Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang

Sesuai dengan undang-undang nomor 38 tahun 2004, jalan sebagai salah


satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan stabilitas nasional, serta upaya
pemerataan dan penyebaran pembangunan. Dari aspek ekonomi jalan sebagai
modal sosial masyarakat merupakan katalisator diantara proses produksi, pasar
dan konsumen akhir. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan.
Peningkatan infrastruktur jalan akan dibutuhkan untuk melampaui tuntutan
akibat pergerakan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Karena prasarana
jalan yang memadai peran strategis, maka tuntutan adanya penyediaan prasarana
jalan yang memadai sangat penting melalui pembangunan jalan baru,
penambahan kapasitas jalan, pemeliharaan jalan dan perbaikan manajemen lalu
lintas.
Seiring dengan perkembangan waktu pertumbuhan lalu lintas menyebabkan
adanya beban berulang dan adanya perubahan kondisi lingkungan, dan juga
menyebabkan tingkat pelayanan yang tidak memadai lagi, maka kondisi
perkerasan dan usia pelayanannya semakin berkurang.Konstruksi jalan
mengalami perubahan fisik, dimulai dari kerusakan yang menyebabkan kondisi
jalan menjadi tidak memadai dan mengakibatkan kinerja jalan semakin menurun,
sehingga untuk mempertahankan kinerja jalan tersebut perlu dilakukan
penanganan jalan yang tepat secara komprehensif dan terus-menerus agar kinerja
jalan pada akhir umur rencana dapat dipertahankan sesuai dengan desain
rencana.
Dari pengamatan awal bahwa jalan Yogyakarta-Imogiri Timur sudah begitu
padat, waktu tempuh rata-rata yang begitu rendah terlihat, pada waktu pagi hari
pada jam-jam ke kantor sudah mulai padat merayap. Sehingga kapasitas jalan
yang ada sudah kurang memadai, maka perlu adanya peningkatan kapasitas dan

1
pelebaran jalan, mengingat diperkirakan dalam beberapa tahun kedepan
beberapa jalan telah mencapai kapasitas maksimal.
Praktikum Perencanaan Perkerasan Jalan yang dilakukan mahasiswa
Fakultas Teknik Universitas Janabadra adalah praktikum lapangan di Ruas Jalan
Yogyakarta-Imogiri Timurkm9 s/d km10 berupa survei pencatatan lalu lintas dan
survei kondisi jalan. Hasil survey ini dan ditambah data-data lain kemudian menjadi
dasar Perhitungan Perencanaan Perkerasan Jalan. Sebagai dasar perencanaan
teknis mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011
tentang Persyaratan Teknis Jalan. Perhitungan Perencanaan Lentur (flexible
pavement) adalah bakuPerencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
metode Analisa Komponen NO. SNI 1732- 1989-F beserta perubahannya yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sedang untuk Perencanaan
Perkerasan Kaku (rigid pavement) adalah memakai buku Pedoman Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen.

I. B. Perumusan Masalah
Laporan ini tentunya memiliki beberapa rumusan masalah yaitu :
1. Sesuai dengan Standar Perencanaan Teknis Jalan, Pedoman
Standar Geometrik dan hasil Survei Pencacahan lalu lintas yang
dilaksanakan berupa kebutuhan Lebar Luas Jalan Yogyakarta-
Imogiri Timur.

I. C. Tujuan Penulisan
Kegiatan ini adalah berupa praktikum mahasiswa Fakultas Teknik
Universitas Janabandra untuk membuat Perencanaan Perkerasan
Jalan di Ruas Jalan Yogyakarta-Imogiri Timurkm9 sampai km 10
adapun sub kegiatannya adalah:
1. Survei Pencacahan (Perhitungan) Lalu Lintas selama 1x 24 jam
2. Survei kondisi situasi jalan yang dibagi ke dalam kegiatan :
a. Si.tuasi jalan sepanjang 1000 m

2
b. Mengukur potongan melintang jalan tiap 100 m diukur mulai
Perkerasan Jalan s/d selokan dan memanjang sepanjang
1000 m
3. Survei menilai Kondisi Permukaan Jalan (Tingkat Pelayanan Jalan)
4. Survei Kondisi Perkerasan Jalan
Dari kegiatan tersebut diatas, maka disusunlah tulisan berupa Laporan
Perencanaan Perkerasan Jalan, sehingga hasil laporan ini dapat berguna
bagi mahasiswa untuk membuat kaidah perencanaan yang benar.

3
BAB II
DASAR-DASAR PERENCANAAN

II. A. Konsep Dasar Perencanaan


Dalam membuat suatu bangunan pada pekerjaan sipil diperlukan
suatu pondasi, begitu pula bila kita membuat bangunan jalan, areal parkir,
lapangan terbang. Bila bangunan tersebut dilalui oleh kendaraan yang
mempunyai beban dinamis, serta tahan terhadap cuaca, maka diperlukan
suatu pondasi yang memadai. Berbeda dengan bangunan lain, jalan
merupakan bentuk bangunan sipil yang berada di ruang terbuka, selain
pondasi maka bangunan jalan harus tahan cuaca sehingga diperlukan
drainase yang memadai untuk menampung air hujan, baik yang jatuh di
jalan atau lingkungan di sekitar jalan itu berada.
Sebuah konstruksi perkerasan jalan yang baik adalah :
a) Mempunyai total tebal yang cukup, sehingga mampu menyebarkan
beban / muatan lalu lintas ke tanah dasar
b) Mempunyai permukaan yang kedap air, sehingga mencegah
masuknya air kedalam lapisan dibawahnya
c) Mempunyai permukaan yang rata, tahan geser dan kemiringan
samping yang cukup, sehingga air hujan mudah mengalir kesamping
Subgrade menerima semua beban lalu lintas, oleh karena itu secara
struktur, fungsi dari subgrade adalah menerima beban kendaraan melalui
kontak roda berupa beban terbagi rata P0, beban tersebut disebarkan ke
tanah dasar menjadi P1. Beban P1ini harus lebih kecil dari daya dukung
tanah dasar (gambar 1)

4
gambar 1. Penyebaran beban kendaraan oleh lapisan perkerasan jalan

II. B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkerasan Jalan


1. Faktor Alam
Kondisi lingkungan pada lokasi jalan tersebut, sangat mempengaruhi
konstruksi perkerasan jalan. Faktor alam tersebut antara lain air yang
berasal dari hujan dan pengaruh perubahan temperatur akibat
kondisi cuaca dan iklim setempat. Adanya aliran air disekitar badan
jalan dapat mengakibatkan rembesan air kedalam lapisan konstruksi
jalan yang akan menyebabkan ikatan antara butir-butir agregat dan
aspal lepas sehingga lapisan perkerasan tidak lagi kedap air, selain
itu juga mengakibatkan perubahan kadar air yang akan
mempengaruhi sifat daya dukung tanah dasar.

2. Faktor Lalu Lintas


Lalu lintas sangat berpengaruh pada konstruksi perkerasan jalan.
Hal ini disebabkan adanya beban dari lalu lintas yang sangat
bervariasi dari beban yang berat sampai beban yang ringan, jangka
waktu pembebanan yang bervariasi, kecepatan arus lalu lintas yang
berubah-ubah serta adanya beban kejut dari kendaraan seperti
beban pengereman yang mendadak sehingga terjadi lendutan.

5
Data lalu lintas yang akan digunakan dalam penetapan tebal
perkerasan perlu dianalisis dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
a) Hasil perhitungan volume dan komposisi lalu lintas berdasarkan
data terakhir dari pos-pos perhitungan lalu lintas setempat
b) Faktor-faktor pertumbuhan lalu lintas sebagai akibat
bertambahnya kendaraan yang lewat, perkembangan sosial
ekonomi daerah yang bersangkutan maupun pertumbuhan
daerah-daerah sekitarnya
Hasil analisis data lain tersebut akan memberikan perkiraan volume
kendaraan (LHR) pada awal umur rencana sampai akhir umur
rencana. Untuk penyederhanaan hitungan kecenderungan
pertumbuhan kendaraan dari awal umur rencana sampai akhir umur
rencana. Untuk penyederhanaan hitungan kecenderungan
pertumbuhan kendaraan dari awal umur rencana dibuat linear.
Besarnya beban akibat kendaraan (beban roda) di daerah simpang
empat kali lebih banyak dilewati kendaraan (beban roda) daripada di
daerah jalan kondisi lurus dan di daerah jalan lurus yang diakibatkan
karena pengereman (berhenti), kecepatan rendah sehingga
penanganan di daerah simpang harus lebih tahan / kuat menerima
beban lalu lintas yang dipikul, maka penanganan simpang secara
teknis lebih tepat menggunakan konstruksi perkerasan kaku / rigid,
sering dijumpai bagian jalan aspal yang sering mengalami kerusakan
lebih cepat dibandingkan dengan bagian lain. Lokasi dimana
kerusakan jalan berlangsung lebih cepat tersebut dikenal dengan
nama lokasi khusus seperti simpang (Moh. Anas Aly, 2007)

II. C. Faktor Konversi Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)


Semua jenis kendaraan dikonversikan ke dalam satuan mobil
penumpang (SMP), dengan cara mengalikan faktor konversi ekivalen mobil
penumpang seperti ditunjukkan pada tabel 3

6
Tabel 3 Nilai Faktor Konversi EMP
No Jenis Kendaraan EMP Jalan Bebas Hambatan
1. Motor 0,25
2. Sedan, Jeep, St. Wagon 1,00
3. Pick up, Combi 1,00
4. Micro Truck, Mobil Hantaran 1,30
5. Bus Kecil 1,30
6. Bus Besar 1,50
7. Truk 2 Sumbu 2,00
8. Truk 3 Sumbu 2,00
9. Truk Gandengan 2,00
10. Truk Semi trailer 5 as 2.00
11. Truk semi trailer 6 as 2,00
12. Kendaraan Tak Bermotor 0,20

