Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai perumahan
kawasan pesisir Kampung Nelayan Beting, Pontianak, Kalimantan Barat.

Adapun penyusunan Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat


kelulusan mata kuliah Perencanaan Perumahan Pesisir., di Jurusan Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Haluoleo. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang kondisi perumahan pesisir Bontagula bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


terdapat kekurangan, baik dalam hal penyajian maupun dalam pembahasan
materi. Penulis sangat mengharapkan masukan, bimbingan, petunjuk serta
kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan hasil ini.

Kendari, 23 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan.................................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

KAJIAN PUSTAKA........................................................................................................3

2.1 Tinjauan Tentang Perumahan dan Permukiman .....................................3


2.1.1 Unsur-Unsur Perumahan............................................................................4

2.1.2 Asas & Tujuan............................................................................................4

2.2 Tinjauan Tentang Arsitektur Permukiman...............................................5

2.3 Tinjauan Tentang Perumahan dan Permukiman Pesisir..........................6

BAB III.............................................................................................................................3

PEMBAHASAN...............................................................................................................7

3.1 Aspek Fisik ....................................................................................................7


3.1.1 Letak Geografis..........................................................................................7

3.1.2 Pola Perkampungan....................................................................................8

3.1.3 Karakter Bangunan Perkampungan..........................................................10

3.2 Jenis-Jenis Bangunan..................................................................................11

ii
3.2.1 Rumah Tempat Tinggal............................................................................11

3.2.2 Rumah Ibadah..........................................................................................12

3.2.3 Rumah Tempat Menyimpan.....................................................................13

3.2.4 Rumah Tempat Musyawarah...................................................................14

3.3 Jaringan Aksebilitas Kawasan...................................................................15


3.3.1 Prasarana Pergerakan Kawasan................................................................15

3.3.2 Sarana Pergerakan Kawasan....................................................................15

BAB IV...........................................................................................................................16

PENUTUP......................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................16

3.2 Saran...................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permukiman adalah salah satu bagian dari permukaan bumi yang telah dihuni
oleh manusia, serta didukung dengan berbagai sarana dan prasarana yang dapat
membantu dalam kehidupan manusia dan telah menjadi satu kesatuan dengan tempat
tingggal pemiliknya (Sumaatmadja, 1988 dikutip dalam Surtiani, 2006).
Negara-negara berkembang umumnya tengah menghadai permasalahan yang
sama yaitu permukiman, termasuk negara Indonesia. Cepatnya pertumbuhan penduduk
dengan persebaran yang tidak merata dan seimbang, menjadikan permasalaha ini
mendapat perhatian nasional (Wiradisuria, dikutip dalam Ruhaida dan Sunarti, 2012).
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sebagian besar
pulaunya dilalui jalur sungai dan ribuan anak-anak sungai. Keadaan geografis ini
menjadikan permukiman di Kota Pontianak memiliki ciri yang khas karena merupakan
permukiman yang berbatasan langsung dengan sungai. Mengenai sejarah dan
kebudayaaan arsitektur permukiman di Kota Pontianak. Menurut Alqadrie, 2010
intervensi Belanda yang berada di Kota Pontianak memberikan pengaruh terhadap
elemen fisik yang terdapat didalam permukiman. Khususnya di Kampung Kampung
Beting yang merupakan permukiman tokoh masyarakat dan kerabat Keraton
Kesultanan. Unsur-unsur elemen fisik permukiman berupa rumah besa, rumah balai,
kopol, steigher, Masjid juga terdapat disetiap kampung dikonsepkan untuk
menunjukkan kekuasaan Kesultanan pada masa itu dan elemen fisik tersebut menjadi
karakter yang kuat dalam permukiman di Kota Pontianak.
Permasalahan yang ada di Kampung Beting yaitu tingkat kriminalitasnya yang
tinggi. Bukan itu saja, kampung yang sebagian besar dibangun di atas air sungai dan
jalan penghubungnya berupa jembatan ini terlihat padat dan kumuh. Sebagian besar
masyarakatnya hidup bergantung pada Sungai Kapuas dan Sungai Landak dengan
menangkap atau menjadi pedagang ikan. Masyarakat mandi, mencuci pakaian, dan
membersihkan peralatan di bawah rumah mereka sehingga terlihat sangat kotor dan
tidak sehat.
Saat ini, Kampung Beting Pontianak merupakan suatu peradaban Kota Pontianak
di masa lalu yang masih dijaga kelestarian nya. Pemerintah telah melakukan penataan
waterfront city di kampung ini diikuti dengan berbagai program pembinaan lainnya
seperti meningkatkan keterampilan para ibu dengan membuat kerajinan tangan dan
kuliner.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut.
1. Bagaimana aspek fisik Kampung Beting ?
2. Bagaimana jenis-jenis bangunan dan permukiman Kampung Beting ?
3. Bagaimana jaringan aksebilitas di Kampung Beting ?

