Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori Maslow merupakan salah satu teori kepribadian yang terkenal.


Pandangannya mengenai manusia membuka Madzhab baru mengenai kepribadian,
yang dikenal dengan Psikologi Humanistik, dan teorinya yang sangat terkenal
yaitu hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Pandangannya mengenai manusia
sangatlah postif dan optimis walaupun Maslow memiliki masa lalu yang sulit.
Psikologi humanistik muncul dengan menghadurkan gagasan mengenai
kepribadian manusia yan berbeda dengan psikologi psikoanalisis dan
behaviorisme, yakni yang berupa manusia merupakan makhluk yang bebas dan
bermartabat serta selalu bergerak kearah aktuallisasi diri.

Hierarki kebutuhan dari Maslow merupakan suatu pernyataan luas tentang


kebutuhan-kebutuhan manusia dan menyediakan sebuah kerangka dasar
konseptual sebagai landasan untuk memahami kekuatan-kekuatan yang
menyebabkan orang orang berperilaku dengan cara tertentu dalam situasi tertentu.
Abraham Harold Maslow merupakan salah seorang tokoh psikologi yang lahir di
Brookolyn New York pada 1 April 1908 dan meninggal pada tahun 1970.
Abraham Maslow mengembangkan model Hierarki kebutuhan (1950) dan sampai
saat ini tetap digunakan dalam memahami motivasi manusia, pelatihan
manajemen dan pengembangan pribadi. Sebagai seorang humanis, Maslow
menyadari bahwa sangat diperlukan suatu teori yang memperhatikan tentang
seluruh kemampuan manusia, tidak hanya melihat dari satu aspek yang dimiliki
manusia saja. Namun harus memperhatikan aspek kemampuan yang dimiliki oleh
manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia.

Abraham Maslow mengkonstruk teorinya berdasarkan hierarki atau yang


lebih dikenal dengan Maslow’s Needs Hierarchy Theory/ A Theory of Human
Motivation. Menurut Maslow seorang yang berperilaku, karena didorong oleh
berbagai jenis kebutuhan, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang.
2

Jika kebutuhan pertama dan kedua sudah terpenuhi, maka kebutuhan ketiga dan
setrerusnya sampai tingkat kelima akan dikejar. Maslow membagi kebutuhan
tersebut ke dalam beberapa jenjang yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan
Keselamatan dan Keamanan, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Akan Penghargaan,
Kebutuhan Aktualisasi Diri. Hierarki kebutuhan dari Maslow merupakan suatu
pernyataan luas tentang kebutuhan-kebutuhan manusia dan menyediakan sebuah
kerangka dasar konseptual sebagai landasan untuk memahami kekuatan-kekuatan
yang menyebabkan orang-orang berperilaku dengan cara tertentu dalam situasi
tertentu, (Winardi, 2012).

B. Ruang Lingkup Makalah

Makalah yang berjudul Teori Humanistik Abraham Maslow membahas


mengenai teori huanistik dari Abraham Maslow, baik itu dari konsep kepribadian,
struktur kepribadian, dinamika kepribadian,

C. Tujuan Penulisan

Tujuan di tulisnya makalah ini ialah diharapkan agar pembaca maupun penulis
dapat memahami teori humanistic dari Abraham Maslow.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Abraham Maslow

Abraham Harold (Abe) Maslow dilahirkan dan dibesarkan di Brooklyn, New


York, 1 April 1908. Anak sulung dari tujuh bersaudara. Orang tuanya imigran
Yahudi dari Rusia yang tidak berpendidikan tinggi. Dengan latar belakang
pendidikan orang tua Maslow yang tidak berpendidikan tinggi membuat orang tua
Maslow memaksa agar anak-anaknya dapat mencapai jenjang pendidikan tinggi
(Hidayat, 2011, hlm. 164).

Maslow tidak terlalu dekat dengan salah satu dari orang tuanya, tetapi ia tidak
keberatan dengan ayahnya yang seringkali tidak ada di sampingnya. Ayahnya
adalah seorang imigran keturunan Rusia-Yahudi yang bekera mempersiapkan
barel/tong. Akan tetapi, kepada ibunya Maslow merasakan kebencian dan
kemarahan yang besar, tidak hanya pada masa kecilnya, tetapi juga hingga hari
kematian Ibunya yang hanya berjarak beberapa tahun dari kematian Maslow
sendiri.walapun telah beberapa tahun menjalani psikoanalisis, kebenciannya yang
4

kuat terhadap Ibunya tak pernah hilang dan ia menolak untuk menghadiri
pemakaman Ibunya walaupun saudara kandungnya yang tidak membenci Ibunya
memintanya untuk hadir (dalam Feist & Feist, 2010).

Sejak kecil, maslow merasa berbeda dengan orang lain, dia merasa malu
dengan kondisi fisiknya karena memiliki tubuh yang kurus dan hidung yang besar
(Hidayat, 2011). Pada usia remaja, dia merasakan rendah diri yang sangat dalam
(inferiority complex) (Yusuf & Nurihsan, 2011). Dia mencoba untuk
mengkompensasinya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh
pengakuan, penerimaan, dan penghargaan dalam bidang atletik, namun tidak
berhasil. Dia kembali bersahabat dengan buku (Yusuf & Nurihsan, 2011).