II. D. Kemiringan Melintang dan Bahu Jalan


1.Kemiringan Melintang Jalan
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada bagian
alinyemen jalan yang lurus memerlukan kemiringan melintang
normal sebagai berikut (Gambar 2)
1) Untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton/semen,
kemiringan melintang 2-3 %
2) Pada jalan berlajur lebih dari 2, kemiringan melintang
ditambah 1% kearah yang sama
3) Untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang
disesuaikan dengan karakteristik permukaannya
2. Bahu Jalan
1) Kemiringan melintang bahu jalan yang normal 3-5 %
(Gambar 2).
2) Lebar minimal bahu jalan untuk bahu luar dan bahu dalam
dapat dilihat dalam Tabel 2.1

7
3) Kemiringan melintang bahu jalan harus lebih besar dari
kemiringan melintang lajur kendaraan
4) Ketinggian permukaan bahu jalan harus menerus dengan
permukaan perkerasan jalan

Gambar 2
Tipikal kemiringan melintang bahu jalan

Tabel 2.1
Lebar median jalan dan lebar jalur tepian

Lebar median jalan (m) Lebar jalur


Kelas Jalan tepian
Minimum Minimum khusus *)
minimum (m)

I,II 2,50 1,00 0,25

1,00
IIIA, IIIB, IIIC 1,50 0,40 (median 0,25
dasar)

*)digunakan pada jembatan bentang ≥ 50 m, terowongan, atau lokasi


Damaja terbatas

8
II. E. Lalu Lintas
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi
satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu.
Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan
dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : Lalu lintas
harian rata-rata (LHR). Jumlah lajur dalam desain tebal
perkerasan digunakan untuk penentuan faktor distribusi lajur.
Selanjutnya LHR, pertumbuhan lalu lintas tahunan, VDF, umur
rencana, jumlah lajur, faktor distribusi arah, faktor distribusi lajur,
digunakan untuk perhitungan Equivalent Single Axle Load (ESAL)
2. Pertumbuhan Lalu Lintas Tahunan
a) Kebutuhan data untuk pemodelan
 Volume lalu lintas pada ruas-ruas jalan tertentu, minimal
sejumlah zona
 Kapasitas tiap ruas jalan per arah (nilai ini didapat dari lebar
jalan, jumlah lajur dan faktor koreksi hambatan samping)
 Matriks Asal Tujuan (MAT) studi terakhir
 Tata Guna Lahan. Data ini diperlukan untuk membuat
alternative awal jalan tol.
b) MAT tahun sebelumnya
 Didapat dari studi tahun sebelumnya. MAT cukup baik
untuk yang kurang dari 5 tahun
 MAT bernilai nol mengakibatkan perkiraan pergerakan
pada tahun-tahun mendatang juga bernilai nol. Jika ini ada
perlu dilakuka langkah untuk mengantisipasi sel MAT yang
bernilai nol ini, yakni dengan memasukkan nilai pergerakan
asal tujuan yang kecil, misalnya 0,1 atau 1 trip tergantung
dari distribusi pergerakan yang lain. Jika pergerakan pada
suatu zona besar ke zona yang besar hanya bernilai kecil,
maka sel MAT yang kosong tadi bisa diisi dengan nilai 0,1.

9
Catatan : perlu dikonfirmasi berapa sampel untuk
mendapatkan MAT ini, bagaimana dengan
satuannya, trip per hari atau trip per jam. Kalau
trip per jam, pada jam puncak atau tidak, dsb.
c) MAT tahun kajian
Dari MAT tahun sebelumnya bisa dikembangkan menjadi
MAT tahun kerjaan dengan cara menyertakan faktor
pertumbuhan tiap zona.
d) Penentuan MAT 5 tahunan kedepan
Sama dengan prinsip sebelumnya, MAT 5 tahunan didapat
dengan cara mengalikan sel-sel matriks dengan faktor
pertumbuhan. Sesudah MAT didapat, baru dilakukan skenario
untuk mendapatkan volume lalu lintas tahun rencana di ruas
jalan rencana.

e) Output Program
Output program berupa volume (dalam SMP/jam) dan
pertumbuhan lalu lintas di jalan rencana (dalam %) diturunkan
menjadi lalu lintas mobil penumpang, truk dan bus (atau
sesuai penggolongan kendaraan rencana). Mengingat satuan
volume dalam SMP/jam maka perlu diubah menjadi
kendaraan/ hari dengan periode sesuai tahun perhitungan

3. Umur Rencana
Umur rencana (UR) yang akan digunakan dalam traffic design
disesuaikan jenis / fungsi jalan sebagai berikut :
 Perkerasan kaku, traffic designnya untuk 20 tahun
 Perkerasan lentur traffic designnya untuk 10 tahun
4. Equivalent Single Axle Loud
a. Pendataan lalu lintas

10
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu
lintas harian rata-rata, pertumbuhan lalu lintas tahunan,
vehicle damage factor, untuk memudahkan dalam analisis
disajikan dalam tabel 2.2
b) Faktor distribusi arah dan distribusi lanjut
Faktor distribusi arah D0 = 0,3-0,7 (AAS HTO 1993),
Faktor distribusi lanjut (DL) mengacu pada tabel (AASHTO)
koefisien distribusi arah dan lanjut C = D0x DL (tabel 2.3)

Tabel 2.2
Data Parameter Gol Kendaraan, LHR, pertumbuhan Lalu Lintas AVDF
NO Jenis Kendaraan Gol LHR 9% VDF
1. Sedan, jeep, dan 2 0,0005
Opelet, pick up, sub-urban,
2. 3 0,0005
lombi, minibus
Pick up, Micro Truck dan
3. 4 0,0005
Pick up box
4. Bus kecil 5a 0,3
5. Bus besar 5b 1
6. Truk ringan 2 sumbu 6a 0,3
7. Truk sedang 2 sumbu 6b 0,8
8. Truk 3 sumbu 7a 28,9
9. Truk gandengan 7b 36,9
10. Truk semi trailer 7c 13,6

Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Jalan Raya 1987


 Keterangan :
Contoh diatas penggolongan kendaraan mengacu pada pedoman
Teknik No . Pd. T – 19 – 2004 – B, dapat disesuaikan dengan
ketentuan yang diberikan dalam perencanaan.

11
Tabel 2.3 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah lajur setiap arah DL (90)
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : Petunjuk Perencanaan Pekerjaan Jalan Raya 1987
c) Equivalent Single Axle Load (ESAL)
Rumus Umum drain traffic (ESAL)
Nn

W18 = ∑ LHRJ x UDJ x D0 x DL x 365


N1

dimana :
W18 : Traffic design pada lajur lalu lintas (ESAL)
LHRJ : Jumlah lalu lintas harian rata-rata
J : Jenis Kendaraan
VDFj : Vehicle Damage Factor
D0 : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lanjut
N1 : Lalu lintas pada tahun pertama jalan dibuka
Nu : Lalu lintas pada umur rencana

Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal


perkerasan adalah lalu lintas komulatif selama umur rencana.
Besaran ini didapatkan dengan mengalihkan traffic design
pada jalur rencana selama setahun dengan besaran kenaikan
lalu lintas (traffic growth), secara numerik rumusan lalu lintas
kumulatif ini sebagai berikut :
(𝐼𝑟𝑔)𝑛−1
𝑊𝑡 = 𝑊18 + (1 = 9)𝑛 atau𝑤𝑡 = 𝑊18 + 2!9

dimana :
Wt : Jumlah beban ganda tunggal standar komulatif

12
W18 : Beban ganda standar komulatif selama 1 tahun
n : Umur pelayanan atau umur rencana UR (tahun)
g : Perkembangan lalu lintas (%)

5. Parameter dan Data Traffic Design


Parameter dan data yang diperlukan untuk kemudahan dalam
analisis traffic design dalam perencanaan tabel perkerasan

Tabel 2.4 Parameter dan Data Traffic Design


No Parameter Satuam Desain
1. Lalu lintas harianrata-rata Kendaraan
(LHR)
2. Pertumbuhan lalu lintas %
tahunan (g)
3. Vehicle Damage Factor (VDF) -
4. Umur Rencana tahun
5. Tahun rencana jalan dibuka -
6. Jumlah lajur -
7. Koefisien distribusi arah lajur -
8. Equivalent Single Axle Load -
Sumber : Perencanaan Perkerasan Jalan Raya 1987

6. Lebar Jalur Lalu lintas


Jalur lalu lintas dapat terdiri dari beberapa lajur, tipe-tipe jalur lalu
lintas;
a) 1 jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)
b) 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)
c) 2 jalur – 4 lajur – 2 arah (4/2 B)
d) 2 jalur – n lajur – 2 arah (n/2 B)

13
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur
peruntukannya. Lebar lajur minimum adalah 4,5 m, yang
memungkinkan dua kendaraan kecil saling berpapasan. Lebar
lajur tergantung pada kecepatan dam kendaraan rencana, yang
dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan.
Tabel 2.5 Fungsi dan kelas jalan
Fungsi Kelas Lebar lajur ideal (m)
Arteri I,II,III,A 3,50 – 3,75
Kolektor III A, III B 3,00
Lokal III C 3,00

Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota


1987

Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI


berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, dimana untuk
suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai ratio antara volume terhadap
kapasitas yang dinilainya tidak lebih dari 0,80. Untuk kelancaran
drainase permukaan, lajur lalu lintas pada alinemennya lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut :
a) 2 – 3 % untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton
b) 4 – 5 % untuk perkerasan kerikil

