Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK SUMBER DAYA ALAM DAN MASYARAKAT PESISIR

KECAMATAN SAMATIGA KABUPTEN ACEH BARAT


PROVINSI ACEH

Disusun oleh
Riki Akbar Fadzilah
052119027

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
TAHUN 2022
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................................ 5
1.4 Gambaran Umum ....................................................................................................................... 5
BAB II KARAKTERISTIK SUMBER DAYA ALAM ..................................................................... 7
2.1 Mangrove ..................................................................................................................................... 7
2.2 Daun Nipah .................................................................................................................................. 7
2.3 Kepiting........................................................................................................................................ 8
2.4 Perikanan ..................................................................................................................................... 9
BAB III KARAKTERISTIK SOSIAL DAN BUDAYA .................................................................. 11
3.1 Kondisi Perekonomian ............................................................................................................. 11
3.2 Kondisi Pendidikan................................................................................................................... 11
3.3 Kanuri Blang ............................................................................................................................. 12
3.5 Sosial Budaya Masyarakat ....................................................................................................... 13
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 15
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Barat .......................................................................... 6
Gambar 2. 1 Mangrove 1 ........................................................................................................................ 7
Gambar 2. 2 Mangrove 2 ........................................................................................................................ 7
Gambar 2. 3 Pengolahan Dun Nipah ...................................................................................................... 8
Gambar 2. 4 Produksi Daun Nipah ......................................................................................................... 8
Gambar 2. 5 Kepiting .............................................................................................................................. 9
Gambar 2. 6 Proses penangkapan kepiting ............................................................................................. 9
Gambar 2. 7 Ikan Belanak .................................................................................................................... 10
Gambar 2. 8 Ikan Baronang .................................................................................................................. 10
Gambar 3. 1 SMPN 1 Samatiga ............................................................................................................ 12
Gambar 3. 2 Proses Mengajar MIN 18 Aceh Barat .............................................................................. 12
Gambar 3. 3 Pelaksanaan Kanuri Blang ............................................................................................... 13
Gambar 3. 4 Pelaksanaan Kanuri Blang ............................................................................................... 13
Gambar 3. 5 Masyarakat Kecamtan Samatiga ...................................................................................... 14
Gambar 3. 6 Nelayan Kecamatan Samatiga.......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


kawasan pesisir pada dasarnya bukan semata-mata merupakan kawasan peralihan ekosistem
daratan dan laut, namun sekaligus titik temu antara aktifitas ekonomi masyarakat berbasis daratan dan
laut. Kawasan pesisir merupakan tempat pendaratan ikan serta berbagai sumberdaya laut maupun aliran
sumberdaya lainnya untuk kemudian dialirkan ke daratan. Dari arah daratan mengalir sumberdaya
untuk disalurkan via lautan (dan juga udara) melalui kawasan-kawasan pesisir. Akibatnya, kawasan
pesisir secara global telah cenderung menjadi konsentrasi aktifitas perekonomian dan peradaban
manusia. Kawasan pesisir dalam kenyataannya menampung sekitar 60% populasi dunia. Secara historis,
kawasan pesisir telah menjadi hamparan konsentrasi berbagai kota-kota pelabuhan dan pusat-pusat
pertumbuhan global. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memiliki keragaman potensi sumber daya
alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan
penyangga kedaulatan bangsa, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan
global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang
berdasarkan norma hukum nasional (UU No.27 Tahun 2007). Pesisir dan laut merupakan kesatuan
ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland), baik melalui
aliran air sungai, air permukaan (runoff) maupun air tanah (groundwater), dan dengan aktivitas
manusia.

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pantai yang sebagian
besar merupakan nelayan memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan
ini dikarenakan keterkaitan erat dengan karakteristik ekonomi wilayah, latar belakang budaya dan
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Pada umumnya masyarakat pesisir memiliki budaya yang
berorientasi selaras dengan alam sehingga teknologi memanfaatkan sumber daya alam adalah teknologi
adaptif dengan kondisi pesisir. Panjang pesisir di wilayah Indonesia yang menduduki pesisir terpanjang
kedua setelah Kanada ini menyebabkan sektor perikanan merupakan potensi sumber daya alam yang
menjajikan dari negara ini yang perlu dijaga kelestariannya. Wilayah pesisir yang panjang disertai
keaneka ragaman suku menyebabkan hampir disetiap pesisir Indonesia memiliki adat istiadat yang
variatif. Adat istiadat masyarakat pesisir yang di dominasi oleh nelayan ini salah satunya adalah
kearifan lokal atau lokal wisdom.

