Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori kepribadian merupakan deskripsi organisasi tingkah laku secara
sistematis. Kepribadian disebut organisasi karena bukan merupakan bentuk perilaku
tunggal dan tersendiri, melainkan terdiri dari banyak tingkah laku. Kemunculan satu
tingkah laku terjadi melalui faktor latar belakang, sebab musabab, pendorong sasaran,
dan tujuan. Faktor-faktor tersebut diletakkan dalam satu kerangka yang saling
berhubungan. Kepribadian atau personality merupakan salah satu kajian psikologi
yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian, atau temuan-temuan yang dikemukakan
oleh para ahli, yang objek kajiannya adalah perilaku manusia sekaitan dengan apa,
mengapa, dan bagaimana manusia berperilaku (Yusuf & Nurihsan, 2013).
Pembahasan terkait kepribadian atau personality tidak hanya membicarakan tentang
mengapa individu berperilaku, tetapi juga mengapa individu, antara yang satu dengan
yang lainnya, memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing dalam berperilaku
(Boeree, 2013). 
Pandangan tentang konsep teori kepribadian banyak digunakan oleh beberapa
keilmuan yang membahas keseluruhan manusia sebagai objek material kajiannya,
termasuk salah satunya keilmuan bimbingan dan konseling. Teori kepribadian
mempunyai peranan penting dalam pendekatan konseling, yang mana konseling
merupakan suatu proses interaksi antar konselor dan konseli dalam upaya membantu
pemecahan masalah yang dihadapi oleh konseli. Penyelesaian masalah yang dihadapi
oleh suatu individu tentunya menggunakan berbagai pendekatan yang berkaitan
dengan teori-teori kepribadian. Terdapat tiga teori besar yang dalam pembahasan
tentang teori-teori kepribadian, yaitu psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme
(McCrae & Costa, 2006).
Teori humanistik berkembang sekitar tahun 1950, sebagai teori yang
menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Dikritik karena kedua teori
kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia), kedua teori
tersebut memandang manusia sebagai individu yang tidak berdaya, dikontrol oleh
lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Padahal manusia juga harus di pandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap
harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan individualnya dan dari sudut
pandang kemanusiaan nya itu sendiri. Psikologi seharusnya masuk dalam topik-topik
yang selama ini hampir tidak pernah diteliti oleh aliran-aliran behaviorisme dan
psikoanaalisis, seperti cinta, kreativitas, pertumbuhan, aktualisasi diri, kemandirian,
tanggung jawab, dan sebagainya. Pandangan seperti inilah yang disebut pandangan
humanistik. Teori Humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan
psikologis tingkat tinggi. Humanisme memberitakan tentang kehormatan dan nilai
umat manusia secara keseluruhan dan kapasitasnya untuk mengaktualisasikan diri.
Para teoris humanisme menentang apa yang mereka lihat sebagai pesimisme dan
keputusasaan perspektif psikoanalisis dan konsep manusia sebagai “robot” yang
diajukan oleh behaviorisme. Oleh sebab itu, untuk lebih memahami mengenai teori ini
dalam makalah ini pemakalah akan membahas mengenai teori humanistik dari
Abraham Maslow.
Teori Maslow merupakan salah satu di antara teori kepribadian yang sangat
terkenal. Teori Maslow ini membahas mengenai pandangan hierarki kebutuhan
manusia, Maslow dikenal sebagai kekuatan psikologi kepribadian baru, yaitu
psikologi humanistik, sebuah mazhab yang melengkapi teori lainnya yaitu teori
psikoanalisis dan behaviorisme. Teori Maslow juga dimasukan kedalam paradigm
traits karena teori itu menekankan pentingnya peran kebutuhan dalam pembentukan
kepribadian. 

