Anda di halaman 1dari 25

SISTEM TRANSPORTASI

Siti Nurlaela, ST, M.COM, Ph.D


Minggu ke 7 & 8
Pendekatan model untuk pengukuran
aksesibilitas dan mobilitas
Pemahaman input data, proses data,
analisis
Diskusi dan asistensi
PENDEKATAN MODEL DALAM PENGUKURAN
AKSESIBILITAS
Geurs and Van Wee (2004):
1. Infrastructure based measures
2. Location based measures
3. Person-based measures
4. Utility-based measures

Curtis and Scheurer (2010): Multicriteria analysis accessibility measurement (the SNAMUTS model).

Porta, Crucitti, and Latora (2006): the primal approach (either metric or topological)
Hillier and Hanson (2004): the dual approach or dual graph (topological)
A REVIEW FROM GEURS AND VAN
WEE (2004)
GEURS AND VAN WEE (2004)
Geurs and Van Wee, 2004, p.
129
(1). INFRASTRUCTURE BASED MEASURES
Similar and may be applied in the assessment of mobility
Aims: untuk menggambarkan bagaimana system transportasi bekerja
1. Travel time
2. Tingkat kemacetan yang terjadi, biaya kemacetan
3. Kecepatan operasi kendaraan di jaringan jalan
Pengukuran berbasis infrastruktur belum menggabungkan unsur land use dalam
perhitungan aksesibilitas, karena itu masih bersifat mengukur mobilitas.
Belum mempertimbangkan dampak dari stategi transportasi terhadap perubahan
bentuk kota atau guna lahan.
Misal: dampak perubahan kecepatan perjalanan terhadap fenomena urban sprawl.
Belum mempertimbangkan dampak dari strategi land use terhadap perubahan
aksesibilitas dan akan mempengaruhi distribusi spasial dari kegiatan.
Misal: dampak pengembangan real estate atau apartement di sekitar jalan tol kota
atau di sekitar jalan arteri kota.
Ukuran aksesibilitas berbasis infrastruktur tdk dapat digunakan untuk studi BCA atau
economic evaluation/assessment.
INFRASTRUCTURE BASED MEASURE =
PENGUKURAN MOBILITAS
1. Berdasarkan travel time atau waktu tempuh
Lihat panduan MKJI, 1997 (bagian 5, halaman 5-17):
Ilustrasi

Waktu tempuh dapat diketahui, setelah diketahui kecepatan rata-rata,


baik dalam kondisi arus bebas maupun dalam kondisi arus puncak.
Pengukuran waktu tempuh arus puncak dapat menggunakan bantuan
google map.
INFRASTRUCTURE BASED MEASURE =
PENGUKURAN MOBILITAS
2. Berdasarkan tingkat kemacetan
- semakin jauh dan semakin lama seseorang berada di jalan, semakin besar
kontribusinya terhadap kemacetan (Tamin, 2010).

Kecepatan dapat dianggap sebagai indikator umum dalam


menyatakan tingkat
pelayanan (Level of Service=LOS)

Lihat panduan MKJI dalam perhitungan LOS jalan (bab V untuk


jalan perkotaan, subbab 2.2.3 hal. 5-18)
PRINSIP PENENTUAN LOS JALAN
Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan
kendaraan (atau dalam Satuan Mobil Penumpang/SMP) per jam.
Hubungan antara arus dengan waktu tempuh (atau kecepatan)
tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat
arus rendah akan menyebabkan penambahan waktu tempuh yang
kecil jika dibandingkan dengan penambahan kendaraan pada saat
arus tinggi. Hal ini menyebabkan fungsi arus mempunyai bentuk
umum seperti gambar 2.7 (Black,1981 dalam Tamin, 2010).

Sumber: Tamin (2010) Lihat panduan MKJI dalam perhitungan LOS jalan (bab V untuk
jalan perkotaan, subbab 2.2.3 hal. 5-18)
PRINSIP PENENTUAN LOS JALAN
A B C
ARUS BEBAS ARUS STABIL ARUS STABIL
(JALAN (JALAN
ANTARKOTA PERKOTAAN)

D E F
ARUS ARUS ARUS
TIDAK TERSENDAT BERHENTI
STABIL ATAU
MACET

Tamin, 2010
Lihat panduan MKJI dalam perhitungan LOS jalan (bab V untuk
jalan perkotaan, subbab 2.2.3 hal. 5-18)
(2) LOCATION BASED MEASURES
Variasi:
1. Distance based measure
2. Contour based measure
3. Potential measure
4. The balancing factors of spatial interaction model
2.1-2 DISTANCE AND CONTOUR BASED MEASURES
= connectivity measures
Sama dengan spatial separation analysis (lihat Curtis and Scheurer, 2010).
Kegunaan: mengukur relative aksesibilitas suatu lokasi: garis lurus antara dua titik
Bs digunakan sebagai standard untuk menetapkan maksimum travel time atau maksimum
travel distance terhadap lokasi tertentu atau terhadap infrastruktur transportasi tertentu.

