Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman suku, adat, agama dan
lainnya. Salah satu kebudayaan yang ada di negeri ini yang sangat populer yaitu rumah
adat. Setiap daerah pasti meiliki rumah adat masing-masing.

Bahkan setiap rumah adat meiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Sehingga
tidak heran jika rumah adat dijadikan sebagai salah satu kebudayaan dinegeri kita
tercinta ini. Rumah adat ini masih digunakan oleh masyarakat setempat sebagai
peninggalan yang bersejarah seperti halnya pada daerah Ponorogo yaitu rumah adat
Joglo.

1.2 Ruang Lingkup Pembahasan


1. Rumah Adat Jawa Timur (Joglo)
2. Struktur Utama Rumah Joglo
3. Arsitektur Rumah Joglo

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Rumah Adat Jawa Timur (Joglo)
2. Mengetahui dan memahami Struktur Utama Rumah Joglo
3. Mengetahui dan memahami Arsitektur Rumah Joglo

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rumah Adat Jawa Timur (Joglo)

Rumah adat Jawa Timur (Joglo) dasar filosofi dan arsitekturnya sama dengan rumah
adat di Jawa Tengah (Joglo). Rumah adat Joglo di Jawa Timur masih dapat kita temui
banyak di daerah Ponorogo. Pengaruh Agama Islam yang berbaur dengan kepercayaan
animisme, agama Hindu dan Budha masih mengakar kuat dan itu sangat berpengaruh
dalam arsitekturnya yang kentara dengan filsafat sikretismenya. Kebanyakan rumah joglo
yang terdapat di Ponorogo adalah rumah adat joglo yang memiliki dua ruangan yaitu :

1. Ruang depan (pendopo) yang difungsikana sebagai :


 Tempat menerima tamu
 Balai pertemuan (karena awalnya hanya dimiliki oleh bangsawan dan kepala desa)
 Tempat untuk mengadakan upacara – upacara adat
2. Ruang belakang yang terdiri dari :
 Kamar – kamar
 Dapur (pawon)

Sedangkan ruang utama/ruang induk pada rumah joglo dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu :

1. Sentong kiwo (kamar kiri)


2. Sentong tengan (kamar tengah)
3. Sentong tangen (kamar kanan)

Rumah Joglo umumnya terbuat dari kayu Jati. Sebutan Joglo mengacu pada bentuk
atapnya, mengambil stilasi bentuk sebuah gunung. Stilasi bentuk gunung bertujuan untuk
pengambilan filosofi yang terkandung di dalamnya dan diberi nama atap Tajug, tapi untuk
rumah hunian atau sebagai tempat tinggal, atapnya terdiri dari 2 tajug yang disebut atap
Joglo/Juglo/Tajug Loro. Dalam kehidupan orang Jawa gunung merupakan sesuatu yang
tinggi dan disakralkan dan banyak dituangkan kedalam berbagai simbol, khususnya untuk
simbol-simbol yang berkenaan dengan sesuatu yang magis atau mistis. Hal ini karena
adanya pengaruh kuat keyakinan bahwa gunung atau tempat yang tinggi adalah tempat
yang dianggap suci dan tempat tinggal para Dewa.

2
Rumah Joglo juga menyiratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang
berdasarkan sinkretisme. Keharmonisan hubungan antara manusia dan sesamanya
(“kawulo” dan “gusti”), serta hubungan antara manusia dengan lingkungan alam di
sekitarnya (“microcosmos” dan “macrocosmos”), tecermin pada tata bangunan yang
menyusun rumah joglo. Baik itu pada pondasi, jumlah saka guru (tiang utama), bebatur
(tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya), dan beragam ornamen
penyusun rumah joglo

2.2. Struktur Utama Rumah Joglo


Rumah Joglo memiliki struktur utama berupa struktur Rongrongan, yang terdiri dari :
Keterangan :

A. Umpak
B. Soko Guru
C. Sunduk
D. Sunduk Kili
E. Pengeret
F. Blandar
G. Tumpangsari

Penjelasan :
A. Umpak
Pondasi umpak dipakai untuk bangunan sederhana yang umumnya di buat dari
rangka kayu dengan dinding dari papan atau anyaman dari bambu.
Pondasi umpak dipasang di bawah setiap tiang -tiang penyangga. Tiang-tiang ini satu
dan yang lainya saling dihubungkan dengan balok-balok kayu yang dipasang
dibagian bawah tiang yang juga untuk menumpu papan-papan lantainya, dan bagian
atas tiang yang menyatu dengan rangka atapnya. Untuk memelihara keawetan kayu -
kayunya, pondasi umpak dibuat buat sampai keluar dari permukaan tanah setinggi
kurang lebih 1,00 m. Pondasi umpak umumnya dibuat seperti berikut :
- Pasangan bata yang disusun bertangga
- Pasangan batu kali
- Cor beton tidak bertulang
- Batu alam yang dibentuk menjadi umpak

3
A. Soko Guru
Konstruksi atap Joglo ditopang oleh Soko Guru (tiang utama) yang berjumlah 4
buah. Jumlah ini adalah merupakan simbol adanya pengaruh kekuatan yang berasal
dari empat penjuru mata angin, atau biasa disebut konsep Pajupat. Dalam konsep ini,
manusia dianggap berada di tengah perpotongan arah mata angin, tempat yang
dianggap mengandung getaran magis yang amat tinggi. Tempat ini selanjutnya
disebut sebagai Istilah Guru digunakan untuk menunjukan bagian utama (inti) dari
sebuah konstruksi Joglo. Soko Guru menopang sebuah konfigurasi balok yang terdiri
dari Blandar dan Pengeret disebut sebagai Pamidhangan atau Midhangan.
B. Sunduk
Sunduk yaitu bagian atas saka guru yang saling dihubungkan oleh penyambung/
penghubung dan berfungsi sebagai stabilisator konstruksi tiang untuk menahan
goncangan/goyangan. Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti
“penusuk”.
C. Sunduk Kili
Sunduk kili yaitu balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
D. Pengeret
Pengeret yaitu balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang, kerangka rumah
bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan
blandar.
E. Blandar
Blandar merupakan balok kayu yang terdapat pada konstruksi rumah adat tradisional
jawa. Balok kayu ini mempunyai fungsi vital sebagai bagian pembentuk kontruksi
rumah.
F. Tumpangsari
Tumpangsari merupakan pengakhiran dari struktur Rongronganyang ditopang oleh
bladar dan pengeret. Tumpangsari merupakan susunan balok menyerupai piramida,
dan bisanya dihiasi oleh ukiran yang sangat indah dan berfungsi menopang bagian
langit-langit Joglo (pamindhangan). Tumpangsari terbagi menjadi 2 bagian
yaitu Elar dan Elen, dijabarkan sebagai berikut :
1. Elar
 Berada diposisi lingkar luar konfigurasi Blandar-Pengeret ;
 Berfungsi sebagai penopang usuk dan struktur atap lainnya ;
 Berjumlah ganjil yaitu 3 (tiga) atau 5 (lima).

4
2. Elen
 Berada diposisi lingkar dalam konfigurasi Blandar-Pengeret;
 Berfungsi sebagai langit-langit struktur Rongrongan dan menopang papan
penutup langit-langit (Pamindhangan);
 Berjumlah ganjil yaitu 5 (lima), 7 (tujuh), atau 9 (sembilan).
Tumpangsari pada bangunan Joglo terbagi menjadi 2 grid persegi empat yang sama
dan simetris, yang dipisahkan dan ditopang tepat ditengah-tengah oleh
balok Dadapeksi.
Hubungan antara Soko Guru-Sunduk-
Sunduk Kili menggunakan sistim Purus.
Sedangkan antara Soko Guru-Pengeret dan
Blandar menggunakan sistim Cathokan.
Sistim persendian antara Umpak dan Soko
Guru dapat berfungsi untuk mengurangi
getaran pada saat bencana gempa bumi.
Sedangkan sistem Purus & Canthokan yang
bersifat jepit terbatas menjadikan atap
berlaku sebagai bandul yang
menstabilkan bangunan saat menerima
gaya gempa.
2.2.1 Detail Rangka Joglo

5
Penjelasan :
1. Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap
sebagai “kepala” bangunan.

2. Ander (saka-gini), balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai
penopang molo.

3. Geganja, konstruksi penguat/stabilisator ander.

4. Pengeret (pengerat), balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang;


kerangka rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah
dan ditautkan dengan blandar.

5. Santen, penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.

6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.

7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.

8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok /


tumpang-sari pada brunjung.

9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah


tengah pamidhangan.

10. Penitih/panitih.

11. Penangkur.

12. Emprit-Ganthil, Penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur
yang terhimpit.

13. Kecer, balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.

14. Dudur, balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan
penangkur dengan molo.

15. Elar (sayap), bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap.

16. Songgo-uwang, konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif.

6
2.3 Arsitektur Rumah Joglo
1. Elemen Arsitektural
Elemen arsitektural suatu bangunan terdiri dari lantai, dinding, atap,
ornament/langgam, tiang kolom dan detail dekoratif, dimana elemen-elemen tersebut
dapat mempengaruhi makna dan filosofis bangunan, khususnya pada arsitektur
tradisional. Pada rumah tradisional Ponorogo ini umumnya mirip dengan bentuk
bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Oleh sebab itu, bangunan khas Jawa Timur
umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan
(empyak setangkep).

Bentuk bangunan yang merupakan bentukan joglo tersebut sangat terlihat dengan jelas
pada fasad bangunannya. Dari posisi sudut pandang sinilah, bangunan ini dapat
dinikmati kemegahan dan keagungannya yang memberikan ciri khas tersendiri di
tengah- tengah keadaan yang telah termakan oleh ’kemajuan’ sudut pandang
indivualis, yang segalanya hanya diukur oleh kenikmatan materialistis semata.

Parameter untuk mengatasi pengaruh iklim pada rumah di Ponorogo :

 Orientasi, omah tradisional di Ponorogo arah


hadap rumah selalu menghadap ke arah utara
atau selatan. Arah memanjang (molo)
membujur ke arah timur dan barat, sehingga
bagian yang memajang sedikit kena sinar
matahari, sekaligus dapat menerima tiupan
angin lebih banyak.
 Sistem ventilasi atap, untuk tipe joglo dan limasan tidak ada lubang ventilasi
yang dirancang khusus untuk mengalirkan udara ke dalam atap.

7
Namun demikian dengan menggunakan bahan atap dari genteng, dimungkinkan
angin masih dapat berembus melalui celah-celah genteng. Hal ini masih belum
cukup menjadikan ruang nyaman, karena tanpa adanya plafond.
Sistem ventilasi atap ini akan tidak diperlukan apabila tiap-tiap masa ruang terpisah,
dan berjarak cukup sehingga hembusan angin dapat menetralisir rambatan panas di
dalam ruang.
 Pembayangan, penahanan terik matahari langsung diterima oleh atap dari bahan
genteng, melalui celah-celah masuklah sinar matahari menerangi di dalam ruang.
Hal ini akan menghangatkan ruang di pagi hari, namun ketika hari mulai siang terasa
ruangan menjadi panas karena tidak adanya plafon.

2. Karakteristik Bentuk dan Ruang Arsitektural


Karakteristik bentuk dan ruang rumah Ponorogo disini sama seperti rumah tradisional
Jawa yang lain. Dimana secara garis besar terdapat “longkangan” (ruang), “panggonan”
(tempat untuk menjalani kehidupan), “panepen” (tempat kediaman/ ”settle-ment”)
dan “palungguhan” (tempat duduk/berinteraksi).

Pada gambar fasade bangunan di atas, terlihat jika pintu yang menghubungkan
antara teras dan ruang ‘ndalem’ tersebut tinggi dan hampir menyentuh langit-langit
plafond. Bangunan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian sayap kiri, bagian sayap kanan
dan bagian tengah sebagai bangunan utama. Di sayap kiri terdapat ruang keluarga dan
kamar-kamar, di sayap kanan terdapat area servis, sedangkan di ruang utama terdapat
ruang umum dan ruang pertemuan keluarga.

8
Gambar ruang ndalem

Ruang tengah yang digunakan sebagai ruang utama sengaja dibuat cukup luas
dengan bahan bangunan sebagian besar terdiri dari kayu. Tidak mengherankan kalau
pada bangunan ini banyak pilar-pilar yang menyangga sosok bangunan. Ruang-ruang
yang ada di bagian utama ini seolah-olah menjadi satu. Pemisahan antar ruang tersebut
hanya dilakukan dengan dinding yang tidak penuh.

3. Keunikan dari Obyek Arsitekrur

Atap rumah ini memiliki


hiasan/ornamen yang terdapat
pada puncak atap. Ornamen ini
selain sebagai hiasan juga
berfungsi sebagai merapikan
beban atap dan mempertahankan
konstruksi atap.

Salah satu bagian dari


struktur atap ini dapat juga
berfungsi ornamen/hiasan
pada interior ruangan

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

10
DAFTAR PUSTAKA

http://achmad-jf.blogspot.com/2012/06/mengulas-sistem-struktur-joglo-dan-arti.html
http://rumahadatkujawa.blogspot.com/p/5-rumah-joglo-rumah-adat-tradisional.html
http://www.hdesignideas.com/2011/01/konstruksi-joglo-rumah-adat-jawa
htmlhttps://anzdoc.com/rumah-tradisional-ponorogo.html

11

Anda mungkin juga menyukai