1.3 Tujuan

Berikut merupakan beberapa poin tujuan dari permasalahan yang telah dikemukakan,
antara lain :
1. Untuk mengetahui kondisi aspek fisik Kampung Beting.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis bangunan dan permukiman Kampung Beting.
3. Untuk mengetahui jaringan aksebilitas di Kampung Beting.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2. 1 Tinjauan Tentang Perumahan dan Permukiman


Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Pemukiman. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
lingkungan. Perumahan merupakan salah satu bentuk sarana hunian yang memiliki
kaitan yang sangat erat dengan masyarakatnya. Hal ini berarti perumahan di suatu
lokasi sedikit banyak mencerminkan karakteristik masyarakat yang tinggal di
perumahan tersebut, (Abrams, 1664 : 7)
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,
baikyang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan mendukung
prikehidupan dan penghidupan. Perumahan dan permukiman adalah dua hal yang tidak
dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktifitas ekonomi, industrialisasi dan
pembangunan daerah.
Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di
dalamnya. Berarti permukiman memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang hanya
merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman merupakan perpaduan antara
wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat
dan berbudaya di dalamnya). (Kuswartojo, 1997 : 21)
Permukiman adalah wujud kebudayaan yang direpresentasikan dalam bentuk
lingkungan yang mewadahi aktifitas manusia (Rapoport 1977:3). Permukiman adalah
ruang untuk hidup dan berkehidupan bagi kelompok manusia yang terdiri dari unsur isi
(content) dan unsur wadah (container). Permukiman merupakan wujud dari
kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil adaptasi manusia terhadap hasil belajar dan
beradaptasi. Kebudayaan akan terus berubah mengikuti perkembangan jaman dan hal
tersebut dapat dilihat dari elemen fisik dari arsitektur masyarakat tersebut. Lingkungan
perumahan berkelompok merupakan bentuk yang paling fundamental dan abadi dari
permukiman manusia. Secara sederhana dapat dilukiskan sebagai perumahan yang
saling dihubungkan sedemikian sehingga unit-unit individualnya membagi bersama
baik dinding maupun langit-langitnya. Hal terpenting yakni unit-unit tersebut membagi
bersama atas pembagian ruang terbuka dan fasilitas yang ada (Vincent, 1983).
2.1.1 Unsur-Unsur Perumahan
1. Lingkungan alami: lahan permukiman dan tanah.
2. Kegiatan sosial: manusia (individu), rumahtangga,komunitas
(siskamling, dll).
3. Bangunan-bangunan rumah tinggal.
4. Sarana dasar fisik dan pelayanan sosial-ekonomi:
a. Warung & toko kebutuhan sehari-hari.
b. Taman bermain, masjid, dll.
5. Sistem jaringan prasarana dasar fisik;
a. Jaringan jalan.
b. Saluran Drainase.
c. Sanitasi.
d. Air bersih.
e. Listrik, komunikasi