II. F. California Bearing Ratio (CBR)


CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban
penetrasi suatu lapisan tanah atau perkerasan terhadap bahan
standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
Besarnya nilai CBR ini digunakan untuk menghitung atau menentukan
tebal suatu bagian perkerasan.
Pada suatu segmen jalan, pengambilan CBR untuk perencanaan
dilakukan setiap jarak 200 meter ditambah pada setiap lokasi

14
terjadinya perubahan jenis tanah atau kondisi lingkungan. CBR design
yang mewakili pada segmen jalan tersebut adalah :
CBR design = CBR rata-rata – std CBR
Std CBR = standar deviasi nilai CBR
Pada badan jalan yang terletak di atas tanah timbunan yang lebih
besar dari 1 meter maka CBR design = CBR timbunan
Apabila perencanaan dilakukan serempak dalam beberapa segmen
sehingga diperlukan waktu yang singkat dalam penentuan nilai CBR
design, maka nilai CBR design dapat ditentukan dengan alat Dynamic
Core Penetrometer (DCP) dan dilakukan langsung di lapangan.
a) CBR design juga dapat diambil berdasar metode Bina Marga
Persyaratan untuk perencanaan daya dukung tanah dasar yang
baik minimum nilai CBR adalah 6 %. Nilai CBR bisa berupa nilai
CBR laboratorium dan bisa juga CBR lapangan. Untuk
mendapatkan nilai CBR lapangan, cara yang paling sering
digunakan adalaha dengan menggunakan alat DCP (Dynamic
Core Penetrometer). Untuk mendapatkan besarnya nilai CBR
rencana dapat dilakukan dengan cara grafis maupun analitis
1) Cara Grafis
Prosedur yang harus dilakukan untuk menghitung dengan
cara grafis adalah sbb :
a. Tentukan harga CBR terendah
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih
besar dari masing-masing nilai CBR
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 %
d. Buat grafik hubungan antara harga CBR dengan
prosentase
e. Nilai CBR yang mewakili adalah nilai yang didapat dari
angka
90 %

15
Contoh :
Dari hasil pemeriksaan tanah pada suatu ruas jalan (CBR
segmen) per 100 m diperoleh data nilai CBR segmen sebagai
berikut (dalam %) :
5,4,5,4,3,6,7,7,6,3,5,8, tentukan berapa besarnya CBR rencana.
Penyelesaian :
Jumlah yang sama
CBR Persen yang sama atau lebih besar
atau lebih besar
3 12 12/12 x 100 % = 100 %
3
4 10 10/12 x 100 % = 83,33 %
4
5 8 8/12 x 100 % = 66,67 %
5
5
6 5 5/12 x 100 % = 41,67 %
6
7 3 3/12 x 100 % = 25%
7
8 1 1/12 x 100 % = 8,33 %

16
100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
2 3 4 5 6 7 8 9

CBR rencana = 3,8 %


Gambar 3. Penyelesaian CBR cara Grafis

2) Cara Analisis
Cara ini dikembangkan oleh Japan Road A SS 1976 dengan
menggunakan rumus umum sbb :
CBR max − CBR min
CBRrencana = CBR rata−rata − | |
R
Nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu
segmen pada ruas jalan yang akan disurvei dan besarnya nilai
R dapat dilihat pada tabel berikut :

17
Tabel 2.2
Nilai R
Jumlah titik pengamatan Nilai R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,87
8 2,96
9 3,08
10 3,18
>10

Contoh :
Dari hasil pengujian tanah pada suatu ruas jalan didapat nilai
CBR sebagai berikut (%) : 5,4,5,4,3,6,7,7,6,3,5,8
Dari data tersebut, maka tentukan besarnya CBR rencana.
Jawab :
5+4+5+4+3+6+7+7+6+3+5+8
CBR rata−rata =
12
= 5,25 %

(8 − 3)
CBRrencana = 5,25 − = 3,68 %
3,18
Dari hasil perhitungan secara grafis dapat disimpulkan, bahwa
nilai CBR rencana mendekati CBR terkecil, sehingga apabila
dalam suatu ruas jalan nilai CBRnya beragam maka
sebaiknya dibuat segmen-segmen kecil sehingga nilai CBR
agak mendekati sesungguhnya. Tetapi ada suatu ruas jalan
yang mempunyai nilai CBR ekstrim.

18
3) Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR
Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR
diberikan dalam bentuk Nomogram seperti pada Gambar 4
dengan persamaan:
DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7

Gambar 4 Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR


II. G. Parameter Perencanaan Lentur
a. Faktor Regional
Faktor Regional (Tabel 2.3) ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
 Keadaan iklim
 Presentase kendaraan berat (≥ 5 ton)
 Derajat kemiringan memanjang jalan
Pada bagian jalan tertentu yaitu :
 Persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (R = 30m)
nilai FR ditambah 0,5
 Daerah rawa nilai FR ditambah 1,0
Tabel 2.3
Faktor Regional (FR)
Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
(< 6 %) (6-10 %) (>10 %)
% kendaraan % kendaraan berat % kendaraan
berat berat
≤30% >30% ≤30% >30% ≤30% >30%
iklim : <900 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
mm/th
iklim : >900 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
mm/th
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen, 1987

19
b. Koefisien Distribusi Kendaraan
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan
berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel 2.4
Tabel 2.4
Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Kendaraan ringan Kendaraan berat

Jumlah lajur Berat total < 5T Berat total > 5T

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 1,00 1,00 1,00 1,000

2 0,60 0,50 0,70 0,500

3 0,40 0,40 0,50 0,475

4 - 0,30 - 0,450

5 - 0,25 - 0,425

6 - 0,20 - 0,400

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, 1987

c. Traffic Design
Rumus umum desain traffic (ESAL = Equivalens Single Axel
Load)
W18 = ∑Nn
N1 LHRj x VDFj x D0 x DL x 365 ; dimana

W18 : Traffic design pada lajur lalu lintas, Equivalens Single Axel
Load
LHRJ: Jumlah lalu lintas harian rata-rata 2 arah untuk jenis
kendaraan J
VDFJ: Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan J
D0 : Faktor distribusi arah

20
DL : Faktor distribusi lajur
N1 : Lalu lintas pada tahun pertama jalan dibuka
Nn : Lalu lintas pada akhir umur rencana
Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
adalah lalu lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mengalikan traffic design pada jalur rencana
setahun dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth).
Secara numerik rumusan lalu lintas kumulatif :
(1+9)n −1
Wt = W18 x (1 + 9)n atauWt = W18 x 9

Wt : Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif


W18 : Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n : Umur pelayanan, atau umur rencana (tahun)
g : Perkembangan lalu lintas (%)

d. Lintas Ekivalen
Yang dimaksud dengan lintas ekivalen adalah suatu nilai ekivalen
tingkat kerusakan akibat repetisi dari lintasan kendaraan selama
satu satuan waktu.
Lintas ekivalen dibedakan atas :
1. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Yaitu besarnya lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (awal
umur rencana)
LEP = ∑nn
j=1 LHRj x Cj x Ej; dimana

LHR = Lalu lintas harian rata-rata


C = Koefisien distribusi kendaraan sesuai dengan jumlah
lajur
E = Angka ekivalen (faktor kerusakan jalan akibat lalu
lintas kendaraan)
J = Jenis kendaraan
2. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

21
Yaitu besarnya lalu lintas ekivalen pada saat akhir umur
rencana
n
LEA = ∑J=1 LHRj (1 + i)UR x Cj x Ej; dimana :

UR = Umur rencana
i = Perkembangan lalu lintas
3. Lintas Ekivalen Tengah (LET)
LEP + LEA
LET =
2
Yaitu besarnya lintas ekivalen rata-rata selama umur
perencanaan
4. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Yaitu besarnya lintas ekivalen rencana yang digunakan dalam
perencanaan.
LER = LET x FP
𝑈𝑅
𝐹𝑃 = ; dimana :
10
FP = Faktor Penyesuaian
e. Indeks Permukaan
Indeks Permukaan (IP) ini menyatakan nilai daripada
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian
dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks
permukaan ini diukur dari kemampuan pelayanan (service ability)
suatu jalan berdasarkan pengamatan kondisi jalan, meliputi
kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang, kekasaran
permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur
pelayanan jalan. Nilai indeks permukaan bervariasi dari angka 0
s/d 5. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya seperti di bawah
ini
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak
berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas
kendaraan.

