Carl Gustav Jung atau biasa dipangil dengan nama Jung, ia lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di
Kesswyl, Swiss. Jung merupakan seorang ahli psikologi. Jung mempelajari ilmu kedokteran di
University of Basel. Setelah memperoleh gelar dokter, Jung kemudian menjadi asisten di rumah
sakit jiwa di Burgholze, Zurich, dan Klinik Psikiatri Zurich. Jung terus memperdalam ilmu
psikologi dan bekerjasama dengan Eugen Bleuler, psikiater terkenal yang mengembangkan
konsep schizophrenia (Yusuf & Nurihsan, 2011).
Carl Gustav Jung bekerja sama dengan Sigmund Freud dalam waktu singkat. Namun
perbedaan pribadi dan kepandaian yang pada akhirnya membawa keretakan hubungan Freud dan
Jung, dengan Jung yang kemudian mengembangkan teori dan pendekatan terapisnya sendiri.
Kebanyakan gambar kepribadian manusia Jung diperoleh dari penggabungannya dengan Freud,
jadi konsep-konsep terkenal seperti Motivasi Ketidaksadaran, Pertahanan Gangguan Emosi, dan
Konflik Manusia dapat ditemukan disini.
McLynn (Monte & Sollod, 2003) menjelaskan bahwa seiring dengan antusiasme terhadap
teori Freud, Jung merasa ragu terhadap beberapa konsep utama Freud terutama tentang
pentingnya seksualitas. Selain itu, Jung meyakini bahwa ia memiliki wawasan yang lebih luas
dibandingkan Freud dan lebih memahami bidang filsafat.
Hingga akhirnya, pada tahun 1913 Jung dan Freud mengakhiri hubungan kerjasama karena
adanya perbedaan prinsip dalam hal kepribadian dan pandangan intelektual.
A. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian disebabkan oleh energi psikis yang disebut libido. Menurut Jung,
libido merupakan energi netral dan non-seksual atau umum. Libido merupakan bentuk energi
yang dapat disalurkan atau ditekan. Dalam setiap kasus, libido harus dipahami sebagai kekuatan
hidup dinamis yang tidak murni sebagai energi seksual.
Dalam dinamika kepribadian terdapat dua prinsip pokok yaitu prinsip ekuivalens dan entropi.
- Prinsip ekuivalens, menyatakan bahwa apabila sesuatu nilai menurun atau hilang, maka
jumlah energi yang didukung oleh nilai itu tidak hilang dari kepribadian, melainkan akan
muncul kembali dalam nilai baru. Atau dengan kata lain, menekan pikiran akan
mewujudkan energi psikis yang akan mencari ekspresi pengganti dalam bentuk simbolis
yang sepadan.
- Prinsip entropi, menyatakan bahwa pada sistem jasmani energi akan mengalir dari yang
lebih banyak energinya menuju yang lebih sedikit, pada akhirnya akan mencapai kondisi
seimbang. Prinsip entropi menghasilkan keseimbangan kekuatan.
B. Perkembangan Kepribadian
Jung mengelompokkan tahap-tahap hidup menjadi empat periode umum :
a. Masa kanak-kanak, Jung membagi masa ini kedalam tiga subtahapan : anarkis; monarkis;
dan dualistis.
- Fase anarkis (0-6 tahun), dicirikan oleh kesadaran yang khaos dan sporadis.
- Fase monarkis (6-8 tahun), anak-anak dicirikan oleh perkembangan ego dan oleh permulaan
pemikiran logis dan verbal.
- Fase dualistik (8-12 tahun), masa kanak-kanak saat ego terbagi menjadi subjektif dan
objektif.
b. Usia muda, Periode dari pubertas sampai paruh baya disebut masa muda. Anak muda
berjuang meraih kemandirian psikis dan fisik dari orang tua mereka, menemukan belahan
jiwanya, membentuk keluarga dan merebut sebuah tempat dipanggung dunia ini. Kesulitan
utama yang dihadapi orang muda adalah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk
mengandalkan kesadaran sempit kanak-kanak, agar terhindar dari masalah-masalah yang terus
mengganggu seumur hidup.
c. Usia pertengahan atau paruh baya, Jung percaya bahwa hidup paruh baya dimulai pada
kira-kira usia 35 sampai 40 tahun, seperti ilustrasi matahari yang melewati titik zenith dan mulai
bergerak turun ke cakrawala. Jika orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai social dan moral
dari hidup mereka sebelumnya, maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatik dalam upayanya
mempertahankan daya tarik fisik dan ketangkasan mereka.
d. Usia tua, Jung melukiskan bahwa pada masa ini orang akan mengalami penyusutan
kesadaran dan mereka mengalami rasa takut terhadap kematian. Kebanyakan pasien Jung adalah
orang-orang yang paruh baya dan berusia senja, dan banyak dari mereka menderita kenangan
masa lalu, bergantung dengan putus asa kepada tujuan dan gaya hidup masa sebelumnya, dan
berjalan mengikuti gerak hidup tanpa tujuan.
C. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian individu bersifat dinamis dalam gerak yang terus menerus. Menurut
Jung, struktur kepribadian individu terdiri dari dua dimensi, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran.
Kedua dimensi tersebut saling mengisi dan memiliki fungsi masing-masing dalam penyesuaian
diri. Dimensi kesadaran berupaya menyesuaikan terhadap dunia luar individu, sedangkan
dimensi ketidaksadaran berupaya menyesuaikan terhadap dunia dalam individu.
a. Dimensi Kesadaran
Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok yaitu fungsi jiwa dan sikap
jiwa. Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam
lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran,
perasaan, pendirian dan institusi.
Menurut Jung, kesadaran individu dalam membentuk hubungan dengan dunia luar
menunjukkan dua sikap utama/sikap jiwa, yaitu introvert dan extrovert. Introvert itu apabila
libidonya mengarah ke dalam dirinya sendiri, sedangkan extrovert itu ketika libidonya mengarah
ke luar dirinya, yaitu kepada lingkungan (Friedman & Schustack, 2008).
b. Dimensi Ketidaksadaran
Jung menjelaskan bahwa dimensi ketidaksadaran terbagi menjadi dua, yaitu ketidaksadaran
personal & kompleks dan ketidaksadaran kolektif.
D. Analisis Mimpi
Mimpi itu mempunyai makna yang harus dicermati secara saksama, mimpi muncul dari
dalam dunia taksadar, dan makna mimpi diekspresikan dalam bentuk simbolik, Jung
memandang mimpi sebagai usaha spontan mengetahui hal yang diketahui dalam taksadar
sebagai bagian dari pengembangan kepribadian, mimpi bisa merupakan proses kompensasi
atau proses taksadar yang menggambarkan rencana masa depan dan pemecahan suatu
masalah. Tujuan interpretasi mimpi dari Jung adalah mengungkap elemen-elemen yang ada
di taksadar pribadi dan taksadar kolektif, mengitegrasikan kedalam kesadaran untuk
mempermudah proses realisasi-diri. Sebagai contoh, jika sebuah anima seseorang menerima
perkembangan kesadaran, maka ia akan mengekspresikan dirinya lewat proses mimpi yang
penuh dengan motif realisasi diri, yang nantinya akan menyeimbangkan sisi maskulin dan
orang tersebut. Ada tiga macam jenis mimpi yang sarat dengan arsetip, yakni
a. Mimpi besar (big dreams) atau mimpi numinous – mimpi mendalam dan mengalami
ketika ketidak sadaran mengalami gangguan serius, sering diikuti dengan kegagalan
ego menangani dunia luar secara memuaskan.
b. Mimpi tipikal adalah mimpi yang umum pada banyak orang, yakni mimpi yang
melbatkan arkhetif figural (ibu, bapak, Tuhan, setan/hantu, dan manusia bijak) arsetip
peristiwa (kelahiran, kematian, perpisahan dengan orang tua, perkawinan dan
sebagainya) dan arsetip obyek (matahari,ikan, kera, dan hewan pemangsa).
c. Mimpi anak-anak adalah bukan mimpi yang asli tetapi ingatan tentang mimpi pada
masa anak-anak. Mimpi pada usia 3 atau 4 tahun (yang diingat sesudah dewasa)
sering berisi arkhetif motif dan simbol seperti pahlawan, orang bijak dan sebagainya
dan bersifat universal sebagai bukti adanya tak sadar kolektif.
Ada tiga metode analisis mimpi dari jung
a. Amplifikasi: Metode ini merupakan pengembangan metode asosiasi bebas dimana
orang diminta merespon kata atau mimpi secara bebas- membuat asosiasi berlanjut
dari respon satu kerespon yang lain sehingga asosiasi belakangan bisa bergeser dari
stimulan pertamanya, analisis berusaha menemukan arsetip dan isi tak sadar lainnya
dari asosiasi jamak itu, serta makna bagi pasiennya.
b. Rangkaian mimpi: Jung menganalisis komponen beberapa mimpi berturut-turut untuk
melihat kecocokan yang berlanjut dan koreksi pengembangan lebih lanjut, mencari
hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan.
c. Imajinasi aktif: sejenis introspeksi yang materinya campuran, sebagian mimpi,
sebagian tampakan/fantasi atau gabungan keduanya. Tujuan dari imajinasi aktif
adalah untuk membuka gambaran arketipe yang bermula dari ketidaksadaran. Hal ini
akan sangat berguna bagi orang-orang yang ingin mengenal lebih ketidaksadaran
personal dan kolektifnya juga bagi mereka yang ingin mengatasi resistensi dari
komunikasi dengan ketidaksadarannya.
Tipologi Jungian
Yusuf, S., & Nurihsan, A. J. (2011). Teori kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian: Teori klasik dan riset modern (3rd
ed.). Jakarta: Erlangga.
Alwisol. (2014). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Monte, C. F., & Sollod, R. N. (2003). Beneath the mask: An introduction to theories of
personality (7th ed.). United States of America: John Willey & Sons, Inc.