Anda di halaman 1dari 14

A.

RUMAH TRADISIONAL JAWA TENGAH

Provinsi Jawa Tengah terdapat di bagian tengah


Pulau Jawa dan yang kota yang menjadi Ibukotanya
adalah Semarang. Provinsi Jawa Tengah berbatasan
dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, sedangkan
sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan
Daerah Istimewa Yogyakarta, lalu disebelah timur
berbatasan dengan Jawa Timur, dan di sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa. Selain itu Provinsi Jawa
Tengah juga mencakup Pulau Nusakambangan di sebelah selatan dan juga Kepulauan
Karimun Jawa di Laut Jawa. Rumah joglo di bangun dengan desain arsitektur yang
sangat menarik serta penuh dengan nilai filosofi yang mencerminkan budaya jawa yang
kental dan masih di pegang erat.

Salah satunya yakni desain rangka atapnya yang mempunyai bubungan cukup
tinggi , itu semua disebabkan terdapat 4 tiang di tengah rumah yang berukuran lebih
tinggi atau biasa di sebut soko guru.Keempat tiang inilah yang menjadi penopang atau
penyangga dari rumah adat Jawa Tengah. Selain itu, tiang ini bisa berfungsi menjadi
tempat pertemuan rangka atap yang akan menopang beban atap

Sementara pada bagian atap rumah joglo memakai genteng yang terbuat dari
tanah liat. Dahulu kala sebelum di temukan genteng yang terbuat dari tanah liat, rumah
adat Jawa Tengah ini menggunakan atap yang terbuat dari ijuk atau alang-alang yang
di anyam. Anyaman ini dibuat sedemikian rupa sehingga bisa rapat dan melindungi
rumah dari hujan dan panas , Penggunaan desain atap dengan bubungan yang tinggi
serta material yang terbuat dari alam membuat suhu ruangan di dalam rumah tetap
dingin dan sejuk.

Selain itu juga, rumah joglo ini bisa menyatu dengan alam serta memberikan
makna filosofis tersendiri. Pada bagian dinding rumah tradisional jawa tengah memakai
kayu keras Begitu pun juga dengan tiang, rangka atap, pintu, dan jendelanya bisa di
katakan secara umum bahwa bagian rumah joglo terbuat dari kayu yang sangat kokoh.
Seperti kayu jati asli, kayu jati ini memang sangat kuat dan awet. Kayu jati mempunyai
ketahanan yang tinggi sehingga bisa bertahan lama hingga puluhan tahun. Kebanyakan
rumah joglo yang bisa kita temukan saat ini memakai bahan kayu jati sebagai material
utamanya.
Ciri khas rumah joglo secara umum. Berikut ini adalah ciri-ciri khas dari rumah joglo
secara umum;

 Mempunyai pekarangan yang luas dan lapang tanpa dibatasi oleh sekat
 Bangunannya berbentuk persegi panjang
 Mempunyai tiga pintu depan dan terdapat tiang yang disebut Soko Guru atau
Saka Guru.
 Denah utama rumah Joglo terdiri dari tiga bagian utama yaitu, Pendhapa atau
Pendopo, Pringgitan dan Omah
 Dalem atau Omah Njero dan bagian tambahan lainnya
A. Struktur Rumah Joglo

Biasanya rumah Joglo dibangun memakai kayu jati berkualitas tinggi sehingga
awet tetapi juga mahal. Oleh sebab itu dahulu rumah Joglo hanya mampu dibangun
untuk masyarakat kalangan atas. Struktur utama rumah Joglo berupa struktur
Rongrongan yang terbentuk dari beberapa bagian seperti gambar dibawah ini:

Walaupun strukturnya dibangun dari beberapa bagian tapi rumah Joglo lebih
dikenal dengan tiang soko guru dan tumpang sarinya. Tiang Soko Guru atau Sakaning
Guru adalah empat buah tiang penopang atap yang berada dibagian tengah pendhapa
dan lebih tinggi dari tiang-tiang lainnya. Selain kegunaanya sebagai penopang atap dan
penyangga tegaknya rumah, masing-masing tiang ini juga menjadi simbol empat arah
mata angin yang mewakili empat esensi kesempurnaan hidup dan esensi dari sifat
manusia.

