Anda di halaman 1dari 16

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

“Teori Kepribadian: Abraham Maslow”

DISUSUN

KELOMPOK 10

SRI IRMAYANTI (1471040002)

MUHAIMIN JABBAR (1471040008)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
A. RIWAYAT HIDUP
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York pada tahun 1908
dan wafat pada tahun 1970 pada usia ke 62 tahun. Dia anak sulung dari tujuh
bersaudara. Pada waktu Maslow berusia 14 tahun, orang tuanya bermigrasi
dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam perjalanan hidupnya, Maslow
berkembang dalam iklim keluarga yang kurang menyenangkan. Dia merasa
tidak bahagia dan terisolasi, karena orang tuanya tidak memberikan kasih
sayang, ayahnya bersikap dingin dan tidak akrab dan sering tidak ada dirumah
dalam waktu yang cukup lama. Selepas SMA Dia mengambil studi hukum di
City College of New York (CCNY), kemudian beralih pada bidang psikologi,
yang dipelajarinya hingga meraih gelar PhD pada tahun 1934 di University of
Wisconsin. Setahun kemudian Dia kembali ke New York dan bekerjasama
dengan E.L. Thorndike untuk melakukan riset tentang seksualitas manusia
(human sexuality) dan menjadi pengajar penuh di Brooklyn College.
Maslow banyak berhubungan dengan intelektual-intelektual Eropa
yang baru bermigrasi ke Amerika Serikat seperti Alfred Adler, Erich Fromm,
dan Karen Horney. Pada tahun 1951 Maslow berjumpa dengan Kurt
Goldstein, seseorang yang mengenalkannya kepada ide tentang aktualisasi diri
yang menjadi bibit dari teorinya tentang hirarki kebutuhan. Pada periode ini
pula Dia, bersama beberapa psikolog lain seperti Carl Roger
“memproklamirkan” aliran ketiga (third force) dari psikologi yang dikenal
sebagai humanisme.
Tidak cukup “bermain-main” dengan humanisme, menjelang akhir
hayatnya Maslow mengenalkan lagi satu aliran yang dikenal sebagai mazhab
keempat, yakni Psikologi Transpersonal, yang berbasis pada filosofi dunia
timur dan mempelajari hal-hal semacam meditasi, fenomena para psikologi,
dan kesadaran level tinggi (Altered States of Consciousness, ASC). Maslow
meninggal pada 8 Juni 1970 di California karena serangan jantung, setelah
kesehatannya memburuk pada tahun-tahun terakhir hidupnya.
B. HUMANISME
Pendekatan Humanisme merupakan pendekatan yang lebih melihat
pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian
yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Pendekatan humanistik muncul sebagai bentuk ketidaksetujuan pada
dua pandangan sebelumnya, yaitu pandangan psikoanalisis dan behavioristik
dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Ketidaksetujuan ini berdasarkan
anggapan bahwa pandangan psikoanalisis terlalu menunjukkan pesimisme
suram serta keputusasaan sedangkan pandangan behavioristik dianggap terlalu
kaku (mekanistik), pasif, statis dan penurut dalam menggambarkan manusia.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Humanistik
tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh
maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-
pengalaman mereka sendiri. Selain itu, Humanisme juga menegaskan bahwa
ada keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan
diri (self-realization).  Humanisme yakin bahwa manusia memiliki didalam
dirinya potensi untuk berkembang sehat dan kreatif, dan jika orang mau
menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, dia akan menyadari
potensinya, mengatasi pengaruh kuat dari pendidikan orang tua, sekolah, dan
tekanan sosial lainnya. Pandangan humanisme dalam kepribadian menekankan
hal-hal berikut :
1. Holisme
Holisme menekankan bahwa organisme selalu bertingkah laku
sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian/komponen
yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian
dari satu kesatuan dan apa yang terjadi di bagian satu akan mempengaruhi
bagian lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting
adalah:
a. Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi, dan
koherensi (unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi
adalah keadaan normal dan disorganisasi berarti patologik.
b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi
tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan
berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam bagian-
bagian.
c. Organisme memiliki satu drive yang berkuasa, yakni aktualisasi
diri (self actualization).
d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat
minimal. Potensi organisme, jika bisa terkuak di lingkungan yang
tepat, akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
e. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna
daripada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi
psikologis yang diisolir.
2. Menolak Riset Binatang
Para juru bicara psikologi humanistik mengingatkan tentang
adanya perbedaan yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan
tingkah laku hewan. Bagi mereka manusia lebih dari sekedar hewan. Ini
bertentangan dengan behaviorisme yang mengandalkan penyelidikan
tingkah laku hewan dalam memahami tingkah laku manusia. Maslow dan
para teoritis kepribadian humanistik umumnya memandang manusia
sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apapun. Maslow juga
menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya
memahami tingkah laku karena hal itu mengabaikan ciri-ciri yang khas
pada manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta,
semangat, humor, rasa seni, kecemburuan dan sebagainya yang dengan
kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan,
puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lain-lainnya.
3. Manusia Pada Dasarnya Baik, Bukan Setan
Menurut Maslow, manusia memiliki struktur psikologik yang
analog dengan struktur fisik: mereka memiliki “kebutuhan, kemampuan,
dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik”. Beberapa sifat menjadi
ciri umum kemanusiaan, sifat-sifat lainnya menjadi ciri unik individual.
Kebutuhan, kemampuan dan kecenderungan itu secara esensial sesuatu
yang baik, atau paling tidak sesuatu yang netral, itu bukan setan. Sifat
setan yang jahat, destruktif dan kekerasan adalah hasil dari frustasi atau
kegagalan memuaskan kebutuhan dasar, dan bukan bagian dari hereditas.
4. Potensi Kreatif
Mengutamakan kreativitas manusia merupakan salah satu prinsip
yang penting dari psikologi humanistik. Maslow dari studinya atas
sejumlah orang tertentu, menemukan bahwa pada orang-orang yang
ditelitinya itu terdapat satu ciri yang umum, yakni kreatif. Dari itu Maslow
menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum yang
ada pada manusia. Maslow yakin bahwa jika setiap manusia mempunyai
atau menghuni lingkungan yang menunjang setiap orang dengan
kreativitasnya maka akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang
dimilikinya. Dan pada saat yang sama Maslow mengingatkan bahwa untuk
menjadi kreatif orang itu tidak perlu memiliki bakat atau kemampuan
khusus. Menurut Maslow kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang
mengarahkan manusia kepada pengekspresian yang ada pada dirinya.
5. Menekankan Kesehatan Psikologik
Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatiannya kepada
manusia sehat, kreatif dan mampu mengaktualisasi diri. Maslow
berpendapat psikopatologi umumnya hasil dari penolakan, frustasi atau
penyimpangan dari hakikat alami seseorang. Dalam pandangan ini, apa
yang baik adalah semua yang memajukan aktualisasi diri, dan yang buruk
atau abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat
atau menolak kemanusiaan sebagai hakikat alami. Karena itu, Psikoterapi
adalah usaha mengembalikan orang ke jalur aktualisasi dirinya dan
berkembang sepanjang lintasan yang diatur oleh alam didalam dirinya.
Teori psikoanalisis tidak komprehensif karena didasarkan pada tingkah
laku abnormal atau tingkah laku sakit. Maslow berpendapat bahwa
penelitian terhadap orang lumpuh dan neorotik hanya akan menghasilkan
psikologi "lumpuh" karena itu dia justru meneliti orang yang berhasil
merealisasikan potensi secara utuh, memiliki aktualisasi diri, memakai dan
mengeksploitasi sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensinya. Objek
penelitiannya adalah orang-orang yang terkenal, tokoh-tokoh idola yang
kreativitas dan aktualisasi dirinya mendapat pengakuan dari masyarakat
luas, misalnya: Eleanor Roosevelt, Albert Einstein, Walt Whiteman, dan
Ludwig Bethoven.