2.1.2 Asas dan Tujuan


Asas dan Tujuan Asas dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan
pada asas manfaat, adil, dan merata, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan,
dan kelestarian lingkungan hidup (Bab II Pasal 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011. Sedangkan dalam dalam pasal 4 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan
permukiman bertujuan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam
rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
b. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur.
c. Memberi arahan pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional.
d. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang
lain.
2.2 Tinjauan Tentang Arsitektur Permukiman
Arsitektur adalah sebuah institusi yang dibangun dengan berbagai tujuan yang
kompleks, tidak hanya sekedar struktur visual. Hal tersebut dikarenakan arsitektur
yang merupakan sebuah manifestasi dari kebudayaan dimana sebuah bangunan
dibangun. Rapoport (1969:46). Dikutip dari Rapoport (1977) menyatakan bahwa
karakteristik masyarakat yang khas, yang terinspirasi oleh budaya yang khas akan
menjadikan ruang hidup yang ditinggalinya juga akan memiliki tatanan yang khas
pula. Arsitektur mengakomodasi aspirasi dari pengguna baik faktor sosial budaya,
ekonomi, preseden maupun tradisi historis. Jika dalam sebuah karya menyesuaikan
hal tersebut maka fungsi, bentuk, ruang dan teknik akan menghasilkan arsitektur
(Ching, 2000). Dikutip dari Habraken dalam Zubaidi (2009) pada dasarnya untuk
mengetahui karakter bentuk arsitektur dapat dilakukan dengan tiga cara yang
diantaranya:
a. Stylistic System, berhubungan dengan tampilan bangunan misalnya bentuk
bangunan.
b. Physical System, mengidentifikasi melalui karakteristik komponennya yaitu
bahan dan struktur elemen pembentuk ruang.
c. Spatial System, mengidentifikasi karakter ruang dan bagaimana hubungan
antara ruang-ruang tersebut orientasi maupun hirarki
2.3 Tinjauan Tentang Perumahan dan Permukiman Pesisir
Penjelasan umum mengenai kawasan pesisir yang meliputi definisi dan
karakteristik wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal ini bertujuan agar
pemahaman mengenai wilayah pesisir dapat dimengerti dan merupakan awal
pemahaman dari studi ini. Pengertian tentang pesisir sampai saat ini masih menjadi
suatu pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang lingkup wilayah pesisir yang
secara batasan wilayah masih belum jelas. “ The band of dry land adjancent ocean
space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly
affect oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir
adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah
perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih
mempengaruhi proses dan fungsi kelautan (Tahir, 2002).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Aspek Fisik


3.1.1 Letak dan Kondisi Geografis
Kampung Beting terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak
Timur, Kotamadya Pontianak. Dengan posisi yang berada dipertengahan
Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Utara serta diapit oleh dua
sungai besar (sungai Kapuas dan Landak) membuat letaknya sangat strategis
dekat dengan pusat kota (pemerintahan dan komersial). Koordinat geografisnya
berkisar antara 0°02' LU dan 109°20' BT. Pontianak berbatasan langsung dengan
Malaysia, yaitu di sepanjang sungai Kapuas. Selain itu, wilayah ini juga
berbatasan dengan Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Landak di Kalimantan
Barat.
Secara umum wilayah Kotamadya Pontianak merupakan iklim tropis dengan
temperatur antara 22 - 34 derajat celcius dan curah hujan yang relatif tinggi,
berkisar antara 2000 - 3000 mm/tahun. Curah hujan cukup tinggi, terutama
selama musim hujan. Iklim ini mendukung pertumbuhan berbagai jenis vegetasi
dan kehidupan laut. Wilayah sekitar sungai Kapuas kaya akan sumber daya alam,
termasuk hasil laut seperti ikan, udang, dan kepiting. Potensi perikanan ini dapat
menjadi sumber ekonomi yang penting bagi masyarakat lokal.