Sejak kecil dan remaja, Maslow sudah senang membaca. Pagi-pagi dia pergi
ke perpustakaan yang dekat dari rumahnya untuk meminjam buku. Apabila
berangkat ke sekolah, dia pergi satu jam sebelum masuk kelas. Selama satu jam
tersebut ia pergunakan untuk membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan
(Yusuf & Nurihsan, 2011). Oleh karena berbakat secara intelektual, Abe atau
Maslow menemukan kenyamanan ketika berada di Boys High School di Brooklyn,
dimana nilainilai akademisnya menjadi sedikit tinggi dari nilai rata-rata (Feist &
Feist, 2010). Pada saat yang sama Abe menjalin pertemanan dengan Will Maslow
sepupunya yang juga bersekolah ditempat yang sama dengan Abe, Will
merupakan seorang yang ramah dan aktif bergaul sehingga melalui jalinan
pertemanannya dengan Will, Abe mengembangkan kemampuan sosialnya dan
menjadi tergabung di beberapa aktivitas di sekolah ( Hoffman dalam Feist & Feist,
2010).

Setelah Abe atau Maslow lulus dari Boys High School, sepupunya Will
mendukungnya untuk mendaftar ke Cornell University, akantetapi Maslow tidak
percayadiri untuk mendaftar (Feist & Feist, 2010). Oleh karena itu Maslow
memilih City College of New York yang kurang terkemuka. Karena Ayahnya
menginginkan anak lelaki tertuanya menjadi seorang pengacara Maslow memilih
Hukum sebagai bidang stdinya ketika berkuliah di City College of New York
5

(Feist & Feist, 2010). Tetapi ia meninggalkan kelas hukumnya disuatu malam dan
meninggalkan semua buku-bukunya dikelasnya. Setelah tiga semester, ia pindah
ke Cornell University di bagian utara New York. Sebagian alasannya ialah untuk
lebih dekat dengan sepupunya Will yang juga berkuliah di tempat yang sama, dan
untuk menjauhkan dirinya dari Bertha Goodman, sepupunya yang ia cintai
(Hoffman dalam Feist & Feist, 2010).

Setelah menjalani satu semester di Cornell, Maslow kembali ke City College


if New York, kali ini alasannya untuk lebih dekat dengan Bertha. Ketika Maslow
berusia 20 tahun dan Bertha berusia 19 tahun, mereka menikah setelah mengatasi
penolakan dari orang tua Maslow karena selain mereka masih terlalu dini untuk
menikah, pernikahan antar sepupu mungkin akan menghasilkan kelainan genetis
pada anak-anak mereka. Ketakutan ini merupakan hal yang ironis karena ke-dua
orangtua Maslow pun merupakan sepupu dan mempunyai enam anak yang sehat
(Feist & Feist, 2010). Satu semester menjelang pernikahannya, Maslow mendaftar
di University of Wiconsin, dimana ia memperoleh gelar filosofi. Selain itu, karena
ia cukup tertarik dengan pandangan Behaviorisme Jhon B. Watson dan
ketertarikannya ini membuat Maslow mengambil mata-mata kuliah psikologi
yang cukup untuk memnuhi persyaratan untuk memenuhi gelar doktor (Ph.D)
dibidang psikologi (Feist & Feist, 2010). Maslow sedemikian tertarik dengan
Watson dan meyakini Behaviorisme dapat menyelesaikan berbagai persoalan.
Dengan mengikuti program-program yang diadakan Watson, Maslow berharap
dirinya bisa mengubah dunia. Selain Watson, tokoh-tokoh yangmdikagumi dan
ingin diikuti oleh Maslow adalah Koffka, Dreisch, dan Miklejohn. Namun
ketiganya tidak ia jumpai karena mereka hanya guru besar tamu. Kejadian ini
menimbulkan kekecewaan yang besar bagi Maslow. Dan untuk mengobati
kekcewaan dirinya, Maslow kemudian menyusun disertasi doktor di bawah
bimbingan Harry F. Harlow mengenai pelaku primata dan seksualitas. Dia
melakukan penelitian lanjutan di Universitas Columbia. Disana ia bekerja sebagai
asisten Edward L. Thorndike, salah seorang tokoh behaviorisme terkenal (Hidayat,
2011). Setelah itu, menjadi asociate profesor di Brooklyn College of New York
6

sampai tahun 1951. Ketika mengajar disana ia bertemu dengan Erich Fromm,
Alfred Adler, Karen Horney, antropolog Ruth Benedict, dan tokoh psikologi
Gestalt Max Watheimer. Kedua orang terakhir ialah tokoh yang dikagumi oleh
Maslow, baik secara profesional maupun pribadi. Maslow mulai membuat catatan
tentang kehidupan mereka. Catatan ini kemudian menjadi dasar dari penelitian
seumur hidup dan pemikiran tentang kesehatan mental dan potensi manusia.
Maslow menulis secara ekstensif tentang masalah konsep hierarki kebutuhan,
metaneds, aktualisasi diri, dan pengalaman puncak yang sebenarnya bersumber
dari ide dari psikologi lain, tetapi dengan pertambahan yang signifikan. Maslow
menjadi pemimpin aliran psikologi humanistik yang muncul pada 1950-an, yang
ia sebut sebagai “kekuatan ketiga”- di luarteori psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis tahun 1951-1969, kemudian
menjadi anggota Laughin Institute di California. Dia meninggal karena serangan
jantung pada 8 Juni 1970. Pada tahun 1967, AsosiasimHumanis Amerika
memberinya gelar Humanist of the Year.