Menurut Ridwan (2007) Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara
etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa
yang terjadi. Sebagai sebuah istilah, wisdom sering diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan. Lokal
secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai
ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-pola
hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana karakteristik sumber daya alam pesisir Kecamatan Samatigai?
2. Bagaimana karakteristik masyarakat pesisir Kecamatan Samatiga?
3. Apa saja aspek yang berkembang di pesisir Kecamatan Samatiga?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik sumber daya alam pesisir Kecamatan Samatiga
2. Mengetahui karakteristik masyarakat pesisir Kecamatan Samatiga
3. Mengetahui perkembangan pesisir Kecamatan Samatiga

1.4 Gambaran Umum


Samatiga adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh.
Kecamatan yang mempunyai luas 140,69 Km2 ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 15.459 jiwa
yang tersebar dalam 6 Mukim serta 32 Desa/Gampong. Kecamatan Samatiga memposisikan Desa Suak
Timah sebagai Ibukota Kecamatan. Kecamatan ini mempunyai batas-batas wilayah, antara lain:

• Utara berbatasan dengan Kecamatan Bubon,


• Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia,
• Barat berbatasan dengan Kecamatan Arongan Lambalek, dan
• Timur berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan.

Berdasarkan curah hujan rata-rata 2.664 mm/tahun dengan rata-rata 128 hari hujan/tahun,
dengan temperature 22o C s/d 32oC. Distribusi curah hujan umumnya hampir merata Berdasarkan
topografi maka luas wilayah kerja BPP Samatiga mempunyai topografi datar dan berbukit dengan
ketinggian 0 s/d 10 m dpl. Jenis tanah berdasarkan peta geologi terbentuk dari bahan endapan marine
dan AluviaL. Pada daerah yang terkena tsunami kadar garam sangat tinggi. Pada daerah perbukitan
jenis tanah berwarna coklat kemerahan sebahagian besar berwarna kuning.
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kabupaten Aceh Barat
BAB II
KARAKTERISTIK SUMBER DAYA ALAM

2.1 Mangrove
Kawasan hutan mangrove di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat terdapat di beberapa
desa (gampong) salah satunya adalah Desa Kuala Bubon. Desa kuala bubon merupakan desa yang
mengalami kerusakan terberat akibat gempa dan tsunami pada tahun 2004, seluruh infrastruktur
perdesaan mengalami kerusakan menyebabkan nilai kerusakan fisik dan korban jiwa yang cukup
besar.Desa Kuala Bubon berbatsan dengan sebelah utara berbatsan dengan Desa Gampong Teungoh,
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Desa Suak
Timah dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Gampong Cot Sejak terjadinya tsunami hingga saat
ini tidak dilakukan lagi kegiatan penebangan kayu mangrove untuk berbagai kebutuhan di masyarakat
baik untuk pembangunan perumahan maupun kayu bakar. Dengan adanya aturan dari masyarakat
setemapt yang melarang terhadap penebangan kayu di Kawasan mangrove menyebabkan tidak adanya
pemanfaatan terhadap komoditas tersebut. Manfaat langsung dari hutan mangroveDesa Kuala Bubon
yang di manfaatkan oleh masyarakat setempat terdiri dari 2 jenis yaitu,

1. manfaat hasil hutan berupa daun nipah, dan;


2. manfaat penangkapan hasil perikanan yaitu kepiting, ikan, udang, siput bakau dan kerang.