Gambar 1 : Batasan Lingkup Wilayah Kampung Beting


(Sumber: (Pemerintah Tata Kota Pontianak, 2012)
Kampung yang terletak di muara sungai Kapuas yang merupakan sungai
terpanjang di Indonesia menjadikan sungai ini memiliki peran penting dalam
transportasi dan kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Nelayan Beting.
Dengan letaknya yang berada di tepian sungai yang ditandai dengan topografi
yang sangat datar serta terpengaruh oleh pasang surat permukaan air sungai,
sehingga pada saat air pasang seakan-akan perumahan di Kampung Beting ini
berada di atas air. Namun jika air surat, maka akan tampak tanah dibawahnya
3.1.2 Pola Perkampungan
Menurut Alvin I Bertrand dalam bukunya Rural Sociology, Book Company,
membedakan 3 bentuk pola perkampungan berdasarkan atas pemusatan
masyarakat desa yaitu:
a. Pola perkampungan yang penduduknya hidup dan tinggal secara mengerombol
membentuk suatu kelompok yang disebut nucleus (the nucleated agricultural
village community)
b. Pola perkampungan yang penduduknya tinggal mengelompok di sepanjang
jalur sungai atau jalur lalu lintas yang membentuk sederetan perumahan (the line
village community)
c. Pola perkampungan yang penduduknya tinggal menyebar di suatu daerah
pertanian (the open country)
Berdasarkan gambar batasan lingkup wilayah Kampung Beting, maka pola
perkampungan Beting tersebut tergolong kedalam pola nomor dua di atas. Hal ini
sangat jelas terlihat dari pengelompokkan bangunan sepanjang kanal-kanal dan
jaringan lalu lintas di setiap sisi kanal-kanal. Pola perkampungan yang demikian
memang sudah menjadi karakter dari Kampung Beting, mengingat kanal-kanal
dan jaringan lalu lintas gertak tersebut adalah salah satu prasarana pergerakan
kawasan yang sangat vital, yang menghubungkan dunia luar kampung dengan
dunia dalam kampung.

Gambar 2 : Tata Permukiman Kampung Beting


(Sumber: (BKP Kementrian PUPR, 2019)

Proses pembentukan pengkaplingan pada hunian di Kampung Beting terkait


oleh besarnya ukuran bangunan. Luas bangunan kecil menghasilkan kapling kecil
dan luas bangunan lebih besar menghasilkan pengkaplingan yang besar. Oleh
karena itu pada masa Kesultanan, semua dimensi bangunan berukuran besar.
Luasnya bangunan rumah mendorong masyarakat setempat melaksanakan acara
resepsi pernikahan hingga acara budaya didalam rumah. Setiap rumah terdapat
Puadai (dinding pelaminan). Pada masa transisi, kewenangan atas anugerah
pengkapling mulai tidak seketat masa kesultanan. Muncul bangunan baru dengan
dimensi yang lebih kecil hingga pada masa republik, perubahan sistem
pemerintahan berdampak pada mata pencaharian masyarakat yang dahulunya
merupakan tokoh masyarakat hingga prajurit di Keraton Kesultanan kini tidak
memiliki pekerjaan seperti dahulunya. Kondisi ini berdampak pada perekonomian
masyarakat setempat. Pada akhirnya rumah-rumah berukuran besar yang menjadi
saksi sejarah perkembangan kota tersebut dipecah menjadi beberapa bagian
dengan alasan warisan, dijual maupun disewakan.

Gambar 3 : Periodesasi Kampung Beting


(Sumber: (Jurnal Universitas Tanjungpura, 2014)
Bentuk permukiman mengalami perubahan baik dari bentuk, jalan maupun
square. Seiring perkembangan masa, bentuk bangunan dengan bentuk dasar
persegi dan persegi panjang tumbuh berderet mengikuti alur sungai dan parit.
Alur parit tersebut mempengaruhi bentuk pengkaplingan dalam permukiman.
Kewenangan terhadap bentuk permukiman dipegang seutuhnya oleh Sultan.
Hanya tokoh masyarakat dan kerabat kesultanan saja yang berhak atas
pengkaplingan rumah panggung di atas tanah Kampung Masjid tersebut
sedangkan masyarakat biasa tinggal di rumah lanting di atas air. Hingga pada
masa Transisi kewenangan tersebut sudah dipegang penuh oleh penggawa (kepala
kampung) sehingga sistem perolehan pengkaplingan sudah tidak seketat di masa
lalu. Bentuk jalan gertak juga mengikuti alur parit di dalam permukiman hingga
pada masa Republik sistem Pemerintahan sudah berubah, tidak ada lagi kekuasan
penuh atas pengkaplingan oleh aturan Sultan maupun penggawa sehingga kondisi
ini berdampak pada bentuk bangunan di permukiman tersebut. Muncul pula ruang
terbuka berupa pelantaran yang dibuat masyarakat setempat berbentuk
memanjang linier diatas alur parit yang bertopang pada dua sisi jalan gertak. Hal
ini terjadi karena terbatasnya lahan dan kebutuhan masyarakat akibat perubahan
bentuk permukiman.faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk permukiman
dari masa Kesultanan, Transisi hingga Republik dipengaruhi oleh faktor politik
yakni perubahan sistem Pemerintahan dari Sultan menjadi Presiden. Kewenangan
perkampung kini menjadi perkelurahan (dalam satu kelurahan terdiri atas
beberapa kampung)
3.1.3 Karakter Bangunan dalam Permukiman
Gambar 4 : Karakter Permukiman Kampung Beting
(Sumber: (Jurnal Universitas Tanjungpura, 2014)

