
4. Bersilangan (weaving), yaitu pergerakan kendaraan yang berpindah jalur
atau jalinan arus kendaraan menuju kea rah pendekat lain. Gerakan ini
dialami oleh kendaraan yang melakukan perpindahan dari suatu jalur ke
jalur lain, seperti pada kondisi kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari
jalan masuk kemudian bergerak ke jalur lain sehingga menyebabkan
terjadinya titik konflik pada persimpangan. Gerakan ini merupakan
gabungan antara gerakan diverging dan merging.

Gambar 2. Tipe pergerakan arus lalu lintas di persimpangan (a). Merging


(b). Diverging (c). Crossing d). Weaving (Sumber: HCM, 2000)

2.7 Volume lalu Lintas


Volume merupakan total kendaraan yang melewati suatu titik pada jalan
selama interval waktu tertentu (Luttinen, 2004). Volume lalu lintas dinyatakan
dalam satuan kendaraan/jam atau kendaraan/hari. Volume pada lalu lintas
didefinisikan sebagai jumlah kendaraan pada rentan waktu tertentu yang
melewati suatu titik pada ruas jalan. Untuk mengukur jumlah volume arus lalu
lintas menggunakan persamaan:
𝑉 = 𝐾𝑅 × 𝑒𝑘𝑟 𝐾𝑅 + 𝐾𝑆 × 𝑒𝑘𝑟 𝐾𝑆 + 𝐾𝐵 × 𝑒𝑘𝑟 𝐾𝐵 + 𝑆𝑀 × 𝑒𝑘𝑟 𝑆𝑀. . . . . . (1)

Dimana:

V = Volume lalu lintas (skr/jam)


KR = Mobil penumpang kendaraan ringan (kend/jam)
KS = Mobil penumpang kendaraan sedang (kend/jam)
KB = Mobil penumpang kendaraan berat (kend/jam)
SM = Sepeda motor (kend/jam)
Ekr = Nilai ekivalen kendaraan
Berdasarkan penelitian Juniardi (2006), disimpulkan bahwa perilaku pengemudi
di simpang Tunjung dengan volume lalu lintas yang lebih ramai banyak yang tidak
menunggu sela hal ini berdasarkan nilai lag simpang Tunjung (2,70 detik) lebih kecil
dari nilai lag pada simpang Timoho (2,94 detik), selisih waktu kendaraan yang
berkonflik di simpang sebesar 0,92 detiksampai 3,36 detik.

2.8 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan (C) ditetapkan dari kapasitas jalan (C 0) yang dikoreksi oleh faktor-
faktor koreksi yang merepresentasikan deviasi geometri jalan dan lalu lintas terhadap
kondisi idealnya. Perhitungan dan analisis kapasitas dilakukan untuk setiap arah
berdasarkan arus lalu lintas setiap arah dan dilakukan untuk periode satu jam, baik
jam desain maupun jam arus puncak. Suatu segmen jalan harus dipisahkan menjadi 2
(dua) atau lebih segmen, jika terdapathal-hal sebagai berikut:
a. karakteristik segmen jalan berubah secara signifikan, misalnya lebar jalur lalu
lintas dan bahu, tipe jalan, jarak pandang;
b. tipe alinemen jalan berubah;

c. jalan memasuki daerah perkotaan atau semi perkotaan (atau sebaliknya),


meskipun karakteristik geometri atau yang lainnya tidak berubah;
d. jalan melalui pusat desa yang mempunyai karakteristik samping jalan yang sesuai
dengan jalan perkotaan; dan
e. jalan melewati satu atau lebih Simpang atau Simpang APILL, baik di daerah
perkotaan maupun bukan, yang menyebabkan waktu tempuhnya terpengaruh
secara signifikan.
Apabila perilaku pengemudi dan kondisi umum populasi kendaraan (umur
kendaraan, tenaga mesin, kondisi kendaraan, dan komposisi kendaraan) dipandang
berbeda sehingga menyebabkan perbedaan yang signifikan antara nilai-nilai yang
didapat dari analisis menggunakan pedoman ini dengan hasil pengukuran langsung
di lapangan, maka lakukan penelitian setempat terhadap parameter kunci, yaitu
kecepatan arus bebas dan kapasitas pada beberapa lokasi yang mewakili wilayah
yang sedang diamati guna menerapkan faktor koreksi setempat terhadap kecepatan
arus bebas dan kapasitas.
2.9 Kinerja lalu lintas