Gambar 2. 1 Mangrove 1 Gambar 2. 2 Mangrove 2

2.2 Daun Nipah


Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa adanya lingkungan lain,
sehingga suatu masyarakat juga membutuhkan kebutuhannya. Oleh karena itu, manusia butuh usaha
untuk meningkatkan pendapatannya hidupnya. Salah satunya yaitu usaha pengolahan daun nipah
sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan rokok tradisional Aceh di Desa Cot Darat dan Cot Pluh
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan masyarakat
adalah keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Sebagian barang dan jasa ini tidak
semuanya berasal dari Indonesia, tetapi merupakan hasil impor dari luar negeri. Oleh karena itu,
masyarakat akan melakukan usaha yang dapat menghasilkan uang, sehingga mampu membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengolahan daun nipah merupakan usaha kegiatan ibu rumah tangga untuk membantu
perekonomian keluarganya, sehingga dengan adanya usaha daun nipah di daerah tersebut memberikan
kontribusi dalam menambah pendapatan terhadap usahanya. Pengolahan daun nipahpun memiliki kurun
waktu yang bervariasi untuk menghasilkan nilai produksi yang siap dipasarkan, engadaan daun nipah
untuk mencapai nilai produksi memerlukan waktu tiga hari, faktor cuaca yang tidak selalu sama setiap
harinya juga bisa mempengaruhi lamanya waktu proses pengeringan daun dan kualitas yang akan
dihasilkan. Adapun proses produksi rokok daun nipah dilakukan secara berkesinambungan. Artinya
proses produksi dilakukan secara terus-menerus. Apabila satu rangkaian proses produksi hampir selesai.
maka pemilik segera mencari bahan baku lain sehingga untuk proses produksi selanjutnya bahan baku
sudah tersedia.

Gambar 2. 3 Pengolahan Dun Nipah Gambar 2. 4 Produksi Daun Nipah

sarana produksi yang digunakan adalah bahan baku sebagai pendukung untuk mengolah daun
nipah menjadi rokok tradisional, sedangkan kegunaan sampan adalah alat transportasi untuk
mengumpulkan daun nipah yang tumbuh diperairan, sedangkan parang adalah untuk memotong pelepah
daun nipah pada batangnya dan pisau adalah untuk memisahkan lidi dan daun nipah dan timbangan
adalah untuk mengetahui pengukuran kuantitas daun yang yang sudah diproduksi untuk dipasarkan,
setelah diikat maka daun nipah di masukan kedalam karung untuk membukus daun nipah yang sudah
siap diproduksi. jumlah produksi mencapai sebesar 50 kepingan untuk sekali produksi. sedangkan untuk
harga pergulungan mencapai Rp. 22.000. dengan hasil penjualan sebesar Rp.1.100.000. Sehingga nilai
pendapatan yang diperoleh usaha daun nipah sebagai rokok tradisional mencapai Rp. 774.444, untuk
sekali produksi.

2.3 Kepiting
Beberapa nelayan di Kecamatan Samatiga yang melakukan pekerjaan menangkap kepiting
bakau sebagai kerja tambahannya yang disebabkan karna minimnya pendapatan sehari-hari dan ada
juga nelayan yang memanfaatkan pekerjaannya sebagai penangkap kepiting untuk pekerjaan tetapnya.
Produksi kepiting hasil tangkapan nelayan ini di pasok untuk kebutuhan konsumsi masyarakat Aceh
Barat khususnya di Kecamatan Samatiga seperti warung wisata kuliner dan juga rumah makan. usaha
penangkapan kepiting bakau ada beberapa persiapan para nelayan kepiting bakau sebelum melakukan
pengoperasian di antaranya yaitu : persiapan modal, persiapan perahu (sampan), persiapan bubu dan
persiapan umpan. Persiapan modal. Kepiting bakau menjadi salah satu komoditas andalan nilai
ekonomi. Namun kerusakan mangrove akibat bencana alam sangat mempengaruhi keberadaan kepiting
bakau karena kondisi habibat yang telama mengalami gangguan. Kerusakan terhadapa ekosistem
mangrove dapat megurangi jumlah ketersediaan nahan makanan terhadap beberapa organisme yang
hidup di dalamnya termasuk kepiting bakau. Untuk saat ini jumlah hasil tangkapan kepiting bakau di
wilayah ekosistem mangrove di Desa Kuala Bubon semakin menurut serta ukuran yang tertangkap juga
semakin kecil, hal ini akibat dari kejadian tsunami.

Gambar 2. 5 Kepiting Gambar 2. 6 Proses penangkapan


kepiting

2.4 Perikanan
Ikan merupakan salah satu komodita yang paling banyak jumlahnya pada kawasan mangrove.
Masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di kawasan mangrove Kuala Bubon
menyatakan yang paling umum tertangkap dan di manfaatkan oleh masyarakat seperti ikan belanak
(Mugil cephalus), ketang-ketang (Scatophagus argus), beronang (Siganus sp), kuweh/mirah mata,
lemuru dan teri, serta beberapa jenis kakap. Jenis-jenis ikan tersebut pada umum nya merupakan yang
paling sering di konsumsi oleh masyarakat.
Gambar 2. 7 Ikan Belanak Gambar 2. 8 Ikan Baronang
BAB III
KARAKTERISTIK SOSIAL DAN BUDAYA

