A. Tapanuli Utara
1. Tari Tor-Tor Tujuh Cawan
Dalam suku batak tongkat panaluan dipakai oleh para datu dalam upacara
ritus, dan tongkat ini dipakai para datu (dukun) dengan tarian tortor yang diiringi
gondang (gendang) sabangunan.
Konon menurut sejarah suku batak bahwa Tunggal Panaluan ini merupakan fakta
sejarah yang memiliki kisah hubungan terlarang, pada dahulu kala ada seorang
raja yang tinggal di desa Sidogor dogor Pangururan di pulau Samosir di teluk
perpisahan antara darat dan air, Raja ini bernama Guru Hatiabulan dengan
memiliki seorang istri bernama Nan Sindak Panaluan.
3. Tor-Tor Sigale-Gale
4. Tari Souan
Tari ini berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tari ini merupakan tari ritual,
dahulunya tari ini dibawakan oleh dukun sambil membawa cawan berisi sesajen
yang Sebagai media penyembuhan penyakit bagi masyarakat Tapanuli Utara.
B. Tapanuli Selatan
1. Tari Endeng-Endeng
Endeng-endeng dapat dikategorikan sebuah perpaduan tarian dan pencak
silat. Tradisi ini lazimnya dilakukan masyarakat yang sedang menggelar pesat
khitanan (sunat rasul) atau malam pesta perkawinan oleh masyarakat.Tari ini
menggambarkan semangat dan ekspresi gembira masyarakat sehari- hari. Tari
endeng-endeng merupan tari tradisi yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan.
Dalam penampilannya, endeng-endeng dimainkan oleh sepuluh pemain yakni dua
orang bertugas sebagai vokalis, satu orang pemain keyboard, satu orang pemain
tamborin, lima orang penabuh gendang, dan seorang pemain ketipung (gendang
kecil). Biasanya lagu yang dibawakan berbahasa Tapanuli Selatan. Setiap tampil,
kesenian ini memakan waktu empat jam. Daya tarik kesenian ini adalah joget dan
tariannya yang ceria, sesuai dengan lagu-lagu yang dibawakan.
Simalungun
v Tari Toping-Toping (Huda-Huda)
Tari moyo atau tarian elang juga merupakan tarian yang biasa digunakan
untuk penyambutan tamu agung yang dilakukan secara adat. Tarian ini biasanya
dibawakan oleh gadis-gadis Nias yang melakukan gerakan layaknya burung elang.
f. Karo
v Tari Piso Surit
Piso Surit adalah salah satu tarian Suku Karo yang menggambarkan
seorang gadis sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut
sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung Piso Surit yang
sedang memanggil-manggil. Piso dalam bahasa Batak Karo sebenarnya berarti
pisau dan banyak orang mengira bahwa Piso Surit merupakan nama sejenis pisau
khas orang karo. Sebenarnya Piso Surit adalah bunyi sejenis burung yang suka
bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang
memanggil-manggil dan kedengaran sangat menyedihkan. Jenis burung tersebut
dalam bahasa karo disebut "pincala" bunyinya nyaring dan berulang-ulang dengan
bunyi seperti "piso serit". Kicau burung inilah yang di personifikasi oleh
Komponis Nasional dari Karo Djaga Depari dari Desat Desa dan penyelenggaraan
pesta adat di Desa Seberaya diberi nama Jambur Piso Serit.
Berkat kepiawaian Djaga Depari menciptakan lagu-lagu berbasis lagu
Karo, Moralitas Masyarakat Karo,Perkembangan zaman, adat-istiadat Karo,
romantisme sampai kehidupan perjuangan masyarakat Karo semasa merebut
kemerdekan dari tangan penjajah pada masa lalu, sehingga sang maestro
dianugrahkan gelar sebagai komponis nasional Indonesia, dan kini untuk lebih
mengenang jasa-jasa beliau, maka dibangun sebuah monumen Djaga Depari, di
Persimpangan antara Jl Patimura, Jl. Sultan Iskandar Muda dan Jl. Letjen Djamin
Ginting
v Guro-Guro Aron (Terang Bulan)
Guro-guro Aron adalah arena muda-mudi Karo untuk saling kenal dan
sebagai lembaga untuk mendidik anak muda-mudi mengenal adat.
Dahulu acara ini dibuat sebagai salah satu alat untuk membudayakan seni tari
Karo agar dikenal dan disenangi oleh muda-mudi dalam rangka pelestariannya.
Acara ini dilengkapi dengan alat-alat musik khas Karo yakni:
Sarune, gendang (singindungi dan singanaki), juga dari penganak.
g. Dairi