2.9.1 Derajat Kejenuhan dan EMP

Kinerja lalu lintas menyatakan kualitas pelayanan suatu segmen jalan terhadap arus
lalu lintas yang dilayaninya yang dinyatakan oleh nilai-nilai derajat kejenuhan (DJ) dan
kecepatan tempuh (vT). Nilai DJ mencerminkan kuantitas pelayanan jalan berkaitan
dengan kemampuan jalan mengalirkan arus lalu lintas, apakah segmen jalan yang
ada memberikan pelayanan yang baik atau dimensi jalan yang ada mengalami
masalah. Nilai vT merupakan ukuran kinerja kualitas pelayanan yang dapat dikonversi
untuk menyatakan waktu tempuh (wT). Kualitas pelayanan jalan berkaitan dengan
keinginan pengguna jalan untuk mencapai tujuan sehingga dapat digunakan untuk
menilai kelayakan ekonomis dari segmen jalan yang bersangkutan. vT yang umumnya
dipakai untuk penilaian kinerja adalah vMP, tetapi dapat juga dipakai untuk jenis
kendaraan lain sesuai dengan kebutuhan analisis, misalnya waktu tempuh truk besar
(atau vTB) dalam kajian ekonomi angkutan barang. Nilai D J dengan vT yang tinggi
mencerminkan kualitas pelayanan jalan yang sangat baik, tetapi sebaiknya, nilai D J
yang kecil tetapi memiliki vT yang kecil menunjukkan kualitas pelayanan jalan yang
rendah.
Nilai DJ sebesar 0,85 sering digunakan sebagai batasan Jika suatu segmen jalan
memiliki nilai DJ ≤0,85, maka segmen tersebut dianggap memiliki kinerja yang masih
baik. Nilai DJ >0,85 menunjukkan bahwa segmen jalan tersebut sudah menunjukkan
kinerja yang perlu mempertimbangkan peningkatan kapasitas segmen, misalnya
penambahan lajur atau menerapkan manajemen lalu lintas agar arus lalu lintas yang
ada tidak menyebabkan nilai DJ yang lebih besar dari 0,85.
DJ adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja segmen
jalan. Nilai DJ menunjukkan kualitas kinerja lalu lintas dan bervariasi antara nol
sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol menunjukkan arus yang tidak jenuh
yaitu kondisi arus yang lengang dimana kehadiran kendaraan lain tidak
mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai yang mendekati 1 (satu)
menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas. Untuk suatu nilai D J, kepadatan
arus dengan kecepatan arusnya dapat bertahan atau dianggap terjadi selama satu
jam. DJ dihitung :
𝑞
DJ =
𝑐

Keterangan:

DJ adalah derajat kejenuhan.

C adalah kapasitas segmen jalan, dalam SMP/jam.

q adalah volume lalu lintas, dalam SMP/jam, yang dalam analisis kapasitas terdiri
dari 2 (dua) jenis, yaitu qeksisting hasil perhitungan lalu lintas dan qJP hasil
prediksi atau hasil perancangan.

Dalam analisis kapasitas, q harus dikonversikan ke dalam satuan SMP/jam


menggunakan nilai-nilai EMP. Nilai EMP untuk MP adalah satu dan EMP untuk
jenis kendaraan-

2.9.2 Kinerja Persimpangan

Pemilihan jenis persimpangan baru (simpang atau simpang APILL atau


bundaran atau simpang tak sebidang) didasarkan atas analisis BSH. Pada
persimpangan, kinerja lalu lintas diukur pada kondisi arus yang dievaluasi selama 1
(satu) jam. Arus 1 (satu) jam tersebut merupakan arus lalu lintas yang representatif
dari masa pelayanan dan dapat merupakan arus hasil pengukuran di lapangan atau
arus lalu lintas rencana. Untuk menilai kinerja lalu lintas, kriteria desain yang umum
digunakan adalah DJ dengan nilai yang umum DJ
≤0,85. Kriteria lain sebagai tambahan berbeda-beda untuk setiap jenis persimpangan.

Untuk menilai kondisi pelayanan suatu simpang APILL, apakah simpang masih
memiliki pelayanan yang masih laik, atau dalam kondisi kapasitasnya, atau sudah
memiliki pelayanan yang tidak laik maka dapat diukur dengan 3 (tiga) parameter
tambahan, yaitu panjang antrian (PA), rasio kendaraan terhenti (NKH), dan tundaan
(T). Untuk simpang dan bagian jalinan tunggal, kriteria lainnya dapat terdiri salah
satu atau lebih dari pembatasan nilai peluang antrian (Pa) dan tundaan (T) dengan
nilai yang bervariasi. Misalnya Pa dibatasi karena ruang jalan yang ada terbatas,
dikehendaki kendaraan melintas simpang tidak lebih dari suatu waktu tertentu,
dan/atau lainnya. Kriteria desain dapat beragam, tergantung dari kebutuhan.
Sementara pada bagian jalinan tunggal kinerja lalu lintas selain DJ, kriteria lain yang
digunakan adalah vT dan wT.
2.10 Arus Lalu Lintas

Data masukan lalu lintas dibedakan untuk 2 (dua) hal, yaitu data arus lalu lintas
eksisting dan data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk
melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting yang
dihitung pada jam-jam tertentu, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau
arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai
dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus
lalu lintas jam perencanaan (qJP) yang ditetapkan dari LHRT, faktor K, dan faktor jam
sibuk (FJS) yang merepresentasikan fluktuasi selama jam sibuk. Secara ideal, LHRT
didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama 1 (satu) tahun. Jika
diprediksi, maka caranya harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang
mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi
data yang memadai. LHRT dapat diprediksi menggunakan data survei perhitungan
lalu lintas selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan
volume lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992). Misal perhitungan lalu lintas selama 7
(tujuh) hari menerus atau 40 (empat puluh) jam yang dilakukan 4 (empat) kali dalam
setahun yang perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

Untuk menetapkan qJP, dasarnya adalah hubungan antara arus jam puncak atau
arus jamperencanaan (qJP) dengan LHRT seperti pada Persamaan 1-1.

