Anda di halaman 1dari 3

Pemukiman Padat di Kawasan Kali Code Kota Yogyakarta

Uraian Kasus
Salah satu sungai yang terkenal di daerah Yogyakarta adalah Sungai Code
atau yang biasa dikenal dengan Kali Code. Sungai ini menjadi pusat perhatian
publik karena keberadaannya melintasi tengah Kota Yogyakarta. Deretan rumah
cukup rapat berjejeran pada bantaran sungai disisi sebelah timur maupun
sebelah barat. Semakin bertambahnya jumlah populasi manusia di daerah ini
mengakibatkan permukiman disekitar bantaran Kali Code semakin menjamur.
Hans (2010) menjelaskan bahwa munculnya wilayah permukiman di
bantaran kali akan menimbulkan permasalahan ketidakseimbangan ekosistem
sungai. Selain itu, secara hukum tinggal dan membangun permukiman didalam
sempadan adalah tidak benar dan membahayakan diri dan keluarga. Dengan
melihat perkembangan permukiman disana, baik legal maupun illegal, diperlukan
perencanaan dan penanganan yang komprehensif. Sebab masalah disektor ini
akan berdampak pada berbagai sektor lain dimana dapat mengakibatkan
dampak-dampak negatif bagi para pemukim itu sendiri maupun lingkungan
disekitarnya (dampak meluas) seperti terjadi masalah demografi, ekologis dan
sebagainya. Selain itu, terdapat masalah kesehatan lingkungan yang
menyangkut masalah perumahan dan permukiman yaitu penyediaan dan
pengawasan kualitas air bersih, pembuangan sampah dan air limbah,
penyediaan sarana pembuangan kotoran, penyediaan fasilitas pelayanan umum.

Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengatasi permukiman Kali Code yang semakin padat dan
tidak tertata, sehingga mengakibatkan dampak-dampak negatif bagi para
pemukim itu sendiri maupun lingkungan disekitarnya?

Solusi Pemecahan Masalah
Yogyakarta sebagai salah satu komoditi pariwisata Indonesia yang juga tidak
luput dari sindrom daerah atau permukiman kumuh. Disepanjang bantaran Kali
Code misalnya, dapat dilihat betapa banyaknya rumah penduduk yang
memprihatinkan. Rumah-rumah disekitar bantaran kali code berhimpit-himpitan.
Persoalan ini perlu dicermati lebih jauh sehingga perlu memikirkan
permukiman yang layak dan berkelanjutan. Dari sinilah mulai timbul alternatif-
alternatif solusi tersebut, diantaranya adalah pembangunan rumah vertikal atau
yang sering dikenal dengan istilah rumah susun. Dengan adanya rumah susun
diharapkan warga mempunyai tempat tinggal yang lebih layak sekaligus sebagai
upaya penertiban kota dan peremajaan daerah kumuh (Hans, 2010).
Muizlidinillah (2012) menambahkan bahwa langkah yang harus dilakukan
pada masalah ini adalah relokasi dan kawasan tersebut ditata kembali dengan
perencanaan dan desain yang berbeda. Sehingga revitalisasi tetap berjalan dan
kawasan tersebut tidak kehilangan nilainya sebagai wilayah permukiman, namun
permukiman yang sudah tidak terkena dampak bencana secara frekuentif dan
tetap ada kawasan penghijauannya. Adapun revitalisasi yang dilakukan yaitu
revitalisasi horizontal dan revitalisasi vertikal.
Revitalisasi horizontal dan vertikal tidak jauh berbeda dari penerapan teori
ekosistem. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling
berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur (Asdak, dalam Muizlidinillah:
2012). Pengaturan tataguna lahan yang teratur guna menguntungkan pihak
manusia.
Yang pertama yakni revitalisasi horizontal yaitu dengan rekayasa permukaan
lahan dan diimbangi dengan keberadaan tumbuhan. Strahler (Muizlidinillah,
2012) mengemukakan bahwa langkah pertama dari pengurangan dampak banjir
adalah pembuatan lereng di pinggir sungai, biasanya dengan penghijauan atau
penanaman tumbuhan-tumbuhan penutup lahan sehingga meningkatkan angka
infiltrasi dan mengurangi produksi dari aliran permukaan.
Dikatakan horizontal yaitu pelaksaannya dilaksanakan mengikuti aliran
sungan dan berada pada sisi atau bantaran sungai. Tumbuhan penutup lahan
ditanam dan dijadikan frontliner terhadap aliran banjir sebelum sampai kepada
manusia. Fungsinya adalah menyerap air dan meningkatkan infiltrasi, juga
sebagai filter material vulkamik yang dibawa oleh arus sungai yang deras.
Karena jarak dari bibir sungai hingga ke permukaan air terbilang cukup
dalam apabila kondisi agak surut, maka dapat dimanfaatkan untuk membuat
keadaan lereng atau slope dari Kali Code yang agak terjal dalam rangka
menyulitkan air untuk meluap ke sisi samping. Dan juga menjaga aliran sungai
agar tetap mengalir ke arah selatan. Selain itu, revitalisasi horizontal dilakukan
juga dengan pengerukan material vulkanik yang terendapkan didasar sungai. Hal
ini menghindari luapan air secara cepat ketika debit air sedang tinggi. Lantas
material tersebut dapat dimanfaatkan secara sederhana, misalnya dengan
dimasukkan ke dalam karung untuk dibuat tanggul sederhana.
Selain revitalisasi horizontal, aspek penting dari semua ini yaitu manusia
dapat diakomodir dengan revitalisasi vertikal. Pembangunan rumah susun yang
tidak jauh dari rumah asal penduduk sekitar Kali Code menjadi sebuah solusi
yang dapat berdampak positif. Pasalnya kondisi mereka tidak lagi linier mengikuti
arah aliran sungai, tetapi vertikal ke atas. Kondisi rumah yang bersusun ke atas
dengan kondisi fisik bangunan baru yang kokoh dapat mengubah cara hidup
masyarakat agar lebih sehat dan jauh dari bencana banjir lahar dingin. Sebuah
solusi yang dilakukan sekali untuk mengentaskan permasalahan yang terjadi
berulang.












Referensi:

Hans, A. (2010). Permukiman dan perumahan (Studi kasus rusunawa kali Code
kota Yogyakarta). (Online), (Diakses tanggal 28 Maret 2014,
http://asalngenulis.blogspot.com/2010/12/permukiman-dan-perumahan-
studi-kasus.html?m=1).

Muizlidinillah, A. (2012). Revitalisasi kawasan pemukiman Kali Code, Kota
Yogyakarta, DIY. (Online), (Diakses tanggal 28 Maret 2014,
http://ahmadmuizlidinillah.wordpress.com/2012/09/14/revitalisasi-
kawasan-pemukiman-kali-code-kota-yogyakarta-diy/).

Anda mungkin juga menyukai