B. Teori Kepribadian Humanistik


1. Eksistensialisme dan Psikologi Humanistik
Istilah Psikologi humanistik diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi
yang pada awal tahun 1960-an bekerjasama dibawah kepemimpinan Maslow
dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran
intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisa
dan behaviorisme. Sekelompok ahli tersebut memiliki pandangan yang
berbeda, tetapi mereka berpijak kepada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yakni
Eksistensialisme.
Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia
semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya para filsuf
eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk
memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud keberadaannya, serta
bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya itu. Oleh karena
7

eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki


kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka
eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik. Karena
pengaruh eksistensialisme, psikologi humanistik mengambil model dasar
manusia sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
2. Ajaran- Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
a. Individu sebagai keseluruhan yang Integral
Salah satu aspek yang fundamental dari Psikologi Humanistik adalah
ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan
yang integral, khas dan terorganisasi. Sesuai dengan teori Maslow dengan
prinsip holistiknya, motivasi mempengaruhi individu secara keseluruhan,
dan bukan secara bahagian.

b. Ketidak relevanan Penyelidikan dengan Hewan


Para juru bicara Psikologi Humanistik mengingatkan tentang adanya
perbedaan yang mendasar antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku
hewan bagi mereka, manusia itu lebih dari sekadar hewan. Ini bertentangan
dengan behaviorisme yang mengandalkan penyelidikan tingkah laku hewan
dalam upaya memahami tingakah laku manusia. Berbeda dengan para
behavioris yang menekankan kesinambungan alam manusia dengan dunia
hewan, Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya
memandang manusia yang sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan
apapun. Maslow menegaskan bahwa penyelidikan dengan hewan tidak
relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena hal itu
mengabaikan ciri-ciri khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan,
nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni dan sebagainya yang
dengan kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan
pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
c. Pembawaan baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya
adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut perspektif humanistik, kekuatan
8

jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan
yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
d. Potensi kreatif manusia
Pengutamaan kreativitas manusia merupakan salah satu prinsip yang penting
dari Psikologi Humanistik. Maslow, dari studinya atas sejumlah orang
tertentu menemukan bahwa pada orang-orang yang ditelitinya itu terdapat
satu ciri yang umum, yakni kreatif. Dari situ Maslow menyimpulkan bahwa
potensi kreatif merupakan potensi yang umum pada manusia.
e. Penekanan pada kesehatan psikologi
Maslow juga merasa bahwa psikologi terlalu menekankan pada sisi negatif
manusia dan mengabaikan kekuatan atau sifat-sifat yang positif dari
manusia. Maslow yakin bahwa kita tidak akan bisa memahami gangguan
mental sebelum kita memahami kesehatan mental. Karena itu Maslow
mendesak perlu adanya studi atas orang-orang yang berjiwa sehat sebagai
landasan bagi pengembangan psikologi yang universal.

C. Konsep Kepribadian

Meskipun memiliki pengalaman yang buruk namun dalam teorinya Maslow


memandang manusia dengan optimis, memiliki kecenderungan alamiah untuk
bergerak menuju kearah aktualisasi diri. Hidayat (2011) mengungkapkan
“meskipun memiliki kemampuan jahat dan merusak, tetapi bukan merupakan
esensi dasar dari manusia. Sifat-sifat jahat muncul dari rasas frustasi terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar.” Contohnya ketika kebutuhan akan makanan dan
tempat tinggal tidak terpenuhi, maka untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan
dengan cara mencuri agar dapat terpenuhinya kebutuhan tersebut. “Maslow
berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila ia
telah mampu untuk mengaktualisaikan dirinyasecara penuh” (Yusuf & Nurihsan,
2011). Yusuf dan Nurihsan (2011) mengemukakan bahwa “Dia mengemukakan
teori motivasi bagi selfactualizing person dengan nama metamotivation,
meta-needs, B-motivation, atau being values (kebutuhan untuk berkembang).”
9

D. Struktur Kepribadian

Maslow (dalam Jaenudin, 2015, hlm. 128) mengungkapkan bahwa “Manusia


di motivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk setiap
spesies, tidak berubah dan tidak berasal dari sumber genetis atau naluriah”. Dapat
diartikan bahwa kepribadian manusia bersumber dari motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya. Menurut Jaenudin (2015) “Dalam hierarkinya Maslow
membedakan antara kebutuhan dasar (basicneeds) dan kebutuhan tinggi
(meta-kebutuhan atau meta-needs)”. Kebutuhan dasar atau kebutuhan konatif
adalah kebutuhan yang memiliki karakter mendorong atau karakter memotivasi
(Feist & Feist, 2010).

