Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Remaja

Dosen Pengampu : - Novita Maulidya Djalal, S. Psi., M. Psi., Psikolog


- Eka Sufartianinsih Jafar, S. Psi., M. Psi., Psikolog

MAKALAH

PERKEMBANGAN INTELEGENSI/KOGNITIF REMAJA

Disusun Oleh :

Kelompok 5
Kelas D
FAUZIAH ASNUR 200701501058
RATI FEBRIANINSIH 200701501130
MAWADDAH NUR AFIFAH 200701502072
IRADAH ARSITYAH NURDIN 200701502128

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga makalah Berjudul “Perkembangan Intelegensi/Kognitif
Remaja” ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Tak lupa shalawat dan salam kita
haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah
membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata Kuliah Psikologi
Perkembangan Remaja serta untuk memahami materi ini lebih baik lagi. Penulis
juga berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Penulis mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan dari segi cara penulisan, tata bahasa maupun dari isi mutu penulisan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati yang paling dalam kami harapkan
saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kelengkapan dan
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 02 Agustus 2021

Kelompok 5 Kelas D

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1

1.3 Tujuan ............................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN .........................................................................................3

2.1 Perkembangan Kognitif Remaja Menurut Piaget ..........................................3

2.2 Kritik Terhadap Teori Piaget .........................................................................4

2.3 Egosentrisme Remaja .....................................................................................6

2.4 Pemrosesan Informasi ...................................................................................7

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................13

3.1Kesimpulan ...................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut
sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing
siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap
suatu objek. Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan
oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
dirinya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Teori kognitif sangat besar
pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia
pada umumnya lebih cenderung cognitive oriented (berorientasi pada intelektual
atau kognisi).
Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau
pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat
intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar juga dapat dikatakan bagian dari
kegiatan yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks dan
komprehensif. Perkembangan kognitif pada manusia dari masa bayi terus
berlanjut hingga remaja. Remaja tidak hanya terlihat berbeda dari anak yang lebih
muda dalam hal ini anak-anak tetapi mereka juga berpikir dan berbicara secara
berbeda. Meskipun pemikiran mereka mungkin masih belum matang dalam
beberapa hal, banyak yang mampu melakukan penalaran abstrak dan penilaian
moral yang canggih dan dapat merencanakan masa depan dengan lebih realistis.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana Teori Kognitif Remaja menurut Piaget?


B. Apa saja Kritik terhadap Teori Kognitif Piaget?
C. Apa itu Egosentrisme?

1
D. Bagaimana Perubahan Pemrosesan Informasi pada remaja?

1.3 Tujuan

A. Untuk mengetahui teori Kognitif Remaja menurut Piaget.


B. Untuk mengetahui apa saja kritik terhadap teori Kognitif Remaja menurut
Piaget.
C. Untuk mengetahui apa itu Egosentrisme.
D. Untuk mengetahui bagaimana perubahan Pemrosesan Informasi yang
terjadi pada Remaja.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Kognitif Remaja Menurut Teori Piaget

Kebanyakan anak muda muncul dari masa remaja dengan dewasa, tubuh
yang sehat dan semangat untuk hidup. Perkembangan kognitif mereka juga terus
berlanjut. Remaja tidak hanya terlihat berbeda dari anak yang lebih muda; mereka
juga berpikir dan berbicara secara berbeda. Meskipun pemikiran mereka mungkin
masih belum matang dalam beberapa hal, banyak yang mampu melakukan
penalaran abstrak dan penilaian moral yang canggih dan dapat merencanakan
masa depan dengan lebih realistis.

Menurut Piaget, ketika anak berusia sekitar 11 tahun, dimulailah tahap


perkembangan kognitif yang keempat dan final yaitu operasional formal. Tahap
Operasional Formal lebih bersifat abstrak dibandingkan pemikiran operasional
konkret. Pemahaman remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman
yang aktual atau konkret. Mereka mampu merekayasa menjadi seakan-akan
benar-benar terjadi, terhadap berbagai situasi atau peristiwa yang murni masih
berupa kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau proposisi-proposisi abstrak, dan
mencoba bernalar secara logis terhadapnya.

Kualitas abstrak pemikiran di tahap operasional formal pada remaja


terbukti pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah secara verbal. Di
mana pemikir operasional konkret perlu melihat elemen-elemen konkret A, B, dan
C agar dapat membuat kesimpulan logis yang menyatakan bahwa, jika A - B dan
B - C, maka A - C, pemikir formal operasional dapat memecahkan masalah ini
hanya melalui presentasi verbal.

Indikator lain yang memperlihatkan kualitas abstrak dari pemikiran remaja


adalah meningkatnya kecenderungan untuk berpikir mengenai pikiran itu sendiri.
Pemikiran yang menyertai sifat dasar abstrak dari pemikiran formal operasional

3
adalah pemikiran yang banyak mengandung idealisme dan kemungkinan,
khususnya di awal tahap formal operasional, ketika asimilasi mendominasi.
Remaja terlibat di dalam berbagai spekulasi mengenai karakteristik-karakteristik
ideal-kualitas yang mereka inginkan terdapat pada dirinya maupun pada orang
lain. Cara berpikir ini sering kali menggiring remaja untuk membandingkan
dirinya dengan orang lain menurut standar ideal tersebut. Di samping itu
pemikiran mereka sering kali bersifat fantasi mengenai kemungkinan-
kemungkinan di masa depan.

Selain berpikir abstrak dan idealistik, remaja juga berpikir logis. Remaja
cenderung memecahkan masalah melalui trial-and-error : remaja mulai berpikir
sebagaimana seorang ilmuwan berpikir, membuat rencana untuk memecahkan
masalah dan secara sistematis menguji solusi. Tipe pemecahan masalah menuntut
penalaran-hipotetis-deduktif (hypothetical-deductive reasoning), mencakup
penciptaan sebuah hipotesis dan melakukan deduksi terhadap implikasinya, yang
memungkinkan untuk menguji hipotesis. Dengan demikian, pemikir formal
operasional mengembangkan hipotesis mengenai cara memecahkan masalah dan
secara sistematis melakukan deduksi terhadap langkah terbaik yang harus
dilakukan untuk memecahkan masalah.

2.2 Kritik Terhadap Teori Piaget

Sejumlah peneliti telah mempertanyakan teori Piaget mengenai tahap


operasional formal (Byrnes, 2008). Di dalam penelitiannya mereka menemukan
bahwa terdapat lebih banyak variasi individual dari yang telah digambarkan oleh
Piaget. Pada kenyataanya hanya terdapat sepertiga remaja awal yang mencapai
pemikiran operasional formal, dan banyak orang dewasa Amerika yang tidak
pernah menjadi pemikir operasional formal, demikian pula orang dewasa di
negara-negara lainnya. Selain itu, pendidikan dalam logika ilmu dan matematika
dapat meningkatkan perkembangan pemikiran operasional formal. Hal ini
mengundang kritik terhadap teori Piaget karena di ketahui bahwa Budaya dan

4
pendidikan memberikan dampak yang lebih kuat terhadap perkembangan kognitif
dibandingkan sebagaimana yang diyakini oleh Piaget (Holzman, 2009: Sternberg
& Williams, 2010). Teori perkembangan kognitif Piaget juga memperoleh
tantangan dalam hal lain (Bauer, 2009). Piaget menyatakan tahapan sebagai
struktur pemikiran yang menyeluruh, yang mengandung sejumlah aspek yang
muncul secara bersama-sama. Meskipun demikian, sebagian besar para ahli
perkembangan kontemporer sepakat bahwa perkembangan kognitif itu tidak
berupa tahapan seperti yang diyakini oleh Piaget (Kuhn, 2009). Di samping itu,
anak-anak dapat dilatih untuk bernalar pada tahap kognitif yang lebih tinggi, dan
sejumlah kemampuan kognitif dapat muncul lebih awal dibandingkan yang
diperkirakan oleh Piaget (Aslin, 2009: Diamond, Casey, & Munakata, 2011:
Spelke & Kinzler, 2009). Beberapa pemahaman mengenai konservasi angka yang
telah muncul di usia 3 tahun, dan tidak harus mencapai usia 7 tahun seperti yang
diyakini oleh Piaget. Kemampuan-kemampuan kognitif lain dapat muncul lebih
lambat dari yang dikemukakan Piaget (Byrnes, 2008). Karena pada kenyataanya,
banyak remaja yang masih berpikir secara operasional konkret atau baru saja
mulai menguasai operasi formal. Bahkan banyak orang dewasa yang bukan (tidak
mencapai) pemikir operasional formal.

Meskipun terdapat pertentangan terhadap ide-ide Piaget. kontribusinya


tetap harus diperhitungkan (Carpendale, Muller, & Bilbok. 2008). Piaget adalah
pendiri bidang perkembangan kognitif dan beliau juga yang membuat banyaknya
konsep kekuatan dan daya tarik yang tahan lama seperti asimilasi, akomodasi,
kekekalan objek, egosentrisme, konservasi, dan lain-lain. Para psikolog pun
berutang pada Piaget tentang memandang anak-anak sebagai pemikir aktif dan
konstruktif. Piaget telah berjasa menciptakan teori yang menghasilkan banyak
penelitian terhadap perkembangan kognitif anak.

Piaget juga merupakan seorang jenius dalam hal mengobservasi anak-


anak. Observasinya yang teliti menunjukkan cara logis untuk menemukan cara
anak-anak bertindak dan beradaptasi terhadap dunianya. Piaget juga menunjukkan
kepada kita bahwa anak-anak perlu menyesuaikan pengalaman dengan skemanya,

5
dan secara simultan mengadaptasi skema tersebut ke pengalaman. Piaget juga
mengungkapkan terjadinya perubahan kognitif jika konteksnya terstruktur,
sehingga memungkinkan pergerakan bertahap ke level berikutnya. Konsep tidak
muncul secara tiba-tiba dan langsung sempurna, namun berkembang melalui
tahap-tahap pencapaian hingga menghasilkan pemahaman yang komprehensif.

2.3 Egosentrisme Remaja

Egosentrisme Remaja merupakan situasi dimana kesadaran diri pada


remaja meningkat. Menurut David Elkind (1976) Egosentrisme remaja
mengandung dua komponen utama yaitu:

a. Audiens Imajinari (imaginary audience)

Keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik kepadanya sebagaimana ia


tertarik kepada dirinya sendiri, seperti tingkah laku menarik perhatian
(berusaha untuk diperhatikan), ingin terlihat, dan berada di atas
“Panggung”. contohnya seorang remaja laki-laki kelas delapan berjalan ke
dalam kelas dengan pikiran bahwa semua mata tertuju padanya karena
sesuatu yang ada di wajahnya, pemikiran remaja bahwa mereka “berada di
panggung” di awal masa remaja dengan meyakini bahwa mereka adalah
“pemeran utama” sementara orang lain adalah penontonnya.

b. Fabel Pribadi (personal fable)

Menurut Elkind, Fabel pribadi (personal fable) adalah bagian dari


egosentrisme remaja yang meyakini bahwa dirinya unik dan tidak
terkalahkan. contohnya seorang remaja bernama putri berusia 13 tahun
mengatakan “Tidak ada seorangpun yang bisa memahamiku, khususnya
orang tuaku, mereka sama sekali tidak memahami perasaanku”. Keyakinan
remaja bahwa diri mereka unik dapat membuat mereka merasa bahwa
tidak seorangpun yang dapat memahami perasaan mereka yang

6
sebenarnya. di dalam perjalanan mereka untuk memahami keunikan
pribadi yang mereka rasakan ini, remaja bisa saja menjadi seorang ahli
kisah mengenai dirinya yang dipenuhi oleh fantasi dan tenggelam ke
dalam dunia yang jauh dari kenyataan. Personal fable seringkali
ditemukan dalam buku harian remaja.

Egosentrisme pada remaja dapat berdampak pada rasa yakin bahwa


mereka tidak terkalahkan atau kuat sehingga mereka merasa bahwa mereka kebal
terhadap bahaya dan bencana sehingga mereka melakukan hal-hal yang beresiko
seperti balapan, menggunakan obat terlarang dan tindakan menyimpang
berbahaya lainnya (Alberts, Elkind, & Ginsberg 2007). Meskipun demikian
terdapat beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa alih-alih merasa
dirinya kuat, remaja cenderung melihat dirinya rapuh untuk mengalami kematian
dini (Bruine de Bruin, Parker & fischhoff, 2007; Fischhoff dkk, 2010; Reyna &
Rivers, 2008)

2.4 Pemrosesan Informasi

Deanna Kuhn (2009) mendiskusikan beberapa karakteristik penting remaja


dalam berpikir dan memroses informasi. Dalam pandangannya, di tahun-tahun
terakhir masa kanak-kanak dan berlanjut ke masa remaja, seseorang mencapai
tingkat kognitif yang mungkin dicapai atau tidak mungkin dicapai, kebalikan
dengan tingkat kognitif universal yang sangat luas yang dapat dicapai di masa
kanak kanak awal. Pada remaja, terdapat beberapa variasi fungsi kognitif. Variasi
ini mendukung pendapat bahwa remaja memproduksi perkembangan mereka
sendiri ke jangkauan yang lebih luas daripada anak-anak. Menurut Kuhn (2009),
kognitif terpenting yang berlangsung pada remaja adalah peningkatan di dalam
fungsi eksekutif, yang melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkat yang lebih
tinggi seperti penalaran, mengambil keputusan, memonitor cara berpikir kritis,
dan memonitor perkembangan kognitif seseorang. Peningkatan di dalam fungsi

7
eksekutif membuat remaja dapat belajar secara lebih efektif dan lebih mampu
menentukan bagaimana memberikan perhatian, mengambil keputusan, dan
berpikir kritis.

Perubahan dalam cara remaja memproses informasi mencerminkan


pematangan lobus frontal otak dan dapat membantu menjelaskan kemajuan
kognitif yang dijelaskan Piaget. Koneksi saraf mana yang layu dan mana yang
menjadi kuat sangat responsif terhadap pengalaman. Dengan demikian, kemajuan
dalam proses kognitif sangat bervariasi di antara individu remaja (Kuhn, 2006).
Peneliti yang melakukan penelitian mengenai pemrosesan informasi telah
mengidentifikasi dua kategori besar perubahan terukur dalam kognisi remaja:
perubahan struktural dan perubahan fungsional (Eccles et al., 2003).

Perubahan Struktural

Perubahan struktural pada masa remaja meliputi:

a. Perubahan kapasitas memori kerja

Kapasitas memori kerja, yang berkembang pesat di masa anak-anak


tengah, terus meningkat selama masa remaja. Perluasan memori kerja
memungkinkan remaja yang lebih tua untuk menghadapi masalah atau
keputusan kompleks yang melibatkan banyak informasi.

b. Peningkatan jumlah pengetahuan yang tersimpan dalam memori jangka


panjang. Informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang dapat
berupa
➢ Pengetahuan Deklaratif

(“Mengetahui Bahwa …”) terdiri dari semua pengetahuan faktual


yang diperoleh dan disimpan dalam memori jangka panjang
seseorang (misalnya, mengetahui bahwa 2 + 2 = 4 dan bahwa
Fakultas Psikologi UNM berada di kampus 1 Gunung sari).

8
➢ Pengetahuan Prosedural

(“Mengetahui Bagaimana …”) terdiri dari semua keterampilan


yang telah diperoleh dan disimpan dalam memori jangka panjang
seseorang, seperti kemampuan mengalikan dan membagi.

➢ Pengetahuan Konseptual

(“Mengetahui Mengapa…”) adalah pemahaman interpretatif yang


diperoleh dan disimpan dalam memori jangka panjang, misalnya,
mengapa persamaan aljabar tetap benar jika jumlah yang sama
ditambahkan atau dikurangkan dari kedua sisi.

Perubahan Fungsional

Aspek-aspek dari perubahan fungsional antara lain yaitu, proses untuk


mendapatkan, menangani, dan menyimpan informasi. Di antaranya adalah belajar,
mengingat, dan menalar, yang semuanya meningkat selama masa remaja. Di
antara perubahan fungsional yang paling penting adalah :

a. Peningkatan kecepatan pemrosesan yang berkelanjutan (Kuhn, 2006)


b. Pengembangan lebih lanjut dari fungsi eksekutif, yang mencakup
keterampilan seperti perhatian selektif, pengambilan keputusan, kontrol
penghambatan respons impulsif, dan manajemen.

Dalam suatu penelitian laboratorium, remaja mencapai kinerja tingkat


orang dewasa dalam penghambatan respons pada usia 14 tahun, kecepatan
pemrosesan pada usia 15 tahun, dan memori kerja pada usia 19 tahun (Luna et al.,
2004). Namun, apa yang diamati dalam situasi laboratorium bisa saja tidak
mencerminkan kehidupan nyata, di mana perilaku juga tergantung pada motivasi
dan regulasi emosi.

9
Mengambil Keputusan

Masa remaja adalah masa di mana seseorang dihadapkan pada banyak


situasi yang mengharuskan untuk melakukan pengambilan keputusan seperti,
teman mana yang hendak dipilih, siapa yang akan diajak kencan, kuliah, dan
seterusnya (Sunstein, 2008). Berdasarkan hasil riset diketahui bahwa remaja yang
lebih tua lebih kompeten dibandingkan remaja yang lebih muda dan remaja yang
lebih muda juga lebih kompeten dibandingkan anak-anak (Keating 1990).
Dibandingkan dengan anak-anak, remaja yang lebih muda cenderung
menghasilkan berbagai pendapat yang berbeda, menelaah sebuah situasi
berdasarkan berbagai perspektif, mengantisipasi konsekuensi dari keputusan, serta
mempertimbangkan kredibilitas sumber.

Sebagian besar orang mengambil keputusan dengan lebih baik pada saat
mereka berada dalam kondisi tenang dibandingkan ketika sedang emosi. Secara
khusus hal ini berlaku pada remaja, yang cenderung memiliki emosi yang kuat.
Seorang remaja yang dalam kondisi tenang mampu mengambil keputusan secara
bijaksana, dan mengambil keputusan yang tidak bijaksana ketika emosinya sedang
tinggi (Paus, 2009, Steinberg, 2008). Dalam kondisi demikian, emosi sering kali
menghambat kemampuan mengambil keputusan. Konteks sosial berperan penting
dalam pengambilan keputusan remaja. Sebagai contoh, keinginan remaja untuk
melakukan tindakan berisiko sering kali terjadi dalam konteks di mana
penyalahgunaan dan godaan lainnya sudah tersedia (Reyna & Rivers, 2008).
Sebuah penelitian juga mengungkapkan bahwa kehadiran rekan sebaya dalam
Situasi berisiko meningkatkan kecenderungan remaja dalam mengambil
keputusan berisiko (Steinberg, 2008).

Satu usulan untuk menjelaskan pengambilan keputusan remaja adalah


model Proses-ganda (dual-process model), yang menyatakan bahwa pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh dua sistem kognitif yaitu analitis dan pengalaman,
yang saling berkompetisi (Klacyznski, 2001: Reyna & Farley, 2006). Model
proses-ganda menekankan bahwa sistem pengalamanlah yang memonitor dan

10
mengelola pengalaman aktual yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan
remaja, bukan sistem analitis. Dalam pandangan ini, keterlibatan remaja dalam
analisis kognitif tingkat tinggi yang efektif dan mendetail mengenai suatu
keputusan tidak akan bermanfaat, terutama dalam konteks dunia nyata dan
berisiko tinggi. Dalam konteks seperti ini, remaja hanya perlu mengetahui bahwa
terdapat beberapa situasi yang sangat berbahaya sehingga harus mereka hindari,
bagaimana pun caranya (Mills, Reyna, & Estrada, 2008). Meskipun demikian,
beberapa ahli kognisi remaja berpendapat bahwa dalam beberapa kasus remaja
dapat mengambil manfaat dari sistem analitis dan pengalaman (Kuhn, 2009).

Remaja membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk melatih dan


mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Banyak keputusan yang
dilakukan di dunia nyata sehubungan dengan seks, obat-obatan terlarang, kebut-
kebutan, terjadi di dalam suasana stres yang mencakup batasan waktu dan
keterlibatan emosi. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pengambilan keputusan pada remaja adalah dengan menyediakan
lebih banyak kesempatan kepada mereka untuk terlibat di dalam bermain peran
dan pengambilan keputusan dengan kelompok teman sebaya.

Berpikir Kritis

Masa remaja adalah periode transisi yang penting di dalam perkembangan


berpikir kritis (Keating, 1990). Berdasarkan sebuah studi yang melibatkan anak-
anak kelas 5, 8, dan 11, diketahui bahwa berpikir kritis meningkat seiring dengan
bertambahnya usia meskipun jumlahnya hanya mencapai 43% pada kelas 11 di
samping itu banyak remaja yang masih memperlihatkan self-serving bias dalam
penalarannya.

Jika keterampilan dasar (seperti keterampilan literasi dan matematika)


tidak dikembangkan semasa kanak-kanak, maka keterampilan berpikir kritis
cenderung tidak akan matang di masa remaja. Para remaja yang kurang
mengembangkan keterampilan dasar semacam itu, kurang memiliki peluang untuk
mengembangkan potensi ini. Meskipun demikian bagi remaja lain, perubahan

11
kognitif yang memungkinkan peningkatan berpikir kritis di masa remaja dapat
mencakup:

a. Meningkatnya kecepatan, otomatisasi, dan kapasitas dalam memroses


informasi, yang memungkinkan penggunaan informasi yang diperoleh
untuk dimanfaatkan bagi tujuan-tujuan lain.
b. Isi pengetahuan yang lebih luas di berbagai bidang.
c. Meningkatnya kemampuan untuk mengkonstruksikan kombinasi baru dari
pengetahuan.
d. Penggunaan strategi atau prosedur secara lebih luas dan spontan dalam
mengaplikasikan atau memperoleh pengetahuan, seperti perencanaan,
mempertimbangkan berbagai alternatif, dan pengawasan kognitif.

12
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan yaitu menurut piaget
pada masa remaja terjadi perkembangan kognitif yang ke-4 sekaligus yang
terakhir yaitu tahap operasional formal yang menjelaskan bahwa pada tahap
proses pemikiran lebih abstrak dan kompleks namun tetap saja terdapat beberapa
kritik terhadap teori ini dikarenakan ada beberapa yang tidak sesuai dengan apa
yang terjadi di kenyataan. diketahui pula terdapat egosentrisme pada masa remaja
yang menyebabkan remaja melakukan hal-hal yang berbahaya dan terdapat
perkembangan pemrosesan informasi yang terjadi pada masa remaja yang
mempengaruhi cara berpikir kritis dan pengambilan keputusan pada masa remaja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Papalia, R. D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Physical and Cognitive
Development in Adolescence. In Human Development.

Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi


13 Jilid 1, Penerjemah: Widyasinta,B). Jakarta: Erlangga.

14

Anda mungkin juga menyukai