1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat ini, penyalahgunaan narkoba tidak hanya menyerang satu lapisan
masyarakat, namun juga beberapa lapisan dalam masyarakat seperti kalangan
pelajar, polisi, maupun lapisan masyarakat lainnya. Penyalahgunaan narkoba
di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta di
lapangan menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga
Pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba. Berita criminal di media
massa, baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita tentang
penyalahgunaan narkoba.
https://media.neliti.com/media/publications/12297-ID-bahaya-
penyalahgunaannarkoba-serta-usaha-pencegahan-dan-penanggulangannya-suatu.pdf)
2
Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisiaris Jenderal Polisi
Heru Winarko menyebut, penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja
makin meningkat, dimana ada peningkatan sebesar 24 hingga 28 persen
remaja yang menggunakan narkotika.
3
sudah dilakukan, namun jumlah orang pemakai narkoba tidak pernah
menurun, namun cenderung mengalami kenaikan.
Berdasarkan pada data yang ada diatas, dapat disimpulkan bahwa tempat
rehabilitasi bagi pengguna narkoba masih sangat minim, sehingga adanya
penambahan tempat rehabilitasi yang dilengkapi dengan fasilitas yang
mendukung harus ditingkatkan kembali yang dikaitkan dengan aspek-aspek
arsitektur yang terkait. Kualitas dari keberhasilan rehabilitasi itu sendiri masih
kurang jelas indikatornya. Fungsi edukasi belum terlalu membuahkan hasil
yang maksimal untuk mengurangi jumlah pengguna, karena pada faktanya
jumlah orang pengguna narkoba tidak berkurang setiap tahunnya, namun
cenderung naik dari tahun ke tahun.
4
1.2 Rumusan Masalah
5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan sebagai tahap awal dari metode “design by research”
yang berarti desain yang dihasilkan merupakan sebuah respon solusi terhadap
permasalahan yang ada, terutama di daerah Tomang, Jakarta Barat. Desain
yang dihasilkan merupakan respon dari isu kurangnya tempat rehabilitasi
narkoba yang ada di Jakarta. Hasil desain diharapkan dapat menjawab
kurangnya tempat rehabilitasi narkoba, yang dilengkapi dengan program
ruang tambahan yang dapat menjadi nilai positif bagi orang yang datang dan
tentunya menjadi tempat rehabilitasi yang memiliki kualitas yang baik.
6
1.8 Kerangka Berpikir
a. BAB I - PENDAHULUAN
7
b. BAB II - LANDASAN TEORI
e. BAB V – PEMBAHASAN
8
BAB II
KAJIAN TEORI
Golongan Narkotika:
9
1) Penyebab dari sendiri
10
a. Adanya satu atau beberapa teman kelompok yang menjadi
pengguna narkoba
11
faktor-faktor penyebab timbulnya penyalahgunaan narkotika, terdiri
dari:
a. Faktor Individu
1) Lingkungan Keluarga
12
sehingga hal ini mendorong seseorang menggunakan
narkotika.
2) Lingkungan Sekolah
13
Secara hukum, Undang Undang yang mengatur tentang
penyalahgunaan narkoba diatur dalam Pasal 78, Pasal 79, Pasal
81, dan juga Pasal 82 UU No. 22 tahun 1997. Menurut sudut
pandang medis, penyalahgunaan narkoba akan mengganggu
system saraf dan juga daya ingat, menurunkan kualitas berpikir,
merusak berbagai organ vital, antara lain ginjal, jantung, hati,
paru-paru, dan juga sumsum tulang belakang. Resiko hepatitis,
HIV/AIDS, dan overdosis juga bisa menjadi resiko terburuk.
Berdasarkan sudut pandang psikososial, penyalahgunaan
penggunaan narkoba dapat mengubah seseorang menjadi
pemarah, murung, cemas, depresi, paranoid, dan juga gangguan
kejiwaan, tidak peduli dengan norma yang berlaku, dan dapat
mendorong tindakan kriminal.
14
ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari
narkotika.
15
a) Jangka panjang, dimana pasien segera keluar dari tempat tidur
dapat berjalan tanpa atau dengan alat paling tidak mampu
memelihara diri sendiri,
16
jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini
dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna
memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
17
ini lebih sering terjadi pada pecandu narkoba pada fase
stabilisasi.