𝐿𝐻𝑅𝑇 𝑋 𝐾
𝐪𝑗𝑝 =
𝐹𝑗𝑠
Keterangan:

LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei
perhitungan lalu lintas selama 1 (satu) tahun penuh dibagi jumlah hari dalam
tahun tersebut, dinyatakan dalam SMP/hari. LHRT dapat juga diperoleh dari
data survei terbatas (misal 7 hari x 24 jam) dengan mengikuti tata cara
perhitungan LHRT yang berlaku.

K adalah faktor jam desain, ditetapkan dari kajian fluktuasi volume jam sibuk jam-
jaman selama 1 (satu) tahun. Nilai K yang dapat digunakan untuk JBH berkisar
antara 0,08–0,11; JLK berkisar antara 0,08–0,12 dan JK berkisar antara 0,07–
0,12. Nilai lain dapat digunakan jika didasarkan pada kajian yang dapat
dipertanggungjawabkan. Misalkan untuk daerah wisata dapat digunakan nilai
0,08 –0,15.

FJS adalah faktor jam sibuk, nilainya berkisar antara 0,80–0,95; nilai yang rendah
untuk kondisi arus yang masih lengang dan yang tinggi untuk kondisi arus yang
padat.

2.11 Klasifikasi Kendaraan


Kendaraan pada arus lalu lintas untuk PKJI diklasifikasikan menjadi 5 (lima)
yaitu Sepeda Motor (SM), Mobil Penumpang (MP), Kendaraan Sedang (KS), Bus
Besar (BB), dan Truk Berat (TB). Dalam prakteknya, terdapat beberapa versi klasifikasi
jenis kendaraan, diantaranya versi PKJI Dalam PKJI, jenis Kendaraan Tidak
Bermotor (KTB) tidak dikonversikan dalam arus lalu lintas karena dianggap sebagai
hambatan samping yang pengaruhnya diperhitungkan terhadap kapasitas dalam
faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping (FCHS).
Klasifikasi kendaraan dalam JBH digolongkan menjadi 4 (empat), yaitu MP, KS, BB,
dan TB karena pada JBH jenis kendaraan SM dan KTB tidak dipertimbangkan.
Sedangkan pada jalan luar kota, seluruh jenis kendaraan diakomodir. Pada jaringan
jalan kota, BB dan TB sangat sedikit dan beroperasi pada jam-jam lengang terutama
tengah malam, sehingga dalam perhitungan kapasitas praktis BB dan TB dianggap
tidak ada atau sekalipun ada maka dalam perhitungan dikategorikan sebagai KS.
Maka, kendaraan-kendaraan di perkotaan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis saja
SM, MP, dan KS. Perhitungan yang termasuk ke dalam jaringan jalan di perkotaan
yaitu Kapasitas Jalan Perkotaan, Kapasitas Simpang APILL, Kapasitas Simpang, dan
Kapasitas Bagian Jalinan

Tabel 1-1 Klasifikasi kendaraan PKJI dan tipikalnya

Kode Jenis kendaraan Tipikal kendaraan


Kendaraan bermotor roda 2 (dua) dan 3 Sepeda motor,
SM (tiga) kendaraan
dengan panjang <2,5 m bermotor roda 3 (tiga)
mobil penumpang 4 (empat) tempat
duduk, mobil penumpang 7 (tujuh) Sedan, jeep,
MP minibus,
tempat duduk, mobil angkutan barang
kecil, mobil angkutan mikrobus, pickup, truk
barang sedang dengan panjang ≤5,5 m kecil
Bus sedang dan mobil angkutan Bus tanggung, bus
KS barang 2 metromini, truk sedang
(dua) sumbu dengan panjang ≤9,0 m
Bus besar 2 (dua) dan 3 (tiga) gandar Bus antar kota, bus
BB dengan double
panjang ≤12,0 m decker city tour
Mobil angkutan barang 3 (tiga) sumbu, Truk tronton, truk semi
TB truk gandeng, dan truk tempel trailer, truk gandeng
(semitrailer)
dengan panjang >12,0 m