Jika ada dua atau lebih possible destinations, maka digunakan contour measures atau integral
accessibility. = isochronic measures = cumulative opportunities, proximity count, daily
accessibility, or counts the number of opportunities which can be reached within a given travel
time or distance or costs; or measure the amount of costs required to access a fixed number of
opportunities.
DISTANCE BASED MEASURE
= SPATIAL SEPARATION MEASURE
KARAKTERISTIK:

1. There is no reference to land use patterns, spatial


distribution of opportunities, or to network constraints to do
with travel speed or other sources of resistance.
2. It does not take into account the behavioral aspects of
travel choice.
3. Analysis of accessibility for public transport is not well
served by a travel cost measure based on physical distance
(not incl. travel time and user costs)
CONTOUR BASED MEASURE
Membagi area studi (titik yang diobservasi) ke dalam radius travel time tertentu,
misalnya 30 menit, 60 menit, dan kemudian menghitung opportunity atau peluang
aktivitas ataupun land use density pada radius tersebut.
KARAKTERISTIK:

1. Equals to the cumulative opportunity model


2. It defines thresholds of maximum desirable travel times for different types
of activities: catchment areas of jobs, employees, customers, visitors and
others are mapped out as contours for each node under considerations.
3. Incorporates both the land use patterns and the infrastructure constraints.
This indicator is not capable of differentiating between opportunities inside
this area, despite the fact that actual travel times vary among activities
within the same contour bracket (the isochrones).
4.This indicator is highly sensitive to the choice demarcation area. A 30 mins
time limit is recomendated to be taken separately for each mode and for
different network conditions (car free flow, car congestion, mode types).
Example: the average one-way commuting time in the Netherlands is 28 min;
people d on average not spend more than 1 hour travelling per day for
Europe.
Kelemahan dari :
Tidak mempertimbangkan efek kombinasi dari interaksi guna lahan dan transportasi.
Belum mempertimbangkan efek kompetisi (distribusi spatial dari aktivitas yang
diminta (demand) dan kemungkinan adanya kendala kapasitas dari penyediaan
supply atau opportunity nya (jobs, schools, hospitals).
Opportunity dalam satu isochrones yg sama dianggap memiliki tingkat aksesibilitas
yang sama.
Belum bs digunakan sebagai alat CBA dari perubahan transportasi dan perubahan
guna lahan.
2.3 POTENTIAL ACCESSIBILITY MEASURES

Telah mempertimbangkan efek kombinasi land use dan transportasi

Distance decay variable juga berarti adanya komponen persepsi


terhadap jarak atau waktu atau unsur transportasi

Dapat digunakan untuk assessment CBA dari suatu transport project


Dapat memasukkan komponen kompetisi antara supply dan demand (kompetisi untuk
menjangkau opportunity atau supply)
1. Efek kompetisi terhadap supply digamabarkan dengan membagi jumlah
opportunity yg dapat dijangkau dari lokasi origin zone i dengan potensi demand
dari zone i.
2. Menggunakan quotient of opportunity yg dapat dicapai dari origin i yaitu
potensi supply untuk i dan potensial demand dari opportunity tersebut dari setiap
destinasi j.
3. Efek balancing factor
3. PERSON BASED ACCESSIBILITY MEASURES
Telah mempertimbangkan kendala social, kendala ekonomi, dari kelompok-kelompok individu
ataupun rumah tangga.

Model menggunakan space-time prism


Misalkan: menggambarkan besaran potensi opportunity yg bs dicapai jika ada time
constraint tertentu.
Kelebihan: model ini telah memasukkan unsur the activity based contextual effect
Telah mempertimbangkan variasi individu misalnya gender, etnik
Dpt digunakan dalam valuasi CBA berbasis person.
Kelemahan: hitungan hanya berorientasi demand. Jd tidak mempertimbangkan efek kompetisi
dari sisi supply.
4. UTILITY BASED ACCESSIBILITY MEASURES
Berbasis teori utility.
1. random utility teory (denominator nya berupa multinomial logit model)  the
logsum of the accessibility measures.

Balancing factor dapat diinterpretasikan sebagai utility based


accessibility measures yang telah memasukkan unsur kompetisi.

2. Doubly constraints entropy model


SUMMARY

Geurs and Van Wee 2004, p. 129


PEMAHAMAN INPUT DATA: DISKUSI DAN
PERSIAPAN SURVEY
PENENTUAN TOPIK
Pembagian kelompok
Mengidentifikasi topik
Mengidentifikasi tujuan
Mengidentifikasi kebutuhan data/variable
METODE
1. Pengumpulan data
2. Pengukuran variable
PENENTUAN WILAYAH STUDI
1. Penentuan zona wilayah studi
2. Catchment area definition

Tamin, 2010
REKOMENDASI PENDEKATAN MODEL
1. Pengukuran mobilitas (waktu tempuh, LOS)
2. Pengukuran aksesibilitas (location based measure, contour catchment, gravity
model)

Anda mungkin juga menyukai