Dalam kesehariannya penduduk di Kecamatan Samatiga memiliki tingkat kebersamaan dan


solidaritas tinggi, terlihat dari rutinitas kegotong royongan yang tetap dilestraikan sampai sekarang,
misalnya saling bahu membahu jika ada masyarakat yang tertimpa musibah, saling mengunjungi jika
ada yang sakit atau tertimpa kemalangan, bekerja sama dalam membersihkan masjid, mushola, dayah
(surau), Balee Beut (balai pengajian), jalan dan lingkungan Gampong di masingmasing desa yang ada
di Kecamatan Samatiga.

3.1 Kondisi Perekonomian


Dalam bidang perekonomian masyarakat Kecamatan Samatiga juga mengalami peningkatan
seperti semakin bertambahnya sarana perekonomian dari tahun ke tahun, meskipun sebelumnya pernah
terpuruk pasca Tsunami melanda Aceh pada tahun 2004 silam dimana bencana tersebut telah
menewaskan 167.000 jiwa dan lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal. Mata pencaharian
penduduk Kecamatan Samatiga sebagian besarnya merupakan petani dan nelayan, namun ditengah
rutinitas dan kesibukan seharihari, mereka tetap menyempatkan diri untuk berkumpul dengan keluarga,
tetangga, kerabat, maupun masyarakat lainnya, selain mengobrol biasanya kegiatan berkumpul ini juga
diisi dengan aktivitas menonton televisi, media massa televisi terlihat begitu dekat dan akrab dalam
kehidupan masyarakat Aceh khususnya masyarakat Kecamatan Samatiga. Menonton televisi juga
merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan dalam mengisi waktu luang.

3.2 Kondisi Pendidikan


Meski aktivitas belajar mengajar sempat diberhentikan beberapa waktu akibat terjangan
Tsunami tahun 2004 silam yang ikut meluluhlantakkan sarana dan prasarana sekolah serta ribuan guru
dan siswa tewas. Namun kini seiring perkembangannya sektor pendidikan Aceh telah berhasil bangkit
dalam mewujudkan Aceh Carong (Aceh Pintar), infrastruktur penunjang proses belajar mengajar juga
semakin banyak, jumlah guru maupun siswa juga semakin bertambah. Perguruan Tinggi pun demikian,
hingga saat ini sudah ada sebanyak 105 perguruan tinggi di Aceh yang tersebar di 23 Kabupaten/Kota,
11 diantaranya sudah berstatus negeri. Selain itu, pengembangan pendidikan tidak hanya dalam lingkup
formal saja akan tetapi juga non formal, salah satunya seperti pembelajaran Melek Media atau dikenal
istilah literasi media. Meskipun literasi media merupakan hal baru bagi masyarakat Aceh khususnya
Samatiga, namun terdapat antusiasme pada masyarakat untuk mengikutinya, baik kegiatan literasi yang
diadakan oleh Pemkab setempat maupun pihak LSM.
Gambar 3. 1 SMPN 1 Samatiga
Gambar 3. 2 Proses Mengajar MIN 18
Aceh Barat

3.3 Kanuri Blang


Kanuri Blang merupakan adat yang dilakukan di setiap daerah di Aceh yang memiliki lahan
persawahan. Kanuri Blangdilakukan di bulan Muharram atau masuknya musim tanam tahunan,
bertempat di sawah atau di mesjid bahkan ada juga yang di tempat keramat. Biasanya sebelum
melaksanakanKanuri Blang, imum mukim (kepala kemukiman) mengadakan rapat dengan geuchik
(kepala desa). Hasil rapat ini dibahas kembali oleh kepala desa dengan masyarakatnya yang mengarah
pada kesepakan tanggal, tempat, dan cara pelaksanaan Kanuri Blang. Kanuri Blang dilaksanakan mulai
pukul 07.00 WIB sampai 14.00 WIB. Dalam pelaksanaannya, pemuda berperan penting sebagai motor
penggerak pengumpulan dana hingga mempersiapkan hidangan pelaksanaan Kanuri Blang. Uniknya,
Kanuri Blang tidak hanya dihadiri oleh petani saja tetapi siapa saja yang ingin dating dipersilahkan
untuk menghadirinya dengan catatan membawa nasi bungkus dari rumah.