Tabel 1-2 Padanan klasifikasi jenis kendaraan

IRMS DJBM 1992 PKJI


(11 Kelas) (8 Kelas) (5 Kelas)
1. Sepeda motor, 1. Sepeda motor, 1. SM: Kendaraan
skuter, kendaraan skuter, sepeda bermotor roda 2 (dua)
roda 3 (tiga) kumbang, dan dan 3 (tiga) dengan
sepeda roda 3 (tiga) panjang <2,5 m.
2. Sedan, jip, station 2. Sedan,jip,station 2. MP: mobil penumpang
wagon wagon 4 (empat) tempat
3. Opelet,pickup, 3. Opelet, pickup- duduk, mobil
kombi, dan minibus opelet, kombi, dan penumpang 7 (tujuh)
minibus tempat duduk, mikrobus,
4. Pickup, truk kecil, 4. Pickup, truk kecil, mobil angkutan barang
dan mobil hantaran dan mobil hantaran kecil, mobil
angkutan barang
sedangdengan panjang
≤5,5 m
5a. Bus kecil 5. Bus 3. KS: Bus sedang dan
mobil angkutan barang
2 (dua) sumbu dengan
panjang ≤9,0 m
5b. Bus besar 4. BB: Bus besar 2 (dua)
6. Truk 2 (dua) sumbu 6. Truk 2 (dua) sumbu dan 3 (tiga) sumbu
dengan panjang
sampai 12,0 m
7a. Truk 3 (tiga) sumbu 7. Truk 3 (tiga) sumbu 5. TB: Mobil angkutan
7b. Truk gandengan atau lebih dan barang 3 (tiga) sumbu,
7c. Truk tempelan gandengan truk gandeng, dan truk
(semi tempel
trailer) (semitrailer
) dengan panjang >12,0
m
8. KTB: Sepeda, 8. KTB: Sepeda, KTB: Sepeda,becak,
becak,dokar,kretek, becak, dokar, kretek, kendaraan ditarik
andong andong hewan
2.12 Kapasitas Jalan Perkotaan
Kapasitas jalan perkotaan harus dipisahkan menjadi beberapa segmen
jika karakteristik jalan berubah secara signifikan. Perubahan-perubahan
pada lebar jalur lalu lintas dan bahu (sampai dengan 15% (lima belas
persen)), tipe jalan, jarak pandang, tipe alinemen jalan, dan jalan keluar
dari daerah perkotaan atau semi perkotaan, meskipun karakteristik
geometrinya atau yang lainnya tidak berubah. Analisis Kapasitas Jalan
perkotaan hanya dilakukan untuk tipe alinemen vertikal yang datar atau
hampir datar, dan tipe alinemen horizontal yang lurus atau hampir lurus

2.12.1 Penghitungan Kapasitas

C untuk tipe jalan tak terbagi, 2/2-TT, ditentukan untuk volume lalu
lintas total 2 (dua) arah. C untuk tipe jalan terbagi 4/2-T, 6/2-T, dan 8/2-
T, ditentukan secara terpisah per arah dan per lajur. C segmen jalan
secara umum dapat dihitung menggunakan

C = C0 × FCLJ × FCPA × FCHS × FCUK

Keterangan:

C adalah kapasitas segmen jalan yang sedang diamati, dengan


satuan SMP/jam. Jika kondisi segmen jalan berbeda dari kondisi
ideal, maka nilai C harus dikoreksi berdasarkan perbedaan
terhadap kondisi idealnya dari lebar lajur atau jalur lalu lintas
(FCLJ), pemisahan arah (FCPA), KHS pada jalan berbahu atau
tidak berbahu (FCHS), dan ukuran kota (FCUK).

C0 adalah kapasitas dasar kondisi segmen jalan yang ideal

FCLJ adalah faktor koreksi kapasitas akibat perbedaan lebar


lajur atau jalur lalu lintas dari kondisi idealnya.

FCPA adalah faktor koreksi kapasitas akibat Pemisahan Arah lalu


lintas (PA) dan hanya berlaku untuk tipe jalan tak terbagi.
FCHS adalah faktor koreksi kapasitas akibat kondisi KHS pada
jalan yang dilengkapi bahu atau dilengkapi kereb dan trotoar
dengan ukuran yang tidak ideal.

FCUK adalah faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota yang


berbeda dengan ukuran kota ideal.

Jika kondisi segmen jalan yang sedang diamati sama dengan kondisi
ideal, maka semua faktor koreksi kapasitas menjadi 1,0 sehingga C =
C0.

2.12.2 Kapasitas Dasar

Kondisi kapasitas dasar yaitu jalan dengan kondisi geometri lurus,


sepanjang minimum 300 m, dengan lebar lajur efektif rata-rata 3,50 m,
memiliki pemisahan arus lalu lintas 50%:50%, memiliki kereb atau
bahu berpenutup, ukuran kota 1-3 juta jiwa, dan KHS rendah
Nilai C0 untuk tipe jalan tak terbagi (2/2-TT) dilakukan sekaligus untuk
dua arah lalu lintas. sedangkan tipe jalan terbagi (4/2-T, 6/2-T, dan 8/2-
T) dilakukan per masing-masing arah. Analisis bagi tipe jalan satu arah
dilakukan sama dengan untuk tipe jalan terbagi (satu) arah atau per 1
(satu) jalur. Analisis bagi tipe jalan dengan jumlah lajur lebih dari 4
(empat) dilakukan menggunakan ketentuan-ketentuan untuk tipe jalan
4/2-T.

Tabel 4-1 Kapasitas dasar, C0

C0
Tipe jalan Catatan
(SMP/jam)
4/2-T, 6/2-T, 8/2-T
atau 1700 Per lajur (satu
arah)
Jalan satu arah
2/2-TT 2800 Per dua arah
Tabel 4-2 Kondisi segmen jalan ideal untuk menetapkan
kecepatan arus bebas dasar
(vBD) dan kapasitas dasar (C0)

Spesifikasi penyediaan
prasarana jalan
No. Ur Jalan Jalan
aia Jalan Jalan
n Sedang Satu
Raya Raya
tipe arah
tipe tipe
2/2-TT tipe
4/2-T 6/2-T
1/1, 2/1,
3/1
Lebar Jalur
1 lalu 7,0 4×3,5 6×3,5 2×3,5
lintas, m
Lebar Bahu Tanpa bahu, tetapi
2 efektif 1,5 dilengkapi 2,0
di kedua sisi, m kereb di kedua sisinya
Jarak terdekat
3 Kereb penghal- ke - 2,0 2,0 2,0
Ng
Ada, tanpa Ada,
4 Median Tidak ada tanpa -
bukaan
bukaan
Pemisahanarah,
5 50-50 50-50 50-50 -
%
6 KHS Rendah Rendah Rendah Rendah
Ukuran kota,
7 Juta Jiwa 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0

8 Tipe alinemen Datar Datar Datar Datar


jalan
Komposisi
9 60%:8%:3 60%:8%:3 60%:8%:3 60%:8%:3
MP: KS:SM 2% 2% 2% 2%
10 Faktor K 0,08 0,08 0,08

2.12.3 Faktor Koreksi Kapasitas Terhadap Ukuran Kota


Penentuan nilai FCUK didasarkan sebagai fungsi dari ukuran kota.
Tabel 4-7 Faktor koreksi kapasitas terhadap ukuran kota, FCUK

Faktor
Ukuran Kelas kota/kategori kota koreksi
kota(Juta
ukuran kota,
jiwa)
(FCUK)
<0,1 Sangat Kecil Kota kecil 0,86
0,1–0,5 Kecil Kota kecil 0,90
0,5–1,0 Sedang Kota menengah 0,94
1,0–3,0 Besar Kota besar 1,00
>3,0 Sangat Besar Kota metropolitan 1,04

2.13 Kapasitas Simpang


Kapasitas simpang merupakan perhitungan dari total arus yang
ada pada seluruh lengan persimpangan. Analisis kapasitas simpang
memperhitungkan pengaruh kondisi arus lalu lintas, geometri, dan
lingkungan, didasarkan atas data empiris. Hasil analisis harus sesuai
dengan keberlakuan nilai empiris tersebut dan tidak mengacu kepada
mekanisme aturan prioritas, baik wajib henti sebelum memasuki
simpang maupun wajib mendahulukan kendaraan dari arah lain

2.13.1 Data Masukan Lalu Lintas


Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus
lalu lintas jam perencanaan (qJP) yang ditetapkan dari LHRT,
menggunakan faktor K
qJP = LHRT x K

Keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan, dapat diperoleh
dari perhitungan lalu lintas atau prediksi, dinyatakan dalam
SMP/hari.
K adalah faktor jam perencanaan, ditetapkan dari kajian fluktuasi
arus lalu lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai K yang dapat
digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai
dengan 12%.
2.13.2 Penghitungan Kapasitas Simpang

Kapasitas Simpang, C, dihitung untuk total arus yang masuk dari


seluruh lengan Simpang dan didefinisikan sebagai perkalian antara
kapasitas dasar (C0) dengan faktor-faktor koreksi yang
memperhitungkan perbedaan kondisi lingkungan terhadap kondisi
idealnya.

C = C0 x FLP x FM x FUK x FHS x FBKi x FBKa x FRmi

Keterangan:

C adalah kapasitas simpang dalam SMP/jam

C0 adalah kapasitas dalam SMP/jam

FLP adalah faktor koreksi lebar rata rata pendekat

FM adalah faktor koreksi tipe median

FUK adalah fakto koreksi ukuran kota

FCS adalah faktor koreksihambatan samping

FBKi adalah faktor koreksi rasio arusbelok kiri

FBKa adalah faktor koreksi rasio arus belok kanan

Frmi adalah faktorkoreksi arus jalan minor

2.13.3 Kapasitas Dasar

C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi simpang yang ideal yaitu


simpang dengan lebar lajur pendekat rata-rata (LRP) 2,75 m, tidak ada
median, ukuran kota 1–3 juta jiwa, hambatan samping sedang, rasio
belok kiri (RBKi) 10%, rasio belok kanan (RBKa) 10%, rasio arus dari jalan
minor (Rmi) 20%, dan qKTB = 0. Nilai C0 simpang ditunjukkan, seperti
terlampir pada tabel:
Tabel 4. Kode Tipe Persimpangan
Tipe C0, SMP/jam
Simpang
322 2700
324 3200
344 3200
422 2900
424 3400

2.13.4 Faktor Koreksi Lebar Rata-rata Pendekat (FLP)


Untuk mencari nilai faktor koreksi lebar rata-rata pendekat,
sebelumnya perlu dicari terlebih dahulu nilai lebar rata-rata pendekat
pada simpang. Untuk perhitungan faktor koreksi ditentukan berdasarkan
tipe simpang:

Untuk Tipe Simpang 422, nilai FLP = 0,70+0,0866 LRP ................