22
IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
(jalan tidak terputus)
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil
dan baik
IP > 2,5 : Menyatakan permukaan jalan cukup stabil dan baik

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana


(IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan /
kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut
tabel 2.5
Dalam menentukan IPt pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan LER
menurut tabel 2.6
Tabel 2.5
Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IP0)
Jenis lapis IPo Roughness *) (mm/km)
perkerasan
Laston ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 >1000

Tabel 2.6
Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
LER = Klasifikasi Jalan
Lintas Ekivalen Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
10 – 100 1,5 1,5-2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
>1000 - 2,0-2,5 2,5 2,5

23
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
dengan Metode Analisa Komponen, 1987

 LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Tingkat pelayanan lalu lintas selama umur rencana ditentukan dari
rasio kehilangan kemampuan pelayanan. Masa kemampuan
pelayanan ini dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar . Masa Kemampuan Pelayanan

f. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan
kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah,
ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan
dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang stabilisasi dengan
semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Daftar koefisien kekuatan relative ditentukan menurut tabel 2.7

24
Tabel 2.7
Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
Jenis Bahan
MS Kt CBR
ɑ1 ɑ2 ɑ3
(kg) (kg/cm2) (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,32 - - 454 - -
- 0,28 - 590 - - Laston Atas
- 0,26 - 454 - -

- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)

- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)

- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (Kelas C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu / pitron (Kelas A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu / pitron (Kelas B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu / pitron (Kelas C)

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya


dengan Metode Analisa Komponen, 1987

Koefisien kekuatan relative bahan untuk Cement Treated base


(CTB) :
 CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2 : a = 0,23
 CTB dengan kuat tekan 28-45 kg/cm2 : a = 0,20
 CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2 : a = 0,25
Sumber : Teknik Jalan Raya, Clarkson H Orglesby, R Gary Hicks,
Jilid 2, 1996

25
g. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu indeks yang
menentukan tebal perkerasan dan ditulis dengan rumus umum :

ITP = ∑ni=1 ai. Di = ai. Di + a21 . D21 + a22 . D22 . m + a3 . D3 . m ;


dimana:

a1 = Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan


a2 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan
beraspal
a22 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan
berbutir
a3 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah
D1 = Tebal lapisan permukaan
D21 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan beraspal
D22 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan berbutir
D3 = Tebal lapisan pondasi bawah
m = Koefisien drainase ( tabel 2.9 )
Nilai ITP dapat ditentukan dengan menempatkan nilai-nilai daya
dukung tanah (DDT), Lalu lintas Ekivalen Rencana (LER) dan
Faktor Regional(FR) pada normogram gambar.
h. Koefisien Drainase
Dalam buku Pt T-01-2002-B diperkenalkan konsep koefisien
drainase untuk mengakomodasi kualitas sistem drainase yang
dimiliki perkerasan jalan. Tabel 2.8 memperlihatkan definisi umum
mengenai kualitas drainase.

26
Tabel 2.8 Definisi kualitas drainase

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam


perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
ini adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam
persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan
koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D).
Tabel 2.9 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang
merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama
setahun struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang
mendekati jenuh.

Tabel 2.9 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien


kekuatan relatif material untreated base dan subbase pada
perkerasan lentur.

II. H. PARAMETER PERENCANAAN KAKU


Parameter perencanaan perkerasan kaku berdasarkan metode Bina
Marga terdiri dari:
 Jenis dan Tebal Pondasi Bawah
Jenis dan tebal pondasi bawah ini ditentukan berdasarkan nilai CBR
tanah dasar dan repetisi sumbu yang terjadi. Apabila tanah dasar

27
mempunyai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus dipasang pondasi
bawah yang terbuat dari beton kurus (leanmix concrete) setebal 15
cm. Jenis dan tebal minimum lapis pondasi bawah yang disarankan
dapat dilihat pada Gambar di bawah:

Tabel Tebal Minimum Pondasi Bawah Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T 14-
(2003)
 CBR Efektif Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu
sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai
dengan SNI 03-1744- 1989. Apabila tanah dasar memiliki nilai CBR
kurang dari 2 % maka dianggap mempunyai nilai CBR efektif 5%.
Nilai CBR tanah dasar efektif dapat dilihat pada Gambar di bawah :

28
 Koefisien Gesekan (µ)
Perencanaan didasarkan bahwa antara pelat dan pondasi bawah
tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya
dapat dilihat pada Tabel di bawah:

Koefisien
No. Lapis pemecah ikatan
gesekan (µ)

1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0

2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5

3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0

 Kuat Tarik Lentur Beton (Flexural Strength)


Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur
(flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian

29
balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya
secara tipikal sekitar 3–5 MPa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur
beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat
baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5–
5,5 MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan
dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25
MPa (2,5 kg/cm2) terdekat. Hubungan antara kuat tekan
karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat didekati dengan
rumus berikut :
fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau…………………………………(1)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2………………………………(2)
Dengan pengertian :
fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk
agregat pecah.
Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah
beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
fcf = 1,37.fcs, dalam MPa atau……………………………….…... (3)
fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2……………..…………….…....…... (4)
Dengan pengertian :
fcs : kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk
meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada
pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat
digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran dan
perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang
bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau sekrup penguat
untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang
antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton,

30
masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m³. Semen yang akan
digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan
lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
 Konfigurasi Sumbu
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton
semen, dinyatakan dalamjumlah sumbu kendaraan niaga
(commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbupada lajur
rencana selama umur rencana.Lalu-lintas harus dianalisis
berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan konfigurasi
sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton
semen adalah yangmempunyai berat total minimum 5
ton.Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis
kelompok sumbu sebagai berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
 Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu
ruas jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga
terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah
lajur dan koefsien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan
dari lebar perkerasan sesuai dengan tabel di bawah:

 Umur Rencana

31
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan
klasifikasi fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan
yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan
metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari
metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat
direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai
40 tahun.
 Pertumbuhan Lalu Lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana
atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor
pertumbuhan lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus
sebagai berikut :

Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R ) dapat juga ditentukan
berdasarkan Tabel di bawah :

Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas


tidak terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut :

32
Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
URm : Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
 Lalu Lintas Rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan
niaga pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi
sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan.
Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam
interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu
kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus
berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C ……………………………………. (7)
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur
rencana.
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat
jalan dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atauTabel
3 atau Rumus (6), yang besarnya tergantung dari
pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan
 Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan
faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini
digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas
perencanaan seperti telihat pada Tabel di bawah :

33
 Tebal Taksiran Plat Beton
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi
dihitung berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana.
Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran
dinaikan dan proses perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah
tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan
atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%.
Langkah-langkah perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada
Gambar dan tabel terlampir.

 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi


Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi adalah besarnya nilai yang
ditentukan berdasar pada nilai CBR efektif dan perkiraan tebal
perkerasan jalan yang akan dibuat. Nilai tegangan ekuivalen dan
faktor erosi bisa kita lihat pada tabel terlampir. Dengan menentukan
tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE), maka dapat ditentukan
faktor rasio tegangan (FRT) untuk masing – masing beban rencana
per roda seperti Tabel terlampir, lalu kita hitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
FRT = TE / fcf
 Analisa Fatik dan Erosi
Analisa fatik dan erosi digunakan untuk menarik kesimpulan apakah
tebal perkerasan rencana yang akan kita buat aman atau tidak.

34
 Dowel (Ruji)
Dowel bars adalah merupakan sarana yang digunakan sebagai
penyambung/pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton
perkerasan jalan (Rigid Pavement). Fungsi dari Dowel ini
merupakan penyalur beban pada sambungan. Penghitungan dowel
dengan menggunakan tabel di bawah ini:

 Batang Pengikat (Tie Bar)


Tie bar adalah potongan baja profil yang dipasang pada lidah alur
dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak
horizontal. Batang pengikat dipasang pada sambungan
memanjang. Penghitungan tier bar dengan menggunakan grafik di
bawah ini:

35
 Sambungan susut melintang
Sambunngan susut melintang adalah penyambungan perkerasan
jalan dengan kedalaman sambungan kurang lebih mencapai
seperempat dari tebal pelat untuk perkerasan denga lapis pondasi
berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi
semen.

36
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton
bersambung tanpa tulangan sekitar 4-5 m, sedangkan perkerasan
beton bersambung dengan tulangan 8-15m . Sambungan ini harus
dilengkapi dengan ruji polos panjang 45cm, jarak antara ruji 30cm,
lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi
gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
 Sambungan susutmemanjang
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk
mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar
sambungan memanjang sekitar 3-4 m.Sambungan memanjang
harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU
24 dan diameter 16mm. Sambungan susut memanjang dapat
dilakukan dengan salah satu dari dua cara yaitu :Menggergaji atau
membentuk pada saat beton masih plastis dengan kedalaman
sepertiga dari tebal pelat.

II. I. PELAPISAN TAMBAHAN


a) Berdasarkan Nilai Sisa
Prinsip dasar dari desain lapis tambahan pada struktur perkerasan lentur
menurut metoda / analisa komponen adalah bahwa di akhir masa
layanannya struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai
ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambahan yang
diinginkan.
Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur
perkerasan lama ditmbahkan dengan nilai ITP tambahan dari lapis
tambahan yang diberikan. Dengan demikian ada 2 langkah yang perlu
dilakukan dalam proses perencanaan lapis tambahan, yaitu :
 Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk
mendapatkan nilai ITP sisa
 Menghitung tebal lapisan tambahan berdasarkan nilai ITP
tambahan yang diperlukan, dan dihitung sesuai dengan perkiraan

37
beban lalu lintas yang akan datang setelah dikurangi dengan nilai
ITP sisa
Penentuan ITP sisa dilakukan secara subjektif, nilai ITP sisa struktur
perkerasan lama dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
ITPSisa = Ʃ (ai. Di − ki)
dimana :Ki = Nilai kondisi lapisan yang dinilai secara subjektif (lihat tabel
2.2.3)
Tabel 2.2.3 : Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan 90-100%
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur
roda 70-90 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
namun masih tetap stabil 50-70%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada
dasarnya masih menunjukkan kestabilan 30-50 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
menunjukkan gejala ketidakstabilan
2. Lapis Pondasi
a) Pondasi aspal Beton atau Penetrasi Macadan
Umumnya tidak retak 90-100 %
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70-90 %
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan 50-70 %
kestabilan 30-50 %
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan
b) Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur 70-100 %
Indeks Plasticitas (Plasticity Index : PI) ≤ 10
c) Pondasi Macadam atau Batu Pecah 80-100 %
Indeks Plasticitas (Plasticity index : PI) ≤ 6
d) Lapis Pondasi Bawah 90-100 %
Indeks Plasticitas (Plasticity index : PI) ≤ 6 70-90 %

38
Indeks Plasticitas (Plasticity index : PI) ≥ 6

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan


Metode Analisa komponen 1987

Ketebalan perkerasan yang ada ditentukan dengan test pit pada lokasi
pengamatan.
Tebal lapisan tambahan dihitung berdasarkan rumus :
ΔITP = ITPP − ITPS

∆ITP
Do =
a0

Dimana :
Δ ITP : Indek Tebal Perkerasan yang diperhitungkan
ITPP : ITP perlu
ITPS : ITP sisa (perkerasan jalan lama (exiting pavement))
D0 : Tebal lapis tambahan
ao : Koefisien kekuatan relatif bahan
ITP perlu dihitung berdasarkan beban lalu lintas untuk masa layanan
berikutnya. Perhitungan ITP ini sama dengan layaknya menghitung ITP
untuk pembangunan perkerasan baru. Pada perhitungan ini perlu juga
diperhitungkan kondisi tanah dasar faktor regional, indeks perkerasan, awal
dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi masa layanan berikutnya. Nilai ITP
sisa dapat bernilai nol, yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali.
Penambahan lapis tambahan dengan kondisi ini tidak disarankan karena
tebal lapis permukaan tambahan yang diberikan sangat tebal sehingga
kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITP sisa, maka disarankan untuk
merencanakan ulang dan jika perlu dengan pembangunan konstruksi baru.