3.2. Jenis-Jenis Bangunan


Jenis-jenis bangunan di sini adalah mengenai jenis-jenis bangunan yang terdapat di
kawasan Kampung Beting yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup masyarakanya.
3.2.1 Rumah Tempat Tinggal
Dalam masyarakat Melayu, mengenai adanya nama-nama rumah Rumah
Potong Kantor Kawat, Rumah Potong Gudang dan Rumah Potong Limas.
Kebanyakan nimah-ramah yang dibangun pada kawasan ini adalah rumah potong
gudang. Ini disebabkan karena rumah inilah yang paling sederhana dan mudah
dibuat. Sementara yang lainnya sudah banyak menvariasikan antara ketiga bentuk
rumah tersebut.

Gambar 5 : Arsitektur Rumah Potong Limas di Kampung Beting


(Sumber: (P&K Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat 1986, hal 37.)
Untuk semua jenis rumah yang ada di kampung ini memiliki tipologi yang
sama yaitu berbentuk empat persegi panjang yang pada dasarnya adalah
memanjang kebelakang. Dengan letaknya yang selalu berorientasi pada jalur
sirkulasi gertak, maka ada 2 (dua) macam perletakan. Ada yang sejajar dengan
jalan dan ada memanjang tegak luras arah jalan.
Susunan ruangan umumnya memanjang kebelakang, sehingga herarki ruang
pokok berderet dari muka kebelakang. Sebagai tambahan biasanya pada bagian
depan dibuat teras. Pada bagian dalam rumah, bagian depannya adalah ruang
penerima tamu, bagian tengah ruang tidur, serta bagian belakang adalah dapur dan
gudang. Sementara untuk keperluan kamar mandi/WC ditempatkan terpisah di
belakang bangunan utama (lihat gambar di bawah)
Gambar 6 : Susunan ruangan rumah tinggal yang umum.
(Sumber: (P&K Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat 1986, hal 41.)
3.2.2 Rumah Ibadah
Karena sebagian besar penduduk yang berdomisili di Kampung Beting ini
memeluk agamaIslam, makanimah ibadah yang kecil-kecil yang banyak tersedia
adalah surau-surau atau langgar. Unhik bangunan nimah ibadah yang agak besar
seperti Masjid yaitu Masjid Jami.

Gambar 6 : Masjid di Kampung Beting


(Sumber: (P&K Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat 1986, hal 37.)
Tipologi bentuk rumah ibadah ini ada yang 4 persegi panjang dan ada yang
bujur sangkar.
3.2.3 Rumah Tempat Menyimpan
Karena sebagian besar penduduk memiliki perahu-perahu sampan maupun
perahu bermotor, maka ada beberapa penduduk yang sengaja menyediakan tempat
tempat khusus untuk menyimpan sampan dan perahu bermotor mereka agar
terhindar dari cuaca, sehingga tidak akan cepat rusak.
3.2.4 Rumah Tempat Musyawarah
Pada Kampung Beting ini tidak menyediakan secara khusus ruamh-rumah
untuk musyawarah. Sehingga untuk musyawarah yang sifatnya tidak terlalu banyak
yang diundang, dapat menggunakan salah satu rumah penduduk yang dipandang
dapat menampung para undangan. Sedangkan untuk musyawarah yang sifatnya
mengundang banyak orang (termasuk juga resepsi peraikahan, dll).
3.3 Jaringan Aksebilitas Kawasan
Aksesibilitas yang dimiliki oleh kawasan Kampung Beting ini dinilai sangat
spesifik dan unik dari suatu perkampungan atas air. Hal ini dapat dilihat dari eksisting
prasarana dan sarana pergerakan yang ada:
3.3.1 Prasarana Pergerakan Kawasan
 Jembatan kayu
 Kanal-kanal/parit
 Dermaga
3.3.2 Sarana Pergerakan Kawasan
 Sampan
 Speed boat
 Kapal klotok
 Kapal Bandung
 Kendaraan bermotor
 Lain-lain
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan serta analisis yang dipaparkan pada bab sebelumnya
perubahan karakter arsitektur permukiman di Kampung Beting sebagai lingkup amatan
diperoleh beberapa temuan yakni:
a. Bentuk tatanan permukiman dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas
stylistic system, physical system dan spatial system.
b. Posisi Permukiman pada bangunan masih tetap namun perletakan tersebut sudah tersamar
oleh bangunan liar disekitarnya. Pada Kampung Mesjid, mesjid Jami terletak di bagian depan
permukiman tepat di depan kepala parit.
c. Orientasi Permukiman mengalami perubahan. awalnya rumah besa’, rumah balai, maupun
kopol memiliki orientasi yang mengarah pada mesjid Jami’ sedangkan bangunan hunian
lainnya berorientasi ke arah sungai dan parit. Kini, orientasi bangunan lebih mengarah kepada
jalan gertak karena kini jalan gertak menjadi jalur utama sedangkan jalur air menjadi jalur
alternatif. Orientasi dipengaruhi oleh faktor politik dan teknologi.
d. Pola Permukiman mengalami perubahan. Awalnya perletakan dan pola yang dibentuk
dalam permukiman direncanakan Sultan sebagai bentuk melawan intervensi dan
mempersempit ruang gerak Belanda sehingga elemen fisik maupun sistem kasta dalam
permukiman mendasari pola yang ada. Hingga pada masa transisi kondisi ini semakin pudar
dan pada masa Republik tidak ada lagi aturan hanya tokoh maupun kerabat kesultanan yang
boleh tinggal di rumah panggung di atas tanah permukiman sedangkan rakyat biasa tinggal di
rumah lanting di atas air. Perubahan pola permukiman dipengaruhi oleh faktor politik

4.2 Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak kesalahan serta masih jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang membangun dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Alqadrie, Rossandra Dian Wijaya. 2010, Morfologi Kota Pontianak. Program


Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Budihardjo, Eko; Agung Budi Sardjono; Galih Widjil Pangarsa; Eddy Prianto.
2011. Arsitektur dalam Perubahan Kebudayaan. Tulisan dalam blog
pribadi http://arsip-s3arskotundip.blogspot.com/2011/05/arsitektur-dalam-
perubahan-kebudayaan-2.html

Ching, Francis D.K, 2000. Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan. Erlangga. Jakarta

Doxiadis, C. A. 1968. Ekistic, an Introduction to the Science of Human Settlements.


Hutchinson of London. London

Fuad, Zubaidi. 2009. Arsitektur Kaili sebagai Proses dan Produk Vernakular. Jurnal
“ruang” volume 1 Nomor 1 September 2009. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur
Universitas Tadulako. Palu

Habraken, N.J. 1976. Variations: The Systematic Design of Supports; MIT Cambridge.
Massachusetts

Mangunwijaya, YB. 1988. Wastu Citra,Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur


Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis. PT. Gramedia. Jakarta

Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. University of Winconsin. Milwaukee

Rapoport, Amos. 1977. Human Aspects of Urban Form: Towards a Man-Environment


Approach to Urban Form and Design. University ofWinconsin. Milwaukee

Yunus, Hadi Sabari, 2000. Struktur dan Tata Ruang Kota. Pustaka Bel. Yogyakarta

Vincent. 1983. Perencanaan Tapak Untuk Perumahan (terjemahan). Erlangga. Jakarta

Zeisel, John. 1981. Inquiry by Design, Tools for Environment, Behaviour Research.
Cambridge University Press. California

Anda mungkin juga menyukai