Untuk Tipe Simpang 424 atau 444, nilai FLP = 0,62 + 0,0740 LRP
Untuk Tipe Simpang 322, nilai FLP = 0,73+ 0,0760 LRP ..............
Untuk Tipe Simpang 324 atau 344, nilai FLP = 0,70 + 0,0646 LRP
Dimana:
FLP = Faktor koreksi lebar pendekat
LRP = Lebar rata-rata pendekat

2.13.5 Faktor Koreksi Median Pada Jalan Mayor (FM)


Faktor koreksi terhadap median digunakan pada jalan mayor
dengan 4lajur. Adapun faktor koreksi

Tabel 5. Faktor Koreksi Median


Kondisi Simpang Tipe Faktor
Median Koreksi
Tidak ada median di jalan Tidak ada 1,00
mayor
Ada Median dijalan mayor Median 1,05
dengan lebar <3 meter Sempit
Ada Median dijalan mayor Median 1,20
dengan lebar ≤3 meter Lebar

2.13.4 Faktor Koreksi Ukuran Kota (FUK)


Penentuan faktor koreksi ukuran kota dilihat berdasarkan jumlah
populasi penduduk pada suatu daerah tersebut. Adapun nilai faktor
koreksinya:
Tabel 6. Faktor Koreksi Ukuran Kota
Ukuran Kota Populasi (juta Faktor
jiwa) Koreksi
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 – 0,5 0,88
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 1,00
Sangat besar > 3,0 1,05

2.13.5 Faktor Koreksi Hambatan Samping (FHS)


Pada faktor koreksi hambatan samping dipengaruhi oleh
beberapa kondisi yaitu lingkungan jalan, hambatan samping, arus
kendaraan, kendaraan tak bermotor, serta kegiatan disekitar
persimpangan. Untuk nilai faktor koreksi hambatan samping di
klasifikasikan:
Tabel 7. Faktor Koreksi Hambatan Samping

Lingkungan HS 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥0,25


jalan
Tinggi
Komersial 0,33 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang
0,85 0,80 0,75 0,70
0,94 0,85
Rendah 0,86 0,81 0,76 0,71
0,95 0,86

Tinggi 0,96 0,91


Pemukiman 0,86 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92
0,87 0,82 0,77 0,73
0,98 0,93
Rendah 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses Tinggi 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
terbatas Sedang
Rendah

Dimana:

FHS = Faktor koreksi hambatan samping

RKTB = Rasio kendaraan tak bermotor


2.13.6 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kiri (FBKi)
Untuk menentukan faktor koreksi rasio arus kendaraan belok kiri
sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu nilai rasio belok kiri sesuai
dengan PKJI 2014 setelah itu digunakan persamaan:

𝐹𝐵𝐾𝑖 = 0,84 − 1,61 𝑅𝐵𝐾𝑖. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . (2.5)


Dimana:

𝐹𝐵𝐾𝑖 = Faktor koreksi arus belok kiri


𝑅𝐵𝐾𝑖 = Rasio arus belok kiri

2.13.7 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kanan (FBKa)


Untuk menentukan faktor koreksi rasio arus kendaraan belok
kanan sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu nilai rasio belok
kanan sesuai dengan PKJI 2014 setelah itu digunakan persamaan:

𝐹𝐵𝐾𝑎 = 1,09 − 0,922 𝑅𝐵𝐾𝑎. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


. Dimana:
𝐹𝐵𝐾𝑎 = Faktor koreksi arus belok kanan
𝑅𝐵𝐾𝑎 = Rasio arus belok kanan

2.8.9 Faktor Koreksi Rasio Arus dari Jalan Minor (FMi)


Tabel 7. Faktor Koreksi Hambatan Samping
Tipe Simpang FMi RMi
422 1,19 × RMi2 - 1,19 × RMi + 1.19 0,1 – 0,9

4 24 dan 444 16,6 × RMi4 - 33,3 × RMi 3 -+ 0,1 -0,3

25,3 × RMi2 - 8,6 × RMi + 1,95

322 1,11 × RMi2 – 1,11 × RMi + 1,11 0,3 – 0,9


0,1 – 0,5
1,19 × RMi2 – 1,19 × RMi + 1,19
0,5 – 0,9
-0,595 × RMi2 + 0,595 × RMi + 0,74
0,1 – 0,3
16,6 × RMi4 - 33,3 × RMi 3 -+ 25,3 ×

RMi2 - 8,6 ×
RMi + 1,95
324 dan 344 1,11 × RMi2 – 1,11 × RMi + 1,11 0,3 – 0,5
0,5 – 0,9
-0,555 × RMi2 + 0,555 × RMi3 + 0,69

Dimana:

FMi = Faktor koreksi rasio arus dari jalan minor

RMi = Rasio arus jalan minor

2.14 Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap
kapasitas persimpangan. Derajat kejenuhan menjadi faktor utama sebagai
penentuan tingkat kinerja dan segmen jalan. Untuk menghitung derajat
kejenuhan suatu persimpangan digunakan persamaan:
𝑞
𝐷𝐽 = 𝑐 . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Dimana:

DJ = Derajat Kejenuhan
Q = Total Arus Lalu Lintas (skr/jam)
C = Kapasitas Persimpangan
(skr/jam)
Jika nilai Ds < 0,85, maka simpang tersebut masih layak, tetapi
jika Ds > 0,85, maka diperlukan penanganan pada simpang tersebut untuk
mengurangi kepadatan atau kemacetan.

2.15 Tundaan

Tundaan (T) terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu tundaan lalu lintas
(TLL) dan tundaan geometri (TG). TLL adalah tundaan yang disebabkan
oleh interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas. Bedakan TLL dari
seluruh simpang, dari jalan mayor saja atau jalan minor saja. TG adalah
tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan yang
terganggu saat kendaraan- kendaraan membelok pada suatu simpang
dan/atau terhenti. T dihitung menggunakan Persamaan 6-12.
T = TLL + TG T = TLL + TG
Keterangan:
TLL = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor
yang masuk Simpang dari semua arah, dapat dihitung menggunakan
persamaan atau ditentukan dari kurva empiris sebagai fungsi dari DJ
Untuk
DJ ≤ 0,60: TLL = 2 + 8,2078 DJ – (1 – DJ)
DJ > 0,60: TLL = 1,0504 (0,2742−0,2042 DJ) – (1 - DJ)
Gambar 2.12 Tundaan Lalu Lintas Simpang (T) (Sumber : PKJI
2014)

a. Tundaan Lalu Lintas Jalan Mayor TLIMA)

Tundaan lalu lintas untuk jalan Mayor (TLLma) adalah tundaan lalu
lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang
dari jalan Mayor, dapat dihitung menggunakan persamaan ditentukan dari
kurva empiris sebagai fungsi dari DJ Untuk DJ ≤ 0,60: TLLma = 1,8 +
5,8234 DJ – (1 – DJ)1,8 Untuk DJ > 0,60: TLLma = 1,0503
(0,346−0,246𝐷𝐽) – (1 - DJ)1,8

b. Penentuan Tundaan Lalu Lintas Jalan Minor (TLLMA)


Tundaan lalu lintas jalan minor rata – rata, ditentukan
berdasarkan tundaan simpang rata – rata dan tundaan jalan utama
rata – rata.
TLLLMA = (QTOT x TLL – qMA x TLLMA)/ qMI (dtk/smp)
Dimana :
TLLMA = tundaan untuk jalan minor
TLL = tundaan untuk jalan mayor
QTOT = volume arus
qMA = volume arus lalu lintas pada jalan mayor
qMI = volume lalu lintas pada jalan minor

c. Tundaan Geometrik Simpang (TG)


Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata –
rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang, DG dihitung
dari rumus berikut:
Untuk Dj < 1,0 :
DG = (1 – Dj) x ( RB x 6 + (1-RB) x 3 ) +
Dj x 4 (dtk/smp) Untuk Dj ≥ 1,0 : TG = 4

Dimana :
TG = tundaan geometric
simpang
Dj = derajat kejenuhan
RB = rasio belok total Tundaan Simpang
(T) = Tundaan simpang dihitung sebagai berikut :
D = TG + TLL (dtk/smp)
Dimana :
TG = tundaan geometrik simpang
TLL = tundaan lalu lintas simpang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Cara peneliti bekerja untuk mendapatkan data yang akan


digunakan untuk analisa sehingga mendapatkan kesimpulan penelitian
disebut dengan metodologi penelitian. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah melakukan penelitian sehingga masalah dapat
terselesaikan dan tercapainya maksud dan tujuan. Cara melakukan
metodologi dengan mengumpulkan data selanjutnya dilakukan
pengolahan data hasil survey atau data primer serta mengumpulkan data
sekunder dengan mencari beberapa informasi.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang diartikan


sebagai langkah penelitian yang dilandaskan filsafat positif dengan
instrumen penelitian menggunakan populasi tertentu, kemudian analisis
data digunakan untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilakukan di persimpangan ruas jalan


Simpang lima pasar Pringsewu kabupaten pringsewu. Waktu penelitian
dilakukan selama tiga hari pada hari Senin, Jum’at dan Minggu selama 12
jam yaitu pukul 06.00 – 8.00 WIB. Penelitian dilakukan setelah dilakukan
survei pendahulu
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian
(Sumber : Hasil Survei, 2023)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dan sekunder didapatkan dari studi


literatur dan survei ke lapangan.

3.3.1 Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data-data yang diperoleh langsung


dari survey lapangan. Data ini berupa data survey volume lalu lintas.
Peralatan yang digunakan dalam survey ini antara lain:
1. Formulir survey, untuk pencatatan kendaraan.
2. Roll meter, untuk mengukur geometrik ruas jalan.
3. Jam, untuk mengetahui awal dan akhir interval waktu yang
digunakan.
4. Hand Counter, untuk menghitung jumlah kendaraan yang lewat.
5. Stop Watch, untuk mengetahui periode waktu siklus.
Variabel yang akan diukur adalah :
1. Lebar lengan simpang
2. Lebar pendekat
3. Jumlah dan lebar lajur
4. Volume lalu lintas

3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder

Informasi atau data yang didapat dengan format yang sudah


tersusun merupakan data sekunder, yang berupa brosur atau
publikasi lembaga atau instansi lain. Contoh dari data sekunder ini
adalah jumlah penduduk.

3.4 Prosedur Penelitian

Analisis dan pengolahan data dari hasil survey kemudian dilakukan


pemecahan masalah. Langkah-langkah penelitian antara lain :
1. Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan semua kegiatan pelaksanaan penelitian perlu
dilakukan pekerjaan persiapan. Adapun hal-hal yang perlu
dipersiapkan yaitu:
a. Mengumpulkan data informasi yang akan diteliti agar
mempermudah pekerjaan selanjutnya.
b. Mengumpulkan data pendukung untuk dilakukan analisis peneltian.
c. Mengumpulkan penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian ini
sebagai bahan masukan terhadap penelitian ini.
2. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian yaitu pada
persimpangan ruas jalan simpang lima pasar pringsewu.
3. Survei pendahuluan
Survey ini dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi
keadaan di lapangan. Survey pendahuluan dilakukan dengan
penentuan batas lokasi yang akan diteliti serta mengetahui kondisi
eksisting lokasi penelitian.
4. Survei lapangan
Setelah survey pendahuluan dilaksanakan selanjutnya dilakukan
survey untuk pengumpulan data lapangan secara detail. Data yang
harus diperoleh dari survey ini antara lain :
a. Kondisi geometrik jalan
Survey ini dilakukan agar diperoleh data umum kondisi geometrik
melintang jalan yang diteliti. Data yang diperoleh antara lain :
1) Informasi tentang potongan melintang jalan
2) Awal ruas dan akhir dari survei ini harus jelas dan sesuai
dengan ruas yang ditetapkan pada survei lainnya.
3) Data yang diperoleh dicatat dalam formulir
b. Survei kondisi arus lalu lintas
Survei kondisi arus lalu lintas dilakukan untuk mendapatkan data
kondisi arus pada lokasi yang diteliti. Data arus dan komposisi
dicatat pada form yang telah dibuat. Data ini berupa data arus
kendaraan berdasarkan tiap jenis kendaraan per jam.
c. Mengamati kondisi dilapangan serta memperkirakan kendaraan
yang berkaitan dengan mutu tata yang akan diambil meliputi :
1) Lebar lajur dan jumlah lajur
2) Lebar lengan simpang
3) Lebar bahu jalan
4) Lebar pendekat
5) Karakteristik lalu lintas
6) Volume arus lalu lintas
7) Kecepatan arus lalu lintas
8) Tingkat pelayanan jalan
9) Hambatan samping
10) Kapasitas jalan
11) Derajat kejenuhan
12) Tundaan
13) Peluang antrian

3.5 Metode Analisis Data

Setelah data diperoleh dari hasil survei , kemudian dilakukan


analisis dengan PKJI 2014 agar diketahui kondisi kinerja simpang pada
penelitian ini. Dari hasil analisis diperoleh kapasitas simpang, derajat
kejenuhanm tundaan dan peluang antrian. Maka, diperoleh hasil analisis
berupa rencana pola serta ukutan sesuai sasaran kondisi lingkungan yang
diharapkan.
1. Analisis Simpang
Analisis diperhitungkan terhadap data kondisi saat ini kemampuan
dan kapasitas jalan supaya tidak terjadi kemacetan dapat meningkatkan
kapasitas simpang yang ditinjau.
a. Kapasitas (𝐶)
𝐶 = 𝐶𝑜𝑥𝐹𝑊𝑥𝐹𝐶𝑆 𝑥𝐹𝑅𝑆𝑈 𝑥𝐹𝐿𝑇 𝑥𝐹𝑅𝑇 𝑥𝐹𝑀𝐼 (𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
Fw = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian hambatan samping
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian arus jalan minor
b. Derajat Kejenuhan (𝐷𝑆)
𝑄𝑇𝑂𝑇
𝐷𝑆 =
𝐶
Keterangan :
DS : Derajat kejenuhan
QTOT : Arus kendaran bermotor total pada persimpangan
dinyatakan dalam kend/jam, smp/jam atau LHRT (Lalu
Lintas Harian Rata-Rata)
C : Kapasitas (smp/jam)
c. Tundaan
1) Tundaan lalu lintas untuk seluruh simpang (DTi)
2) Tundaan lalu lintas untuk jalan major (𝐷𝑇𝑀𝐼)
3) Tundaan lalu lintas jalan minor
4) Tundaan simpang (DG)
5) Peluang Antrian
2. Metode Pemecah Masalah
Setelah didapatkan hasil perhitungan dengan menggunakan PKJI
2014 jika derajat kejenuhan (DS) > 0,75 maka langkah selanjutnya
adalah menentukan alternatif solusi yang memungkinkan untuk
memecahkan permasalahan yang ada. PKJI 2014 jika DS <0,75
maka belum perlu dilakukan perbaikan.

3.5 Diagram A1ur Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data

Data Primer
Geometrik Jalan Data Sekunder
Kondisi Lingkungan Yes
Volume Arus Lalu Lintas Jumlah Penduduk
Kinerja Simpang

Analisa Volume Kendaraan


Analisis Volume Kendaraan

Analisa
1. Kapasitas Simpang
2. Tundaan Lalu Lintas
3. Peluang Antrian
4. Derajat Kejenuhan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


(Sumber : Hasil Penelitian, 2023)

Anda mungkin juga menyukai