Kebutuhan dasar sering juga disebut dengan dengan deficiency needs atau
menurut koeswara (2011) diartikan dengan motif kekurangan yaitu yang
menyangkut dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Jika individu kekurangan
sesuatu atau ia mengalami defisit maka ia akan merasakan sangat membutuhkan
hal tersebut, dan apabila sudah terpenuhi maka ia tidak akan merasakan apa-apa
lagi (Boeree, 2010). Sedangkan kebutuhan tinggi atau dalam buku yang ditulis
oleh koeswara (2011) disebut dengan metaneeds atau being needs
(B-needs)adalah motif-motif yang mendorong individu untuk mengungkapkan
potensi-potensinya. Untuk lebih jelas lagi akan dibahas pada bahasan berikut:

Maslow (dalam Koeswara, 2011) mengajukan gagasan bahwa kebutuhan


yang pada manusia merupakan bawaan, dan tersusun berdasarkan tingkatan yang
disebut dengan hierarki kebutuhan. Dan susunan kebutuhan-kebutuhan dasar yang
bertingkat atau yang disebut dengan hierarki kebutuhan merupakan organisasi
yang mendasari motivasi manusia :
10

1. Kebutuhan dasar fisiologis

Kebutuhan Dasar Fisiologis Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang


paling mendasar dari setiap manusia, termasuk dialamnya adalah makanan, air,
oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan lain sebagainya (Feist & Feist, 2010).
Menurut Jaenudin (2015) kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling
dasar untuk mempertahankan hidupsecara fisik. Apabila seseorang mengalami
kekurangan makanan atau kelaparan, harga diri, dan cinta, ia akan memburu
makanan terlebih dahulu dan mengabaikan kebutuhan lain, sampai kebutuhan
fisiologisnya benar-benar terpenuhi. Perbedaan kebutuhan fisiologis dengan
kebutuhan lainnya menurut Feist dan Feist (Feist & Feist, 2010) ialah, kebutuhan
fisiologis memiliki karakteristik :

a) Kebutuhan fisiologis merupakan satu-satunya kebutuhan yang selalu terpenuhi.


Orang-orang bisa cukup makan sehingga makanan akan kehilangan
kekuatannya untuk memotivasi. Bagi orang yang baru selesai makan dalam
porsi besar, pikiran tentang makanan bahkan dapat menyebabkan perasaan
mual.
11

b) Kebutuhan fisiologis memiliki kekuatan untuk muncul kembali (recurring


nature). Setelah seseorang selesai makan, mereka lamakelamaan akan merasa
lapar lagi mereka akan terus menerus mengisi ulang pasokan makanan dan air;
satu tarikan napas akan dilanjutkan oleh tarikan napas berikutnya. Berbeda
dengan kebutuhan-kebutuhan di level lainnya, tidak muncul secara
terus-menerus. Contohnya, orang yang paling tidak telah memenuhi
kebutuhan akan cinta dan penghargaan akan tetap merasa percaya diri bahwa
mereka terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan harga diri.

2. Kebutuhan akan Rasa Aman

Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan akan rasa aman


yang menuntut untuk dipenuhi. Menurut Maslow (dalam Koeswara, 2011) yang
dimaksud dengan kebutuhan akan rasa aman, ialah kebutuhan yang mendorong
individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian, dan keteraturan dati
lingkungannya. Maslow mengemukakan (dalam Koeswara, 2011) kebutuhanakan
rasa aman sangat nyata dan bisa daiamati pada bayi dan anak-anak karena ketidak
berdayaan mereka. Sebagai contoh seorang bayi akan memeberi respon ketakutan
salah satunya dengan menangis apabila ia tiba-tiba mendengar suara keras yang
mengejutkan. Menurut Koeswara (2011) kebutuhan rasa aman dapat berebentuk
usaha-usaha untuk memperoleh perlindungan dan keselamatan kerja, penghasilan
tetap atau membayar asuransi. Koeswara (2011) menambahkan bahwa agama dan
filsafat oleh sebagian orang dianggap sebagai alat yang bisa membantu mereka
dalam mengorganisasikan dunianya, dan dengan mereka menyatukan diri dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama atau fiksafat yang dianutnya maka
ia akan merasa aman.

3. Kebutuhan Cinta dan Kasih Sayang

Setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi,


seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang.
Kebutuha kasih sayang atau menurut Koeswara (2011) disebut dengan kebutuhan
akan cinta dan rasa memiliki adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk
12

mengadakan hubungan efektif atau ikata emosional dengan individu lain, baik
dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, baik di lingkungan keluarga
maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa perantauan yang
jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan atau rasa memiliki, maka
ia termotivasi untuk membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau kelompok
yang ada di tempat merantau. Menurut Jaenudin (2015) pemusan kebutuhan akan
kasih sayang atau cinta diwujudkan melalui hubungan yang akrab atau menjalin
relasi dengan oranglain. Maslow (dalam Koeswara 2011) secara tegas menolak
pendangan Freud yang megatakan bahwa cinta dan afeksi itu berasal dari naluri
seksual yang di sublimasikan. Menurut Maslow (dalam Koeswara, 2011) cinta
dan seks adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Maslow (dalam Koeswara,
2011) juga menekankan bahwa kebutuhan akan cinta mencakup keinginan untuk
mencintai dan dicintai. Maslow (dalam Koeswara, 2011) akhirnya menyimpulkan
bahwa antara kepuasan cinta dan afeksi di masa kanak-kanak serta kesehatan
mental di masa depan terdapat korelasi yang signifikan.

4. Kebutuhan Penghargaan

Maslow (dalam Koeswara 2011) membagi Kebutuhan penghargaan kedalam


dua bagian, yaitu:

a) Penghargaan dari diri sendiri, mencakup hasrat untuk memeperoleh


kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasi, kemandirian,
dan kebebasan.

b) Bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain, meliputi antara
lain prestasi. Individu membutuhkan penghargaan atas apa yang telah
dilakukannya. Keempat kebutuhan (kebutuhan konatif) yang telah
dipaparkan diatas di sebut oleh Maslow (dalam Boeree, 2010) dengan
sebutan defisit needs (D-needs).
13

5. Kebutuhan Aktualisasi

Aktualisasi diri merupakan perkembangan yang paling tinggi dan


pengoptimalan semua bakat individu dan pemenuhan semua kualitas dan
kapasitas individu (Schultz dalam Jaenudin, 2015). Kebutuhan akan aktualisasi
diri mencakup pemenuhan diri, sadar aka potensi, diri, dan keinginan untuk
menjadi sekreatif mungkin (Maslow dalam Feist & Feist, 2010,). Untuk dapat
memenuhi kebuthan aktualisasi, kebutuhan di tingkat rendah harus sudah
terpenuhi. Ketika kebutuhan di tingkat rendah sudah terpenuhi, seseorang secara
otomatis beranjak ke pemenuhun kebutuhan di tingkat selanjutnya (Feist & Feist,
2010). Akan tetapi setelah kebutuhan kebutuhn akan penghargaan terpenuhi,
orang tidak selalu bergerak ke arah aktualisasi diri (Feist & Feist, 2010). Menurut
Feist dan Feist (2010) pada awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan akan
aktualisasi diri muncul ketika kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi, akan
tetapi, pada tahun 1960 ia menyadari banyak dari mahasiswa-mahasiswa di
Brandeis dan di kampus lainnya di seluruh negri telah memenuhi
kebutuhankebutuhan rendah mereka, termasuk reputasi dan harga diri, tetapi
mereka tidak terlalu berusaha untuk mengaktualisasikan diri. Maslow (dalam
Boeree, 2010) menyatakan bahwa hanya 2% dari populasi manusia mampu
mngeaktualisasikan dirinya.

Dalam hierarki Abraham Maslow dibedakan antara kebutuhan dasar (deficit


needs) dan kebutuhan tinggi (being needs). B-needs adalah kebutuhan untuk
aktualisasi diri (Boeree, 2010, hlm. 257). Maslow meenyatakan (dalam Feist &
Feist, 2010, hlm. 343) bahwa orang-orang yang mengaktualisasi diri termorivasi
oleh “Prinsip hidup yang abadi” yang ia sebut sebagai Nilai-nilai B (being values).
Menurut Feist dan Feist (2010, hlm. 344) nilai-nilai B ini merupakan indikator
dari kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari D-needs yang
memotivasi orang-orang non-aktualisasi diri. Maslow (dalam Feist & Feist, 2010,
hlm. 344) menamakan nilai-nilai B sebagai “metakebutuhan” (meta needs) untuk
menunjukan bahwa nilai-nilai ini merupakan level tertinggi dari kebutuhan.
14

Maslow (Jaenudin, 2015, hlm. 140) mengemukakan terdapat tujuh belas


metakebutuhan, yang apabila tidak terpenuhi akan menjadi metapatologi
(penyakit kejiwaan). Tujuh belas metakebutuhan yang juga disebut nilai-nilani B
antara lain :

a) Kebenaran, dengan meta-patologinya ketidakpercayaan, sinisme, dan


skeptisisme.
b) Kebaikan, dengan meta-patologinya kebencian, penolakan, kejijikan,
kepercayaan hanya pada untuk diri.
c) Keindahan dengan meta-patologinya kekasaran, kegelisahan, kehilangan
selera, rasa suram.
d) Kesatuan, keparipurnaan, dengan meta-patologinya disintegrasi.
e) Transendensi-dikotomi, dengan meta-patologinya pikiran hitam/putih,
pandangan salah satu dari dua, pandangan sederhana tentang kehidupan.
f) Penuh energi; proses, dengan meta-patologinya mati, menjadi robot,
terdeterminasi, kehilangan emosi dan semangat, kekosongan pengalaman.
g) Keunikan, dengan meta-patologinya kehilangan perasaan diri dan
individualitas, anonim.
h) Kesempurnaan, dengan meta-patologinya keputusasaan, tidak dapat
bekerja.
i) Kepastian, dengan meta-patologinya kacau-balau, tidak dapat diramalkan.
j) Penyelesaian; penghabisan, dengan meta-patologinya ketidaklengkapan,
keptusaasaan, berhenti berjuang dan menanggulangi.
k) Keadilan, dengan meta-patologinya kemarahan, sinisme, ketidakpercayaan,
pelenggaran hukum, mementingkan diri sendiri.
l) Tata tertib, dengan meta-patologinya ketidakamanan, ketidakwaspadaan,
kehati-hatian.
m) Kesederhanaan, dengan meta-patologinya terlalu kompleks, kekacauan,
kebingungan, dan kehilangan orientasi.
n) Kekayaan; keseluruhan; kelengkapan, dengan meta-patologinya depresi,
kegelisahan, kehilangan perhatian pada dunia.
15

o) Tanpa susah payah; santai; tidak tegang, dengan meta-patologinya


kelelahan, ketegangan, kecanggungan, kejanggalan, kekakuan.
p) Bermain; kejenakaan, dengan meta-patologinya keseraman, depresi,
kesedihan.
q) Mencukupi diri sendiri; mandiri, dengan meta-patologinya tidak berarti,
putus asa, hidup sia-sia.

E. Dinamika Kepribadian

Kepribadian menurut Maslow seperti yang telah disebutkan dalam struktur


dan konsep kepribadian dalam bahasan sebelumnya bahwa Maslow (dalam
Koeswara, 2011) yakin banyak tingkah laku atau kepribadian manusia yang bisa
diterangkan dengan memperhatikan motivasi individu untuk mencapai
tujuan-tujuannya yang membuat kehidupan individu menjadi bermakna dan
tercapainya kepuasan. Menurut Koeswara (2011) berdasarkan fakta yang ada
menyebutkan bahwa jantung dari teori Maslow ialah proses motivasional manusia
terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Menurut Maslow
(dalam Koeswara, 2011) manusia merupakan makhluk yang tidak pernah berada
dalam kepuasan, ketika satu kebutuhan sudah terppenuhi maka ia akan termotivasi
untuk mencapai kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya,
sehingga kepuasan manusai bersifat sementara. Berdasarkan hal tersebut Maslow
mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang pada manusia adalah bawaan
tersusun menurut tingkatan yang disebut dengan hierarki kebutuhan. Dalam
pandangan Maslow (dalam Koeswara, 2011) susunan kebutuhankebutuhan dasar
yang bertingkat itu merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia, yang
menghasilkan dinamika kepribadian. Dan menurut Maslow (dalam Koeswara,
2011) kualitas perkembangan individu dapat dilihat dari tingkatan kebutuhan atau
corak pemuasan pada diri individu tersebut. Semakin individu apat memenuhi
mampu memuaskan kebutuhan- kebuthannya yang tinggi, maka individu tersebut
semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat, begitupula
sebaliknya. Feist dan Feist (2010) mengatakan “Pemenuhan kebutuhan konatif,
estetika, dan kognitig merupakan dasar bagi tercapainya kesehatan fisik dan
16

psikologis seseorang. Jika kebuthan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka


akan mengarah pada penyakit”. Maslow (dalam Feist & Feist, 2010)
memperkirakan bahwa rata-rata pemenuhan kebutuhan individu dapat mencapai :
fisiologis, 85% ; keamanan, 75% ; cinta dan keberadaan, 50% ; penghargaan,
40% ; aktualisasi diri, 10%. Semakin besar kebutuhan ditingkat rendah terpenuhi,
semakin maka akan semakin besar kemunculan kebutuhan di tingkat sekanjutnya.
Contohnya, ketika kebutuhan akan cinta hanya terpenuhi sebesar 10%, maka
kebutuhan akan pengahargaan mungkin tidak akan muncul sama sekali.

G. Karakteristik Aktualisasi Diri

Seseorang yang telah mencapai aktualisasi diri dengan optimal akan memiliki
kepribadian yang berbeda dengan manusia pada umunya. Menurut Maslow pada
tahun 1970, ada beberapa karakteristik yang menunjukkan sseorang mencapai
aktualisasi diri. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Mampu melihat realitas secara lebih efisien


Karakteristik atau kapasitas ini akan membuat seseorang untuk mampu
mengenali kebohongan, kecurangan, dan kepalsuan yang dilakukan orang lain,
serta mampu menganalisis secara kritis, logis, dan mendalam terhadap segala
fenomena alam dan kehidupan. Karakter tersebut tidak menimbulkan sikap
yang emosional, melainkan lebih objektif. Dia akan mendengarkan apa yang
seharusnya didengarkan, bukan mendengar apa yang diinginkan, dan ditakuti
oleh orang lain. Ketajaman pengamatan terhadap realitas kehidupan akan
menghasilkan pola pikir yang cemerlang menerawang jauh ke depan tanpa
dipengaruhi oleh kepentingan atau keuntungan sesaat.
2. Penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain apa adanya. Orang yang telah
mengaktualisasikan dirinya akan melihat orang lain seperti melihat dirinya
sendiri yang penuh dengan kekurangan dan kelebihan. Sifat ini akan
menghasilkan sikap toleransi yang tinggi terhadap orang lain serta kesabaran
yang tinggi dalam menerima diri sendiri dan orang lain. Dia akan membuka
diri terhadap kritikan, saran, ataupun nasehat dari orang lain terhadap dirinya.
17

3. Spontanitas, kesederhaan dan kewajaran


Orang yang mengaktualisasikan diri dengan benar ditandai dengan segala
tindakan, perilaku, dan gagasannya dilakukan secara spontan, wajar, dan tidak
dibuat-buat. Dengan demikian, apa yang ia lakukan tidak pura-pura. Sifat ini
akan melahirkan sikap lapang dada terhadap apa yang menjadi kebiasaan
masyarakatnya asak tidak bertentangan dengan prinsipnya yang paling utama,
meskipun dalam hati ia menertawakannya. Namun apabila
lingkungan/kebiasaan di masyarakat sudah bertentangan dengan prinsip yang ia
yakini, maka ia tidak segan-segan untuk mengemukakannya dengan asertif.
Kebiasaan di masyarakat tersebut antara lain seperti adat-istiadat yang amoral,
kebohongan, dan kehidupan sosial yang tidak manusiawi.
4. Terpusat pada persoalan
Orang yang mengaktualisasikan diri seluruh pikiran, perilaku, dan gagasannya
bukan didasarkan untuk kebaikan dirinya saja, namun didasarkan atas apa
kebaikan dan kepentingan yang dibutuhkan oleh umat manusia. Dengan
demikian, segala pikiran, perilaku, dan gagasannya terpusat pada persoalan
yang dihadapi oleh umat manusia, bukan persoalan yang bersifat egois.
5. Membutuhkan kesendirian
Pada umumnya orang yang sudah mencapai aktualisasi diri cenderung
memisahkan diri. Sikap ini didasarkan atas persepsinya mengenai sesuatu yang
ia anggap benar, tetapi tidak bersifat egois. Ia tidak bergantung pada pada
pikiran orang lain. Sifat yang demikian, membuatnya tenang dan logis dalam
menghadapi masalah. Ia senantiasa menjaga martabat dan harga dirinya,
meskipun ia berada di lingkungan yang kurang terhormat. Sifat memisahkan
diri ini terwujud dalam otonomi pengambilan keputusan. Keputusan yang
diambilnya tidak dipengaruhi oleh orang lain. Dia akan bertanggung jawab
terhadap segala keputusan/kebijakan yang diambil.
18

6. Otonomi (kemandirian terhadap kebudayaan dan lingkungan)


Orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak menggantungkan diri pada
lingkungannya. Ia dapat melakukan apa saja dan dimana saja tanpa dipengaruhi
oleh lingkungan (situasi dan kondisi) yang mengelilinginya. Kemandirian ini
menunjukkan ketahanannya terhadap segala persoalan yang mengguncang,
tanpa putus asa apalagi sampai bunuh diri. Kebutuhan terhadap orang lain tidak
bersifat ketergantungan, sehingga pertumbuhan dan perkembangan dirinya
lebih optimal.
7. Kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan
Ini merupakan manifestasi dari rasa syukur atas segala potensi yang dimiliki
pada orang yang mampu mengakualisasikan dirinya. Ia akan diselimuti
perasaan senang, kagum, dan tidak bosan terhadap segala apa yang dia miliki.
Walaupun hal ia miliki tersebut merupakan hal yang biasa saja. Implikasinya
adalah ia mampu mengapresiasikan segala apa yang dimilikinya. Kegagalan
seseorang dalam mengapresiasikan segala yang dimilikinya dapat
menyebabkan ia menjadi manusia yang serakah dan berperilaku melanggar hak
asasi orang lain.
8. Kesadaran sosial
Orang yang mampu mengaktualisasikan diri, jiwanya diliputi oleh perasaan
empati, iba, kasih sayang, dan ingin membantu orang lain. Perasaan tersebut
ada walaupun orang lain berperilaku jahat terhadap dirinya. Dorongan ini akan
memunculkan kesadaran sosial di mana ia memiliki rasa untuk bermasyarakat
dan menolong orang lain.
9. Hubungan interpersonal
Orang yang mampu mengaktualisasikan diri mempunyai kecenderungan untuk
menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Ia dapat menjalin hubungan
yang akrab dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Hubungan interpersonal
ini tidak didasari oleh tendensi pribadi ynag sesaat, namun dilandasi oleh
perasaan cinta, kasih sayang, dan kesabaran meskipun orang tersebut mungkin
tidak cocok dengan perilaku masyarakat di sekelilingnya.
19

10. Demokratis
Orang yang mampu mengaktualisasikan diri memiliki sifat demokratis. Sifat
ini dimanifestasikan denga perilaku yang tidak membedakan orang lain
berdasarkan penggolongan, etis, agama, suku, ras, status sosial ekonomi,
partai dan lain-lain. Sifat demokratis ini lahir karena pada orang yang
mengaktualisasikan diri tidak mempunyai perasaan risih bergaul dengan
orang lain. Juga karena sikapnya yang rendah hati, sehingga ia senantiasa
menghormati orang lain tanpa terkecuali.
11. Rasa humor yang bermakna dan etis
Rasa humor orang yang mengaktualisasikan diri berbeda dengan humor
kebanyakan orang. Ia tidak akan tertawa terhadap humor yang menghina,
merendahkan bahkan menjelekkan orang lain. Humor orang yang
mengaktualisasikan diri bukan saja menimbulkan tertawa, tetapi sarat dengan
makna dan nilai pendidikan. Humornya benar-benar menggambarkan hakikat
manusiawi yang menghormati dan menjunjumg tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
12. Kreativitas
Sikap kreatif merupakan karakteristik lain yang dimiliki oleh orang yang
mengaktualisasikan diri. Kreativitas ini diwujudkan dalam kemampuannya
melakukan inovasi-inovasi yang spontan, asli, tidak dibatasi oleh lingkungan
maupun orang lain. m.Independensi. Ia mampu mempertahankan pendirian
dan keputusan-keputusan yang ia ambil. Tidak goyah atau terpengaruh oleh
berbagai guncangan ataupun kepentingan.
13. Pengalaman puncak (peak experiance)
Orang yang mampu mengaktualisasikan diri akan memiliki perasaan yang
menyatu dengan alam. Ia merasa tidak ada batas atau sekat antara dirinya
dengan alam semesta. Artinya, orang yang mampu mengaktualisasikan diri
terbebas dari sekat-sekat berupa suku, bahasa, agama, ketakutan, keraguan,
dan sekat-sekat lainnya. Oleh karena itu, ia akan memiliki sifat yang jujur,
ikhlas, bersahaja, tulus hati , dan terbuka. Karakter-karakter ini merupakan
cerminan orang yang berada pada pencapaian kehidupan yang prima (peak
20

experience). Konsekuensinya ia akan merasakan bersyukur pada Tuhan,


orang tua, orang lain, alam, dan segala sesuatu yang menyebabkan
keberuntungan tersebut.

H. Pro dan Kontra Teori Abraham Maslow

Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki
Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi
kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi
terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Sebagaimana lumrahnya
perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis.
Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan.
Teori Freud secara Implisit menganggap bahwa manusia pada dasarnya
memiliki karakter jahat. Impuls-impuls manusia, apabila tidak dikendalikan
akan menjuruskan manusia kepada pembinasaan sesamanya dan juga
penghancuran dirinya sendiri sementara menurut Maslow hanya memiliki
sedikit kepercayaan tentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara
pesimis tentang nasib manusia. Sebaliknya, Psikologi humanistik memiliki
anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral.
Menurut perspektif humanistik, kekuatan jahat atau merusak yang ada pada
manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan
bawaan.
Dalam hal ini Maslow terutama mengkritik Freud yang menurutnya terlalu
mengutamakan studi atas orang-orang yang tidak sehat. Maslow juga merasa
bahwa psikologi terlalu menekankan pada sisi negatif manusia dan
mengabaikan kekuatan atau sifat-sifat yang positif dari manusia. Maslow yakin
bahwa kita tidak akan bisa memahami gangguan mental sebelum kita
memahami kesehatan mental. Karena itu Maslow mendesak perlu adanya studi
atas orang-orang yang berjiwa sehat sebagai landasan bagi pengembangan
psikologi yang universal.
21

Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi
banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam
kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu.
Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada
penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada
beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama.
Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional.
Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan
kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow
semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak.
Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa
kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok
yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu
karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa
penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak.
Wahba dan Bridwell (2006) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori
Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti
riset. Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut
dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat.
Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu
teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah
meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu.
22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abraham Harold Maslow adalah seorang filsuf dari NewYork, ia seorang filsuf
yang mencetus Psikologi Humanistik. Teori Hierarti kebutuhan abaraham maslow
terbagi menjadi 5 struktur kepribadian, yaitu : Kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keamanan, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan harga diri dan aktualisasi.
Abraham maslow dijuluki sebagai humanis. Karena tidak puas dengan
Psikologi behavioristik dan psikoanalisis sehingga ia mencari alternatif psikologi
yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya. Beberapa teori yang
diteliti secara alternatif seperti :
1. Psikologi Humanisti
Yaitu mengobjek manusia sebagai salah satu aliran filsafat modern yang
berakar, yakni eksistensisme.
2. Sifat-sifat aktualisasi diri
Yaitu dimana manusia mempunyai dorongan untuk lebih berkembang. Seperti
mengamati, penerimaan diri sendiri, spontan sederhana dan wajar, fokus pada
masalah pemisahan diri dan kebutuhan privasi, berfungsi secara otonom, kesegaran
dan apresiasi, pengalaman, minat sosial, hubungan antar pribadi, berkarakter
demokratis, perbedaan antara baik dan buruk, rasa humor yang filosofis,
kreativitas, resistensi terhadap inkulturasi.
Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi
banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Urutan hirarki
spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu
kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang
dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama. Manusia memang makhluk
yang dinamis dan multidimensional. Teori ini diterima luas, tapi tidak banyak
didukung oleh bukti riset.
Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai
dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas
menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun
23

secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama
untuk penelitian struktur individu.
Dari kesimpulan di atas, kita bisa menelaah lebih terperinci tentang bagasi
yang dicetuskan oleh Bapak Psikologi kita yaitu Abraham Harold Maslow, yang
mengarahkan arti, fungsi, jabatan manusia dalam kehidupan yang selalu ingin
berkembang.

B. Saran

Dalam hal inu penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam
pembuatan makalah teori Abraham Maslow. Semoga makalah ini bisa menambah
wawasan pembaca dan menjadi landasan untuk penulis selanjutnya supaya lebih
baik lagi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Boeree, G. (2010). Personality Theories. (A. Q. Shaleh, Penyunt., & I. R. Musir,


Penerj.) Yogyakarta: Prisma Sophie.

Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian (7th ed.). (M. Astriani, Penyunt.,
& Handrianto, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika.

Graham, H. (2005). Psikologi Humanistik. (H. E. Rais, Ed., A. Chusairi, & I. N.


Alfian, Trans.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jaenudin, U. (2015). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Pustaka Setia.

Koeswara, E. (2011). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Pervin, L. A., Cervone, D., & John, O. P. (2010). Psikologi Kepribadian. (A. K.
anwar, Ed.) Jakarta: Kencana.

Ulandari, Weni. “Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Aktualisasi Diri Anak
Usia Sekolah Di Kelas 7 Smpn 29 Semarang”.Universitas Muhammadiyah
Semarang, 2009.

Yusuf, S., & Nurihsan, J. (2011). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai