Anda di halaman 1dari 12

Mata Kuliah : Kesehatan Mental

Dosen Pengampu : 1. Ahmad Yasser Mansyur S. Ag., S. Psi., M. Si., Ph. D.


2. Andi Halimah S. Psi., M. A.

MAKALAH
“KESEHATAN MENTAL BERDASARKAN SOSIAL”

Disusun Oleh:
Kelompok 1 Kelas D

Vivi Sabela (200701500012)


Asrini (200701502112)
Alfianti Rhamadani (200701500020)
Andi Fatimah Azzahra (200701500036)
Mawaddah Nur Afifah (200701502072)
Anggun Filatamara (200701501138)
Nur Azizah (200701501010)
Muhammad Mudzakkir Abdul Hakim (200701502064)
Iradah Arsityah Nurdin (200701502128)
Fauziah Asnur (200701501058)
Mutmainnah (200701501090)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, tak pernah
luput kami panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan dengan baik makalah
yang berjudul “Kesehatan Mental Berdasarkan Sosial” untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Kesehatan Mental.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
pembelajaran terhadap pembaca.

Makassar, 18 April 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2
2.1 Teori Sosial dan Kesehatan Mental ............................................................................. 2
2.2 Faktor Sosial dan Mental Ilness ................................................................................... 5
2.3 Respons Sosial terhadap Mental Illness ....................................................................... 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 8
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 8
3.2 Saran................................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah mahkluk bio-psikososio-spiritual yang unik dan menerapkan
sistem terbuka serta saling berinteraksi satu sama lain. Manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan dalam hidupnya. Kesimbangan yang dipertahankan oleh
setiap individu dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini
disebut sehat. Dengan kata lain, setiap individu, kelompok dan masyarakat akan merasa
puas dengan dirinya sendiri, puas dengan berbagai peran dalam kehidupannya dan puas
dengan sebuah hubungnnya dengan orang lain. Inilah yang disebut dengan keberfungsian
sosial. (Thakeray, Faley & Skidmore, 1994).
Banyaknya tuntutan yang berasal dari lingkungan hidup manusia turut
mempengaruhi secara timbal balik terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Hal
ini berkaitan dengan keadaan dunia yang semakin maju, ilmu pengetahuan yang terus
berkembang dan teknologi yang semakin canggih dan modern, maka semakin banyak
dan kompleks pula permasalahan hidup yang dihadapi oleh manusia.Artinya, semakin
banyak manusia yang mengalami gangguan kejiwaan ataupun gangguan kesehatan
mental akibat ketidakmampuan mereka dalam memegang nilai-nilai sosiobudayanya
sendiri yang memang seharusnya dipertahankan sebagai fondasi kehidupan
bermasyarakat ataupun karena ketidakmampuan mereka dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu teori sosial dan kesehatan mental?
2. Bagaimana perspektif kehidupan pada faktor sosial dan mental illness?
3. Bagaimana respons sosial terhadap mental illness?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu teori sosial dan kesehatan mental
2. Untuk mengetahui perspektif kehidupan pada faktor sosial dan mental illness
3. Untuk mengetahui respons sosial terhadap mental illness

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Sosial dan Kesehatan Mental


A. Teori Sosial

Teori sosial klasik dikemukakan oleh Emile Durkheim. Durkheim


mengemukakan konsep masalah pokok sosiologi yang dia uji secara empiris. Pokok
bahasan utamanya adalah fakta sosial. Fakta sosial apabila didefinisikan menurut
Durkheim yakni seluruh cara bertindak yang umum digunakan oleh masyarakat dan
pada saat yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual
(Pickering, 2009). Berdasarkan pendefinisian tersebut Durkheim berasumsi bahwa
gejala sosial itu nyata dan mempengaruhi kesadaran tiap individu bahkan
mempengaruhi perilaku individu pula. Karena gejala sosial merupakan bentuk nyata
ataupun faktual tentunya dapat diamati, dapat dipelajari dan dikembangkannya
metode keilmuan dengan gejala sosial sebagai material ilmu sosiologi.

Terdapat dua tipe fakta sosial yang dikemukakan oleh Durkheim yakni fakta
sosial material dan fakta sosial non material (Avison et al., 2007). Fakta sosial dalam
bentuk material berupa barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap serta di
observasi (Pickering, 2009). Contohnya yaitu arsitektur dan norma hukum. Fakta
sosial material mudah dipahami seperti contohnya norma hukum, karena norma
hukum merupakan suatu yang nyata dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan
individu. Sedangkan fakta sosial yang bersifat non material yakni berupa
fenomenanya yang bersifat inter subjektif dan hanya dapat muncul dari dalam
kesadaran manusia seperti contoh egoisme, opini dan altruism (Pickering, 2009).
Fakta sosial yang bersifat non material tidak dapat diraba namun hanya ada dalam
kesadaran manusia.

Durkheim juga menyatakan bahwa individu merupakan bentukan masyarakat.


Menurutnya individu memiliki keinginan tersendiri namun sosialnya
mempengaruhinya sehingga keinginan tersebut tidak muncul. Proses pemaksaan
tersebut dapat terjadi sangat ketat dan ekstrim sehingga dapat mempengaruhi
beberapa aspek individu. Durkheim sangat tertarik pada konsekuensi psikis dari
kehidupan sosial. Salah satu fokusnya yaitu perilaku bunuh diri sebagai dampak dari
kehidupan sosial. Menurutnya salah satu faktor terbesar individu melakukan tindakan
bunuh diri dipengaruhi oleh integritas sosial (Avison et al., 2007). Integritas sosial
mempengaruhi kesehatan mental dalam dua cara utama. Cara yang pertama yaitu
memuaskan kebutuhan afiliasi melalui menghubungkan orang-orang dengan tujuan
yang diberikan secara sosial dan cita-cita yang merupakan sumber utama kepuasan
manusia. Integrasi sosial mempengaruhi kesehatan mental dengan cara yang kedua
yakni melalui pengaturan kebutuhan dan keinginan manusia yang melekat, Durkheim
percaya bahwa manusia memiliki keinginan yang melekat dan selalu merasa tidak

2
terpuaskan. Integrasi yang terlalu banyak dan terlalu luas membuat individu dibanjiri
oleh tuntutan-tuntutan sosial yang harus dipenuhi, kondisi inilah yang tentunya
mempengaruhi kesehatan mental individu, yakni ketika individu tidak mampu
memenuhi tuntutan tersebut tentunya akan memicu tekanan dan respon-respon
psikologis. Pengaturan sosial yang terintegrasi secara sosial mengandung norma-
norma yang adil dan merata yang mengatur naluri manusia yang terlambat dan
mengarah pada keadaan kepuasan. Sebaliknya, perubahan tiba-tiba dalam kehidupan
sosial sering menyebabkan kerusakan nilai dan norma dan, akibatnya sering membuat
tertekan. Penelitian yang cukup besar juga menunjukkan bahwa integrasi sosial tidak
hanya secara langsung memprediksi kesejahteraan individu tetapi juga membantu
orang mengatasi penyebab stres yang mereka alami karena mendapatkan dukungan
yang positif dari lingkungan sosialnya.

Marx Weber merupakan tokoh yang berperan dalam teori klasik sosiologi.
Marx Weber menekankan peran budaya khususnya nilai-nilai sosial dalam memahami
tindakan sosial. Subjektivitas menurut weber yakni bukanlah individual melainkan
sosial karena kelompok memberikan nilai-nilai yang memotivasi individu dan
memberi makna keberadaan (“Classical Social Theory and Modern Society: Marx,
Durkheim, Weber,” 2015). Menurut weber budaya memberikan pola koheren untuk
perilaku hidup, sehingga perilaku manusia harus dipahami makna yang subjektif dan
berorientasi pada perbedaan jenis tujuan sosial (Avison et al., 2007). Menyadari
perbedaan tujuan ini penting bagi kesehatan mental.Menurut weber perlunya
ditekankan bahwa kesejahteraan psikologis membutuhkan institusi sosial yang
berjalan dengan baik seperti contoh lembaga-lembaga sosial harus kompeten dalam
menangani masalah sosial yang dialami individu maupun kelompok, sehingga
masalah sosial tersebut tidak berdampak begitu mendalam terhadap kesejahteraan
psikologis individu maupun kelompok.

Dalam teori sosial kontemporer tentunya memiliki perbedaan fokus dengan


teori sosial klasik. Yang menjadi fokus utama teori sosial kontemporer yang berkaitan
dengan kesehatan mental adalah asal usul teori sosial, sifat kesehatan dan penyakit
mental dan jasa kesehatan mental (Avison et al., 2007). Tiga hal penting lain dalam
sosial kontemporer yakni teori individualisasi, teoritis kritis dan ketiga yakni
postmodern. Teori individualisasi merupakan teori paling relevan untuk memikirkan
sumber distress manusia, karena apabila kita melihat kehidupan manusia di era
kontemporer seringkali manusia dihadapi kesulitan akibat perlunya adaptasi. Yang
kedua yakni perspektif teoritis kritis yang berfokus kepada struktur kekuasaan dan
sistem dominasi dalam masyarakat menghasilkan efek distorsi pada jiwa manusia.
Ketiga yakni postmodern perspektif yakni memandang pentingnya praktik
psikoterapi. Pada zaman kontemporer yang terjadi pada paruh abad ke 20 dalam
penelitian psikologi menunjukkan bahwa adanya peningkatan kecemasan dan
ketidakamanan (Avison et al., 2007).

3
Menurut Bauman individu di masa kontemporer mengalami masalah identitas,
meskipun identitas adalah tugas individu namun tugas itu berbeda dan lebih banyak
lagi masalah di era kontemporer. Mempertahankan identitas pada era kontemporer
harus dilakukan individu dengan mempertahankan nilai guna. Mempertahankan nilai
guna bukanlah suatu yang mudah sehingga tentunya akan memberikan tekanan psikis.
Individualisme di era kontemporer pun perlu diperhatikan, tentunya individualisasi
memberikan dampak bagi setiap individu terutama mereka yang hidup di kelas bawah
atau berada di posisi kurang baik tentunya memiliki kecemasan akan dirampas dan
direndahkan oleh individu yang berada di kelas atas. Individualisasi didefinisikan
sebagai disintegrasi kategori sosial seperti kelas sosial, status sosial, peran gender,
keluarga dan lingkungan. Secara garis besar literatur tentang stres sosial, status sosial,
dan kesehatan mental sepenuhnya kompatibel dengan interpretasi Bauman tentang
pemicu kecemasan dan sifat menyedihkan dari kehidupan kontemporer untuk individu
yang kurang baik posisinya di hierarki sosial ekonomi.

B. Sosial dan Kesehatan Mental

Memiliki nilai-nilai sosial yang memberi makna tujuan hidup seharusnya


kondusif untuk kesehatan mental, dalam artian nilai-nilai sosial sebagai pegangan
haruslah berkorelasi dengan nilai-nilai psikologis seseorang sehingga terwujudnya
kesehatan mental individu dan kelompok. Mengkorelasikan kebutuhan psikologis
dengan nilai-nilai budaya tentunya mengalami kendala mengingat masih adanya
ketidaksetaraan sosial. Manusia merupakan makhluk yang sangat responsif terhadap
kerugian yang dinilai dari dari status, makna, kondisi sosial yang tentunya memiliki
dampak yang besar bagi kesehatan mental. Perubahan zaman yang membuat individu
semakin menganut paham individualis membuat individu yang mengalami
ketidaksejahteraan psikologis kesulitan dalam mencari pertolongan terdekat sehingga
berujung pada gangguan mental akibat kurangnya penanganan yang segera oleh orang
terdekat.

Berdasarkan teori sosial yang telah dikemukakan di atas, tentunya terdapat


keterkaitan dengan kesehatan mental individu yang merupakan bagian dari
masyarakat, dimana setiap individu harus memenuhi kebutuhan sosial. Dalam
memenuhi kebutuhan sosial tersebut tentunya harus sesuai dengan nilai, kepercayaan,
budaya dan norma yang berlaku, namun tidak semua keinginan tiap individu selaras
dengan hal tersebut. Maka pemenuhan keinginan individu dan keinginan sosial harus
berlandaskan pada kesejahteraan individu tersebut, baik kesejahteraan fisik maupun
mental. Dalam memenuhi kesejahteraan mental individu sebagai makhluk sosial maka
perlu diperkenalkannya kesehatan mental, sebagai patokan yang dapat mewujudkan
kesejahteraan psikis individu sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Berbagai
tuntutan yang berasal dari lingkungan individu secara timbal balik mempengaruhi apa
yang dipikirkan dan dirasakan. Tentunya apabila dikaitkan dengan masa kini yang
semakin maju, teknologi yang semakin canggih maka semakin banyak dan kompleks
pula masalah hidup yang dihadapi manusia. Sehingga semakin banyak masalah hidup,

4
dan semakin tidak mampunya manusia dalam memegang nilai-nilai sosial budaya
sebagai fondasi hidupnya membuat manusia kesulitan dalam menyesuaikan diri
mereka dengan lingkungannya maka akan menimbulkan semakin banyak manusia
yang akan mengalami gangguan kesehatan mental akibat ketidakmampuan tersebut.

2.2 Faktor Sosial dan Mental Ilness


Perspektif kehidupan pada faktor sosial dan Mental Illness

A. Kesehatan Mental

Kesehatan mental diartikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri


sendiri dengan orang lain, serta dengan masyarakat luas yang berada disekitar
lingkungan dimana ia tinggal (Kurniawan & Sulistyarini, 2017). Dikatakan sehat
mental bukan berarti baik dan sehat hanya bagi dirinya sendiri saja melainkan juga
tercipta keadaan di mana seseorang dapat menangani stress pada dirinya dan
kemudian dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap lingkungan sekitarnya
dan dapat juga bekerja secara produktif.

B. Aspek Sosial

Dalam aspek sosial menggambarkan hubungan aktivitas manusia yang terjadi


dengan alam sekitarnya, perilaku manusia yang terjadi sebagai akibat dari interaksi
dari faktor sosial, antara lain:

1. Faktor Budaya
Budaya merupakan salah satu faktor yang tidak lepas dari kehidupan
manusia. Tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan, ternyata kebudayaan
juga berpengaruh terhadap terjadinya kesehatan mental (dikatakan seperti itu
karena dalam budaya itu masing-masing memiliki perspektif yang berbeda
dalam mengartikan budayanya masing-masing, tidak heran mengapa terkadang
beberapa orang kurang cocok dengan budaya pada daerah atau tempat mereka
tinggal apalagi budaya baru itu membutuhkan penyesuaian akan hal tersebut
agar dapat mengatasi kesalahpahaman dalam berbudaya dan terhindar dari
gangguan mental).

2. Ekonomi
Kondisi ekonomi juga menjadi penyebab gangguan kesehatan mental dari
faktor sosial. Secara umum dikatakan seseorang dengan tingkat ekonomi rendah
biasanya rentan akan resiko gangguan pada kesehatan mentalnya (Kurniawan &
Sulistyarini, 2017). Mengapa demikian karena tuntutan kehidupan yang
mengharuskannya menghadapi kebutuhan hidup yang tinggi, sementara
penghasilan yang tidak menentu yang terkadang membuat orang tidak bisa
menahan derita itu semua, akhirnya menjadi penyebab gangguan mental.

5
3. Lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat menjadi hambatan atau
dukungan dalam hal kesehatan mental (mengapa demikian karena lingkungan
yang positif dapat memberikan dampak yang baik, namun kebalikannya jika
lingkungan yang buruk seperti adanya polusi udara atau suara, pencemaran
lingkungan dan faktor lingkungan lainnya).

C. Mental Ilness

Penyakit mental atau mental illnes adalah penyakit yang memengaruhi


emosi, pola pikir, dan perilaku penderitanya. Beberapa contoh gangguan mental,
antara lain:

1. Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya


merasakan sedih berkepanjangan.
2. Skizofrenia ini membuat penderitanya tidak bisa membedakan antara kenyataan
dengan pikirannya sendiri atau menimbumbulkan keluhan halusinasi, delusi,
serta kekacauan berpikir dan berperilaku.
3. Gangguan kecemasan merupakan gangguan mental yang membuat
penderitanya merasa cemas dan takut secara berlebihan.
4. Gangguan bipolar merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
perubahan suasana hati mulai dari posisi terendah depresif/tertekan ke
tinggi/manik dalam periode tertentu.
5. Stress adalah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman,
tekanan, atau suatu perubahan. Stres juga dapat terjadi karena situasi atau
pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, atau marah.

D. Cara menjaga kesehatan mental

1. Mau menerima dan menghargai diri sendiri


2. Menjaga hubungan sosial
3. Aktif melakukan kegiatan yang menyenangkan
4. Ceritakan kesedihan ke orang yang tepat
5. Mulai aktif melakukan olahraga
6. Istirahat yang cukup

2.3 Respons Sosial terhadap Mental Illness


Kesadaran masyarakat Indonesia dalam isu kesehatan mental dinilai terus
meningkat. Dulu Indonesia mungkin masih menutup mata ketika membahas gangguan
mental karena dianggap hal yang tabu. Tapi sekarang sudah banyak beberapa komunitas,
kampanye, obrolan di media sosial bahkan karya film yang mengulas tentang kesehatan
mental.

6
Meski sudah banyak dibicarakan, sayangnya kesehatan mental masih dianggap
stigma bagi beberapa orang. Indonesia dengan segala keunikannya menganggap bahwa
orang dengan masalah kesehatan mental adalah orang gila atau kerasukan setan. Banyak
juga yang menganggap orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang kurang
pengetahuan agama dan tidak dekat dengan Tuhan. Padahal gangguan kejiwaan adalah
kondisi medis di otak.

Meski sudah gencar yang mengkampanyekan isu kesehatan mental, belakangan


muncul orang-orang yang mengklaim dirinya punya gangguan jiwa. Masih banyak yang
bingung ketika merespon orang yang mengalami depresi. Ini yang menjadi PR buat
Indonesia terhadap edukasi tentang kesehatan mental. Peningkatan kesadaran kesehatan
mental ini seharusnya dilanjutkan dengan pendidikan intervensi krisis mental tahap awal.
Misal kalau kamu merasa depresi, jangan langsung memvonis diri sendiri bahwa kamu
nggak punya harapan.

Stigma merupakan atribut yang menurut norma sosial yang berlaku sangat dalam
mendiskreditkan, menandai seseorang sebagai tercemar dan membiarkan target
direndahkan (dalam Goffman, 1963). Orang yang menjadi sasaran, yang disebut identitas
dan kepemilikannya dipertanyakan, direndahkan, dikompromikan, dan dianggap kurang
dari manusia sepenuhnya (dalam Crandall, 2000; Crocker, Major, & Steele, 1998).
Akibatnya, stigma hilang target martabatnya, membatasi peluang, menantang
kemanusiaan, dan mengganggu partisipasi penuh dalam masyarakat (dalam Dovidio,
Major, & Crocker, 2000). Bahkan mereka yang terkait dengan orang yang distigmatisasi
sering terpengaruh, mengalami stigma "kesopanan".

Tidak mengherankan, konsep stigma menempati tempat sentral dalam sosiologi


kesehatan mental, dengan fokus pada dampak penyakit mental pada individu, keluarga,
sistem perawatan dan masyarakat. Stigma penyakit mental telah disalahkan pemanfaatan
layanan yang rendah, hasil medis dan sosial individu yang buruk di sekitarnya penyakit
jiwa, pendanaan infrastruktur penelitian dan pengobatan yang tidak memadai, dan
menghambat perhatian kebijakan (dalam Estroff, 1981; Markowitz, 2001; Okazaki,
2000; Wahl, 1999).

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam memenuhi kesejahteraan mental individu sebagai makhluk sosial maka
perlu diperkenalkannya kesehatan mental, sebagai patokan yang dapat mewujudkan
kesejahteraan psikis individu sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Integritas sosial
mempengaruhi kesehatan mental dalam dua cara utama. Cara yang pertama yaitu
memuaskan kebutuhan afiliasi melalui menghubungkan orang-orang dengan tujuan yang
diberikan secara sosial dan cita-cita yang merupakan sumber utama kepuasan manusia.
Dan yang kedua, integrasi sosial mempengaruhi kesehatan mental yakni, melalui
pengaturan kebutuhan dan keinginan manusia yang melekat. Durkheim percaya bahwa
manusia memiliki keinginan yang melekat dan selalu merasa tidak terpuaskan. Integrasi
yang terlalu banyak dan terlalu luas membuat individu dibanjiri oleh tuntutan-tuntutan
sosial yang harus dipenuhi, kondisi inilah yang tentunya mempengaruhi kesehatan
mental individu, yakni ketika individu tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut
tentunya akan memicu tekanan dan respon-respon psikologis.

3.2 Saran
Perlunya ditekankan bahwa kesejahteraan psikologis membutuhkan institusi
sosial yang berjalan dengan baik seperti contoh lembaga-lembaga sosial harus kompeten
dalam menangani masalah sosial yang dialami individu maupun kelompok, sehingga
masalah sosial tersebut tidak berdampak begitu mendalam terhadap kesejahteraan
psikologis individu maupun kelompok.

8
DAFTAR PUSTAKA

Avison, W. R., McLeod, J. D., & Pescosolido, B. A. (2007).Mental health, social


mirror.In Mental Health, Social Mirror. https://doi.org/10.1007/978-0-387-36320-2

Classical social theory and modern society: Marx, Durkheim, Weber. (2015). Choice
Reviews Online. https://doi.org/10.5860/choice.190937

Kurniawan, Y., & Sulistyarini, I. (2017). Komunitas Sehati (Sehat Jiwa dan Hati)
Sebagai Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat. INSAN Jurnal
Psikologi Dan Kesehatan Mental. https://doi.org/10.20473/jpkm.v1i22016.112-124

Pickering, W. S. F. (2009). Emile Durkheim. In The Oxford Handbook of Religion and


Emotion.https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780195170214.003.0025

Muzayanah, Aan (2016). Masyarakat Yang Sehat Secara Mental: Respon Terhadap
Kebutuhan dan Isu Kesehatan Mental, Psikovidya, Vol. 20, No. 2 (59-66)

Anda mungkin juga menyukai