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kehidupan Maslow?
2. Bagaiamana pandangan Maslow terhadap manusia?
3. Bagaimana hirarki kebutuhan Maslow?
4. Bagaimana Implikasi teori kepribadian Maslow terhadap layanan bimbingan dan
konseling?
5. Bagaimana Kelebihan dan Kelamahan teori Maslow?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah kehidupan Maslow 
2. Mengetahui pandangan Maslow terhadap manusia 
3. Mengetahui hirarki kebutuhan Maslow
4. Mengetahui Implikasi teori kepribadian Maslow terhadap layanan bimbingan dan
konseling
5. Mengetahui Kelebihan dan Kelemahan teori Maslow
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Kehidupan Abraham Maslow
Maslow anak sulung dari tujuh bersaudara, ia dilahirkan pada tahun 1908 di
Brooklyn, New York. Pada waktu Maslow berusia 14 tahun, orang tuanya berimigrasi
dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam kehidupannya, Maslow berkembang pada
suasana keluarga yang kurang menyenangkan. Ia merasa tidak bahagia dan terisolasi,
karena orang tuanya tidak memberikan kasih sayang, ayahnya bersikap dingin dan tidak
akrab, serta sering tidak ada di rumah dalam waktu yang cukup lama. Ibu Maslow
termasuk orang yang percaya pada tahyul, yang sering menghukum Maslow yang pahadal
hanya masalah kecil.
Pada masa kecil, Maslow mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan oleh
ibunya, ia mendapatkan tamparan dan kepalanya di benturkan ke tembok. Kejadian
tersebut ia dapatkan karena Maslow membawa dua anak kucing yang tersesat, namun
sang ibu tidak menyukai apa yang dilakukan Maslow sehingga membunuh kedua kucing
tersebut. Akibat kejadian itu, memberikan dampak serius terhadap dirinya, tidak hanya
kekehidupan emosionalnya, tetapi juga pada pekerjaannya dalam psikologi.
Dalam suatu tulisannya, Maslow mengemukakan keyakinannya yang penuh
akan filsafat hidup yang dialaminya. Seluruh penelitian dan perumusan teorinya berakar
dari kebencian untuk melawan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan ibunya.
Sejak kecil, Maslow merasa berbeda dengan orang lain. Dia merasa malu karena memiliki
badan yang kurus dan hidung yang besar.
Pada usia remaja, Maslow merasakan rendah diri (inferiority complex) karena
penolakan-penolakan dari orangtuanya, sehingga tidak heran jika masa kanak-kanak dan
remaja, Maslow menjadi anak penyendiri dan menghabiskan hari-harinya dengan buku
yang dipinjamnya di perpustakaan dekat rumahnya (Boeree, 2013:252; Fudyartanta,
2012:385; Schultz & Schultz, 2005:308-309; Yusuf & Nurihsan, 2011:153-155).
Orang tua Maslow sangat berharap anak-anaknya berhasil, Maslow dan saudara-
saudaranya dipaksa belajar keras agar meraih keberhasilan di bidang akademik. Demi
menuruti keinginan orang tuanya, pertama-tama Maslow belajar hukum di City College
of New York (CCNY). Setelah tiga semester belajar disana, Maslow melanjutkan
keperguruan tinggi di Universitas Cornell, pengalaman pertama dengan ilmu psikologi
hampir benar-benar mengasingkannya, karena mata kuliah yang diambil Maslow tersebut
diajar oleh E. B. Titchener yang membosankan dan hambar dan tidak ada kaitannya
dengan manusia (Schultz & Schultz, 2013:560).  
Kemudian Maslow ke Wisconsin agar bisa masuk ke University of Wisconsin
jurusan psikologi bersama sepupunya Bertha. Pada usia 20 tahun Maslow menikah
dengan Bertha Godman dan dikaruniai dua orang putri yaitu Ann Maslow dan Ellen
Maslow. Pernikahannya membawa kebahagiaan baginya, karena dia merasa memiliki
perasaan berharga dan bermakna dalam hidupnya, yang sebelumnya tidak dimilikinya.
Setelah masuk di University of Wisconsin Maslow menemukan pendekatan yang berbeda
mengenai psikologi sehingga menimbulkan ketertarikan Maslow pada bidang psikologi
mulai tumbuh, dan perjalanan akademis Maslow pun berubah secara dramatis. Maslow
sangat terkesan dengan psikologi behavioristik dari John B. Watson, seorang penganjur
revolusioner untuk menjadikan psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang
perilaku (science of behavior). Ketertarikannya pada bidang psikologi mengantarkan dia
untuk dapat bergaul dengan beberapa pemikir Eropa Adler, Fromm, Horney dan
psikolog-psikolog Gestalt dan Freudian (Lindzey & S. Calvin, 1985: 198).
Serangkaian pengalaman pribadi mempengaruhi Maslow bahwa behaviorisme
terlalu terbatas untuk bisa relevan dengan persoalan-persoalan manusia yang terus ada.
Maslow sangat terpengaruh oleh kelahiran anaknya dan hal-hal yang dibacanya tentang
filsafat, psikologi gestalt, dan psikoanalisis, selain itu Maslow juga dipengaruhi oleh
kontak yang dilakukannya dengan para psikolog Eropa. Kekaguman dan perasaan takjub
Maslow terhadap psikologi Gestalt Max Wertheimer dan antropologi Ruth Bendict
mendorong Maslow kepada studi pertamanya mengenai ciri-ciri orang yang
mengaktualisasikan diri mereka dengan sehat atau yang dikenal dengan “self-
actualization”. Selain itu, Maslow juga sangat terpengaruh oleh sebuah parade yang
dilihatnya tak lama setelah serangan mendadak Jepang terhadap angkatan laut Amerika
yang membuat Maslow memutuskan untuk mengabdikan dirinya untuk membangun
sebuah psikologi yang akan menangani masalah cita-cita tertinggi manusia. Maslow akan
bekerja untuk meningkatkan kualitas kepribadian manusia dan menunjukkan bahwa
setiap orang punya kemampuan untuk bertingkah laku lebih mulia daripada hanya
menunjukkan kebencian, prasangka dan perang.
Maslow menerima gelar Ph.D dari Universitas Wisconsin pada tahun 1934.
Setahun setelah lulus Maslow kembali ke New York untuk bekerja sebagai postdoctoral
fellowship yang berada dibawah tanggung jawab E. L. Thorndike di Columbia, tempat
dimana Maslow mulai melakukan penelitian tentang seksulitas manusia. Kemudian,
Maslow mulai mengajar full time di Booklyn College sampai pada tahun 1951. Tahun
1951 sampai 1959, Maslow menjabat ketua departemen psikologi di Brandels di Waltham
Massachussets, di tempat inilah Maslow dipertemukan dengan Kurt Goldstein (yang
memperkenalkan ide aktualisasi–diri kepada Maslow). Kemudian Maslow mulai menulis
karya-karya teoritisnya dan juga mulai mengembangkan konsep Psikologi Humanistik,
konsep yang menurut Maslow jauh lebih penting daripada usaha-usaha teoritisnya dengan
mempelajari seberapa banyak potensi yang dimiliki untuk perkembangan dan
pengungkapan diri manusia secara penuh. Selain itu, Maslow selalu berhubungan dengan
orang yang sehat, Maslow tidak mau memandang manusia disekelilingnya sebagai orang
yang tidak sehat (neurotis) sebagaimana yang diungkapkan oleh Freudian. Dimana
Maslow membangun dan menyempurnakan teorinya ini dengan menyampaikannya dalam
serangkaian buku popular.
Kemudian, Maslow pindah ke California untuk memperdalam filsafat politik,
ekonomi, dan etika, untuk memperkaya teorinya, psikologi humanistik. Maslow menjadi
salah seorang ahli psikologi yang popular yang menerima banyak penghargaan dari
berbagai pihak, dan pada tahun 1967 karena mendukung gerakan kelompok sensitivitas
Maslow terpilih sebagai Presiden Asosiasi Psikologi Amerika (APA). Maslow
menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya meninggal pada tahun 8
Juni 1970 karena serangan jantung (Boeree, 2013:248).

B. Pandangan Terhadap Manusia


Teori humanistik berkembang sekitar tahun 1950-an sebagai teori yang
menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik, karena kedua teori tersebut bersifat
“dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Sebagai pelopor teori atau pendekatan
humanistik, Maslow memiliki pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang baik
dan unik, memiliki potensi-potensi untuk berkembang positif ( Alwisol, 2009:200).
Maslow memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah
untuk bergerak menuju aktualisasi diri. Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak,
memiliki kesadaran untuk memilih serta memiliki harapan. Meskipun memiliki
kemampuan jahat dan merusak, tetapi bukan merupakan esensi dari dasar manusia.
Maslow percaya bahwa kesempurnaan manusia tidak akan tercapai, tetapi ia menyakini
bahwa manusia mampu untuk terus tumbuh dan berkembang dengan luar biasa. Manusia
mempunyai potensi untuk menjadi aktual, karena kebanyakan manusia akan berjuang
dalam hidupnya untuk memperoleh makanan, rasa aman, ataupun cinta (Hidayat, 2011:
165).
Manusia memiliki kesanggupan untuk memahami diriya sendiri, sanggup berfikir,
memilih dan membuat keputusan, serta memiliki potensi untuk mengaktualisasikan
dirinya (Corey, 2009:54). Maslow juga menyebutkan bahwa kreativitas yang ada pada
individu adalah ciri universal manusia yang bersifat alami, sejak dilahirkan. Kreativitas
adalah potensi semua orang, namun manusia kehilangan  kreativitas ini karena proses
pembudayaan. Termasuk dalam pendidikan formal, yang menuntut keseragaman berfikir
kepada semua individu (Alwisol, 2009:201). Pada dasarnya manusia adalah makhluk
yang baik dan berupaya menjalin hubungan yang bermakna dan konstruktif dengan orang
lain.
Para ahli humanistik mempunyai perhatian terhadap isu-isu penting tentang
eksistensi manusia, seperti cinta, kreativitas, kesendirian, dan perkembangan diri. Mereka
meyakini bahwa: (1) Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri; (2)
Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya,
dalam hal ini manusia bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan; (3) Manusia
adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan
irrasional dan konflik (Yusuf & Nurihsan, 2011:141).
Menurut Maslow manusia memiliki motivasi dalam memenuhi sejumlah
kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan tersebut dalam perwujudannya, akan dilakukan
berbeda oleh setiap manusia tentunya sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang
dimilikinya. Jadi, setiap manusia mengalami suatu kebutuhan tertentu maka secara tidak
sadar akan menarik pemenuhan kebutuhan lainnya terlebih dahulu. 
Teori Maslow didasarkan kepada pandangan mengenai sejarah manusia sebagai
hewan evolusioner yang terus berpose untuk tumbuh menjadi manusia yang
sesungguhnya. Selama proses tersebut, secara berangsur-angsur manusia lebih
termotivasi. Individu dibentuk secara biologis dan dipengaruhi lingkungan sosial. Ketika
manusia mencapai aktualisasi diri, mereka mengalami sinergi yang baik antara kebutuhan
biologi, sosial, dan aspek spiritual dalam dirinya (Hidayat, 2011).

C. Hirarki Kebutuhan Maslow


Menurut Maslow individu yang sehat adalah individu yang selalu menuntut
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Maslow berpendapat bahwa
motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki yaitu suatu susunan kebutuhan
yang sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya
muncul. Oleh karenanya, pada tahun 1943 Maslow menerbitkan sebuah makalah berjudul
“Teori Motivasi Manusia”, yang didalamnya menggambarkan tentang hirarki tujuh
kebutuhan manusia. Kebutuhan ini bersifat instinglif yang mengaktifkan atau
mengarahkan perilaku manusia, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam
cara memuaskannya. Dimana kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik, yaitu
sebagai berikut.
1. Kebutuhan meta muncul belakangan dalam evolusi perkembangan manusia. Semua
makhluk hidup membutuhkan makan dan minum, tetapi hanya sebagian manusia yang
memiliki aktualisasi diri, mengetahui dan memahami. Karena itu semakin tinggi
tingkat kebutuhan yang dimilikinya semakin jelas beda nilai kemanusiaannya.
2. Kebutuhan yang lebih tinggi muncul belakangan dalam perkembangan individu.
Kebutuhan fisiologis (biologis) dan rasa aman muncul pada usia anak, dan aktualisasi
diri mungkin baru akan muncul pada manusia pertengahan (Remaja). 
3. Kebutuhan yang lebih tinggi kurang diperlukan dalam rangka mempertahankan hidup,
sehingga pemuasannya dapat diabaikan. Kegagalan dalam pemuasannya tidak akan
menimbulkan krisis, tidak seperti apabila gagal dalam memenuhi kepuasan kebutuhan
yang lebih rendah. dengan alasan ini, Maslow menyebutkan kebutuhan yang lebih
rendah ini dengan kebutuhan deficit atau defisiensi. Kegagalan dalam memuaskan
kebutuhan ini akan mengakibatkan defisensi (ketidaknyamanan) dalam diri individu.
4. Walaupun kebutuhan yang lebih tinggi itu kurang begitu perlu dalam rangka survival,
namun kebutuhan itu memberikan kontribusi terhadap survival itu sendiri dan juga
perkembangan. Kepuasan yang diperoleh dari kebutuhan yang lebih tinggi itu dapat
meningkatkan kesehatan, panjang usia, dan efisiensi biologis. Dengan alasan ini,
Maslow menamakan kebutuhan ini dengan kebutuhan perkembangan atau berada
(growth or being needs).
5. Kebutuhan yang lebih rendah hanya menghasilkan kepuasan biologis, sedangkan
kebutuhan yang lebih tinggi memberi keuntungan biologis dan psikologis, karena
menghasilkan kebahagiaan yang mendalam, kedamaian jiwa, dan keutuhan kehidupan
batin.
6. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi melibatkan lebih banyak persyaratan dan
lebih kompleks dibanding kepuasaan pada tingkat yang lebih rendah. Ketika individu
berusaha dalam memperoleh aktualisasi diri memerlukan persyaratan dengan
melibatkan tingkah laku dan tujuan yang lebih rumit.
7. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi sangat bermanfaat, baik bagi fisik maupun
psikis. Kondisi ini dapat melahirkan rasa senang, bahagia dan perasaan bermakna
(Alwisol, 2009:203-204).
Dalam hirarki kebutuhan ini, untuk pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi
memerlukan situasi eksternal yang lebih baik (social, ekonomi, dan politik) daripada
pemuasan kebutuhan yang lebih rendah. Contoh untuk mengejar aktualisasi diri
diperlukan suasana kehidupan yang memberikan kebebasan untuk berekspresi dan
berpeluang. 
Teori kebutuhan Maslow ini dikenal dengan Piramida Teori Kebutuhan Maslow
yang terdiri dari (1) kebutuhan fisiologis; (2) kebutuhan rasa aman; (3) kebutuhan
pengakuan dan kasih sayang; (4) Kebutuhan akan harga diri atau penghargaan; (5)
Kebutuhan Kognitif; (6) Kebutuhan Estetika; dan (7) Aktualisasi Diri. Dimana kebutuhan
level paling atas dapat dicapai jika level bawah telah terpenuhi.
Gambar 2. Hirarki kebutuhan Maslow

1. Physiological Needs (Kebutuhan Fisiologis)


Kebutuhan dasar yang pertama adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan ini
merupakan kebutuhan individu yang paling dasar dan harus dimiliki oleh setiap
individu. Misalnya; kebutuhan makan, minum, oksigen, air, protein, garam, gula,
kalsium, serta beberapa mineral dan vitamin, dan sebagainya yang mencakup
sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan ini disebut kebutuhan dasar karena jika tidak
terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan berikutnya tidak akan dapat dicapai. Akan
tetapi, jika kebutuhan fisiologis terpenuhi, maka individu akan menuntut kebutuhan-
kebutuhan lain yang lebih tinggi, begitu seterusnya. Kebutuhan-kebutuhan ini adalah
kebutuhan yang mendesak untuk didahulukan pemuasannya dibadingkan dengan
kebutuhan-kebutuhan lain. Sebagai contoh, orang yang sedang lapar, ia tidak akan
terdorong untuk melakukan aktivitas lain sebelum kebutuhan makannya terpuaskan.
Seseorang akan dapat melakukan apapun, bahkan yang tidak wajar seperti mencuri
dan membunuh untuk memenuhi kebutuhan makannya.
2. Safety dan Security Needs (Kebutuhan Rasa Aman)
Apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi dan terperhatikan maka lapisan
kebutuhan kedua akan muncul. Dimana individu akan semakin ingin menemukan
situasi dan kondisi yang aman, stabil, dan terlindungi. Kebutuhan akan keamanan
tersebut antara lain adalah keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan,
bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan, ketertiban, hukum, dan lain-lain.
Sebaliknya, bila kebutuhan kedua dilihat secara negatif, perhatian kita akan terfokus
bukan pada persoalan lapar dan haus, tapi pada rasa takut dan kecemasan. 
3. Belongingness and Love Needs (Kebutuhan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang)
Apabila kedua kebutuhan di atas sudah terpenuhi, maka lapisan kebutuhan
ketiga akan muncul yaitu kebutuhan pengakuan dan kasih sayang. Kebutuhan akan
rasa memiliki dan cinta adalah sebuah dorongan dimana individu berkeinginan untuk
menjalin hubungan relasional secara efektif atau hubungan emosional dengan
individu lain, baik yang ada di lingkungan keluarga maupun di luarnya. Kebutuhan ini
ditandai dengan mulai merasa butuh teman, kekasih, anak dan bentuk hubungan
berdasarkan perasaan lainnya. Sebaliknya, jika dilihat secara negatif, kita akan
semakin mencemaskan kesendirian dan kesepian. 
4. Esteem Needs (Kebutuhan Penghargaan)
Maslow mengatakan bahwa ada dua bentuk kebutuhan terhadap harga diri
yaitu bentuk yang lemah, dan yang kuat. Bentuk yang lemah adalah kebutuhan untuk
dihargai orang lain, kebutuhan terhadap status, kemuliaan, kehormatan, perhatian,
reputasi, apresiasi bahkan dominasi. Bentuk yang kuat adalah kebutuhan kita untuk
percaya diri, kompetensi, kesuksesan, independensi, dan kebebasan. Bentuk negatif
dari kebutuhan harga diri adalah rendah diri dan kompleks inferioritas.
Menurut Maslow harga diri yang stabil dan paling sehat tumbuh dari
penghargaan yang wajar dari orang lain. Individu yang memiliki harga diri cukup,
akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih produktif. Sebaliknya,
individu yang kurang memiliki harga diri akan diliputi rasa rendah diri dan rasa tidak
berdaya, yang berakibat pada keputusan dan perilaku neurotik. 
5. Cognitive Needs (Kebutuhan Kognitif)
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh pengetahuan,
atau pemahaman tentang sesuatu). Kebutuhan kognitif diekspresikan untuk
memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, mencari sesuatu atau suasana
baru dan meneliti. 
6. Aesthetic Needs (Kebutuhan Estetika)
Individu yang terpenuhi kebutuhan estetikanya merupakan ciri individu yang
sehat mentalnya. Kebutuhan ini dapat mengembangkan kreativitas individu dalam
bidang seni (rupa, lukis, grafis, dan patung), arsitektur, tata busana dan tata rias.
Individu yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan keteraturan, keserasian,
atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya. 
7. Self Actualization (Aktualisasi Diri)
Menurut Maslow, aktualisasi diri mengarahkan pada sesuatu hal yang ingin
dicapai atau yang diinginkan (becoming) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh individu. Individu akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia mampu
mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self actualizing person). Aktualisasi diri
adalah proses bawaan di mana orang cenderung untuk tumbuh secara spiritual dan
menyadari potensinya. Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan dirinya, dia
akan berusaha untuk mengembangkan potensinya secara maksimal dan merasakan
kepuasan dalam hidupnya.
Orang-orang yang mencapai aktualisasi diri juga memiliki cara yang berbeda
berhubungan dengan orang lain. Mereka menikmati kesendirian, dan merasa nyaman
dengan kesendiriannya, mereka juga menikmati hubungan pribadi dengan beberapa
teman dekat dan anggota keluarga secara mendalam.
Pandangan tersebut di atas juga didukung oleh argument Maslow yang
menyatakan bahwa setiap orang memiliki kecenderungan bawaan kepada aktualisasi-
diri. Aktualisasi diri adalah perkembangan penuh kemampuan seseorang dan realisasi
potensi seseorang. Kondisi inilah yang merupakan kebutuhan tertinggi dalam diri
manusia, melibatkan aktivitas yang menggunakan segenap kualitas dan kemampuan
serta pengembangan dan pemenuhan potensi diri. Dimana untuk dapat
mengaktualisasika diri pertama-tama individu harus memuaskan kebutuhan-
kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki kebutuhan. Setiap kepuasan harus
terpuaskan terlebih dahulu sebelum kebutuhan berikutnya dapat memotivasi diri
individu (Schultz & Schultz, 2013:560).
Sebaliknya, motivasi bagi individu yang tidak mampu mengaktualisasikan
dirinya atau disebut sebagai kegagalan akan berdampak kurang baik bagi individu
tersebut, sebab dapat mengagalkan pemuasan kebutuhan yang lainnya dan juga
melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perkembangannya. 
Menurut Maslow ada beberapa hal yang diperlukan mengenai aktualisasi diri
(hidayat ,2011: 171) :
 Kebenaran, bukan ketidakjujuran
 Kebaikan, bukan kejahatan
 Keindahan, bukan keburukan
 Kesatuan, keutuhan bukan pilihan sewenang-wenang
 Sifat hidup, bukan kematian
 Kesempurnaan bukan kecerobohan
 Penyelesaian, bukan ketidaklengkapan
 Keadilan, bukan ketidakadilan
 Kesederhanaan, bukan kompleksitas
 Kekayaan, bukan kemiskinan lingkungan
 Kemandirian, bukan kebergantungan 
 Kebermaknaan bukan kesia-siaan.
Disamping itu, Maslow juga menganggap penyebab begitu kesalahan dengan dunia
sekarang ini adalah karena terlalu sedikit orang yang masih peduli dengan nilai-nilai ini,
bukan karena di dunia sekarang terlalu banyak orang jahat, tapi karena mereka belum
memperhatikan kebutuhan dasar mereka. Sehingga, Maslow memutuskan melakukan
penelitian untuk berusaha mengidentifikasikan karakteristik orang-orang yang terpuaskan
kebutuhan aktualisasi-dirinya dan karena dapat dianggap sehat secara psikologis. Maslow
meyakini bahwa prasarat untuk aktualisasi diri adalah kasih sayang yang cukup pada masa
kecil serta pemuasan kebutuhan fisiologis dan rasa aman selama dua tahun pertama
kehidupan. Apabila anak-anak diberi perasaan aman dan percaya diri pada tahun-tahun awal
kehidupan mereka, maka mereka akan menjadi orang seperti itu ketika dewasa. Tanpa kasih
sayang orang tua, keamanan, dan harga diri pada masa kecil, akan sulit bagi diri dewasa
untuk mencapai aktualisasi diri (Schultz & Schultz, 2013:562). 

D. Metaneeds (Kebutuhan Aktualisasi Diri)


Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri,
untuk menyadari semua potensi yang ada pada individu, agar menjadi individu kreatif dan
bebas mencapai puncak prestasi potensinya (Alwisol, 2009:206). Maslow berpendapat bahwa
seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk
mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self-actualizing person). Dia mengemukakan teori
motivasi bagi self-actualizing person dengan nama metamotivation, meta-needs, B-
motivation atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Seseorang yang telah mampu
mengaktualisasikan dirinya tidak termotivasi untuk mengejar sesuatu (tujuan) yang khusus,
mereduksi ketegangan, atau memuaskan suatu kekurangan. Mereka secara menyeluruh
tujuannya akan memperkaya, memperluas kehidupannya dan mengurangi ketegangan melalui
bermacam-macam pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk mengembangkan
potensinya secara maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya. Dia juga berada dalam
keadaan menjadi yaitu spontan, alami, dan senang mengekspresikan potensinya secara penuh.
Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu meng- aktualisasikan dirinya, dia namai
D-motivation atau Deciency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk
memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mencari makanan untuk memenuhi rasa lapar.
Ini berarti kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan khusus (makanan) menghasilkan motivasi
untuk memperoleh sesuatu yang dirasakannya kurang (mencari makanan). Motif ini tidak
hanya berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, tetapi juga rasa aman, cinta kasih dan
penghargaan (Yusuf & Juntika, 2011:161).
Terkait dengan metaneeds, Maslow selanjutnya menemukan 17 rincian kebutuhan
meta yaitu kebutuhan estetik dan kognitif. Pada kebutuhan estetik dan kognitif tidak
dipisahkan secara tajam, karena keduanya saling tumpang tindih.  Berikut ini dikemukakan
mengenai rincian dari kebutuhan meta (Alwisol, 2009: 207).
Tabel 1
Kebutuhan Meta: Kebutuhan estetik dan Kognitif
Metaneeds Karakter yang sama/berhubungan
Keanggunan Keindahan, keseimbangan bentuk, menarik perhatian
Bersemanagat Hidup, bergerak spontan, berfungsi penuh, berubah dalam aturan
Keunikan Keistimewaan, kekhasan, tak ada yang sama, kebaruan
Bermain-main Gembiran, riang, senang, menggelikan, humor
Kesederhanaa Jujur, terbuka, menasar, tidak berlebihan, tidak rumit
n
Kebaikan Positif, bernilai, sesuai dengan yang diharapkan
Teratur Rapi, terencana, mengikuti aturan, seimbang
Kemandirian   Otonom, menentukan diri sendiri, tidak bergantung
Kemudahan Ringan, tanpa usaha, tanpa hambatan
Kesempurnaan Mutlak, pantas, tidak berlebihan dan tidak kurang, optimal
Kelengkapan Selesai, tamat, sampai akhir, puas terpenuhi
Berisi  Kompleks, rumit, penuh, berat, semua sama penting
Hukum Tidak berat sebelah, menurut hukum yang seharusnya
Penyatuan Menerima perbedaan, perubaha, penggabungan
Keharusan Tidak dapat ditolak, syarat sesuatu harus seperti itu
Kebulatan Kesatuan, integrasi, kecendrungan menyatu, saling berhubungan
Kebenaran Kenyataan, apa adanya, faktual, tidak berbohong

Salah satu sifat yang menunjukkan bahwa individu telah mengalami fase aktualisasi
diri adalah jika dia mengalami pengalaman-pengalaman puncak (peak experiences). Selain
itu, aktualisasi diri dapat dipandang sebagai tujuan final dari kehidupan manusia. Tujuan
aktualisasi diri bersifat alami, yang dibawa sejak lahir (Alwisol, 2009: 208). Ada kesempatan
di mana orang yang mengaktualisasikan diri mengalami ekstase, kebahagiaan, perasaan
terpesona yang hebat dan meluap-luap, seperti pengalaman keagamaan yang mendalam.
Inilah yang disebut Maslow “peak experience” atau pengalaman puncak. Pengalaman puncak
ini ada yang kuat dan ada yang ringan. Pengalaman puncak umumnya dialami oleh orang
yang telah mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Pemahaman yang didapatkan melalui
pengalaman puncak ini membantu orang untuk mempertahankan kepribadian yang dewasa.
Orang seperti itu terpenuhi secara spiritual – nyaman dengan dirinya sendiri dan dengan
orang lain, mencintai dan kreatif, realistis dan produktif (Friedman & Schustack, 2008: 351). 
Pada orang yang teraktualisasi, perasaan “berada di puncak” ini bisa diperolehnya
dengan mudah, setiap hari; ketika    bekerja, mendengarkan musik, membaca cerita, bahkan
saat mengamati terbit matahari. Meskipun banyak teori kepribadian yang berasal dari
penelitian mengenai orang yang hysteria, neurotic, atau tidak sehat lainnya, akan tetapi
Maslow mempelajari kehidupan orang yang sehat dan ideal. Maslow menekankan potensi
positif bawaan dalam diri manusia. Orang yang mencapai aktualisasi diri memiliki
pengetahuan yang realistis mengenai dirinya dan mampu menerima dirinya apa adanya
(Colledge, 2002 : 135). 
Mengenai self-actualizing person, atau orang yang sehat mentalnya, Maslow
mengemukakan ciri-cirinya sebagai berikut.
a. Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman
dalam menjalaninya.
b. Menerima dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
c. Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka.
d. Mempunyai komitmen atau dedikasi untuk memecahkan masalah di luar dirinya
(yang dialami orang lain).
e. Bersikap mandiri atau independent.
f. Memiliki apresiasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya.
g. Mencapai puncak pengalaman yaitu suatu keadaan seseorang yang mengalami
kegembiraan yang luar biasa. Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau
keagamaan.
h. Memiliki minat sosial: simpati, empati, dan altruis.
i. Sangat senang menjalin hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan)
dengan orang lain.
j. Bersikap demokratis (toleran, tidak rasialis, dan terbuka).
k. Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).
Pandangannya tentang hakikat manusia, Maslow berpendapat bahwa manusia itu
bersifat optimistik, bebas berkehendak, sadar dalam memilih, unik, dapat mengatasi
pengalaman masa kecil, dan baik. Menurut dia, kepribadian itu dipengaruhi oleh hereditas
dan lingkungan. Sejalan dengan itu dalam buku Hall & Lindzey (1993:109) dinyatakan
bahwa menurut teori Maslow, setiap individu memiliki kodrat bawaan yang pada
hakikatnya baik atau sekurang-kurangnya netral. Karena kepribadian berkembang melalui
pematangan dalam lingkungan yang menunjang dan usaha-usaha aktif pada dari diri
individu untuk merealisasikan kodratny, maka daya-daya kreatif dalam diri individu akan
meyatakan dirinya dengan lebih jelas lagi. Seabaliknya, apabila individu menderita atau
neurotic, maka hal itu disebabkan karena lingkungannya lewat ketidaktahuan dan
patologi sosial, atau karena mereka telah mendistorsikan pikiran mereka. 
Ada beberapa contoh menurut Maslow tokoh-tokoh yang mampu
mengaktualisasikan dirinya dan sukses, dikutip dari (Friedman & Schustack, 2006:352). 
Tabel. 2
Aktualisasi Diri

Orang Yang Pencapaian Aktualisasi Diri


Mengaktualisasikan Diri
Menggunakan kejeniusan kreatifitasnya untuk menguji
Albert Einstein
ulang asumsi fundamental mengenai ruang dan waktu
Menunjukkan kepedulian semua manusia dan berusaha
Eleanor Roosevelt
untuk meningkatkan kehidupan manusia
Sebagai pendiri psikologi, ia membawa pandangan baru
William James
yang kreatif 
Menentang kepercayaan religious pada masanya untuk
Baruch Spinoza
mengajukan pemikiran yang diangga radikal
Memperjuagkan pemikiran moral mengenai kebebasan,
Abraham Lincoln
dengan melakukan pengorbanan peribadi yang besar
Menjadi arsitektur dan filsuf dari bentuk pemerintahan baru
Thomas Jefferson
yang dibangun berdasarkan prinsip demokrasi
Menjadi apa yang dianggap banyak orang sebagai pemain
Pablo Casals
cello di abad 20
Menunjukkan kreativitas dan pencapaian yang tinggi dalam
George Washington Carver
menghadapi penderiaan dan diskriminasi.

E. Implikasi Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Terhadap Bimbingan dan Konseling


Implikasi teori humanistik Abraham Maslow bagi bimbingan dan konseling ialah
menurut Maslow (Hidayat, 2011) tujuan terapi adalah agar klien memperoleh B-values,
atau nilai-nilai kebenaranan, keadilan, kesedarahanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, konseli harus terbebas dari ketergantungan pada orang lain, supaya
dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif. Meskipun
Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat
diterapkan dalam psikoterapi.
Tujuan umum konseling menurut teori hirarki kebutuhan Maslow adalah the fully
functioning (mature) person atau the self-actualizing (psychologically healthy) person.
Sementara untuk tujuan khusus dari konseling ini adalah :
1. Bersikap terbuka terhadap pengalaman dan dapat mempersepsikan secara
realistik.
2. Menerima diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
3. Bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
4. Mau menghargai diri sendiri dan orang lain.
5. Menerima orang lain sebagai individu yang unik.
6. Bersikap rasional demokratis.
7. Senang menjalin hubungan interpersonal.
Dalam proses konseling baik individu maupun kelompok, Maslow secara jelasnya
tidak memiliki teknik khusus. Namun karena teori Maslow termasuk kedalam 
humanistik, maka dalam  penerapan teknik konselingnya pun mengadopsi dari teori
humanistiknya Carl Roger (Corey. 2013. hlm 104)
Setelah mendapatkan layanan konseling dengan pendekatan hirarki kebutuhan
diharapkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri konseli (klien) yaitu
(Gibson, RL dan Mitchell, MH 1986; Yusuf, 2016 hlm. 156) : 
a. Konseli dapat melihat dirinya sendiri secara berbeda.
b. Konseli menerima dirinya sendiri (termasuk perasaannya) secara penuh.
c. Konseli lebih percaya diri dan mampu mengarahkan diri.
d. Konseli menjadi lebih menyadari untuk berproses kearah menjadi.
e. Konseli memiliki persepsi yang lebih fleksibel, tidak kaku.
f. Konseli memiliki tujuan yang realistic bagi dirinya.
g. Konseli berperilaku secara lebih matang.
h. Konseli mampu mengubah perilakunya yang salah suai (maladjustive behaviors).
i. Konseli menerima orang lain.
j. Konseli lebih bersikap terbuka.
k. Konseli mengubah karakteristik kepribadian dasarnya dengan cara-cara yang
konstruktif.
Maslow berpendapat bahwa kebanyakan manusia yang membutuhkan terapi
adalah  mereka yang kurangnya kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang. Tingkat
kebutuhan ini biasanya dipenuhi dengan baik, tetapi masih sulit untuk mendapatkan
kasih sayang. Karena itu, psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal yang hangat
dan penuh kasih sayang. Dengan demikian, klien memperoleh kepuasan dalam 
memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh rasa percaya diri, dan penghargaan
diri sendiri. Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama tama
dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara
pribadi-pribadi dan antara pribadi kelompok di dalam komunitas sekolah. Individu hanya
berkembangan secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang
penuh cinta (unconditional regard) serta terciptanya relasi pribadi yang efektif (personal
relationship).
F. Peran Konselor
Buhler dan Allen (Gerald Corey : 1988) menjelaskan bahwa konselor humanistik
memiliki orientasi sebagai berikut :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2. Menyadari tanggung jawab sebagai konselor.
3. Mengakui sikap timbal balik dari hubungan Bimbingan dan Konseling.
4. Berorientasi pada perkembangan.
5. Menekankan keharusan konselor terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
yang utuh.
6. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak pada konseli.
7. Memandang dirinya sebagai model, konselor dengan gaya hidup dan
pandangan dan humanistiknya tentang manusia dapat secara implisit
menunjukkan kepada konseli potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8. Mengakui kebebasan konseli untuk mengungkap pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan dan nilainya sendiri
9. Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan
kebebasan klien.

G. Kelebihan dan Kelemahan Teori Maslow


Kelebihan teori Maslow menggambarkan manusia yang mencapai aktualisasi diri
dengan berbagai cirinya dan juga menjelaskan pengecualian-pengecualian manusia dalam
memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda porsi pencapaian. Kebutuhan-kebutuhan yang
dimiliki dan dicapai pada teori Maslow lebih luas pembahasannya dan memandang
manusia dari banyak aspek jika dibandingkan dengan kebutuhan yang ada pada teori
William Glasser (terapi realitas). Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologis meliputi  cinta (belonging/love); kekuasaan/harga diri (power); kesenangan
(fun); kebebasan (freedom); bertahan hidup (survival) (Komalasari, 2011 : 236). Pada
teori ini selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis dan humanis.
Dalam implementasi pendidikan indikator dari keberhasilan aplikasi teori ini adalah siswa
merasa senang dan bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir
dan sikap atas kemauannya sendiri.
Maslow percaya bahwa psikologi terlalu memperhatikan neurosis dan gangguan
(Colledge, 2002 : 137). Sedangkan Maslow lebih suka bekerja dengan individu yang
sehat dan kreatif. Dia juga tidak menyetujui teori perilaku karena penekanannya pada
teori mekanistik. Bagi Maslow ada lebih banyak dimensi fungsi manusia daripada sekedar
stimulus dan respon. Arah teori Maslow yang mengenai motivasi manusia yang lebih
tinggi dan dia sangat dipengaruhi oleh filsuf dan ahli fenomenologi seperti Binswanger,
Husserls, Kieregaard dan Sartre. Teorinya sangat mementingkan psikologi motivasi.
Kelemahan teori yang di kembangkan Maslow adalah minimnya teknik khusus
untuk meningkatkan aktualisasi diri. Namun bukan berarti tidak adanya teknik yang
diterapkan dalam pendekatan humanistik. Pada pendekatan humanistik bertentangan
dengan pendekatan behavoristik. Pada  pendekatan behavioristik ditentukkan oleh
lingkungan sekitarnya. Kepribadian manusia dibentuk oleh stimulus respon.  Pada aliran
behavioristik ditentang oleh aliras humanistik yang mana menghargai potensi dan
martabat manusia serta kebutuhan manusia tidak di tentukan oleh lingkungan. Pada
pendekatan humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya  manusia memiliki potensi
individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Pada
konseling humanistik terciptanya stimulus yang  positif serta didorong oleh konselor yang
aktif yaitu caranya dengan menciptakan hubungan  pribadi yg harmonis. Jadi teknik
konseling pada pendekatan ini adalah building relationship yang baik. Pertanyaan awal
dari proses konseling ini adalah konselor menanyakan apa yang diinginkan, apa yg
diharapkan, apa yang di dambakan dari seorang konseli itu sendiri sehingga pada
pendekatan ini konseli dituntut untuk aktif agar dapat menjalin hubungan yang baik dan
bermakna. Konselor tidak pernah memaksa klien akan tetapi berupaya memberikan rasa
nyaman melalui building relationship.
Dalam menerapkan building relationship tersebut terdapat teknik-teknik yang
dapat dilakukan oleh konselor dalam proses konseling, diantaranya yaitu genuine dan
unconditional positif regard. Pada genuine ini bermakna bahwa ketulusan seorang
konselor dalam membantu kliennya dalam mengentaskan permasalahannya. Konselor
tidak berpura-pura dan tulus ndalam menghadapi aseorang klien. Kejujuran, kenyamanan,
kasih sayang dan ketulusan itu merupakan indikator pada pendekatan humanistik. Jadi
manakala klien diberikan kesempatan yang baik, dalam kondisi baik maka itu akan
menjadikan kepribadian yang baik pada konseli. Kemudian pada teknik kedua yaitu
unconditional positif regard yang artinya bahwa seorang konselor sebaiknya menghargai
apa adanya konseli tanpa berpura-pura dan dalam memberikan perhargaan tidak harus
dikondisikan sehingga mampu memotivasi konseli agar dapat tumbuh dan berkembangan
dengan maksimal dan baik. Oleh karena itu seorang konseli harus bisa bertanggung jawab
secara moral dari dalam dirinya sendiri tanpa adanya dorongan dari luar dalam mencapai
aktualisasi diri.
BAB III
SIMPULAN

Pada teori yang dikembangakan Maslow adalah teori hirarki kebutuhan manusia,
Maslow dikenal sebagai kekuatan psikologi kepribadian baru, yaitu “Psikologi Humanistik”,
sebuah mahzab yang melengkapi teori lain sebelumnya, yaitu psikoanalisis dan behaviorisme.
Psikologi humanistik memasukkan aspek positif dari manusia yang memilki peran penting,
yaitu cinta, kreativitas, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Maslow membuat ide
mengenai hierarki kebutuhan yang sangat terkenal. Teori kebutuhan Maslow ini dikenal
dengan piramida Teori Kebutuhan Maslow yang terdiri dari (1) kebutuhan fisiologis; (2)
kebutuhan rasa aman; (3) kebutuhan pengakuan dan kasih sayang; (4) kebutuhan akan harga
diri atau penghargaan; (5) kebutuhan kognitif; (6) kebutuhan estetika; dan (7) aktualisasi diri.
Tujan dari penerapan teori Maslow yaitu agar klien memperoleh nila-nilai kebenaran,
keadilan, kesederhanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas
dari kebergantungan pada orang lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan
aktualisasi diri menjadi aktif. Pada teori humanistik ini memiliki kelebihan diantaranya selalu
mengedepankan hal-hal yang bernuansa demokrasi dan humanis. Serta kemampuan hidup
bersama  manusia yang  tentunya mempunyai  pandangan yang berbeda. Pada pendekatan
humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya  manusia memiliki potensi individual dan
dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Pada konseling
humanistik terciptanya stimulus yang positif serta didorong oleh konselor yang aktif yaitu
caranya dengan menciptakan hubungan  pribadi yg harmonis. Jadi teknik konseling pada
pendekatan humanistik adalah building relationship yang baik dengan penerapan teknik
genuine dan unconditional positif regard.

Anda mungkin juga menyukai