Anda di halaman 1dari 13

Permukiman

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,


baikyang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan mendukung
prikehidupan dan penghidupan.

Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di
dalamnya. Berarti permukiman memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang
hanya merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman merupakan perpaduan
antara wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup
bermasyarakat dan berbudaya di dalamnya). (Kuswartojo, 1997 : 21)

Permukiman merupakan bentuk tatanan kehidupan yang di dalamnya


mengandung unsur fisik dalam arti permukiman merupakan wadah aktifitas tempat
bertemunya komunitas untuk berinteraksi sosial dengan masyarakat. (Niracanti, Galuh
Aji, 2001 : 51)

Menurut Sumaatmadja, 1981 dalam Banowati 2006, Permukiman merupakan


bagian permukaan bumi yang dihuni manusia yang meliputi pula segala prasarana
dan sarana yang menunjang kehidupan penduduk, yang menjadi satu kesatuan
dengan tempat tinggal yang bersangkutan.

Permukiman dalam arti sempit adalah mengenai susunan dan penyebaran


bangunan (termasuk rumah-rumah, gedung-gedung, kantor, sekolah, pasar dan
sebagainya). Sedangkan dalam arti luas permukiman yaitu memperhatikan
bangunan-bangunan, jalan-jalan dan pekarangan-pekarangan yang menjadi salah satu
sumber penghidupan penduduk (Bintarto, 1977).

Permukiman diartikan sebagai area tanah yang digunakan sebagai lingkungan


tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendudukung
perikehidupan dan penghidupan, dan merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan.
Sedangkan permukiman manusia (human settlement) adalah semua bentukan
atau buatan manusia maupun secara alami dengan segala perlengkapannya, yang
dipergunakan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat
tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya
(Banowati, 2006).

Settlement atau permukiman adalah kelompok-kelompok manusia


berdasarkan satuan tempat tinggal atau kediaman, mencakup fasilitas-fasilitasnya
seperti bangunan rumah, serta jalur jalan yang melayani manusia tersebut (finch,1957
dalam Su Ritohardoyo 1989).

Pada hakekatnya, permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap saat


dapat berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan memiliki perbedaan
tanggapan. Hal ini terjadi dalam kasus permukiman yang besar, karena perubahan
disertai oleh pertumbuhan (Hammond, 1979 dalam Su Ritohardoyo 1989).

Permukiman secara luas mempunyai arti perihal tempat tinggal atau segala
sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal dan secara sempit dapat di artikan
sebagai suatu daerah tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal. Permukiman
adalah proses memukimi atau proses menempat tinggali (Hadi Sabari Yunus, 1989).

Bentuk permukiman antara desa satu dengan desa lain mempunyai perbedaan.
Perbedaan tersebut terjadi karena faktor geografi yang berbeda. Secara umum
permukiman pedesaan berbentuk memusat, linier, terpencar, dan mengelilingi fasilitas
tertentu.

Pola Permukiman

Pola Permukiman adalah kekhasan distribusi fenomena permukiman di


dalam ruang atau wilayah, dalam hal ini didalamnya di bahas tentang bentuk- bentuk
permukiman secara individual dan persebaran dari individu-individu permukiman
dalam kelompok (Yunus, 1989).
Secara garis besar pola persebaran permukiman berbentuk pola
permukiman mengelompok dan pola permukiman menyebar. Pola persebaran
permukiman mengelompok tersusun dari dusun-dusun atau bangunan-bangunan
rumah yang lebih kompak dengan jarak tertentu, sedangkan pola persebaran
permukiman menyebar terdiri dari dusun-dusun atau bangunan-bangunan rumah yang
tersebar dengan jarak tertentu (Hudson F.S dalam Agus Dwi Martono,1996).

Pengertian pola permukiman dan persebaran (dispersion) permukiman


mempunyai hubungan yang erat. Persebaran permukiman membicarakan hal
dimana terdapat permukiman di suatu daerah. Dengan kata lain persebaran
permukiman berbicara tentang lokasi permukiman. Pola permukiman membicarakan
sifat dari persebaran permukiman tersebut. Dengan kata lain, pola permukiman adalah
susunan persebaran permukiman.

Persebaran permukiman di wilayah desa-kota pembentukannya berakar


dari pola campuran antara ciri perkotaan dan perdesaan. Terdapat beberapa
perbedaan mendasar antara pola permukiman di perkotaan dan di perdesaan. Dalam
hal ini wilayah permukiman di perkotaan yang sering disebut sebagai permukiman,
memiliki keteraturan bentuk secara fisik, artinya sebagian besar rumah menghadap
secara teratur ke arah jalan. Sedangkan karakteristik kawasan permukiman penduduk
desa ditandai oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah dengan pola cenderung
mengelompok membentuk perkampungan (Su Ritohardoyo, 2000).

Persebaran permukiman sangat menentukan terhadap pola permukiman, dalam hal


ini ada tiga variasi persebaran yaitu

(1) Mengelompok (clustered), apabila permukiman-permukiman tersebut cenderung


berkelompok pada satu atau dua bagian tempat,

(2) Acak (Random), apabila tidak ada susunan tertentu. pada sebuah persebaran,

(3) Seragam (Uniform), apabila permukiman permukiman tersebut jaraknya sama atau
sama jauhnya dengan tetangganya.
Salah satu cara untuk mengukur pola permukiman sapat menggunakan
model analisis tetangga terdekat (nearest neighbor analysis) yaitu dengan menghitung
besarnya parameter tetangga terdekat. Untuk mengetahui apakah pola permukiman
yang dianalisis termasuk mengelompok, acak atau seragam, nilai hasil perhitungan
dibandingkan dengan continuum (rangkaian kesatuan) nilai parameter tetangga
terdekat (T) untuk masing-masing pola, sehingga dapat diketahui apakah pola yang
terbentuk berupa pola mengelompok, pola acak (random), atau pola seragam.

Gambar 1. Jenis Pola Persebaran (Bintarto


dan Surastopo, 1979).

Apabila nilai T = 0, maka pola permukiman tersebut adalah mengelompok.

Apabila nilai T = 1,0, maka pola permukiman tersebut adalah random atau acak.
Sedangkan apabila nilai T = 2,15, maka pola permukiman tersebut adalah seragam.

Persyaratan permukiman

Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau
persyaratan untuk menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria
tersebut antara lain:

1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi


dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.

2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal
dari sumber daya buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun,
dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi
pembinaan individu dan masyarakat penghuni.

4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga
dapat dibuat sistem saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung
yang memungkinkan untuk dibangun perumahan.

5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan


bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yaitu :

- Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.

- Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan,


perdagangan, dan pendidikan.

- Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat
dan tidak sampai menimbulkan genangan air.

- Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap
untuk disalurkan ke masing-masing rumah.

- Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan
sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.

- Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.

- Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan
atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya
permukiman tersebut.

- Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

(Sumber: Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun


Departemen PU)
Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam Joseph
De Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin
dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat, antara lain:

A. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting

1. Kondisi tanah dan bawah tanah.

Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan,
peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya dukung
yang baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk
menghemat konstruksi, sebaiknya lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras
atau rintangan lain untk efisiensi galian utilitas pondasi atau kolong bangunan.

2. Air tanah dan drainase

Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari genangan
pada kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian
lereng yang cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan
kelancaran aliran air selokan.

3. Keterbebasan dari banjir permukaan

Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan
oleh sungai, danau atau air pasang.

4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan

Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan
kostruksi hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi
kemampuan jangkuan air untuk keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.

5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi


Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan
kaki, ke dan di dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian yang
sesuai dengan standar yang ada.

6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka

Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus
memungkinkan pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.

7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi

Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat
menyebabkan kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang
berbahaya.

B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan

1. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter

Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan saniter
jangka panjang dan bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari pihak
berwenang dibidang kesehatan merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas
pembuangan air kotor pada tapak dan untuk usulan pengembangan jaringan air maupun
selokan yang akan melayani tapak tersebut.

2. Pembuangan sampah

Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang
menyangkut hal ini tidak akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan
sampah pada tapak atau di sekitas tapak untuk penguburan, pembakaran dan proses
kimiawi memerlukan upaya penelaahan untuk pengalaman. Masalah yang utama
adalah pemisahan lahan untuk pembuangan, penghindaran bau-bauan yang disebar
oleh angin serta penggunaan metode pembuangan untuk mencegah bersarangnya tikus
dan pembiakan serangga.