39
Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan sehingga dapat
persamaan ITP dapat diubah menjadi :
∆ITP = ITPP − ITPS = a1.D1 + a2. D2
b) Berdasarkan Lendutan
Sesuai dengan peraturan nomor Pd T – 05 2005B, yang
dimaksudpelapisan tambahan dengan lendutan adalah penambahan
pelapisan yang didasarkan atas lendutan yang dihasilkan dari pengujian
lendutan langsung dengan menggunakan alat Falling Weight
Deflectometer
(FWD) dan lendutan balik dengan menggunakan alat Benkelman Beam
(BB).
Pengertian metode ini yaitu lendutan yang digunakan untuk perencanaan
adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor
muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi
beban uji (bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan
balik adalah sesuai Rumus 12. dB = 2 x (d3 – d1) x Ft x Ca x FKB-BB
.............................................................................. (12)
dengan pengertian :
 dB = lendutan balik (mm)
 d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran
 d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik
pengukuran
 Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350
C, sesuai Rumus 8, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10
cm atau Rumus 9, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau
sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 5 atau pada
Gambar 1 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10
cm).
o TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil
pengukuran langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari

40
temperatur udara,yaitu: TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)
................................................................................ (13)
o Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
o Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari Tabel 6
o Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari Tabel 6
 Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau
muka air tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau
muka air tanah tinggi
 FKB-BB = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB)
= 77,343 x (Beban Uji dalam ton)................................(14)

41
Gambar 32. bagan alir perencanaan cara Bina Marga Analisa
komponen untuk perencanaan pelapisan tambahan

Gambar 2.7.9 Bagan alir Perencanaan perkerasan cara analisis


komponen

42
BAB III
HASIL SURVAI

III. A. Survai Pencacah Lalu Lintas


1. Maksud
Untuk menghitung jumlah kendaraan yang melalui suatu jalan sehingga
dengan diketahui jumlah kendaraan yang lewat maka dapat digunakan
sebagai acuan dalam perhitungan kebutuhan tebal dari lapis perkerasan
jalan
2. Lokasi
Lokasi survai lalu lintas dilaksanakan diruas jalan Yogyakarta – Jl.
Imogiri Timur dan sebaliknya Jl. Imogiri Timur – Yogyakarta
3. Alat yang dipakai
Peralatan yang digunakan antara lain :
 Alat tulis  From Table
 Stop Watch  Pengklasifikasi jenis kendaraan
 Jam  Alat bantu hitung
4. Langkah kerja
 Menyiapkan tabel pengklasifikasian kendaraan yang digunakan
untuk mencatat jumlah kendaraan yang melintas
 Peralatan pembantu lainnya seperti : alat tulis, stopwatch, jam dan
alat bantu hitung
 Survei dilakukan 1 x 24 jam yang di bagi menjadi 3 shift per 8 jam,
o Shift 1 dimulai pada pukul 06.00 – 14.00 WIB
o Shift 2 dimulai pada pukul 14.00 – 22.00 WIB
o Shift 3 dimulai pada pukul 22.00 – 06.00 WIB
Keterangan ; kelompok 7 mendapat shift 1 dimulai pada pukul
14.00 – 22.00 WIB
5. Hasil Survei
Dari survey pencacahan lalu lintas yang digunakan di ruas jalan
Yogyakarta – Jl. Imogiri Timur dan sebaliknya yang dilaksanakan 1 x 24

43
jam dan dibagi menjadi 3 shift tersebut mendapatkan hasil survey seperti
pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Data Survei
NO GOL KONFIG Jenis Kendaraan Yogya – Jl. Imogiri Total
Jl. Imogiri Timur-
Timur Yogya
1. 1 1.1 Sepeda motor 26676 23015 49691
2. 2.3.4 1.1 Sedan, angkot, mobil 3399 3565 6964
3. 5.a 1.2 Bus kecil 62 58 120
4. 5.b 1.2 Bus besar 95 31 126
5. 6.a.1 1.1 Truk 2 sumbu cargo ringan (umum) 200 121 321
6. 6.a.2 1.2 Truk 2 sumbu ringan (pasir, dll) 75 111 186
7. 6.b.11 1.2 Truk 2 sumbu cargo sedang (pasir, dll) 30 16 46
8. 6.1.2 1.2 Truk 2 sumbu sedang (pasir, dll) 57 20 77
9. 6.b.2.1 1.2 Truk 2 sumbuberat (umum) 19 0 19
10. 6.b.2.2 1.2 Truk 2 sumbu berat (pasir, dll) 21 0 21
11. 7.a.1 1.22 Truk 3 sumbu (umum) 2 1 3
12. 7.a.2 1.22 Truk 3 sumbu ringan (umum) 2 0 2
13. 7b 1.22 Truk 3 sumbu berat 0 1 1
14. 7b 1.2-2.2 Truk 2 sumbu trailer penarik 2 sumbu 0 0 0
15. 7.c.1 1.2-2.2 Truk 4 sumbu trailer 0 0 0
16. 7.c.22 1.22-2.2 Truk 5 sumbu trailer 0 0 0
17. 7.c.22 1.2-2.2 Truk 5 sumbu trailer 0 0 0
18. 7.c.3 1.2-2.22 Truk 6 sumbu trailer 0 0 0
19. 8 Kendaraan tidak bermotor 450 437 887
(sepeda, becak, andong, dll

Ʃ Jumlah 58464

44
 Kesimpulan
Dengan adanya survey lalu lintas diharapkan kita mampu mengetahui jenis
kendaraan dan rata-rata volume lalu lintasnya, sehingga dapat dihitung
perencanaan tebal perkerasan jalan. Pada ruas jalan Yogyakarta – Imogiri
Timur dan Imogiri Timur – Yogyakarta.

III. B. SURVAI KONDISI SITUASI JALAN


1. Maksud
Untuk mengetahui lebar jalan, lebar bahu jalan, serta selokan kanan kiri
jalan
2. Lokasi
Lokasi survei adalah jalan Imogiri Timurkm 9 – 10
3. Alat yang dipakai
 Meteran
 Alat tulis
 GPS
 Alat penggali
 Kamera

45
4. Langkah kerja
Mengukur lebar perkerasan, lebar badan jalan, bahu jalan, trotoar serta
selokan setiap 100 m. Membuat gambar sket situasi jalan, potongan
melintang jalan dan gambar potongan memanjang
5. Hasil survey
a. Gambar situasi jalan (terlampir 1)
b. Gambar potongan melintang jalan (terlampir 2)
6. Kesimpulan
Sta 9+0 ----- Sta 9 +100 Selisih 2.3m Kelandaian 2,3 %
tinggi
9+100 -- +200 Selisih 0,64m 0,64 %
tinggi
200 300 1,76m 1,76 %
300 400 1,41 1,41 %
400 500 0,07 0,07 %
500 600 0,64 0,64 %
600 700 0,7 0,7 %
700 800 0,61 0,61 %
800 900 1,24 1,24 %
900 1000 1,05 1,05 %

Tabel 3.2 Kelandaian Jalan

Kelandaian rata-rata = 1,042 %

III. C. SURVAI KONDISI PERMUKAAN JALAN (Tingkat Pelayanan Jalan)


1. Maksud
Untuk menilai kondisi jalan (tingkat pelayanan jalan) dan luas kerusakan
permukaan jalan.
2. Lokasi survey adalah jalan Wonosari km 9-10
3. Alat yang dipakai

46
 Meteran
 Alat tulis
 GPS
 Alat gali
 Kamera
4. Langkah kerja
Mencatat dan mengamati kondisi kerusakan jalan setiap 100 m.
Menghitung presentase luas kerusakan permukaan jalan.
5. Hasil Survey
Kondisi jalan tidak mengalami keretakan

III. D. SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


1. Maksud
Untuk mengetahui kondisi lapis perkerasan jalan, termasuk didalamnya
tebal perkerasan jalan
2. Lokasi survey kondisi perkerasan jalan berada di ruas jalan Yogyakarta
Wonosari km 9-10

3. Alat yang dipakai


 Linggis
 Cangkul
 Meteran
 Alat tulis
 Kamera
4. Langkah kerja
 Menyiapkan peralatan galian
 Menentukan lokasi atau titik yang akan digali
 Menggali lapisan jalan
 Mengukur kedalaman dan masing-masing lapis perkerasan
 Mendokumentasikan hasil penggalian perkerasan jalan

47
5. Hasil Survey
Dengan dilakukan penggalian disuatu titik dan didapatkan hasil sebagai
berikut :

Gambar 3.1 Lapis Perkerasan Jalan Existing

Keterangan : Kondisi lapis permukaan 90 %


Kondisi lapis permukaan atas 95 %
Kondisi lapis pondasi bawah 95 %

48
BAB IV
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

IV. A. Perhitungan Kebutuhan Pelebaran Jalan


1. Menghitung volume lalu lintas harian rata-rata harian
sesuai hasil perhitungan analisis dengan menggunakan formulir A-3

Lembaran Analisa Isi Data Lalu Lintas


Kabupaten : Bantul A-3
Nama ruas : Jogja-Imogiri Timur
Lokasi Pos : Bantul km : 9 -- km : 10
Golongan Kon. Sumbu Tipe Kendaraan LHR Faktor Vol. LHR
Survei (a) Ekivalen axb
(b)
1 1.1 Sepeda motor 49691 0,25 12423
2.3.4 1.1 Sedan, angkot, mobil 6964 1 6964
5.a 1.2 Bus kecil 120 1,3 156
5.b 1.2 Bus besar 126 1,5 189
6.a.1 1.1 Truk 2 sumbu cargo ringan (umum) 321 2 642

6.a.2 1.2 Truk 2 sumbu ringan (pasir, dll) 186 2 372


6.b.11 1.2 Truk 2 sumbu cargo sedang (pasir, 46 2 92
dll)
6.1.2 1.2 Truk 2 sumbu sedang (pasir, dll) 77 2 154
6.b.2.1 1.2 Truk 2 sumbu berat (umum) 19 2 38
6.b.2.2 1.2 Truk 2 sumbu berat (pasir, dll) 21 2 42
7.a.1 1.22 Truk 3 sumbu (umum) 3 2 6
7.a.2 1.22 Truk 3 sumbu ringan (umum) 2 2 4
7b 1.22 Truk 3 sumbu berat 1 2 2
7b 1.2-2.2 Truk 2 sumbu trailer penarik 2 0 2 0
sumbu

49
7.c.1 1.2-2.2 Truk 4 sumbu trailer 0 2 0
7.c.22 1.22-2.2 Truk 5 sumbu trailer 0 2 0
7.c.22 1.2-2.2 Truk 5 sumbu trailer 0 2 0
7.c.3 1.2-2.22 Truk 6 sumbu trailer 0 2 0
8 Kendaraan tidak bermotor 887 0,2 177,4
(sepeda, becak, andong, dll
58464 21261
Tabel 4.1 Volume Kendaraan Hasil Survei
Diperoleh :

VLHR = 21261

𝑉𝐿𝐻𝑅0 = 21261 𝑥(1 + 0,055)1,5 = 23039

𝑉𝐿𝐻𝑅𝑈𝑅 = 23039𝑥(1 + 0,055)8 = 35358 > 25000

2. Kesimpulan
Dari VLHR yang telah dihitung tersebut diatas dan sesuai dengan tabel
11.7. dari Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
No. 038/TBM/1997

Arteri Kolektor Lokal

VLHR Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum


lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
SMP/hari jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur jalur
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

< 1000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3000-
7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10000
10001-
7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -
25000

>25000 2x3,5*) 2,5 2x3,5*) 2,0 2x3,5*) 2,0 **) **) - - - -

Tabel 4.2. Persyaatan Ideal

50
Keterangan :
**) = Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5 m ; dimana n = jumlah
lajur per lajur
- = Tidak ditentukan
Maka ruas jalan Yogyakarta – Imogiri Timur km 9 sampai km 10 perlu
diperlebar sebagai berikut :
a. Fungsi jalan adalah : Kolektor
b. VLHRUR : 35358> 25000
c. Lebar jalur lalu lintas : 2 x 2 x 3,5 m
d. Median jalan dengan lebar :2m
e. Bahu jalan dengan lebar : 2,5 m
f. Saluran air dengan lebar : 0,8 m dan dalam 1,00 m
diperkeraskan

IV. B. I. Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur

1. Diketahui :
a. Fungsi Jalan : Kolektor
b. Tipe Jalan : 2 Jalur, 4 Lajur, 2 Arah
c. Umur Rencana : 8 tahun
d. Tanah Dasar : Harga CBR rencana pada titik-titik
yang memiliki CBR tanah dasar : 3; 3,5; 4,5; 5; 3,5; 5; 5; 4; 6; 4,5;
4; 4; 3; 5,5; 5; 4,5; 4; 5,5; 6; 5,5; 3,5; 4; 3,5; 3,5; 3
e. Kondisi / iklim setempat : 4.545 mm/tahun
f. Kelandaian rata-rata : 1,042 % ( Dari Bab III)
g. Jumlah LHR Survey : 7886
h. Angka pertumbuhan : 5,5 %
i. Waktu pelaksanaan : 1,5 tahun

51
JUMLAH CURAH HUJAN PER BULAN
MENURUT
BADAN PUSAT STATISTIK PROV. DIY (mm)

Curah Hujan Per Bulan


Wilayah Iklim 2016 Total
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Kulon Progo 146 339 350 183 102 323 64 25 220 362 487 350 2.951
Bantul 227 521 594 461 48 416 84 41 407 372 808 566 4.545
Gunungkidul 234 308 293 164 20 111 51 26 178 126 363 361 2.235
Sleman 235 518 469 292 180 222 278 59 320 438 693 412 4.116
Yogyakarta - - - - - - - - - - - - -

Tabel 4.3 Jumlah Curah Hujan

2. Penyelesaian

Golongan Konfigurasi LHRS LHR0 LHRUR C VDF LEP LEA


Sumbu
2,3,4 1.1 6964 7546 11581 0,3 0,0005 1 2
5a 1.1 120 130 200 0,45 0,3 18 27
5b 1.1 126 137 210 0,45 1 61 94
6a1 1.2 321 348 534 0,45 0,3 47 72
6b2 1.2 186 202 309 0,45 0,8 73 111
6b.1.1 1.2 46 50 76 0,45 0,7 16 24
6b.1.2 1.2 77 83 128 0,45 1,6 60 92
6b.2.1 1.2 19 21 32 0,45 0,9 8 13
6b.2.2 1.2 21 23 35 0,45 7,3 75 115
7a.1 1.22 3 3 5 0,45 7,6 11 17
7a.2 1.22 2 2 3 0,45 28,1 27 42
7a.3 1.22 1 1 2 0,45 28,9 14 22
7b 1.2.22 - - - - 36,9 - -
7c.1 1.2.22 - - - - 13,6 - -
7c.2.1 1.2.22 - - - - 19 - -
7c.2.2 1.2.222 - - - - 30,3 - -
7c.3 1.2.222 - - - - 41,6 - -
Jumlah 7886 8545 13115 411 631
Tabel 4.4. tabel penghitungan LHRS, LHR0, LHRUR, VDF, LEP dan LEA

52
 Contoh perhitungn pada tipe kendaraan sedan angkot, wagon station,
pickup
a) Menghitung LHR0
LHR0 = LHR5 (1 + i) UR(waktu pelaksanaan)
= 6964 (1 + 0,0055)1,5 = 7546

b. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)


LEP = Ʃ LHR0x C x VDF
= 7546 . 0,45 . 0,0005 = 1

c. Menghitung LHRUR
LHRUR = LHR0. (1 + i)UR
= 7546 (1 + 0,055)8 = 11581
d. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
LEA = Ʃ LHRUR x C x E
= 11581. 0,45. 0,0005
=2
e. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)
𝐿𝐸𝑃+𝐿𝐸𝐴 274+421
LET = = = 521
2 2

f. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER)


LER = LET x FR FR = UR/10 (UR = 10 tahun)
= 521 x 8/10 = 8/10
= 417 = 0,8

2. Daya dukung Tanah dasar


a. Mencari harga CBR yang mewakili
3+3,5+4,5+5+3,5+5+5+4+6+4,5+4+4+3+5,5+5+
4,5+4+5,5+6+5,5+3,5+4+3,5+3,5+3
 CBR rata-rata
25
= 4,34 %
 Cara Grafis

53
Jumlah yang sama atau Presentase yang sama
CBR (%)
lebih besar atau lebih besar
3 25 25/25 x 100 % = 100%
3,5 22 22/25 x 100 % = 88%
4 17 17/25 x 100 % = 68%
4,5 12 12/25 x 100 % = 48%
5 9 9/25 x 100 % = 36%
5,5 5 5/25 x 100 % = 20%
6 2 2/25 x 100 % = 8%
6,5 0 0/25 x 100 % = 0%
Tabel 4.5 Prosentase CBR

CBR
110
100 100
90 88
80
70 68
60
50 48
40
36
30
20 20
10 8
0 3,3 0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0

Grafik 4.1 Penyelesaian CBR secara Grafis


 Cara Analitis
Total CBR = 108,5
CBR rata-rata = 108,5/25 = 4,34 %
CBR maksimal = 6,5 %
CBR minimal =3%
R = 3,18
 CBR rencana =𝐶𝐵𝑅 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎− ( )
𝑅

54
6,5−3
= 4,34 − ( )
3,18

= 3,23 %

Sehingga CBR yang dipakai adalah 3,23 % (nilai CBR yang terkecil)
b. Mencari nilai daya dukung tanah (DDT) untuk mencari nilai daya
dukung tanah memakai korelasi antara daya dukung tanah dengan
CBR diberikan dalam bentuk nomogram dalam persamaan :
𝐷𝐷𝑇 = 4,3 log(𝐶𝐵𝑅) + 1,7 = 4,3 log(3,23) + 1,7 = 3,89
3. Tebal Lapisan Perkerasan
a) Faktor Regional
 Curah Hujan = 1991 mm/ tahun (BPS DIY, Kab. Bantul 2016)
>4.545 mm/tahun
 Kelandaian rata-rata = 1,042%( BAB III B )
120+126+321+186+46+77+19+
21+3+2+1
 % Kendaraan berat = 7886

= 11,69 %
Karena 11,69 % ≤ 30 %, maka persen (%) kendaraan berat kurang
dari 30 % sehingga dipakai FR = 1,5

Tabel 4.6 Faktor Regional

b) Indeks Permukaan
Indeks permukaan awal (IPo)

Tabel 4.7 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

55
Indeks permukaan akhir (IPt)

Tabel 4.8 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)

 Indeks permukaan awal (IPo)  Tabel 4.7 atau tabel 2.6 BAB II
 Indeks permukaan akhir (IPt)  Tabel 4.8 atau tabel 2.7 BAB II
maka diperoleh : Fungsi jalan Kolektor
LER 417
c) Mencari harga indeks tebal perkerasan (ITP)
Dari : IP0 = 3,9 – 3,5 FR = 1,5 DDT =3,89
IPt = Kolektor LER = 417

56
9,9

1,5
417

3,89

11,4

Grafik 4.2 Nilai ITP dari Nomogram


- Berdasarkan gambar nomogram ITP ijin diperoleh 11,4
- ℳ (koefisien drainase) berdasarkan perencanaan perkerasan
lentur
No. Pt. T – 01 – 2002 – B (Tabel 5) atau tabel 2.8 Bab II
1) Kelandaian 1,042 ℳ = 1,05 – 0,8
2) Kondisi drainase Buruk
Sehingga diambil nilai drainase (ℳ = 0.8)

 Sehingga didapat ITP = 11,4 dari nomogram

d) Menghitung Tebal Lapisan Perkerasan


ITP = 11,4
AC-WC ɑ11 =0,4 D11 = 4 cm
AC-BC ɑ12 = 0,36 D12 = 6 cm

57
AC-BW ɑ21 = 0,28 D21 = 10 cm
LPA ɑ22 = 0,14 D22 = 20 cm
LPB ɑ3 = 0,13

Koefisien drainase = Buruk


Persen waktu struktur perkerasan dipengarui oleh kadar air yang
mendekati jenuh : 1-5 % (sesuai pengamatan di lapangan), diperoleh
nilai koefisien distribusi 1,05 – 0,8, diambil sebesar 0,8
- ɑ11, ɑ12, ɑ21, ɑ22, ɑ3(diambil dari buku ajar Perencanaan
Perkerasan Jalan, tabel 39)
- D11,D12,D21,D22 (diambil dari buku ajar perencanaan
perkerasan jalan, tabel 40 & 41)

ITP = (ɑ11 .D11)+(ɑ12 . D12)+(ɑ21 . D21)+(ɑ22 . D22).m+(ɑ3 .D3)xm


11,4 = (0,4 . 4) + (0,36 . 6) + (0,28 . 10) +(0,14 . 20) x 0,8 + (0,13 . D3) x 0,8
11,4 = 8,8+ (0,13 . D3) x 0,8
0,104 D3 = 11,4 – 8,8

D3 = 2,6⁄0,104 = 25cm

Gambar 4.1 Rencana Perkerasan Jalan

58
IV. B. 2. PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU
A. Diketahui
a. Fungsi Jalan = Kolektor
b. Tipe Jalan = 2 jalur, 4 lajur, 2 arah
c. Umur Rencana = 16 tahun(2 x umur rencana perkerasan)
d. Tanah dasar = Harga CBR rencana pada titik yang memiliki CBR tanah
dasar :3; 3,5; 4,5; 5; 3,5; 5; 5; 4; 6; 4,5; 4; 4; 3; 5,5; 5; 4,5; 4; 5,5; 6;
5,5; 3,5; 4; 3,5; 3,5; 3 (CBR rencana = 3,23%)
e. Kondisi / iklim setempat = 4.545 mm/tahun( Curah Hujan PROV.DIY
tahun 2016)
f. Kelandaian rata-rata = 1,042 %
g. Jumlah LHR Survey = 7886
h. Angka pertumbuhan lain = 5,5 %
i. Waktu pelaksanaan = 1,5 tahun (18 bulan)
j. Mutu beton = K-350
Penyelesaian
a. Mutu Beton Rencana
𝑚𝑢𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 350
Fc = = = 35 𝑀𝑃𝑎
10 10

Fr = 0,62 (√𝐹𝑐) = 0,62. (√35 = 3,67 𝑀𝑝𝑎


b. Beban lalu lintas Rencana
Jumlah sumbu kendaraan Niaga : JSKN
k. Waktu Perencanaan = 0,5 tahun
l. Kuat Tarik lentur (fcd) = 35 MPa
m. Faktor keamanan beban (FKb) – 1,1
n. Tanpa bahu beton
o. Pondasi bawah beton kurus
p. Memakai dowel dan Tie bar
q. Jumlah lajur (n1 = 4 lajur) koefisien distribusi 2 arah = 0,45

59
60
r (%)
2 4 5 6 8 10
n(tahun)
1 1,01 1,02 1,03 1,09 1,04 1,05
2 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 3,09 3,18 3,23 3,28 3,38 3,48
4 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 5,26 5,52 5,66 5,81 6,10 6,41
6 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,10
7 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 8,67 9,40 9,79 10,19 11,06 12,01
9 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 11,06 12,25 12,89 13,58 15,07 16,73
11 12,29 13,76 14,56 15,42 17,31 19,46
12 13,55 15,33 16,32 17,38 19,74 22,45
13 14,83 16,96 18,16 19,15 22,36 25,75
14 16,13 18,66 20,09 21,65 25,18 29,37
15 17,47 20,42 22,12 23,97 28,24 33,36
20 24,54 30,31 33,89 37,97 47,59 60,14
25 32,35 42,48 48,92 56,51 76,03 103,26
30 40,97 57,21 68,10 81,43 117,81 172,72

Tabel 4.9 Faktor Hubungan antara umur rencana dengan perkembangan lalu lintas

Tabel 4.10 Interpolasi

61
- Dengan cara Interpolasi diperoleh :
(16−15)
R = 23,045 + x (35,93 – 23,045)
(20−15)

= 25,622

- Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN)

JSKN = C X R X JSKNH X 365


= 0,45 X 25,622 X 1999 X 365
= 8412619
Keterangan : C : diperoleh dari tabel 2.5
N : diperoleh dari tabel 4.9

i.MENENTUKAN TEBAL PONDASI BAWAH

Grafik 4.3Tebal Pondasi Bawah

Bila CBR tanah dasar kurang dari 25 %


Gunakan CBK, tebal minimum 10 cm
Sehingga tebal pondasi bawah 10cm

62
A. MENENTUKAN CBR EFEKTIF
Grafik 4.4

Dari gambar diatas diperoleh CBR efektif adalah sebesar 23 %

Beban
Jenis Jumlah Proporsi Proporsi Lalu lintas Repetisi
Sumbu
Sumbu Sumbu Sumbu Sumbu rencana yang terjadi
(ton)

1 2 3 4 5 6 7 = 4x5x6

6 521 0,3867 0,6743 8412619 2193210


5 1 0,0008 0,6743 8412619 4561
STRT
4 348 0,2580 0,6743 8412619 1463656
3 130 0,0965 0,6743 8412619 547162

63
2 348 0,2580 0,6743 8412619 1463656
Total 1348 1,0000
10 181 0,2802 0,3230 8412619 761470
STRG 8 335 0,5185 0,3230 8412619 1408942
5 130 0,2013 0,3230 8412619 547162
Total 646 1,0000
18 2 0,4000 0,0027 8412619 9118
SGRG 15 3 0,6000 0,0027 8412619 13680
9 - 0,0000 0,0027 8412619
Total 5 1
STDRG
Komulatif 1999 8412619

Tabel 4.11 Menghitung Repetisi Sumbu

B. MENCARI KUAT TARIK LENTUR / KUAT TEKAN BETON


Mutu Beton + k.350
′ 350
∫𝑐 = 10
= 35 𝑀𝑃𝑎

∫ 𝑅 = 0,62. √35 = 3,6679 MPa


∫ 𝐶𝑅 = (0,62 . √3,6679.10 )
= 3,7549 MPa
Menafsir tebal pelat beton
Dari data
- CBR efektif = 23 %
- Tanpa bahu beton
- Lalu lintas luar kota
- Fkb = 1,1
- Dengan Ruji
Ditafsirkan tebal pelat beton = 28 cm

64
Menentukan Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dari tabel diperoleh tegangan
ekivalen dengan perhitungan interpolasi sebagai berikut :
a. Tegangan Ekivalen (TE)
Tebal Slab Tegangan Ekivalen
CBR efektif (%)
(mm) STRT STRG STdRG / SGRG
280 20 0,6 1,01 0,92
280 23 0,594 0,998 0,902
280 25 0,59 0,99 0,89
Tabel 4.12 Tegangan Ekivalen
Dari tabel diperoleh Tegangan Ekivalen :
E (CBR ef = 23 %)
(23 − 20)𝑋 (0,59 − 0,6)
𝑇𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑅𝑇 = 0,6 + [ ] = 0,594
(25 − 20)
(23 − 20)𝑋 (0,99 − 1,01)
𝑇𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑅𝐺 = 1,01 + [ ] = 0,9998
(25 − 20)
(23 − 20)𝑋 (0,89 − 0,92)
𝑇𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺/𝑆𝐺𝑅𝐺 = 0,92 + [ ] = 0,902
(25 − 20)

b. Faktor Erosi (FE)


Tebal Slab Faktor Erosi dengan Ruji
CBR efektif (%)
(mm) STRT STRG STdRG / SGRG
280 20 1,77 2,37 2,55
280 23 1,77 2,37 2,544
280 25 1,77 2,37 2,54
Tabel 4.13 Faktor Erosi
Dari tabel diperoleh Faktor Erosi :
E (CBR ef = 23 %)
(23 − 20)𝑋 (2,37 − 2,37)
𝐹𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑅𝑇 = 1,77 + [ ] = 1,77
(25 − 20)
(23 − 20)𝑋 (2,37 − 2,37)
𝐹𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑅𝐺 = 2,37 + [ ] = 2,37
(25 − 20)

65
(23 − 20)𝑋 (2,54 − 2,55)
𝐹𝐸 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺/𝑆𝐺𝑅𝐺 = 2,55 + [ ] = 2,544
(25 − 20)
c. Mencari Faktor Rasio Tegangan (FRT)
𝑇𝐸
FRT =
𝑘𝑢𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑙𝑒𝑛𝑡𝑢𝑟
0,594
FRT untuk STRT = = 0,158
3,7549
0,9998
FRT untuk STRG = = 0,266
3,7549
0,902
FRT untuk SGRG = = 0,240
3,7549

Menghitung Total Kerusakan dengan analisa fatik dan erosi

Beban. Analisa Fatik Analisa Erosi


Beban Repetisi Faktor
Jenis Per. Per
Sumbu yang Teg. & Repetisi Repetisi
Sumbu roda % Rusak % Rusak
(kN) terjadi Erosi Ijin Ijin
(kN)
(4).100 (4).100
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (8) (9) =
(6) (8)

TE =
6 33 2193210 TT 0 TT 0
0,594
FRT =
5 27,5 4561 TT 0 TT 0
0,158
STRT
FE =
4 22 1463656 TT 0 TT 0
1,77
3 16,5 547162 TT 0 TT 0
2 11 1463656 TT 0 TT 0
TE =
10 27,5 761470 8*106 6,345 8,2*106 6,190
0,998
STRG
FRT =
8 22 1408942 0 TT 0
0,266

66
FE =
5 13,75 547162 0 TT 0
2,37
TE =
18 24,75 9118 TT 0 6*106 0,101
0,902
13680 FRT =
SGRG 15 20,625 TT 0 3,9*107 0,023
0,24
FE =
9 12,375 - TT 0 TT 0
2,544
TOTAL 6,35 6,32

Tabel 4.14 Menghitung Total Kerusakan dengan analisa fatik dan erosi

Kesimpulan: Karena persen % analisa fatik lebih kecil dari 100 % maka didapat
tebal pelat yang diambil 28 cm

67
IV. C. PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY)
a. Menggunakan Bengkelman Beam dengan menghitung CESA
JENIS KENDARAAN LHR0 LHR0 C VDF N 365 CESA
Survei
Sedan, Angkot, Station 6964 7546 0,3 0,0001 9,99 365 825,50
Wagon
Bus Kecil 120 130 0,45 0,3 9,99 365 64010,62
Bus Besar 126 137 0,45 1 9,99 365 224037,18
Truk 2 sumbu cargo ringan 321 348 0,45 0,3 9,99 365 171228,42
(umum)
Truk 2 sumbu ringan 186 202 0,45 0,8 9,99 365 264577,24
(pasir, tanah, semen)
Truk 2 sumbu cargo 46 50 0,45 0,7 9,99 365 57253,95
sedang
Truk 2 sumbu cargo 77 83 0,45 1,6 9,99 365 219058,58
sedang (pasir, tanah,
semen)
Truk 2 sumbu berat 19 21 0,45 0,9 9,99 365 30405,05
(umum)
Truk 2 sumbu berat (pasir, 21 23 0,45 7,3 9,99 365 272578,57
tanah semen)
Truk 2 sumbu ringan 3 3 0,45 7,6 9,99 365 40540,06
Truk 2 sumbu sedang 2 2 0,45 28,1 9,99 365 99927,70
(pasir, tanah, semen)
Truk 3 sumbu berat 1 1 0,45 28,9 9,99 365 51386,31
Truk 3 sumbu trailer 0 0 0,45 36,9 9,99 365 0
penarik 2 sumbu
Truk 4 sumbu trailer 0 0 0,45 13,6 9,99 365 0
Truk 5 sumbu trailer 0 0 0,45 19 9,99 365 0
Truk 5 sumbu trailer 0 0 0,45 30,3 9,99 365 0

68
Truk 6 sumbu trailer 0 0 0,45 41,6 9,99 365
TOTAL 1495829

Tabel 4.15 Menghitung CESA

N di peroleh dari interpolasi Tabel faktor hubungan antara umur rencana dengan
perkembangan lalu lintas

Tabel 4.16 Menghitung Nilai N

b. Mencari lendutan Rencana


Dapat menggunakan gambar berikut kurva D atau rumus sebagai
berikut :
D rencana atau D setelah overlay
= 22,208 x 𝐶𝐸𝑆𝐴−(0,2307)

= 22,208 x 1495829−(0,2307)
= 0,835 mm

69
Grafik 4.5 Hubungan antara lendutan Rencana
dan lalu lintas

c. MENGHITUNG TEBAL LAPIS TAMBAH (H0)


Dapat menggunakan Grafik 4.6 atau rumus sebagai berikut :

[ln(1,0364)+ln(𝐷𝑠𝑏𝑙𝑜𝑣)−ln(𝐷𝑠𝑡𝑙 𝑜𝑣)]
Ho =
0,0597
[ln(1,0364)+ln(2)−ln(0,835)]
=
0,0597
= 15,22 cm Dibulatkan 16 cm

70
Grafik 4.6 Tebal Lapis tambahan/overlay (Ho)
IV. D. Perhitungan Berdasarkan Nilai Sisa
Dari hasil survei diketahui tidak ada kerusakan pada permukaan jalan
pada ruas Jogja-Jl Imogiri Timur km 9-10, sehingga diperoleh
 Lapis pondasi atas
Tebal = 15 cm
Nilai sisa = 95 %
ɑ2 = 0,14  Agregat Kelas A
 Lapis Pondasi Bawah
Tebal = 10 cm
Nilai sisa = 95 %
ɑ3 = 0,13  Agregat Kelas B
ITPada = %. ɑ 1. d1 + ɑ 2.d2 + %.ɑ 3.d
= 90%.0,4.10 + 95%.0,14.15 + 95%.0,13.10
= 6,83
ITPsisa = ITPperhitungan- ITPada
= 11.4 – 6,83
= 4,57

71
𝐼𝑇𝑃𝑠𝑖𝑠𝑎
ITPsisa = ɑ1.d1 d1 =
ɑ1
4,57
d1 =
0,4
` d1 = 11,425 cm
dibulatkan 12 cm (yang dipakai)

IV. E. Kesimpulan

 Perkerasan Overlay yang di pakai = 16 cm (BAB IV C)

Gambar Perkerasan Overlay

 Karena Overlay diatas ≠ Rencana Perkerasan Lentur, maka di koreksi


sebagai berikut
ITP = 11,4
AC-WC ɑ11 = 0,4 D11 = 4 cm
AC-BC ɑ12 = 0,36 D12 = 12 cm
AC-BW ɑ21 = 0,28 D21 = 7,5 cm
LPA ɑ22 = 0,14 D22 = 20 cm
LPB ɑ3 = 0,13
Koefisien drainase = Buruk = 0,8

ITP = (ɑ11 .D11)+(ɑ12 . D12)+( (ɑ21 . D21)+(ɑ22 . D22).m+(ɑ3 .D3)xm


11,4 = (0,4 . 4) + (0,36 . 6) + (0,28 . 7,5) +(0,14 . 20) x 0,8 + (0,13 . D3) x 0,8
11,4 = 10,26+ (0,13 . D3) x 0,8
0,104 D3 = 11,4 – 9,78

D3 = 3,3⁄0,104 = 31,7cm = 32 cm

72
Gambar Perkerasan Lentur

73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V. A. KESIMPULAN
a. Hasil survey
Pada tugas perencanaan perkerasan jalan yang telah lami kerjakan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lintas Harian Rerata ( VLHR ) Survey adalah 21261 kendaraan
Lintas Harian Rerata (VLHR) rencana adalah 35358 kendaraan
2. Kondisi Jalan
a. Gambar Situasi Jalan

74
b. Presentase luas kerusakan didapat nilai 0% dan tingkat kerusakan
masih dalam kondisi baik
c. Penggalian disuatu titik dilapangan didapat hasil

3. Hasil Perhitungan perencanaan diperoleh


a. Diperlukan pelebaran sepanjang 3.5 meter di sisi kanan dan di sisi
kiri, serta median selebar 2 meter dan bahu jalan 2,5 meter untuk
saluran drainase dengan lebar 0,8 meter dengan kedalaman 1
meter
b. Tebal lapis tambahan (overly) diperoleh 16 cm

c. Tebal Flexible Pavement adalah 23,5 cm


Lapis Pondasi atas 20 cm
Lapis Pondasi Bawah 32 cm

75
d. Tebal Rigid Pavment adalah 42 cm

V. B. SARAN
Dari Praktikum Perencanaan perkerasan Jalan yang kami buat , kami
berikan saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya perencanaan yang teliti pada struktur lapisan jalan
2. Faktor kemanan dan kenyamanan sangat penting dalam perencanaan
jalan tersebut
3. Metode Pelaksanaan jalan tetap harus mengacu dengan standar yang
telah ditetapkan
4. Untuk perencanaan daya dukung tanah menggunakan nilai CBR terkecil
baik secara analisis maupun grafis

76

Anda mungkin juga menyukai