Kanuri Blang ini dimaksudkan untuk mengumpulkan petani dan memberitahukan jadwal turun
ke sawah, hewan ternak sudah boleh dikandangkan, dan sudah berhentinya sewa-menyewa, bayar-
membayar utang. Selain itu Kanuri Blang juga dimaksudkan untuk berterimakasih dan mensyukuri atas
rahmat dan rezeki yang telah Allah berikan sehingga mereka bisa melakukan panen dimusim yang lalu
dan berdoa agar tanam kali ini juga masih diberikan rezeki dan terhindar dari hama penyakit. Kanuri
Blang dalam pelaksanaannya bersifat santai tetapi serius. Keseriusan ini diharapkan agar petani
mematuhi peraturan yang telah disampaikan dalam pidato Kanuri Blang. Terhadap petani yang tidak
mematuhinya tidak akan diberi sanksi adat tetapi hanya akan dikucilkan oleh masyarakat setempat.
Setiap masyarakat yang hadir berinteraksi dengan menggunakan bahasa Aceh secara lisan (vokal).
Setiap momennya menggunakan bahasa dan Adat Aceh. Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang
paham dengan agama dan adat, sehingga mereka lebih menghormati teungkuimuem (ulama) daripada
kepala desa. Perbedaan ini menyebabkan adanya perlakuan khusus untuk teungkuimuem dan santri-
santri pesantren, baik dari segi tempat duduk maupun pada saat hidangan makan bersama. Dari segi
tempat duduk, mereka disediakan tempat di dalam jambo (sawung) atau di dalam teratak, sedangkan
masyarakat biasa tidak disediakan tempat khusus. Pada saat makan bersama, teungkuimuem dan
santrinya diberi hidangan terpisah sehingga jatah gulainya tidak diambil oleh masyarakat biasa.
Sedangkan jatah gulai bagi masyarakat biasa dijatah satu ember untuk satu kelompok (5-10 orang).

Gambar 3. 4 Pelaksanaan Kanuri Blang


Gambar 3. 3 Pelaksanaan Kanuri Blang

3.5 Sosial Budaya Masyarakat


Masyarakat pesisir dilokasi penelitian termasuk dalam kategori masyarakat pesisir tradisional
yang dicirikan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir secara subsisten, pengunaan teknologi penangkapan
sederhana, yakni terbanyak menggunakan motor tempel dengan kekuatan mesin 5 PK, bahkan terdapat
pelayar tanpa armada, yakni hanya menggunakan pancing. Hal ini dikarenakan nelayan umumnya
rnasih memiliki kagiatan lain terutama bertani dan menawarkan jasa penyewaan parahu pada
wisatawan. Masyarakat pesisir di Kecamatan Samatiga rmemiliki intensitas kegiatan usaha berbasis
Sumber Daya Pesisir yang paling beragam jika dibandingkan dengan dua kecamatan lainnnya.
Kecamatan tersebut meliputi penangkapan, pengolahan. budi daya tambak, budi daya laut, dan wisata
bahari.

Nilai-nilai sosial budaya masyarakat Aceh sangat kuat, dan mengutamakan keseimbangan.
Pada masyarakat Aceh, dikenal budaya tulak bala yang bergantung pada keharmonisan yang tercipta
antara Ciptaan Allah, manusia, dan lingkungan. Dalam akar kepercayaan Islam, manusia merupakan
dunia kecil, yang berkaitan dengan alam yang lebih besar dan saling berinteraksi satu sama lain. Alam
perlu dihormati dan dijaga keseimbangannya perilaku merusak alam berarti mergkhianati interaksi
manusia dengan alam. Interaksi manusia dangan alam dalam konteks Sumber Daya Pesisir dikelola
masyarakat pesisir setempat melalui peraturan tertulis local yang dikomandoi oleh panglima Laot
(hukom laot). Dalam ketentuan tersebut menyangkut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Kelornpok Nelayan yang menerangkan berbagai aspek dalam pengelolaen Sumber Daya Pesisir
terrnasuk jumlah hari penangkapan, pemantauan penangkapan oleh nelayan, dan upaya rehabilitasi
Sumber Daya Pesisir seperti peremajaan tanaman penahan yang ditanam dibibir pantai yang di
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan swadaya masyarakat. Tidak terdapat permasalahan yang berarti
dalam konfornitas dan penyimpangan terhadap aturan lokal.
Pengembangan masyarakat pesisir menuju kesejahteraan diawali oleh kesadaran masyarakat
untuk berubah, didukung pengembangan nilai sosial budaya, gaya kepemimpinan yang sesuai, dan
diversifikasi usaha di kawasan pesisir dengan tetap memperhatikan kondisi fisik lingkungan. Perilaku
masyarakat pesisir dalam mengelola Sumber Daya Pesisir secara ekologis, sosial dan ekonomi dapat
dikembangkan melalui penerapan penyuluhan oleh fasilitator yang kompeten dengan menggunakan
pendekatan sosial budaya, dukungan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan Sumber Daya
Pesisir, dan dilakukan secara kontinyu. Fakta empirik memperlihatkan bahwa fasilitator yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman tentang alat tangkap ikan ramah lingkungan, dengan aspek teknik lainnya,
disertai kemampuan berkomunikasi dan memotivsi individu atau kelompok masyarakat yang
didampingi, dapat dengan mudah menstimulasi terjadinya perubahan perilaku.

Gambar 3. 5 Masyarakat Kecamtan Gambar 3. 6 Nelayan Kecamatan Samatiga


Samatiga
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Ada beberapa pemanfaatan ekonomi dari tumbuhan nipah, diantaranya untuk pembuatan sirup
manis, memproduksi alkohol dan gula. Selain itu daun nipah juga dapat dimanfaatkan menjadi
kerajinan tangan seperti payung, topi, tikar, keranjang,dan kertas rokok. Masyarakat di desa
kualau bubon memanfaatkan daun nipah untuk pembungkus rokok tradisional (lembaran
pembungkus untung melinting tembakau).
2. Kepiting bakau menjadi salah satu komoditas andalan nilai ekonomi. Namun kerusakan
mangrove akibat bencana alam sangat mempengaruhi keberadaan kepiting bakau karena
kondisi habibat yang telama mengalami gangguan. Kerusakan terhadapa ekosistem mangrove
dapat megurangi jumlah ketersediaan nahan makanan terhadap beberapa organisme yang hidup
di dalamnya termasuk kepiting bakau. Untuk saat ini jumlah hasil tangkapan kepiting bakau di
wilayah ekosistem mangrove di Desa Kuala Bubon semakin menurut serta ukuran yang
tertangkap juga semakin kecil, hal ini akibat dari kejadian tsunami.
3. Ikan merupakan salah satu komodita yang paling banyak jumlahnya pada kawasan mangrove.
Masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di kawasan mangrove Kuala Bubon
menyatakan yang paling umum tertangkap dan di manfaatkan oleh masyarakat seperti ikan
belanak (Mugil cephalus), ketang-ketang (Scatophagus argus), beronang (Siganus sp),
kuweh/mirah mata, lemuru dan teri, serta beberapa jenis kakap. Jenis-jenis ikan tersebut pada
umum nya merupakan yang paling sering di konsumsi oleh masyarakat
4. Manfaat langsung dari hutan mangroveDesa Kuala Bubon yang di manfaatkan oleh masyarakat
setempat terdiri dari 2 jenis yaitu, (1). manfaat hasil hutan berupa daun nipah, dan (2). manfaat
penangkapan hasil perikanan yaitu kepiting, ikan, udang, siput bakau dan kerang.

5. Dalam kesehariannya penduduk di Kecamatan Samatiga memiliki tingkat kebersamaan dan


solidaritas tinggi, terlihat dari rutinitas kegotong royongan yang tetap dilestraikan sampai
sekarang, misalnya saling bahu membahu jika ada masyarakat yang tertimpa musibah, saling
mengunjungi jika ada yang sakit atau tertimpa kemalangan, bekerja sama dalam membersihkan
masjid, mushola, dayah (surau), Balee Beut (balai pengajian), jalan dan lingkungan Gampong
di masingmasing desa yang ada di Kecamatan Samatiga.
6. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Samatiga sebagian besarnya merupakan petani dan
nelayan,
7. kini seiring perkembangannya sektor pendidikan Aceh telah berhasil bangkit dalam
mewujudkan Aceh Carong (Aceh Pintar), infrastruktur penunjang proses belajar mengajar juga
semakin banyak, jumlah guru maupun siswa juga semakin bertambah. Perguruan Tinggi pun
demikian, hingga saat ini sudah ada sebanyak 105 perguruan tinggi di Aceh yang tersebar di 23
Kabupaten/Kota, 11 diantaranya sudah berstatus negeri.

Anda mungkin juga menyukai