TUGAS KE-1
STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH ADAT SUMATRA
(RUMAH BOLON BATAK TOBA)
Anggota Kelompok:
1. 08111740000001 Gabrilia Dewi Narwastuti
2. 08111740000076 Takara Firshadelia
3. 08111740000087 Ferdy Yohanes P.
DA184505 – Arsitektur Nusantara | Tugas ke-1
Abstrak
Arsitektur Nusantara berbeda dengan arsitektur Eropa. Hal ini ditunjukkan secara jelas
mengenai fungsinya dalam menghadapi iklim yang terjadi di daerahnya masing-masing,
Apabila berbicara mengenai struktur serta konstruksinya, maka akan ditemukan bahwa
salah satu kekhasan dari arsitektur Nusantara adalah fungsinya yang sebagai naungan atau
teduhan. Sementara arsitektur Eropa berfungsi sebagai lindungan sebagai upaya
menanggapi iklim 4 musim. Keragaman arsitektur Nusantara di pulau Sumatera
menunjukkan bahwa tiap daerah di nusantara memiliki keunikan dalam penggunaan
struktur serta konstruksinya. Hal yang menjadi latar belakang studi ini adalah mempelajari
lebih dalam mengenai kekuatan, kekokohan, kestabilan, makna dan bahkan keindahan dari
struktur dan konstruksi bangunan Arsitektur Nusantara yang terletak di daerah Sumatera
Utara yaitu Rumah adat Bolon Batak Toba. Elemen yang menjadi ciri khas dari arsitektur
Nusantara ditunjukkan dari keberadaan lempengan penutup atap yang berperan utama
sebagai penaung atau peneduh. Sehingga dari lempengan penutup atap inilah yang
membuat ruangan di bawahnya terbayangi dari sinar matahari dan tak basah ketika hujan
(menaungi dari iklim). Fungsi inilah yang mendahului fungsi bangunan sebagai
penyimpanan (lumbung, atau penyimpanan benda/barang berharga). Di dalam pembahasan
ini mencakup penggunaan material, penyaluran gaya vertikal serta horizontal, respon dari
bangunan dalam menghadapi geografi nusantara yang rawan terhadap adanya gempa
tektonik atau yang biasa diartikan sebagai pergeseran lempengan bumi, hingga
perbandingan dari rumah raja dan lumbungnya.
PENDAHULUAN
Dalam mempelajari struktur dan konstruksi arsitektur nusantara, maka pasti akan identik
dengan ungkapan “Bangunan kayu yang didirikan tanpa menggunakan paku” 1 (Josef
Prijotomo, 2018). Hal ini berarti bahwa dalam struktur dan konstruksinya, arsitektur
Nusantara dominan menggunakan material kayu. Selain itu pula arsitektur Nusantara akan
banyak ditemui dengan menggunakan sambungan dalam menggabungkan tiap-tiap
elemennya. Salah satu contoh arsitektur Nusantara terkenal yang dapat dipelajari lebih
dalam mengenai keunikan struktur serta konstruksinya adalah Rumah Bolon Batak Toba.
Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat Batak yang tinggal di Sumatera
Utara. Keberadaan Rumah Bolon Batak Toba sendiri saat ini sudah tidak dibangun oleh
masyarakat Batak. Akan tetapi, rumah ini masih dapat dilihat langsung rangkaian utuh rumah
adat yang kaya nilai budaya Batak ini di beberapa tempat seperti di Kabupaten Tapanuli Utara di
Desa Tomok, Desa Ambarita, Desa Silaen, dan Desa Lumban Nabolon Parbagasan. Pembuatan
rumah adat pada etnik Batak Toba memiliki gaya arsitektur tersendiri yang merupakan salah
satu kekayaan bangsa dalam hal seni dan rancang bangun. Keindahan pada Rumah Bolon
Batak Toba terlihat dari atapnya yang berbentuk melengkung (menyerupai tanduk kerbau)
serta lancip di bagian depan dan belakang.
Sebagai rumah adat, bentuk serta tata ruang dari Rumah Bolon sangat dipengaruhi pula oleh
kebutuhan penghuninya dalam merespon iklim serta geografi setempat. Seperti yang telah
disebutkan bahwa lempengan atap sangat berpengaruh terhadap fungsi keseluruhan
bangunan, hal ini pula yang menjadi ciri khas Rumah Bolon. Atap dari rumah ini yang
sangat besar dan memiliki kelengkungan yang cukup kontras pada bubungannya sehingga
membuat rumah ini semakin menarik untuk dipelajari.
DA184505 – Arsitektur Nusantara | Tugas ke-1
ANALISIS
1. Tipe Struktur
1.1 Konfigurasi Elemen Horizontal dan Vertikal
a. Pondasi
Pondasi umpak/pondasi langsung. Letak pondasi ini berada diatas tanah keras. Pondasi ini
merupakan pondasi menerus hingga ke atap,dimana beban dari atap akan langsung
disalurkan menuju bumi. Diantara pondasi dan tiang dipasang sebongkah batu yang
berfungsi sebagai water levelling. Pondasi umpak sendiri biasa digunakan pada bangunan
yang terbuat dari rangka kayu. Pada cara ini pangkal tiang ditaruh diatas sebongkah batu
yang telah congkel tengahnya,batu ini berperan sebagai umpak bangunan,dimana batu ini
tidak tertanam ke dalam permukaan tanah namun berada diatas tanah. Dibawah umpak
masih diletakkan tumpukan ijuk yang ditanam ke dalam tanah,hal ini dilakukan agar
tumpukan ijuk ini bisa berfungsi sebagai peredam kejut saat bangunan mengalami
goncangan atau getaran.
Gambar 1.1 Pondasi Umpak (Sumber : Buku Traditional Buildings Of Indonesia Batak
Toba)
b. Dinding Rumah
Berfungsi sebagai pembatas ruangan. Dan terbuat dari kayu simartolu. Antara dinding satu
dengan lainnya saling mengikat dengan sambungan pasak ataupun diikat. Untuk dinding
rumah terdiri dari pandingdingan. Pandingdingan dipersatukan dengan parhongkom
dengan menggunakan hansing-hansing sebagai pemersatu.
Gambar 1.2 Dinding Rumah (Sumber: Buku Traditional Buildings Of Indonesia Batak
Toba)
c. Tangga
Merupakan sarana sirkulasi untuk mengakses rumah. Posisi tangga terletak di sebelah
bawah bangunan dan agak menjorok masuk ke dalam. Jumlah anak tangga biasanya berupa
angka ganjil (5 atau 7).
Gambar 1.3. Tangga (Sumber: Buku Traditional Buildings Of Indonesia Batak Toba)
Bentuk atap melengkung karena kecepatan angin yang cukup tinggi. Sehingga bentuk atap
dibuat aerodinamis. Penutup atap rumah terbuat dari material ijuk dengan tebal 20cm dan
lebar 1x1.5m. Penutupnya berupa ijuk dari pohon enau dan masih padat diletakkan di
lapisan ketiga. Setiap lapisan diikat dengan jarum yang terbuat dari bambu dengan jarak
0.5m. Pada ujung atap sebelah depan biasanya diletakkan kepala kerbau.
Sistem yang digunakan adalah bongkar pasang atau knockdown mengakibatkan ketika
terjadi getaran pada bangunan, setelah diterima oleh elemen yang bersentuhan,
memberikan reaksi bergerak pada setiap elemen struktur bangunan. Sehingga ketika terkena
beban, bangunan tidak patah atau rusak akibat elemen struktur yang menerima kaku,
melainkan beban yang diterima hanya direduksi dengan bergeraknya bangunan dan gaya
yang datang tadi akan dilepas kembali dan terjadilah keseimbangan struktur yang
mengakibatkan bangunan dapat berdiri hingga sampai sekarang ini.
Beban mati yang semakin kebawah semakin berat menjadi salah satu faktor yang
memperlihatkan bagaimana bangunan tersebut mereduksi beban mati yang diterima dari
paling atas sampai ke bawah dan memiliki kekokohan sehingga factor keseimbangan dapat
tercapai.
Gambar 1.6 Diagram Penyaluran Gaya (Sumber: Ilustrasi Pribadi)
Gambar 1.7 Ilustrasi Penyaluran Beban (Sumber: Ilustrasi Pribadi)
disangga oleh balok atap (ninggor). Pembuatan lapisan atap terbuat dari serat ijuk (serta
dari batang enau) tali pengikat pada deretan pertama harus cukup panjang. Dalam
pembangunan rumah adat ini,penggunaan kayu dan bahan besi tidak diperbolehkan.
Tidak adanya peran pepakuan dan pengikat modern pada penerapan bangunan ini,maka
fungsi sambungan pada rangkaian ini menjadi salah satu kunci utama bangunan bisa berdiri
kokoh. Gambar 1.9 Ilustrasi Pemasangan Kolom,Balok,dan Balok Atap (Sumber: Ilustrasi
Pribadi)
2. Penggunaan Material
Kekayaan arsitektur Batak Toba yang tercermin melalui rumah adatnya kini berangsur
memudar sebab mayoritas masyarakat perlahan meninggalkan untuk membangun rumah
adat mereka. Selain faktor masuknya pola hidup modern, sulitnya didapatkan material
bangunan yang hampir keseluruhan menggunakan kayu, jika ada harganya sangat tinggi.
Membangun rumah membutuhkan kayu dengan spesifikasi tertentu dalam jumlah yang
cukup besar. Hal ini lah yang membuat masyarakat memutuskan untuk membuat bangunan
yang lebih modern sesuai dengan kebutuhan mereka. Padahal saat ini telah ditemukan
berbagai material rekayasa yang lebih ekonomis dan berkualitas tinggi yang dapat dijadikan
sebagai bahan pengganti alternatif dari material alami (kayu).
Penggunaan material modern / terbarukan mempunyai banyak keunggulan yaitu kuat, tidak
memerlukan biaya perawatan mahal, tahan lama, pembangunannya juga lebih cepat, murah,
dan secara artistik lebih menarik. Material-material terbarukan ini seharusnya dapat
menjadi pilihan untuk membangun rumah adat, sehingga dalam pembangunannya dapat
mengurangi tingginya biayanya dari material kayu pilihan serta dapat mengurangi biaya
perawatan. Pada bangunan tradisional Batak Toba jenis kayu yang digunakan sebagai tiang
adalah kayu Sibagure (sejenis kayu besi). Tiang-tiang ini didirikan secara bersamaan yang
sebelumnya telah dihubungkan balok palang yang berfungsi sebagai antisipasi beban lateral
(horizontal).
Rumah Bolon biasanya berisi 18 basihas yang memiliki filosofi kebersamaan dan
kekokohan. Tulisan yang digunakan memiliki diameter rata-rata sekitar 40 hingga 50 cm.
Tiang-tiang ini berdiri dalam bentuk persegi panjang dan dihubungkan oleh papan kayu
yang disebut tustus dengan menusuk mereka di setiap tiang. simartolu, perampak, antahasi,
meranti, piagin, sampinur, intermangan, hau dolok, dan ruangan adalah berbagai jenis kayu
yang digunakan untuk basihas.
Tabel 2.1 Material pada Bangunan
3. Joinery (Sambungan)
Sambungan pada kolom di rumah ini didominasi dengan sambungan dengan detail
demikian dimana sebuah tiang/kolom utama di sambungkan dengan kolom lainnya dengan
palang-palang yang mengunci kekakuan kolom-kolom di rumah ini. Balok yang mengikat
antar kolom berjumlah 6 tiap kolomnya.
Gambar 3.1. Ilustrasi
Sambungan
(Sumber: Buku
Traditional
Buildings Of
Indonesia Batak
Toba)
4.
Transformasi
dan perubahan
skala dalam penyandingan rumah dan lumbung yang dimilikinya.
Rumah adat Batak terdiri atas 2 bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo
(lumbung padi). Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran luas yang
berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Perbedaan paling signifikan yang dapat dilihat
dari Sopok yang mengalami degradasi di berbagai aspek, bubungan, kolom. Selain itu pada
Sopo juga terdapat piringan pada sambungan kolom baloknya.
Dari denah disamping dapat dilihat perbedaanya dari jumlah dan ukuran Kolom yang ada
dimana kolom pada rumah tinggal lebih banyak namun lebih kecil dari kolom pada Sopo.
Gambar 4.1. Denah Ruma dan Lumbung (Sumber: Buku Traditional Buildings Of Indonesia
Batak Toba)
Elemen pembentuk Ruma Bolon dibagi atas tiga bagian secara vertical. Tarup sebagai
pelindung bangunan, dimana secara fungsional sebagai gudang serta tempat parmusik
bermain musik untuk mengiringi tor-tor di halaman depan. Ruma sebagai tempat tinggal,
dimana aktivitas utama rumah sebagai tempat beristirahat terjadi disini. Dan terakhir Bara
sebagai gudang, biasanya digunakan untuk menyimpan kayu bakar serta sebagai kandang
hewan ternak si pemilik rumah. Bagian bawah rumah adat ini juga memiliki fungsi sebagai
tempat hewan ternak seperti kerbau, dll.
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dalam studi mengenai struktur dan konstruksi Rumah Bolon Batak Toba, dapat
disimpulkan bahwa kualitas struktur serta konstruksinya sangat dipengaruhi oleh
iklim, geografi, serta kondisi masyarakat di Sumatera Utara. Kekhasan elemen yang
menjadi identitas dari rumah ini, yaitu pada atapnya pun juga mempertimbangkan
dari kondisi fungsinya untuk melindungi dari cuaca. Rumah Bolon Batak Toba
terbagi menjadi bagian atas, tengah, serta bawah.
Penggunaan dari material juga berpengaruh pada kekokohan dari struktur ruman ini.
Rumah ini pun memiliki struktur menerus dari pondasi hingga atap. Hal ini berarti
bahwa sudah dipastikan bahwa rumah ini tanggap serta tahan terhadap gempa yang
sering terjadi di daerah rumah ini berada.
2. SARAN
Dalam mengerjakan laporan ini, kami menemukan beberapa kendala yang di
antaranya adalah kurangnya literatur yang membahas rumah adat ini. Maka dari itu,
saran dari kelompok kami adalah mengadakan studi ekskursi langsung ke Sumatera
untuk mempelajari lebih lanjut mengenai arsitektur Nusantara di pulau ini.
Penutup atap berupa daun rumbia dihubungkan kebagian dalam rafters dengan dua reng.
Di atas punggungannya ada layer daun rumbia lebih yang di sambungkan dengan ikatan
rotan yang dijahit pada rotan yang memanjang dan diikiat dibagian dalam.
Seluruh rangka atap diperkuat dan dihubungkan ke rumah oleh empat kasau diagonal bulat
yang disebut "Tali Pangurat". Setiap sisi atap memiliki dua penguat yang membentang dari
tengah ke ujung atas bubungan. Di bagian belakang dan depan rumah, serat dibatasi oleh
papan tongkang (sitindangi) yang diikat dengan tali. Mereka kadang-kadang dihubungkan
oleh balok silang untuk kekakuan dan dekorasi.
Bagaimana bisa terjadi bentuk atap yang demikian ? Merespon dari apa dan
bagaimana metodenya ?
Elemen yang membentuk konstruksi pada perteduhan rumah adat Batak Toba terdiri dari
penutup atap serta balok atap (niggor) sebagai tempat bertumpunya konstruksi atap.
Konstruksi atap ini diperkuat serta ditahan oleh tali rotan dan tali ijuk. Fungsi lain dari atap
ini adalah sebagai pengikat tiang-tiang bangunan (sistem sambungan pasak), penyalur
beban massa khususnya beban atap.
Bentuk atap melengkung merespon dari kecepatan angin yang cukup tinggi, sehingga bentuk
atap dibuat aerodinamis. Terbuat dari ijuk dengan ketebalan 20 cm dan lebar 1x1.5m. Untuk
Rangka utama yang di taruh di bagian paling atas (bungkulan), pembuatannya adalah
dengan kayu yang di rendam dan kemudian diberi beban tambahan untuk waktu yang lama
di bagian tengah kayu sehingga terbentuk kurva. Fungsi perendaman kayu selain untuk
menciptakan kurva pada atap yaitu agar kayu semakin kuat.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
“Menengok "Ruma Bolon", Rumah Adat Batak Sarat Simbol ", (diakses 5 Oktober 2019)
https://travel.kompas.com/read/2014/03/21/1328375/Menengok.Ruma.Bolon.Rumah.Ada
t.Batak.Sarat.Simbol.
Prijotomo, J. (2018) Omo Uma Ume Omah, PT. Wastu Lanas Grafika, Surabaya.
jotomo,J. (2018).Prijotomo Membenahi Arsitektur Nusantara. Surabaya :PT.Wastu Lanas
Grafika.