Tiang soko guru ini terletak dibagian pendopo


terdiri bersama dengan tiang pangarak atau tiang
samping yang menopang bagian lain pendopo.
Mesikupun kegunaanya sebagai penopang atap,
tiang-tiang soko guru ini tidak langsung bersentuhan
dengan atap, akan tetapi menempel pada undakan-
undakan atau balok-balok yang bersusun dan
memiliki pola piramida terbalik atau brunjung, yakni
semakin ke bawah semakin mengecil atau yang
biasa dikenal dengan tumpang sari.

Selain bentuk brunjung atau piramida terbalik, sekarang ini banyak juga tumpang
sari yang berbentuk hampir mirip dengan piramida dimana susunan balok semakin ke
atas semakin mengerucut. Tumpang sari ini memiliki fungsi untuk menopang bagian
langit-langit Joglo (pamindhangan).

rajajoglo.blogspot.com
Selain tiang soko guru dan tumpang sari, tentu saja atap rumah joglo menjadi ciri
khas utama rumah joglo. Penyebutan Joglo berdasarkan bentuk atapnya yang
berbentuk gunung dan dinamakan Tajug, namun kemudian berkembang menjadi atap
Joglo/Juglo yaitu singkatan dari Tajug Loro atau dua tajug yang digabungkan menjadi
satu.

Atap rumah Joglo tersusun atas dua bagian, yakni rangka


atap dan penutup atap. Bahan yang biasanya dipakai untuk
rangka atap Joglo yaitu kayu, baik kayu polos maupun yang
dipenuhi ukiran, yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
masing-masing penghuni. Rumah adat Jawa Tengah.
Sedangkan bahan penutup atap biasanya menggunakan
genteng tanah liat dan atap sirap.

Genteng tanah liat dihasilkan dari tanah liat yang ditekan


kemudian dibakar. Kekurangan dari genteng ini ialah terjadinya
perubahan warna dan munculnya jamur bila semakin lama
digunakan.

Sedangkan atap sirap terbuat dari kepingan tipis kayu


ulin. Kelebihan penutup atap ini yaitu ringan, kuat, memantulkan
panas sehingga membuat ruangan dibawah lebih sejuk dan membuat tampilan atap
lebih cantik. Selain itu atap sirai mampu bertahan sampai 25 tahun bahkan bisa
selamanya bergantung dari lingkungan, kualitas kayu yang digunakan, dan besarnya
sudut atap.

Bentuk atap rumah Joglo terdiri dari beberapa macam, seperti gambar dibawah ini;
Joglo Joglo Hageng Joglo Joglo Lambang
Pengrawit Jompongan Sari

Joglo Ceblokan Joglo Joglo Kepuhan Joglo Kepuhan


Mangkurat Apitan Lawakan

Joglo Kepuhan Joglo Semar Joglo Sinom Joglo Wantah


Limalasan Tinandu Apitan Apitan
B. RUMAH TRADISIONAL ACEH

1. PONDASI:

Dilihat dari sistim penyaluran beban menggunakan


titik-titik yang disalurkan melalui batang kayu utuh bulat
dengan ditancapkan ke tanah, seperti sistim tiang pancang.
Pada masa kini pondasi menggunakan kayu bulat yang di
cor semen pada bagian yang berhubungan ke tanah
sehingga lebih awet dan kokoh.
2. KOLOM (TAMEE)
Banyak tiang Rumoh Aceh rata-rata bcrjumlah 16. 20. 24 dan ada yang sampai
28 buah tiang dan lebih. tergantung pada besar dan kecilnya rumah itu dibuat. Di antara
sekian banyak jurnlah tiang itu, terdapat 20 buah tiang utama yang dinamakan “Tiang
Raja” atau “Tameh Raja’ dan “Tiang Putri” atau “Tameh Putroe”.
3. TANGGA

Untuk memasuki Rumoh Aceh, pertama-tama harus


melewati “reunyeun” (tangga). Tangga yang terdapat pada
setiap Rumoh Aceh memiliki jumlah anak tangga ganjil yaitu
antara 7 sampai 9 buah anak tangga. Makna dari jumlah
anak tangga tersebut berdasarkan kepercayaan orang Aceh
bahwa setiap jumlah hitungan selalu ada hubungan dan
pengaruhnya dengan ketentuan langkah, rezeki, pertemuan
dan maut.
4. PINTU
Tinggu pintu masuk Rumoh Aceh sekitar 120-150 cm. Dengan ketinggian yang
tidak melebihi dahi manusia ini membuat siapapun yang hendak masuk ke dalam
Rumoh harus merunduk. Hal ini merupakan aturan turun menurun yang berarti sebuah
penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya.
5. JENDELA

Jendela Rumoh Aceh umumnya dibuat pada dinding sebelah Barat dan Timur.
Jendela ini merupakan jendela utama yang menyambut udara bersih dan sinar
mataharai pagi ke dalam rumah. Sedangkan jendela yang dibuat pada dinding bagian
Utara dan Selatan hanya berfungsi untuk menerangi bagian dalam rumah.
6. DINDING
Dinding Rumoh Aceh berbahan dasar kayu enau. Hanya berfungsi sebagai
pembatas ruang luar dengan ruang dalam.
7. LANTAI
Lantai Rumoh Aceh terbuat dari papan. Jarak celah antara papan sekitar 1 cm.
Hal ini berfungsi untuk mempermudah pembuangan kotoran dari dalam rumah saat
sedang menyapu.
8. DENAH
Rumoh Aceh melintang dari Timur ke Barat atau sebaliknya. Hal ini disebabkan
oleh faktor geografis dimana angin di daerah Aceh biasanya bertiup dari Timur ke Barat
atau sebaliknya. Adapun hal lain yaitu untuk mempermudah menentukan arah kiblat.
Rumoh Aceh terdiri dari 3 bagian utama yaitu,:
 Seuramoe Keue (Serambi Depan)
 Seuramoe Teungoh (Serambi Tengah)
 Seuramoe Likot (Serambi Belakang)
Sedangkan bagian tambahan lain yaitu
 Seulasa (Teras) terletak di bagian depan rumah
 Rumoh Dapu (Dapur) letaknya berdekatan atau tersambung dengan serambi
belakang dengan lantai yang lebih rendah dari serambi belakang.
 Kroong Pade (Lumbung Padi) bangunannya terpisah dari rumah. Letaknya bisa
di depan, samping atau belakang rumah.

9. ATAP

Penutup atap Rumoh Aceh menggunakan daun rumbia yang diikat dan disusun
dari pojok kiri bawah sampai ke pojok kanan atas dengan jarak antara tulang daun
berikatannya rata-rata 1,5 – 2 cm sehingga terlihat sangat tebal. Hal ini bertujuan
apabila terjadi kebakaran maka cukup hanya dengan menurunkan ikatan di atas secara
keseluruhan dan atap akan terseret jatuh ke bawah.
C. RUMAH TRADISIONAL GORONTALO

Pada mulanya rumah-rumah di Gorontalo merupakan sebuah bentuk segi empat


yang besar dan luas dengan bentuk atap yang tinggi. Rumah ini terbagi menjadi empat
bagian yakni surambe (tampat menerima tamu lelaki), duledehu / hihibata (tempat
menerima tamu wanita), huali (tempat istirahat) dan depula (dapur). Biasanya dapur di
pisahkan oleh jembatan dari bangunan utama, menurut adat masyarakat Gorontalo,
dapur itu merupakan rahasia, jadi setiap tamu yang bertandang kerumah tidak boleh
melewati jembatan tersebut.
Disamping itu orientasi bangunan harus menghadap ke timur, dengan posisi
kamar menghadap ke utara. Hal ini menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo bahwa
semua rejeki itu selalu datang berbarengan dengan sinar matahari, dan posisi kamar
yang menghadap ke utara karena rejeki selalu mengalir seperti air sungai, yaitu dari
utara ke selatan. Selain itu posisi rumah sebelah kanan terdapat masjid, sebelah kanan
rumah terdapat luyu (tempat menyimpan hasil pertanian) dan di depan terdapat
lapangan.
Sejak revolusi industri banyak perubahan yang terjadi pada bentuk rumah
tradisional masyarakat Gorontalo, mulai posisi tangga yang semula hanya satu dan
berada didepan bangunan, diubah menjadi dua dan berada di samping kiri dan kanan
bangunan, sampai bukaan pintu dan posisi kamar yang sejajar sampai kebelakang.
Rumah tinggal pada masyarakat Gorontalo digunakan sebagai tempat melakukan
aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang disebut dengan bele.
Berdasarkan sejarah pekembangan rumah masyarakat Gorontalo mulai dari yang
paling sederhana yakni membuat hunian di pohon-pohon sampai ke perkembangan
rumah yang lebih sempurna yang dinamakan Bele Dupi. Bele Dupi inilah yang
berkembang terus menyesuaikan peradaban masyarakat gorontalo yang sampai
sekarang sudah mulai punah.

Rumah Bele Li Tidulu Gorontalo


Sumber : sketsa

Sebelum mengenal papan atau kayu, mereka menggunakan dahan pohon


sebagai tempat tinggal yang dikenal dengan sebutan wombohe. Dengan adanya alat-
alat pemotong kayu, maka mereka mulai membangun rumah yang bertiang namun
masih beralas tanah dan berdinding dedaunan yang disebut bele huta-huta, kemudian
diganti dengan bambu yang dibelah-belah yang dikenal dengan bele tolotahu. Seiring
dengan perkembangan zaman, maka perkembangan teknologi pun mulai merubah pola
pikir dan perilaku masyarakat. Rumah yang awalnya menggunakan bambu diganti
dengan papan mulai dari bele yilandongo, bele kanji, bele dupi, bele lo tidulu, banthayo
po bo’ide sampai iladia.
Pada zaman dahulu masyarakat yang mendiami rumah di Gorontalo dibedakan
berdasarkan strata sosial, rumah (Bele) digolongkan menjadi (Daulima 2008) :
1. Bele Yiladea, jenis rumah yang dihuni oleh raja pada pusat-pusat kerajaan di
setiap kabupa
2. Bele Lo ti duulu, yakni rumah yang dihuni oleh kepala kampung, dilengkapi dengan
pe
3. Bele Pitu lo palata (rumah tujuh buah atap rumbia, 1 atap panjang 3 meter berarti
panjang rumah 7 x 3 meter = 21 meter), dan lebar 60 cm berarti 7 x 60 berarti 4,20
m, yakni jenis rumah yang dihuni oleh orang kaya.
4. Bele Dupi, yakni jenis rumah yang ditinggali oleh masyarakat kebanyaka
Berikut dibawah ini akan ditampilkan beberapa bentuk rumah adat yang ada di Gorontalo,
yaitu :

Bentuk-Bentuk Rumah Adat Gorontalo


Sumber : repository.ung.ac.id
Seiring perkembangan jaman serta bahan-bahan bangunan yang juga ikut
berubah begitu juga dengan arsitektur rumah adat gorontalo tidak lagi seperti dulu. Itu
terlihat pada bangunan yang ada sekarang, sebagai contoh adalah bangunan yang
difungsikan sebagai balai musyawarah yang bernama Dolohupa atau Banthayo Po
Bo’ide (rumah tempat bermusyawarah) yang terbuat dari papan dan atap rumbia. yaitu:

 Arsitektural
 Karakteristik Rumah Tradisional Adat Gorontalo
1. Bentuk dan Pola Ruang

Sketsa Bentuk dan Pola Ruang Rumah Adat Gorontalo


Denah pada gambar A berbentuk segiempat utuh dan tidak terdapat sulambe /
teras pada sisi kiri, kanan dan belakang. Kemudian deenah pada gambar B berbentuk
segiempat utuh dan terdapat sulambe / teras pada sisi kiri, kanan dan belakang.
2. Formasi dan Jumlah Tiang

Sketsa Formasi dan Jumlah Tiang

Sesuai yang dijelaskan sebelumnya terdapat tiga kategori sebagai karakteristik


dalam sebuah bangunan yakni antara perbedaan status sosial dan martabat seperti
rumah tinggal yang dihuni para raja, para orang kaya dan orang menengah ke bawah.
Tiang C (Tiang Dasar/potu) dapat berubah-ubah sesuai tingkatannya. Untuk rumah
tinggal para raja Tiang C (tiang dasar/potu) berjumlah 32 bh, untuk rumah tingal para
orang kaya berjumlah 28 bh sedangkan rumah tinggal pada rakyat biasa berjumlah 20
bh. Selain tiang C, tiang A dan tiang B jumlahnya sama arena digunakan untuk menopang
bagian atasnya. Tiang A (tiang utama/wolihi) berjumlah 2 bh dan Tiang B (tiang depan)
berjumlah 6 bh.
3. Bentuk dan Posisi Tangga

Sketsa Denah Perletakan Tangga

Sketsa Tampak Depan


Sketsa Tampak Samping
Bentuk A (hanya terdapat 1 tangga konsentris pada tengah ruang/badan
rumah, bentuk ini berkembang pada periode awal. Bentuk B (tangga terletak pada kiri
kanan rumah. Model ini berkembang setelah masuknya Belanda di Gorontalo. Jumlah
anak tangga pada bangunan adat Gorontalo harus berjumlah ganjil seperti 5, 7 dan
seterusnya.
4. Orientasi Bangunan

Sketsa Orientasi Bangunan


Sumber :

Orientasi bangunan pada rumah adat gorontalo adalah ke jalan dan ke lapangan atau
alun-alun, hal ini tidak menjadi patokan karena pada jaman dahulu biasanya digunakan
sebagai akses komunitas dan interaksi sosial masyarakat kampong.

5. Zoning Ruang
 Zoning Vertikal

Sketsa Zoning Bangunan Secara Vertikal


Ketinggian antara lantai ke plafond tidak boleh kurang dari 3 meter dan lebih dari 5
meter, dan ketinggian dari lantai ke bubungan tidak boleh lebih dari 7 meter.
6. Bentuk, Material dan Konstruksi Atap

Sketsa dan Gambar Tampak Depan

Sketsa Tampak Samping

Atap bersusun dua berkembang setelah masuknya zaman Belanda :


 Dihiasi ornament pada seluruh pinggiran lisplank.
 Terdapat 3 jendela 1 jendela sesuai lebar atap bangunan pada bagian depan
 Material atap awalnya dari rumbia seiring dengan perkembangan diganti
dengan sen
Sebelum masuknya zaman Belanda atap bangunan pada rumah adat gorontalo
tidak bersusun, tidak terdapat jendela dan tidak terdapat ornament pada poinggiran
listplank.

Gambar 17. Sketsa Konstruksi Atap


Sumber :

7. Konstruksi dan Material Plafond (ta’ubu)


Material Plafond
Material plafond dari kayu/papan pemasangan dengan sistem pen dan pasak

8. Konstruksi dan Material Dinding (dingingo)

Material Dinding
Material dinding dari kayu/papan yang dipasang secara verikal. Terdapat balok diagonal
sebagai penguat dinding dipasang dengan sistem pasak.

9. Konstruksi dan Material Lantai (dingingo)

. Material Lantai
Material lantai dari papan (A) Pembatas berupa balok menonjol di atas lantai sebagai
pembeda fungsi ruang (Pihito).
10. Material dan Konstruksi Bawah Kantai

Konstruksi dan material bawah lantai

Anda mungkin juga menyukai