18
19
Tabel 2.1 Identifikasi gejala putus zat berdasarkan pengguna (Sumber
:BNN, 2017)
c. Psikologi
d. Guru
e. Psikiater
f. Tenaga Pimpinan
h. Keuangan
i. Pesuruh
j. Petugas keamanan
k. Instruktur
l. Konselor
m. Pembimbing keagamaan
2. Sarana
20
1) Disediakan ruangan khusus untuk pemeriksaan
1. Sarana
a. Kantor
b. Asrama
c. Ruang Kelas
d. Ruang Konseling
21
e. Ruang Ketrampilan
f. Aula
g. Dapur
h. Fasilitas olahraga
i. Ruang peribadatan
22
pada nilai-nilainya yang bertentangan dengan
pemakaian narkoba.
2. Prasarana
a. Jalan
b. Listrik
c. Air Minum
d. Pagar
e. Saluran air
f. Peralatan Kantor
g. Peralatan Pelayanan
h. Dan sebagainya
23
Selain itu ada juga perlunya pertimbangan untuk lokasi, agar
dapat tercipta lingkungan yang kondusif bagi pasien. Berikut
adalah beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan saat
pemilihan lokasi:
Teori Arsitektural
24
tempat tidur yang bisa dinaik-turunkan (hi-low bed),
laci yang berada di samping tempat tidur, meja makan
yang bisa digunakan diatas tempat tidur, meja tinggi,
dan juga kursi geriatric yang memiliki sandaran
punggung tinggi.
Gambar 2.1. Anthropometri Tempat Tidur, Meja Makan, dan Kursi Ruang
Rawat
25
stop kontak, lampu yang berada diatas tempat tidur, lampu tarik
ulur, dan juga papan monitor dan perlengkapan outlet.
Gambar 2.2 Anthropometri Tempat Tidur, Meja Makan, dan Kursi Ruang
Rawat
Susunan Ganda
26
Ruangan minimal yang dibutuhkan pengguna kursi roda
121,9 cm x 121,9 cm,
2.3.1.5 Ukuran Lebar Pintu yang bisa dilalui Tempat Tidur Standard
Gambar 2.3. Standar Lebar Pintu yang dapat Dilalui Tempat Tidur
27
2.3.2 Antropometri Toilet Pasien
2.3.2.2 Kloset
2.3.2.3 Wastafel
28
Gambar 2.5. Standar Ukuran Wastafel Difabel
2.3.3.4 Cermin
29
Goldsmith (1984) menyatakan bahwa pegangan tangan yang
memiliki bentuk horizontal dapat diletakkan disamping dudukan
dengan ketinggian sekitar 22,5 cm diatas bibir kloset. Panjang
minimum rel yang dibutuhkan adalah 40 cm, dan akan lebih baik
jika didesain lebih panjang untuk mempermudah pengguna kursi
roda.
30
Menurut Panero dan Zelnik (1979) ketinggian meja pelayanan
harus nyaman untuk pengunjung dan tidak menghalangi
penglihatan perawat. Untuk itu ketinggian meja pelayanan yang
baik sekitar 106,7 – 109,2 cm dari lantai. Lebar alas kepala meja
38,1 – 45,7 cm, lebar area meja untuk kerja perawat 53,3 – 54,6
cm dan tinggi meja kerja 76,2 serta tinggi alas duduk kursi kerja
38,1 – 45,7 cm.
31
2.4 Peran Arsitektur dalam Proses Rehabilitasi
2.3.1 Suara
32
Tabel 2.2. Hubungan kebisingan dengan pekerjaan (Sumber : WHO) Menurut
Jaramillo, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suara melalui
bangunan antara lain:
a. Ketebalan
b. Resonansi
c. Absorbsi
33
material yang berpori seperti mineral fiber, Glass Fiber, open
cell foams atau material yang berserat lainnya.
NR
Material C Performance
Marble 0 Almost Reflective
Plastered Block Work
0.05 Very poor Absorption
Window 0.15 Low Absorption
Carpet On
Rubber underlay 0.55 Good Absorption
Mineral Fiber Almost Completely
Ceiling tile 0.95 Absoptive
Tabel 2.3. Acoustic absorption berdasarkan performa (Sumber: Architectural
Acoustics)
d. Detail material
e. Mengapit Transmisi
34
Gambar 2.7. Arah Suara (sumber: Isostore.com)
2.3.2 Penerangan
a. Penerangan Alami
b. Penerangan Buatan
35
merusak penglihatan. Berikut adalah standard yang dibutuhkan
untuk penerangan ruang berdasarkan aktivitasnya
:
36
Laboratorium 500
Radiologi 300
Ruang Kelas Belajar (Membaca dan menulis) 200
Pencahayaan Umum untuk
Ruang Konseling pekerjaan 350
Ruang
Ketrampilan Berhubungan dengan gambar 400
Ruang Serbaguna Aktifitas publik 200
Dapur Memasak 300
Tabel 2.4. Standard Lux pada fungsi
2.3.4 Warna
37
• Menurut Goldstein warna merah memiliki pengaruh dalam
memperburuk penyakit pasien, sedangkan warna hijau meningkatkan
kondisi pasien. Dinyatakan bahwa warna merah membuat kondisi
tidak normal ini menjadi lebih buruk dan warna hijau sebaliknya.
• Ada juga pembagian warna secara aktif dan pasif yang bisa ditentukan
untuk berbagai fungsi dengan kegiatan yang berbeda.
2.3.5 Visual
38
2.3.6 Ventilasi
Gambar 2.8 Perspektif eksterior Sister Margaret Smith Addictions Treatment Centre
39
masalah lainnya. Pusat rehabilitasi ini dijalankan dengan menanamkan nilai
keagamaan dan kepercayaan.
Gambar 2.9. Site Plan Sister Margaret Smith Addictions Treatment Centre
Berdasarkan pada site plan diatas, dapat diketahui bahwa tiap ruangan
memiliki view ke area lanskap. Hal ini sesuai dengan aspek-aspek yang ada
dalam point pelaksanaan Therapeutic Architecture.
40
Gambar 2.10. Site Plan Sister Margaret Smith Addictions Treatment Centre
41
Gambar 2.11. Site Plan Sister Margaret Smith Addictions Treatment Centre
42
Gambar 2.12. Eksterior Groot Klimmendaal Rehabilitation Center
43
Gambar 2.13. Site Plan Groot Klimmendaal Rehabilitation Center
44
Gambar 2.15. Denah Level 0 Groot Klimmendaal Rehabilitation Center
45
Gambar 2.18. Denah Level 3 Groot Klimmendaal Rehabilitation Center Legenda:
1. Pintu Masuk
2. Kantor
3. Gymnasium
4. Kolam Renang
5. Teater
6. Restoran
7. Fitness Center
8. Ruang Pasien
9. Living Room
11. Void
46
Gambar 2.19. Interior Groot Klimmendaal Rehabilitation Center
47
memberikan kesan kebahagiaan dan kehangatan, sedangkan warna biru
memberikan warna ketenangan.
48
Berikut merupakan tabel luasan ruang pada Groot Klimmendaal
Rehabilitation Center:
Fungsi Ukuran
Kantor 30-40m2
Kamar Pasien 25 m2
Gymnasium 143 m2
Kolam Renang dan fasilitas 621 m2
pendukung
Fitness Center 340 m2
Living room 225 m2
Tabel 2.6. Kesimpulan Ukuran Ruang
49
Gambar 2.24. Hubungan Antar Ruang Groot Klimmendaal Rehabilitation Center
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1) Subjek Penelitian
2) Objek Penelitian
Objek yang diteliti dalam kasus ini adalah panti rehabilitasi/ tempat
rehabilitasi bagi pengguna narkoba.
1) Wawancara
51
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang terjadi pada tempat
rehabilitasi yang sudah ada dan mencari informasi-informasi selama
proses rehabilitasi.
2) Observasi Lapangan
3) Studi Literatur
52
BAB IV
KRITERIA PERANCANGAN
53
Gambar 4.2 Tampak Depan Bangunan
1. Proses Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan proses pemeriksaan medis yang dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh pasien menggunakan narkoba (assessment).
Proses ini biasanya dilakukan selama 7 hari dan pada akhirnya akan
dilakukan konseling keluarga untuk mengkomunikasikan seberapa jauh
tingkat penggunaan narkoba dari pasien.
2. Tahap Perawatan
a. Rawat Jalan
Setelah mengetahui tingkat penggunaan narkoba dari pasien,
pasien dapat mengikuti proses rawat jalan yang dilakukan dengan
melakukan kunjungan satu seminggu sekali. Setiap satu kali
kunjungan, akan dilakukan pengecekkan kesehatan dan gejala
putus zat kepada pasien. Selain itu, pasien juga melakukan
kegiatan konselling yang disesuaikan dengan kebutuhannya
sendiri (konseling kelompok atau konseling pribadi).
b. Rawat Inap
Proses rawat inap dilakukan selama 1-3 bulan yang terdiri dari
kegiatan primary, yaitu pembentukan karakter, emosional,
intelektual, spiritual, vokasional, dan survive.
3. Re-entry
Re-entry merupakan sebuah proses terakhir rehabilitasi, dimana
pasien sudah mulai kembali beradaptasi dan bersosialisasi dengan
masyarakat luar diluar komunitas residensial yang dipersiapkan.
54
Untuk memenuhi kebuthan kegiatan rehabilitasi, Ashefa Griya Pusaka
memiliki beberapa ruangan seperti:
Ruang Keagamaan 1 -
55
Gambar 4.3 Menuju Resepsionis (Ruang Tunggu)
56
Gambar 4.6 Fitness Center
57
Gambar 4.9 Kolam Renang
58
Ashefa Griya Pusaka juga memiliki satu tempat rehabilitasi yang terletak di
daerah Antasari, Jakarta Selatan. Yang membedakan 2 tempat ini adalah kelas dari
tempat rehabilitasi ini karena tempat rehabilitasi yang terletak di Antasari memiliki
kapasitas 25 pasien yang terdiri dari pasien kelas 1-3. Kelas 1 terdiri dari 8 tempat
tidur, kelas 2 terdiri dari 6 tempat tidur, dan kelas 1 terdir dari 2 tempat tidur. Karena
menampung pasien lebih banyak, personil dokter dan konselor yang dibutuhkan
juga lebih banyak. Tempat rehabilitasi ini memiliki 4 orang dokter, 4 orang
konselor, 10 orang pegawai, dan 8 orang yang mengurus administrasi.
59
4. Pusat rehabilitasi yang dilengkapi dengan tempat ibadah yang sesuai
dengan agama masing-masing sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan social.
60
Ruang Lab. 2-3 orang 20 m2 Private
Total 691m2
61
BAB V
SIMULASI PERANCANGAN
Luas: 3300m2
KDB: 50%
KLB: 3,5
GSB: 16
KDH: 30
KTB: 55
62
1) Rencana Tata Lahan
63
Gambar 5.3. Diagram Persebaran Rumah Sakit
Berdasarkan pemetaan diatas, dalam radius +/- 2km, site ini
diapit oleh beberapa fasilitas rumah sakit, seperti Rumah
Sakit Royal Taruma, RS. Sumber Waras, RSUD Tarakan,
dan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
• Kantor Polisi
64
Berdasarkan pemetaan diatas, tapak ini terletak di dekat 2
kantor polisi, yaitu Polsek Tanjung Duren dan Polres
Jakarta Barat, sehingga jarak yang ditempuh jika ada
keperluan rehabilitasi tidak terlalu jauh, mudah dijangkau,
dan efektif.
2. Analisa Aksesibilitas
Karena terletak dijalan arteri, site ini mudah diakses dan
dijangkau. Hal ini menjadi nilai plus bagi site ini. Selain
itu, site ini dekat dengan halte transjakarta dan stasiun
kereta api yang makin mempermudah aksesibilitas.
65
3. Analisa Kebisingan
Karena terletak dijalan utama, site ini memiliki
kekurangan yaitu memiliki tingkat kebisingan yang tinggi
karena dilalui banyak kendaraan dan aktivitas-aktivitas
kendaraan.
66
4) View keluar Tapak
67
Gambar 5.9. View dibelakang site ( Jl. Gelong Baru)
Gambar diatas menunjukkan keadaan dibelakang site. Sama seperti
didepan site, tempat ini juga tidak memberikan view yang menarik dan
bagus ke dalam site.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa site ini tidak memiliki vista
yang bagus dan menarik yang mengarah keluar site.
68
Gambar 5.10. Penggunaan Teknik FOLD, CUT, TWIST dalam workshop
Tarian kontemporer yang dipilih adalah tarian duet. Proses yang dilakukan
adalah dengan cara mengambil 9 gerakan yang dianggap menarik, lalu
setiap gerakan diambil titik-titik yang menciptakan suatu outline pada tiap-
tiap gerakan. Setelah semua gerakan sudah membentuk outline, dibuatlah
maket menggunakan bahan dasar tanah liat yang lalu digabungkan sesuai
dengan urutan tarian yang ada.
69
Gambar 5.11. Tarian Duet
Dalam workshop 3, kami melakukan analisa spasial dari denah rumah Villa
Stein yang didesain oleh Le Corbusier. Lalu dari denah tersebut dipilih
sebuah bagian dengan ukuran yang sudah ditentukan yaitu 12x12cm.
Setelah terpilih, dilakukan pembagian berdasarkan hatch yang diberikan
motif berbeda. Sehingga munculah 2 bentuk geometri berupa persegi
70
panjang dan segitiga, yang memiliki ketinggian yang berbeda-beda yang
menimbulkan kesan dinamis pada maket.
71
5.2.4 Agregasi Ruang
72
ada pada kedua kertas kalkir yang sudah berisi coretan tangan yang
kemudian diwarnai menggunakan 8 aturan warna yang sudah ditentukan.
73
Gambar 5.16. Workshop Multi Dimensi Permintakan
74
pola sirkulasi yang linear, yang pada suatu bagian tertentu memecah ke
fungsi-fungsi lainnya.
5.2.9 Struktur
75
Gambar 5.20. Workshop Struktur
5.2.10 Selubung
76
Gambar 5.21. Workshop Selubung
5.2.11 Photogrametry
77
konselor, staff bidang management, keamanan berjumlah kurang lebih 20
orang.
• Memenuhi program ruang yang wajib dimiliki tempat rehabilitasi, seperti
kamar yang layak, ruang konseling, ruang dokter, sarana keagamaan, dan
juga olahraga.
• Ruang security diletakkan paling depan agar memudahkan pengawasan
bagi tamu yang akan berkunjung.
3. Fasilitas
• Sarana olahraga berupa kolam renang, hanging jogging track, dan juga
outdoor gym untuk menunjang kegiatan sehari-hari pasien.
• Ruang kelas yang dapat menampung pasien untuk kegiatan sosialisasi
sehari-hari.
• Spiritual center yang digunakan untuk meningkatkan keyakinan para
pasien terhadap agamanya masing-masing
4. Aksesibilitas dan Sirkulasi
• Pintu masuk diletakkan didepan tapak. Site ini hanya memiliki 1 sirkulasi
kendaraan, yaitu mobil masuk melalui Jl. S. Parman, dan keluar di Jl.
Gelong Baru.
78
• Menjadikan bagian depan dan bagian belakang sebagai jalur sirkulasi
untuk menghindari konsekuensi kebisingan yang berasal dari jalan raya,
sehingga massing bangunan diletakkan ditengah.
• Menjadikan bagian depan dan bagian belakang tapak sebagai sarana
parkir bagi pengunjung maupun karyawan.
5. Therapeutic Architecture
Berdasakan penerapan teori therapeutic architecture, bangunan ini
didesain dengan dikelilingi dengan ruang terbuka hijau yang dapat
membantu meningkatkan tingkat penyembuhan bagi para pasien. Setiap
kamar didesain dengan view keluar ruangan.
79
1. Transformasi 1
2. Transformasi 2
80
Gambar 5.25. Gubahan setelah dimasukkan kedalam tapak
81
Gambar 5.26. Gubahan setelah dimasukkan kedalam tapak
Penataan massing dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berikut:
Massing 1 :
Direpresentasikan dengan fungsi statis (sesuai dengan workshop
experimental, dan diinjeksi dengan fungsi ruang security dan diletakkan
paling depan sehingga memudahkan pemeriksaan tamu yang ingin
berkunjung.
Massing 2 :
Direpresentasikan dengan fungsi served dan diinjeksi dengan fungsi
receptionist, karena fungsi served sendiri diartikan sebagai penerima
didalam bangunan sehingga cocok sebagai fungsi receptionist.
Massing 3:
Massing 3 memiliki fungsi awal ruang public, sehingga diterjemahkan
kedalam fungsi ruang kunjungan didalam site. Massing 3 ini mengalami
penyesuaian yaitu atap yang pada awalnya miring, dijadikan rata karena
atap tidak difungsikan sebagai public rooftop.
Massing 4:
82
Massing 4 memiliki fungsi awal ruang public, sehingga diterjemahkan
kedalam fungsi toilet umum. Hal ini disesuaikan berdasarkan bentuknya
yang kecil dibandingkan masa-masa yang lain, sehingga dapat
mengakomodir kebutuhan toilet bagi pengunjung di tempat rehabilitasi.
Massing 5:
Massing 5 memiliki fungsi awal ruang private, sehingga
direpresentasikan kedalam fungsi ruang kelas. Untuk massanya sendiri
disesuaikan dengan melakukan perbesaran massing sehingga dapat
mengakomodir kegiatan sosialisasi dan pembelajaran di tempat
rehabilitasi.
Massing 6:
Massing 6 memiliki fungsi conscious, sehingga direpresentasikan
kedalam fungsi ruang medis, yang terdiri dari 4 lantai dan masing2 lantai
memiliki fungsi tersendiri, seperti ruang dokter (lantai 1), ruang
konseling (lantai 2 dan 3), dan labolatorium (lantai 4).
Massing 7:
Massing 7 memiliki fungsi awal ruang private, sehingga
direpresentasikan kedalam fungsi ruang komunal dan spiritual center.
Penginjeksian fungsi ruang komunal dalam fungsi private disebabkan
karena ruang komunal hanya boleh digunakan oleh pasien, dan spiritual
center yang bersifat private antara pasien dan Tuhan-nya.
Massing 8 & 10:
Massing 8 memiliki fungsi awal dinamis, sehingga massing ini diisi
dengan fungsi yang dinamis seperti outdoor gym, kolam renang, dan
juga hanging jogging track.
Massing 9:
Massing 9 memiliki fungsi awal ruang yang bersifat statis, sehingga
direpresentasikan kedalam fungsi ruang tidur pasien, karena sifatnya
yang statis, yakni hanya digunakan sebagai tempat beristirahat.
Pemilihan massing ini untuk mengakomodir ruang tidur pasien juga
83
dikarenakan bentuknya yang besar dan dapat mengakomodasi banyak
orang.
Masing 11:
Massing 11 mempunyai fungsi awal servant, sehingga direpresentasikan
kedalam fungsi ruang management, yang sifatnya melayani berbagai
kegiatan yang ada didalam tempat rehabilitasi ini.
Dari poin-poin yang ada diatas, strategi sirkulasi dibuat sebagai berikut:
84
Sirkulasi untuk kendaraan bermotor disamakan dengan mobil untuk
mengefisienkan sirkulasi.
85
Sirkulasi pasien didesain secara radial, dimana Gedung kamar menjadi nodes
dari setiap kegiatan yang ada.
Semua program ruang yang ada selalu terhubung dengan ruang hijau, karena
setiap titik yang ada di bubble diagram diartikan sebagai sebuah sirkulasi,
baik perkerasan maupun ruang terbuka (hijau). Warna ungu menunjukkan
program ruang yang berhubungan dengan kegiatan olahraga, kuning
menunjukkan program ruang yang bersifat public, pink menunjukkan
program ruang yang bersifat informal, biru menunjukkan program ruang yang
berhubungan dengan medis, orange menunjukkan area statis, hijau area
servis, dan merah area keamanan.
86
5.5 Simulasi Perancangan
Berikut merupakan tabel yang berisi proposal program ruang, ukuran, dan
masing-masing kapasitas.
Nama Ruangan Kapasitas Luas (m2) Keterangan
Total 1326m2
87
5.5.2 Denah, Tampak, Potongan
88
Gambar 5.33. Denah Lantai 3
89
Gambar 5.35. Potongan A
90
Gambar 5.37. Tampak A
91
Gambar 5.39. Perspektif kolam renang dan jogging track
92
Gambar 5.42. Perspektif Kamar Kelas 2
93
Gambar 5.45. Ruang Komunal
94
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
95
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/12297-ID-bahaya-
penyalahgunaannarkoba-serta-usaha-pencegahan-dan-penanggulangannya-
suatu.pdf)
https://tirto.id/indikator-keberhasilan-rehabilitasi-narkoba-dinilai-belum-jelas-
cM2W
https://www.archdaily.com/126290/rehabilitation-centre-groot-klimmendaal-
koen-van-velsen
96