3. Listrik, bahan bakar dan komunikasi


Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik biasanya
dapat diperluas untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila diperlukan
maka listrik jarang menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak dianggap
sebagai utilitas yang penting. Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan jaringan
pelayanan, maka tabung gas bertekanan tinggi yang mudah diangkut dapat digunakan.
Pelayanan telepon, seperti listrik dapat diperluas untuk tapak yang memerlukannya.

4. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran

Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi seperti
halnya perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka segi
pembiayaan harus diperhitungkan.

C. Keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat

1. Bahaya kecelakaan

Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor lainnya,
bahaya api dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu lintas
jalan dan jalan kereta api serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur
pendaratan.

2. Kebisingan dan getaran

Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan oleh


jalan kereta api, bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan sebagainya.
Perumahan tidak boleh terletak pada tapak yang terus menerus dilanda kebisingan yang
tidak terkendali, terutama di malam hari.

3. Bau-bauan, asap dan debu

Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:

Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik
yang menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan
atau pencucian tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan
pembakaran.

Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak
berjalan dengan sempurna.

Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara


berdesak-desakan dan dalam keadaan kotor.

Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara.
Sumber asap dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat
pembuangan dan kebakaran sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti lahan
kosong, perkebunan yang tidak ditanami, tempat rekreasi yang tak terurus dan daerah
berdebu yang luas.

(Dirangkum dari: Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar Perencanaan Tapak.


1994. Hal: 91-95)

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah,


dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi
berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan secara langsung dengan
kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor kependudukan, faktor
kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor keterjangkauan daya
beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh perubahan
nilai-nilai budaya masyarakat.

(Sumber: Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, Nomor 12.April 1994)


Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis,
kependudukan, sarana dan prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kelembagaan, dan peran serta masyarakat

(Sumber : Siswono, dkk)

1. Faktor geografi

Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan


suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat
lambat untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi
kawasan tersebut tidak datar maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang.
Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah
kenyamanan penghuni permukiman.

2. Faktor Kependudukan

Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan


pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk
yang besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat
diarahkan menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya,
jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan
permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk
secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan lain berpengaruh
terhadap pembangunan perumahan.

3. Faktor Kelembagaan

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat


kelembagaan yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan
pelaksanaan baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di
daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan tersebut belum merupakan suatu
sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang peranan dan
mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun
unsur-unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk
koordinasi, baik dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan
perumahan, masih perlu dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya.

Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,


keberadaan lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok
wanita dan sebagainya.

4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat

Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah,


tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat
yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini dapat
dinyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan
tidak berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses
bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian
lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah
yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial
tersebut juga meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong
royong dan pekerjaan bersama lainnya.

5. Sosial dan Budaya

Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan


permukiman. Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat suatu
daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-faktor sosial
budaya. Rumah tidak hanya sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya
dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana yang dapat menunjukkan citra dan jati diri
penghuninya.

6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli


Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan
permukiman. Tingkat perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat
pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula
kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat
terhadap suatu rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin
murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin banyak pula orang yang membeli
rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang ada.

7. Sarana dan Prasarana

Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana
dan prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas
sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia maka semakin banyak
pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.

8. Pertanahan

Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman,
menyebabkan timbulnya slum dan squatter.

9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan


perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam
bidang jasa konstruksi dan bahan bangunan maka membuat pembangunan suatu rumah
akan semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak pula
orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman.
Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai
suatu bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman
tradisional yang wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-
cirinya adalah:

1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan
elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.

2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya


yang spesifik.

3. Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep


yang lebih luas yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-
pilihan manusia, sebuah pilihan diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.

4. Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas


hukum yang berlaku, merefleksikan budaya pada kelompoknya.

5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana


menentukan material, waktu dan sumber-sumber simbolik.

6. Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan


sistem pilihan tersebut.

7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan


kualitas lingkungan. Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional
dapat diterapkan dalam rancangan yang baru.

8. Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal,


sosio kultur) dan standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

Anda mungkin juga menyukai