C. MOTIVASI: TEORI HIRARKI KEBUTUHAN


Maslow berpendapat bahwa motovasi manusia diorganisasikan dalam
sebuah hirarki kebutuhan, yaitu susunan kebutuhan yang sistematis, suatu
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya
muncul. Kebutuhan ini bersifat instingtif yang mengaktifkan atau
mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan ini bersifat instingtif,
perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut dipelajari,
sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam cara memuaskannya.
Berdasarkan peristiwa tersebut oleh Maslow, kebutuhan manusia yang
bersusun bertingkat itu diperinci kedalam tujuh tingkat kebutuhan, tetapi ada
pula yang berpendapat hanya lima, tanpa kebutuhan kognitif dan kebutuhan
estetika. Ketujuh kebutuhan tersebut adalah sebagai berikaut:
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar,
kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan
akan makanan, minuman, seks, istrirahat (tidur), dan oksigen. Maslow
mengemukakan bahwa manusia adalah binatang yang berhasrat dan
jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk satu saat
yang terbatas. Apabila suatu hasrat itu telah terpuaskan, maka hasrat lain
muncul sebagai penggantinya.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan yang mendorong individu
untuk memperoleh ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan
lingkungannya. Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik
anak, remaja maupun dewasa. Contohnya pada anak, kebutuhan rasa
aman ini tampak dengan jelas sebab mereka suka mereaksi secara
langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan rasa
aman ini terpenuhi, perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi
kebebasan untuk berekspresi. Akan tetapi, pemberian kebebasan untuk
berekspresi itu memerlukan bimbingan orang tua karena anak belum
memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara tepat dan
benar.
3. Kebutuhan Cinta dan Memiliki
kebutuhan cinta dan memiliki adalah suatu kebutuhan yang
mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan
emosional dengan individu lain, baik dengan sesame jenis maupun
dengan berlainan jenis dilingkungan keluarga ataupun lingkungan
kelompok di masyarakat. Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman
sudah terpenuhi, individu mengembangkan kebutuhan untuk diakui dan
disayangi atau dicintai. Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam
berbagai cara, seperti persahabatan, percintaan, ataupergaulan yang ebih
luas.
4. Kebutuhan Penghargaan
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk
harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri
dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia
memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri,
dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang
merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika
kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak
berharga. 
5. Kebutuhan Kognitif
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh
pengetahuan, atau pengalaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai
berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak-anak, yang
diekspresikan sebagai rasa ingin tahu dalam bentuk pengajuan pertanyaan
tentang berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa ingin tahu ini
biasanya dihambat oleh perkembangan lingkungan baik keluarga maupun
sekolah.
6. Kebutuhan Estetika
Merupakan ciri orang yang sehat mentalnya melalui kebuttuhan
inilah manusia dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam bidang seni
(lukis, rupa, patung, dan grafis), arsitektur, tata busana, dan tata rias.
Disamping itu, orang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan
keteraturan, keserasian. Atau keharmonisan dalam setiap aspek
kehidupannya, seperti dalam cara berpakaian (rapi, dan dengan
keterpaduan warna yang serasi), dan pemeliharaan ketertiban lalu lintas.
Orang yang kurang sehat mentalnya atau mengalami gangguan
emosional, dan stress biasanya kurang memerhatikan kebersihan, dan
kurang apresiatif terhadap keteraturan dan keindahan.
7. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia, yaitu
perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh.
Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala
sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya
terpenuhi, apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak
berkembang atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawaannya
secara penuh, seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaktenangan
atau frustrasi. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri
merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow,
kebutuhan ini muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada dibawahnya
telah terpenuhi.

Ak
tua
lis
asi
Dir
Kebutuhan
i
Estetika

Kebutuhan Kognitif

Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan Cinta Dan Memiliki

Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan Psikologis

Gambar I. Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow

D. MENCAPAI AKTUALISASI DIRI


1. Pengembangan Diri
Pada umunya, manusia memiliki potensi lebih banyak dari pada
apa yang dapat dicapai. Prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah
dengan memuaskan kebutuhan yang lebih rendah. Maslow memulai
penyelidikannya tentang contoh-contoh tokoh terkemuka yang bermental
sehat bukan sebagai proyek penelitian ilmiah, melainkan sekedar sebagai
upaya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Ia tidak pernah
membayangkan akibat-akibat yang begitu menakjubkan dari
penyelidikannya itu.
Meski penelitian itu sendiri jauh dari memenuhi persyaratan
metodologis ilmiah, namun hasil-hasilnya ternyata penting. Saat itu, ia
tengah mencoba mengenal secara lebih mendalam pribadi dua professor
yang begitu ia kagumi dan hormati. Rasa ingin tahunya berkobar,
mendorongnya untuk menganalisis apa gerangan yang membuat dua
tokoh tersebut begitu berbeda dari orang lain. Ketika ia tengah asyik
membuat catatan-catatan tentang kedua tokoh itu tiba-tiba ia sadar bahwa
kedua pribadi itu memiliki persamaan. Ada sejumlah sifat tertentu yang
sama-sama mereka miliki. Dia menemukan bahwa orang yang mencapai
aktualisasi diri memiliki karakteristik berikut:
a. Mereka “berorientasi pada realita”. Artinya mereka bisa membedakan
kepura-puraan dan tipuan dari sesuatu yang nyata dan asli.
b. Mereka juga berorientasi pada persoalan, artinya memandang
perosalan kehidupan sebagai sesuatu yang harus dicari jalan
keluarnya dan bukan sebagai takdir pribadi yang harus diterima
dengan pasrah.
c. Mereka juga memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang alat dan
tujuan. Mereka menganggap tujuan belum tentu menentukan alat, bisa
jadi alat menjadi tujuan itu sendiri, dan alat disini merupakan
perjuangan dan proses, dan itu bagi mereka lebih penting dari sekedar
tujuan.
d. Penerimaan: diri, orang lain, dan lingkungan. Mereka menerima
kekurangan diri sendiri, juga kelemahan orang lain, serta pertentangan
hidup.
e. Spontanitas: mereka tidak dapat dilarang, tidak peduli dengan apa
yang dipikirkan oleh orang lain, aktif dan terlibat.
f. Orientasi tugas: mereka mempunyai misi, tugas, tujuan, atau masalah
diluar diri pribadi yang harus diselesaikan.
g. Otonomi: mereka relatif bebas dari ikatan budaya, banyak akal, dan
tidak tergantung dengan orang lain atau otoritas luar.
h. Selalu menghargai kehidupan: mereka memiliki keluguan visi seorang
anak, terus memperbaharui rasa menghargainya terhadap anugrah
kehidupan.
i. Keterikatan dengan kemanusiaan: mereka mengidentifikasi secara
dalam dengan kondisi manusia dan dengan orang lain secara umum
j. Hubungan interpersonal yang dalam: mereka memiliki ikatan-ikatan
yang dalam, mencintai dengan sedikit orang terpilih.
k. Selera humor yang tidak menyinggung: mereka bisa menertawai diri
sendiri dan kejadian-kejadian hidup yang menggelikan.
2. Pengalaman Puncak (Peak Experience)
Maslow menemukan dalam penelitiannya bahwa banyak orang
yang mencapai aktualisasi diri ternyata mengalami pengalaman puncak:
suatu pengalaman mistik mengenai perasaan  dan sensasi yang
mendalam, psikologik dan fisiologik. Suatu keadaan dimana seseorang
mengalami ekstasi, keajaiban, terpesona dan kebahagiaan yang luar
biasa ,seperti pengalaman keilahian yang mendalam, dimana saat itu diri
seperti hilang atau mengalami transendesi. Karakteristik respon mereka
dia sebut sebagai “peak experience” yang biasanya sering terjadi pada
self- actualizer. Maslow menerima gambaran pengalaman puncak yang
disusun oleh William james, sebagai berikut:
a. Tak terlukiskan (ineffability) : subjek sesudah mengalami
pengalaman puncak segera mengatakan bahwa itu adalah ekspresi
keajaiban, yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, yang
dapat di jelaskan kepada orang lain.
b. Kualitas kebenaran  intelektual (neotic quality) : pengalaman puncak
adalah pengalaman menemukan kebenaran dari hakikat intelektual.
c. Waktunya pendek (transiency) : keadaan mistis tidak bertahan lama.
Umumnya hanya berlangsung 30 menit atau paling lama satu atau
dua jam (jarang sekali ada yang berlangsung lebih lama),
pengalaman itu menjadi kabur dan orang kembali ke dunianya
sehari-hari.
d. Pasif (passivity) : orang yang mengalami pengalaman mistis merasa
kemauan dirinya tergusur (abeyance), dan terkadang dia merasa
terperangkap dan dikuasai oleh kekuatan yang sangat besar.
Pada mulanya Maslow berpendapat bahwa pengalaman puncak ini
hanya dapat dialami oleh orang-orang tertentu saja, khususnya mereka
yang sudah mencapai aktualisasi diri akan mengalaminya secara teratur
berkali-kali.  Pengaruh pengalaman puncak berjangka lama/tidak mudah
hilang (lasting), antara lain:
a. Hilangnya simptom neurotik.
b. Kecenderungan meihat diri sendiri lebih sehat.
c. Perubahan pandangan mengenai orang lain dan hubungan dirinya
dengan mereka.
d. Perubahan pandangan diri mengenai dunia.
e. Munculnya kreativitas, spontanitas, dan kemampuan
mengekspresikan diri.
f. Kecenderungan mengingat pengalaman puncak itu dan berusaha
mengulanginya.
g. Kecenderungan melihat kehidupan secara umum sebagai hal yang
lebih berharga.
3. Transendensi
Transendensi merupakan hasrat untuk berada pada kesadaran yang
melampaui kapasitas manusia dan merasakan pengalaman ke-Esa-an yang
menyeluruh, pemegang kekuasaan tertinggi, dalam bentuk apapun itu. 
Maslow membedakan antara dua tingkatan dalam orang-orang yang
mencapai aktualisasi diri. Orang-orang yang benar-benar sehat tapi tidak
memiliki pengalaman transendensi, dan orang-orang yang mengalami
pengalaman transendensi yang sangat berpengaruh. Maslow memberikan
penjelasan tentang orang yang mengalami transendensi sebagai berikut:
a. Pengalaman puncak dan tinggi adalah aspek kehidupan paling penting
dan berharga.
b. Mereka berbicara dengan bahasa puitis, mistis, ramalan, dan lebih
memahami seni, musik, paradox, pengibaratan dan sebagainya.
c. Mereka mempersepsikan adanya kesucian dalam segala sesuatu dan
juga melihat mereka pada level kehidupan praktis.
d. Mereka dapat mengenali orang lain dengan baik, mengembangkan
keintiman dengan cepat dan saling memahami.
e. Mereka lebih peka terhadap keindahan dan usaha memperindah.
f. Mereka holistik, melampaui perbedaan budaya dan geografis.
g. Mereka sinergis, apa yang mereka lakukan menguntungkan diri
mereka dan orang lain.
h. Mereka mudah mencintai, menginspirasikan kekaguman, saleh dan
mudah dipuja.
i. Mereka cerdas untuk menjadi inovator dan penemu.
j. Mereka mempersepsikan kesucian segala mahkluk hidup.
k. Mereka memelihara indera yang kuat akan misteri dan pesona.
l. Mereka mudah untuk melampaui ego, tidak mementingkan diri
sendiri.

E. ORGANISASI KEPRIBADIAN
1. Sindrom Kepribadian
Unit utama dari kepribadian adalah sindrom kepribadian
(personality syndrome) atau sejumlah sifat-sifat yang berbeda-beda
(tingkah laku, persepsi, pikiran, dorongan untuk berbuat dan lain-lain)
yang terstruktur, terorganisir, dan saling berhubungan.
Maslow baru meneliti tiga sindrom yang terpenting, yakni sindrom
harga diri (self esteem), sindrom keamanan (security), dan sindrom
kecerdasan (intelectual). Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode holistik-analitik. Metode ini mementingkan pandangan
menyeluruh, manusia sebagai organisme sekaligus analisis terhadap
bagian-bagian rincinya. Pendekatan holistik menjelaskan bagaimana
interaksi bagian-bagian dalam organisasi dinamik dari individu sebagai
satu kesatuan. Penelitian anilitik memahami detail, apa bagaimana dan
peran unsur-unsur yang terlibat didalamnya. Tentu saja, ketika
menganalisis komponen-komponen itu menjadi bagian dari unit yang ebih
besar, dan unit yang lebih besar itu menjadi bagian dari unit yang lebih
besar lagi, berturut-turut sampai ke unit yang paling besar yaitu sindrom
kepribadian.
2. Kekurangan dan Menjadi (Deficiency – Being)
Maslow mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person
dengan nama metamotivation, meta-needs, B-motivation, atau B-Being
Values yang mencakup kebenaran, kebaikan, kecantikan, keutuhan,
kelebihan atas lawan, kehidupan, keunikan, kesempurnaan, kelengkapan,
keadilan, keteraturan, kesederhanaan, kekayaan, kemampuan tanpa usaha,
penuh permainan, dan kecukupan diri. Nilai-nilai ini bertentangan dengan
“D” atau nilai “Deficiency” yang cenderung mengejar hal yang khusus
untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan
untuk memenuhi rasa lapar. Dengan kata lain “Defeciency” itu
memberikan motivasi kepada organisme bertindak untuk memuaskan
kekurangan-kekurungannya agar terhindar dari penyakit. Sedangkan nilai
“B” , semua kebutuhan organisme telah terpenuhi dan dia bertindak untuk
memproduksi kesehatan yang positif.
Untuk membedakan motiv/kebutuhan D dengan B, maslow
membedakan menjadi dua, D-cognition dengan B-cognition. B-kognisi
lebih diharapkan tetapi dapat membuat orang hanya memikirkan diri
sendiri dan tidak memikirkan orang lain. Dan hal tersebut menurut maslow
tidak baik. Perbedaan berfikir B-kognisi dengan D-kognisi dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel I. Perbandingan ciri-ciri D-kognisi dengan B-kognisi
D-kognisi B-kognisi

Segala sesuatu dipandang tergantung Segala sesuatu dipandang utuh,


kepada yang lain, tidak lengkap. lengkap

Beberapa aspek dari sesuatu yang Segala sesuatu diperhatikan secara


diperhatikan; perhatian yang bersamaan khusus dan dipandang mendalam dan
diberikan kepada hal lain, faktor yang menyeluruh.
berkaitan atau kasual.
Sesuatu dipandang sebagai anggota dari Segala sesuatu dipandang tidak
suatu kelompok, contoh, atau sampel berhubungan urusan manusia.
Segala sesuatu dipandang berhubungan Segala sesuatu dipandang tidak
dengan urusan manusia, kegunaannya, berhubungan urusan manusia.
keberbahayaannya, dan semacamnya.
Segala sesuatu menjadi kurang Segala sesuatu menjadi semakin
menarik, kesamaan mengarah ke menarik dengan mengulang
kebosanan. mengalaminya.
Pelaku mengalami bukan hanya obyek Penerima pengalaman menjadi
semata, tetapi obyek yang terikat terlarut dan tidak memunculkan self;
dengan self. Ego menjadi titik pusat pengalaman diorganisir disekitar
pengalaman. obyek alih-alih disekitar ego.
Segala sesuatu dipandang sebagai Segala sesuatu dipandang berakhir.
sarana bagi yang lain. Sampai itu sebagai hal yang menarik
secara hakiki (intrinsik).
Segala sesuatu dipandang pilah-pilah Dikotomi, polaritas, konflik antar
tidak saling berhubungan, sering segala sesuatu dipandang perlu dan
bertentangan. dibutuhkan oleh keseluruhan.
Dunia dalam dan dunia luar dipandang Dunia dalam dan luar dipandang
sebagai yang semakin tidak sama. sebagai hal semakin sama.
Obyek dipandang sebagai hal yang Obyek sering dipandang dipandang
normal, sehari-hari, tidak ada yang luar sebagai suci, sakral, sangat spesial.
biasa.
Hal yang serius dipandang sangat Dunia dan self sering dipandang
berbeda dengan sesuatu yang menarik dan pedas; kelucuan dan
menyenangkan, humor adalah musuh tragis digabungkan; humor adalah
atau tidak ada. filosofi.

DAFTAR PUSTAKA
Goble., F. G. 1992. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
(diterjemahkan oleh Drs. A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.

Hambali, A., & Jaenuddin, U. 2013. Psikologi Kepribadian Lanjutan. Bandung:


Pustaka Setia.

http://www.psikologiku.com/teori-psikologi-kepribadian-menurut-abraham-
maslow/

Wilcox, Lynn. 2012. Psikologi Kepribadian: Analisis Seluk-Beluk Kepribadian


Manusia. (diterjemahkan oleh Kumalahadi P). Jogjakarta: IRCiSoD.

Yusuf, S., & Nurihsan, Juntika. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai