Anda di halaman 1dari 27

TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II

TEORI MASLOW (HOLISTIC-DYNAMIC THEORY)

Disusun oleh:
Kelompok 7
Hafidh Muhammad F. 190110160006
Ufiya Azka Safitri 190110160026
Ghaitsa Jilandary 190110160028
Chandra Tantriyani G.P. 190110160062
Ayuriska Michelin 190110160070
Hanifah Oktarina A. 190110160112
Ananda Amelya 190110160116
Karina Khairunisa 190110160120
Dhia Salsabila 190110160124
Admiranti Adhyarizka 190110160128
Nadia Amanda M. 190110160146
Sekar Mustika 190110160150
Athiya Yumna Khansa 190110160160

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
OVERVIEW OF HOLISTIC-DYNAMIC THEORY
Teori kepribadian yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dikenal dengan beberapa
nama, seperti teori humanistik, teori transpersonal, third force dalam psikolosgi, fourth force
dalam kepribadian, dan teori self-actualization. Akan tetapi, Maslow sendiri mengenalkan
teorinya sebagai teori holistic-dynamic karena mengasumsikan bahwa setiap orang secara
konstan termotivasi oleh satu kebutuhan atau kebutuhan lainnya dan manusia berpotensi
untuk tumbuh mengarah pada sehat secara psikologis, yang menurutnya adalah self-
actualization. Untuk mencapai self-actualization, seseorang harus memenuhi kebutuhan
terendahnya terlebih dahulu, seperti lapar, rasa aman, cinta, dan percaya diri. Hanya jika
kebutuhan tersebut relatif terpenuhi, baru seseorang dapat mencapai self-actualization.
Teori yang dikemukakan oleh tokoh seperti Maslow, Gordon Allport, Carl Rogers,
Rollo May, dan lainnya terkadang dianggap sebagai third force dalam bidang psikologi,
dimana first force adalah psikoanalisis dan modifikasinya, dan second force adalah
behavioristik. Serupa dengan tokoh lainnya, pada awalnya Maslow menerima beberapa
prinsip psikoanalisis dan behavioristik. Namun, kemudian ia mengkritisi baik psikoanalsis
ataupun behavioristik mengenai keterbatasan pandangan pada kemanusiaan dan pemahaman
yang tidak cukup pada orang yang sehat secara psikologis.

BIOGRAFI ABRAHAM H. MASLOW


Abraham Harold Maslow atau dipanggil Abe, lahir pada tanggal 1 April 1908 di
Manhattan, New York. Ia menghabiskan masa kecilnya yang tidak menyenangkan di
Brooklyn. Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara dengan orang tua bernama
Samuel Maslow dan Rose Schilosky Maslow. Ayahnya adalah seorang imigran Rusia-
Yahudi. Saat kecil, kehidupan Maslow dipenuhi oleh perasaan malu, inferior, dan depresi. Ia
menikah dengan Bertha Goodman, sepupu pertamanya, dan memiliki dua anak perempuan.
Setelah itu, Maslow merasa hidupnya menjadi lebih bermakna. Sebenarnya, orang tuanya
tidak setuju dengan pernikahan tersebut karena pernikahan antar sepupu berkemungkinan
menghasilkan keturunan yang cacat. Rasa takut ini muncul mengingat kedua orang tua
Maslow pun sepupuan, meskipun tidak melahirkan anak yang cacat.
Maslow tidak dekat dengan kedua orangtuanya. Maslow merasakan kebencian dan
permusuhan yang mendalam terhadap ibunya. Kebenciannya tidak hanya dirasakan saat ia
masih kanak-kanak saja, tetapi hingga ibunya meninggal. Bahkan, ia menolak untuk datang
ke pemakamam ibunya. Satu tahun sebelum Maslow meninggal, dalam buku hariannya ia
menuliskan bahwa apa yang ia benci dari ibunya tidak hanya soal penampilannya secara fisik,
tetapi juga nilai yang dimilikinya, cara pandang, kekikiran, keegoisan, kurangnya cinta untuk
orang lain bahkan untuk suami dan anaknya, asumsinya bahwa siapapun yang tidak setuju
dengannya adalah salah, kurangnya perhatian terhadap cucunya, kurang teman, kecerobohan
dan kekotoran, dan kurangnya perasaan terhadap orang tua dan saudaranya. Ibu Maslow
adalah wanita yang sangat religius yang seringkali mengancam Maslow dengan hukuman
dari Tuhan. Sebagai seorang anak kecil, Maslow mencoba menguji ancaman ibunya dengan
sengaja berperilaku tidak baik. Apabila tidak terjadi sesuatu padanya, ia menganggap bahwa
peringatan ibunya tidak masuk akal secara ilmiah. Dengan demikian, ia menjadi tidak
mempercayai agama dan menjadi seorang ateis. Terlepas dari pandangan ateisnya, ia merasa
terpukul dengan anti-Semitism (anti bangsa Yahudi) dari kecil hingga dewasa.
Ketika SMA, Maslow mulai berteman dengan sepupunya bernama Will Maslow,
yakni seseorang yang ramah dan aktif di lingkungan sosial. Melalui hubungan pertemanannya
dengan Will, ia mengembangkan keterampilan bersosialisasi dan terlibat dalam beberapa
kegiatan sekolah. Setelah ia lulus dari Boys High School di Brooklyn, ia masuk jurusan
hukum di City College of New York. Kemudian, ia merasa bahwa hukum terlalu banyak
berurusan dengan orang jahat dan tidak cukup memperhatikan sesuatu yang baik. Maka dari
itu, ia keluar dari sekolah hukum. Lalu, ia pindah ke Cornell University dan mengenal
psikologi melalui profesornya, yaitu Edward B. Titchener. Setelah satu semester di Cornell,
Maslow kembali lagi ke City College of New York.
Sebelum menikah, Maslow masuk University of Wisconsin dan mendapatkan gelar
sarjana filosofi. Kemudian, ia tertarik dengan behavioristik John. B. Watson dan mengambil
jurusan psikologi dan mendapatkan gelar doktor dalam bidang psikologi pada tahun 1934. Ia
sempat mengajar di Wisconsin sebelum akhirnya kembali ke New York dan menjadi asisten
penelitian E.L. Thorndike’s di Columbia University. Setelah satu tahun setengah tahun
menjadi asisten, ia meninggalkan Columbia dan mengajar di Brooklyn College. Tinggal di
New York pada tahun 1930-an dan 1940-an membuatnya memiliki kesempatan untuk
bertemu dan belajar dari beberapa psikolog, seperti Erich Fromm, Karen Horney, Max
Wertheimer, Kurt Goldstein, Alfred Adler, dan Ruth Benedict.
Pada pertengahan 1940-an, kesehatannya mulai memburuk. Ia pindah ke Pleasanton,
California, dan kembali mengajadi di Brooklyn College setelah kesehatannya membaik.
Tahun 1951, ia menjadi ketua departemen psikologi di Brandeis University, Waltham,
Massachusetts. Kemudian, Maslow menerima tawaran untuk bergabung di Saga
Administrative Corporation, Menlo Park, California. Pada tanggal 8 Juni 1970, di usianya
yang 62 tahun, ia meninggal karena serangan jantung.
MASLOW’S VIEW OF MOTIVATION
Hierarchy of Needs
Konsep Hierarchy of Needs dari Maslow mengungkapkan bahwa level need yang
lebih rendah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum level need yang lebih tinggi menjadi
pendorong terjadinya suatu perbuatan. Maslow sering menyebut kebutuhan ini sebagai
kebutuhan dasar, yang disusun pada hirarki atau tangga, dimana setiap anak tangga selalu
mengarah pada anak tangga yang ada diatasnya. Kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah
memiliki prepotency yang lebih tinggi, artinya mereka harus terpuaskan sebelum kebutuhan
pada tingkat yang lebih tinggi menjadi aktif. Misalnya, setiap orang yang termotivasi untuk
mendapat penghargaan (esteem needs) atau self-actualization needs sebelumnya harus
memenuhi kebutuhan fisiologis (physiological needs), rasa aman (safety needs), dan rasa
dicintai (love and belongingness needs)
Konsep Hierarchy of Needs terdiri dari lima level dengan urutan level dari yang
paling rendah yaitu physiological needs, safety needs, love and belongingness needs, esteem
needs, dan self actualization needs.
● Physiological Needs
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar dari setiap orang termasuk
makanan, air, oksigen, suhu tubuh yang tepat, dan sebagainya. Ketika seorang merasa lapar,
ia akan termotivasi untuk makan, bukan membangun relsi dengan seseorang ataupun
berusaha mendapatkan penghargaan. Mereka akan mengabaikan hal lainnya. Dan ketika
kebutuhan ini belum terpenuhi, maka motivasi utama mereka adalah mencari makan.
Kebutuhan fisiologis memliki perbedaan dengan kebutuhan lainnya. Pertama,
kebutuhan ini merupakan satu-satunya kebutuhan yang dapat benar-benar terpuaskan. Ketika
orang mendapatkan cukup asupan makanan, mereka tidak akan termotivasi lagi untuk
membuhi kebutuhan makan. Kedua, kebutuhan ini memiliki sifat berulang atau akan muncul
secara berulang-ulang. Contohnya, ketika orang makan, lalu kenyang, setelah beberapa waktu
berlalu orang tersebut akan membutuhkan makanan lagi.
● Safety Needs
Ketika seseorang telah terpuaskan kebutuhan fisiologisnya, maka ia akan termotivasi
oleh kebutuhan akan rasa aman, termasuk physical security, stabilitas, perlindungan,
dependency, dan hal-hal yang mengancam seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut,
kecemasan, bahaya, bencana alam, dan kekacauan. Kebutuhan akan hukum, aturan, dan
struktur juga merupakan kebutuhan keamanan (Maslow, 1970).
Safety needs berbeda dengan physiological needs, kebutuhan ini tidak dapat
terpuaskan secara menyeluruh. Pada kenyataannya, orang tidak sapat menghindar dari bahaya
yang tak terduga seperti bencana alam banjir, kebakaran, dan lain sebagainya.
Manusia juga sering kali dibayang-bayangi oleh ketakutan yang dibuatnya sendiri,
berdasarkan pengalaman masa lalunya atau berdasarkan informasi yang diketahuinya.
Misalnya, orang dewasa sering kali mengembangkan ketakutan yg irasional yang
diperolehnya dari pengalaman masa kecil seperti mendapat hukuman dari orang tua. Hal itu
akan mempengaruhi kebebasannya dalam bertindak. Orang yang tidak dapat memenuhi
safety needs ini akan mengalami kondisi yang Maslow sebut basic anxiety.
● Love and Belongingness Needs
Kebutuhan ini mencakup keinginan untuk berteman, keinginan untuk memiliki
pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, lingkungan,
ataupun negara. Kebutuhan ini juga mencakup beberapa aspek seks dan kontak manusia, serta
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang.
Terdapat tiga kelompok orang terkait kebutuhan ini. Kelompok pertama terdiri dari
orang yang dimasa kanak-kanaknya love and belongingness needs-nya terpenuhi. Karena
kebutuhannya terpenuhi, mereka tidak akan panik ketika tidak mendapatkan cinta. Mereka
memiliki keyakinan bahwa mereka diterima oleh orang-orang yang berharga bagi mereka.
sehingga, ketika orang lain menolaknya, mereka tidak merasa sedih ataupun terluka.
Kedua, mereka yang belum pernah mengalami cinta sehingga mereka juga tidak
mampu memberikan cinta. Mereka jarang bahkan tidak pernah dipeluk , dimanja, atau
menerima ungkapan cinta dalam bentuk verbal. Menurut Maslow, orang dalam kelompok ini
pada akhirnya akan kehilangan nilai dari cinta itu sendiri dan akan menerima begitu saja
siapa pun yang mau memberi.
Ketiga adalah mereka yang menerima cinta, namun hanya sedikit. Orang dalam
kelompok ini akan sangat terdorong untuk mencari kasih sayang dari orang lain, lebih dari
kelompok lainnya.
Setiap orang membutuhkan kasih sayang dalam hidupnya. Anak kecil membutuhkan
kasih sayang utnuk membantunya tumbuh secara psikologis, mereka akan terang-terangan
dalam usaha memenuhi kebutuhan ini.
Berbeda dengan anak kecil, beberapa orang dewasa tidak menunjukkan secara jelas
kebutuhan akan kasih sayang. Mereka akan pura-pura menyendiri, sinis, dingin dalam
hubungan interpersonalnya. Mereka juga terlihat mendiri, padahal dibalik semua itu mereka
memiliki kebutuhan yang besar untuk diterima dan disayangi oleh orang lain.
● Esteem Needs
Kebutuhan ini mencakup rasa percaya diri, self-respect, dan kompetensi. Maslow
mengidentifikasi dua tingkat dari esteem needs, yaitu reputasi dan self-esteem. Reputasi
merupakan persepsi orang lain terhadap ketenaran, pencapaian, dan pengakuan dari orang
lain. Sedangkan self-esteem adalah rasa berharga seseorang terhadap dirinya. Self-esteem
mencerminkan keinginan seseorang akan kekuatan, pencapaian, kebebasan, penguasaan,
kompetensi dan kepercayaan diri. Jadi self-esteem ini lebih berdasarkan pada kemampuan
yang sebenarnya bukan hanya pendapat orang lain.
● Self-Actualization Needs
Pada awalnya, Maslow mengira bahwa ketika esteem needs seseorang telah terpenuhi,
ia akan termotivasi untuk memenuhi self-actualization needs. Namun, ternyata tidak semua
orang yang telah mencapai esteem needs-nya tergugah untuk mengaktualisasi dirinya. Hal ini
tergantung nilai yang dianut oleh masing-masing individu. Orang menganut nilai-nilai
kejujuran, keadilan dan lainnya, termasuk B-value, akan terdorong untuk mengaktualisasi diri
setelah esteem needs-nya terpenuhi. Sedangan orang yang tidak menganut nilai-nilai itu akan
merasa frustasi dengan kebutuhan ini meskipun mereka sudah memenuhi kebutuhan dasar
lainnya. Self-actualization needs ini mencakp kebutuhan self-fulfillment, keyakinan akan
potensi diri, dan keinginan untuk menjadi kreatif.
Mereka yang telah mencapai aktualisasi diri akan menjadi manusia yang seutuhnya.
Merek akan mampu menekan kebutuhan dasar mereka dan tidak akan terkekang oleh budaya.
Mereka juga akan mampu memepertahankan self-esteem-nya meskipun mereka ditolak,
direndahkan, atau bahkan dikesampigkan oleh orang lain. Mereka yang sudah mencapai
aktualisasi diri tidak akan bergantung pada kepuasan dari love and belongingness needs dan
esteem needs, mereka akan terbebas dari kebutuhan di level yang lebih rendah.

Selain lima kebutuhan konatif diatas, Maslow mengidentifikasikan tiga kategori


kebutuhan lainya yaitu kebutuhan estetis, neurotik, dan kognitif. Kepuasan akan kebutuhan
estetis dan kognitif akan berdampak kesehatan psikologis. Sedangkan kebutuhan neurologis,
bagaimanapun akan mengarah pada patologi, tidak peduli kebutuhan itu terpenuhi ataupun
tidak.

Aesthetic Needs / Kebutuhan Estetika


Tidak seperti kebutuhan konatif, kebutuhan estetika tidak universal, tapi setidaknya beberapa
orang di setiap kebudayaan tampaknya termotivasi oleh kebutuhan akan keindahan dan
pengalaman yang menyenangkan secara estetis (Maslow, 1967). Sejak zaman penghuni gua
hingga saat ini, beberapa orang telah menghasilkan seni demi seni. Orang dengan kebutuhan
estetika yang kuat menginginkan lingkungan yang indah dan teratur, dan bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi, mereka menjadi sakit dengan cara yang sama seperti mereka sakit saat
kebutuhan konatif mereka gagal/tidak terpenuhi. Orang lebih memilih kecantikan karena
keburukan, dan bahkan mungkin menjadi sakit fisik dan spiritual saat dipaksa tinggal di
lingkungan kumuh dan kacau (Maslow, 1970).

Cognitive Needs / Kebutuhan Kognitif


Kebanyakan orang memiliki keinginan untuk mengetahui, memecahkan misteri, memahami,
dan menjadi penasaran. Maslow (1970) menyebut keinginan ini sebagai kebutuhan kognitif.
Bila kebutuhan kognitif diblokir/tidak ada, semua kebutuhan pada hierarki Maslow terancam;
artinya, pengetahuan diperlukan untuk memenuhi lima kebutuhan konatif. Orang dapat
memuaskan kebutuhan fisiologis mereka dengan mengetahui bagaimana mengamankan
makanan, kebutuhan keselamatan dengan mengetahui bagaimana membangun tempat
berteduh, kebutuhan cinta dengan mengetahui bagaimana berhubungan dengan orang lain,
kebutuhan menghargai dan dihargai dengan mengetahui bagaimana memperoleh tingkat
keyakinan diri, dan aktualisasi diri dengan sepenuhnya menggunakan potensi kognitif
mereka. Maslow (1968b, 1970) percaya bahwa orang sehat ingin tahu lebih banyak, berteori,
menguji hipotesis, untuk menemukan misteri, atau untuk mengetahui bagaimana sesuatu
bekerja hanya untuk kepuasan mengetahui. Namun, orang-orang yang tidak memenuhi
kebutuhan kognitif mereka, memiliki rasa ingin tahu yang tertahan/mati, atau telah menolak
informasi dan menjadi patologis, sebuah patologi yang mengambil bentuk skeptisisme,
kekecewaan, dan sinisme.

Neurotic Needs / Kebutuhan Neurotik


Kepuasan kebutuhan konatif, estetis, dan kognitif sangat mendasar bagi kesehatan fisik dan
psikologis seseorang, dan rasa frustasi/kegagalan mereka menyebabkan beberapa tingkat
penyakit. Namun, kebutuhan neurotik hanya mengarah pada stagnasi dan patologi (Maslow,
1970). Menurut definisi, kebutuhan neurotik tidak memiliki produktifitas. Mereka
mengabadikan gaya hidup yang tidak sehat dan tidak memiliki nilai dalam usaha untuk
aktualisasi diri. Kebutuhan neurotik biasanya reaktif; artinya, mereka berfungsi sebagai
kompensasi/reaksi atas kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Misalnya, orang yang tidak
memenuhi kebutuhan keamanan bisa mengembangkan keinginan kuat untuk menimbun uang
atau harta benda. Dorongan penimbunan adalah kebutuhan neurotik yang mengarah pada
patologi. Demikian pula, orang yang neurotik mungkin bisa menjalin hubungan dekat dengan
orang lain, tapi hubungan itu mungkin yang neurotik, simbiosis yang mengarah pada
hubungan patologis dan bukan cinta sejati. Maslow (1970) menyajikan contoh lain tentang
kebutuhan neurotik. Seseorang yang sangat termotivasi oleh kekuatan bisa mendapatkan
kekuatan yang hampir tak terbatas, tapi itu tidak membuat orang tersebut kurang neurotik
atau kurang menuntut kekuatan tambahan. "Ini membuat sedikit perbedaan untuk kesehatan
tertinggi apakah kebutuhan neurotik terpuaskan atau gagal" (Maslow, 1970, hal 274).

General Discussion of Needs


Hipotesis maslow pada tahun 1970 memperkirakan bahwa rata-rata kepuasan
individu terhadap needs kira – kira dengan tingkatan sebagai berikut : physiological 85% ;
safety 70% ; love and belongingness 50% ; esteem 40% ; and self-actualization 10%.
Semakin terpenuhi tingkatan terbawah needs, semakin besar kemunculan kebutuhan ditingkat
berikutnya. Misalnya, apabila kebutuhan akan cinta hanya terpenuhi sebanyak 10%, makan
kebutuhan akan esstem mungkin tidak akan muncul sama sekali. Tapi jika kebutuhan akan
cinta terpenuhi 25%, maka kebutuhan akan esteem mungkin akan muncul 5%. Kebutuhan
muncul secara bertahap dan barangkali seseorang dapat dimotivasi oleh dua tingkatan needs
atau lebih sekaligus. Contohnya, seseorang yang mengaktualiasasikan diri mungkin menjadi
tamu undangan yang penting disuatu makan malam. Dimana makan akan memenuhi
kebutuhan akan fisiologis, tapi pada waktu bersamaan menjadi tamu undangan yang penting
dapat memenuhi kebutuhan akan safety,love,esteem, and self-actualization.

Reversed Order of needs


Meskipun pada umumnya individu akan memenuhi needs- nya berdasakan hiraiki
yang ada, namun tidak dipungkiri ada sebagian individu yang terbalik dalam memenuhi
needs tersebut. Sebagian orang akan mengutamakan needs akan self-actualization
dibandingkan needs akan safety dan fisiologis. Contohnya, seorang artis yang sangat antusias
terhadap pekerjaannya akan mengabaikan keselamatan dan ksehatannya untuk menyelesaikan
perkerjaannya.

Unmotivated Behavior
Maslow percaya meskipun semua perilaku memilki sebab, namun sebagian perilaku
tidak didasari oleh needs. Bisa jadi perilaku dipengarhu oleh refleks, maturation, or drugs.
Motivasi terbatas pada usaha untuk memuaskan beberapa needs. Maslow menyebut hal ini
“expressive behavior” is unmotivated.

Expressive and Coping Behavior


Maslow membedakan perilaku menjadi dua bagian antaranya expressive behavior,
perilaku yang tidak disebabkan oleh motivasi tertentu dan coping behavior, perilaku yang
dadasari oleh motivasi tertentu dan ditujukan untuk memenuhi needs.
Expressive behavior biasanyan akan berakhir dengan sendirinya dan serves no other
purpose than to be. Perilaku ini sering terjadi tanpa disadari, biasanya terjadi secara alami
dan hanya membutuhkan sedikit usaha untuk melakukannya. Perilaku ini tidak memiliki
tujuan melainkan hanya cara seseorang dalam mengekspresikan sesuatu. Hal ini dapat berupa
tindakan seperti membungkuk, looking stupid, being relaxed, showing anger, and expressing
joy. Expressive behavior dapat berlanjut meski tidak ada reinforcement atau reward.
Contohnya, kerutan, a blush, atau binar mata yang biasanya tidak diperkuat secara khusus.
Expressive behavior juga mencakup gaya berjalan, gerak tubuh, suara dan senyum
seseorang. Seseorang dapat mengekspresikan kepribadian methodical and compulsive karena
dia memilikinya bukan karena dia membutuhkannya. Tetapi untuk ekspresi seni, permainan,
kenikmatan,apresiasi, keajaiban, kekaguman dan kegembiaraan. Perilaku ekspresif ini
biasanya tidak terpelajar, sponan dan ditentuka oleh kekuatan didalam diri seseorang bukan
oleh lingkungan. Di sisi lain, coping behavior biasanya suatu perilaku yang disadari, mudah
dilakukan, dipeljari, dan ditentukan oleh lingkungan eksternal. Hal ini melibatkan usaha
individu untuk mengatasinya, antarnya beradaptasi dengan lingkugan, untuk menjalin
hubungan pertemanan.

Deprivation of Needs
Kurangnya kepuasan pada salah satu kebutuhan dasar dapat mengarah pada semacam
patologi. Kalau kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi dapat mengakibatkan malnutrisi,
kelelahan, kehilangan energi. Jika rasa aman tidak terpenuhi akan mengakibatkan rasa takut
dan tidak aman. Bila kebutujan cinta tidak terpenuhi seseorang akan menjadi defensif, terlalu
agresif, atau socially timid. Jika esteem tidak terpenuhi seseorang akan menjadi ragu
terhadap dirinya, depresi, dan kurang percaya diri. Peramparasan terhadap aktualisasi juga
dapat mengakibatkan patologi atau lebih taptnya metapathology. Maslow mendifinisikan
metapathology sebagai tidak adanya nilai, kekuarangan pemenuhan, dan hilangnya makna
dalam hidup.
Instinctoid Nature of Needs
Maslow menghipotesiskan bahwa beberapa kebutuhan manusia ditentukan secara
bawaan meskipun bisa dimodifikasi dengan belajar, hal ini disebut sebagai instinctoid needs.
Contohnya sex, sex merupakan kebutuahan dasar fisiologis tapi cara mengepresikannya
tergantung pada belajar. Bagi kebanyakan orang sex menjadi instinctoid need.
Kriteria pertama yang membedakan instinctoid needs dengan noninstinctoid needs
adalah tingkat patologi saat frustrasi. Sebagai contoh, ketika orang ditolak cinta, mereka akan
sakit dan memnolak mencapai kesehatan psikologis. Sedangkan orang yang frustasi dalam
pemuasaan kebutuhan fisiologis, keselamatan, pengahargaan, dan aktualisasi diri akan
mengakibat mereka menjadi sakit.
Kriteria kedua yang membedakan instinctoid needs dengan noninstinctoid needs
adalah instinctoid needs merupakan kebutuhan secara terus –menerus dan kepuasaannya
mengarah pada kesehatan psikologis, sedangkan noninstinctoid needs sebaliknya, bersifat
sementara dan kepuasaannya mengarah pada kepuasaan fisiologis dan prasyarat untuk
kesehatan.
Kriteria ketiga adalah instinctiod needs bersifat spesifik terhadapat suatu spesies.
Karena naluri binatang tidak dapat dijadikan model untuk mempelajari motivasi manusia.
Hanya manusia dapat dimotivasi oleh harga diri dan aktualisasi diri.
Kriteria keempat, meski sulit untuk dirubah, insinctiod needs dapat dibentuk,dihambat
atau diubah oleh pengaruh lingkungan. Kerena kebanyakan instinctoid needs lebih lemah
daripada kekuatan budaya. Masyarakat yang sehat harus mencari dimana anggotanya dapat
menerima kepuasan tidak hanya untuk kebutuhan fisiologis dan keselamatan tapi untuk cinta,
harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri juga.

Comparison of Higher and Lower Needs


Penting adanya persamaan dan perbedaan penting ada antara kebutuhan tingkat tinggi
(cinta, harga diri, dan aktualisasi diri) dan kebutuhan tingkat bawah (fisiologis dan
keselamatan). Higher needs serupa dengan bagian terenfar dari instinctoid.
` Perbedaan antara kebutuhan yang lebih tinggi dan yang lebih rendah adalah
tingkatnya bukan dari jenis. Pertama, higher level needs are later on the phylogenetic or
evaluationary scale. Misalnya, hanya manusia (spesies yang relatif baru) yang memiliki
kebutuhan untuk self actualization. Selain itu, kebutuhan yang lebih tinggi muncul nanti
selama pengembangan individu; sedangkan kebutuhan rendah muncul semenjak kita bayi dan
anak –anak.
Kedua, higher needs lebih menghasilkan lebih banyak kebahagiaan dan more peak
experiences, meskipun kepuasa tingkat rendah dapat menghasilkan kesenangan juga.
Kesenangan hedonistik biasanya bersifat sementara dan tidak sebanding dengan kualitas
kebahagiaan yang dihasilkan oleh kepuasaan akan kebutuhan yang lebih tinggi. Seseorang
yang telah mencapai tingkat aktualisasi diri tidak akan memilki motivasi untuk kembali ke
tahap yang lebih rendah.

SELF-ACTUALIZATION (AKTUALISASI DIRI)


Gagasan Maslow mengenai aktualisasi diri terinspirasi dari dua gurunya, yaitu Ruth
Benedict dan Max Wertheimer. Bagi Maslow, kedua orang ini merupakan wujud nyata dari
aktualisasi diri, yang merupakan level tertinggi dalam perkembangan manusia.

Maslow’s Quest for the Self-Actualizing Person


Maslow berharap bisa menemukan orang-orang dengan kepribadian yang sama
dengan kedua gurunya tersebut, yang ia sebut dengan “Good Human Being”. Murid-murid di
kelasnya yang menjadi subjek dalam pencarian ini pun tidak sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan oleh Maslow, sehingga Maslow pun bertanya-tanya apakah mahasiswa bisa
menjadi Good Human Beings (Hoffman, 1988).
Maslow menemukan sejumlah orang tua yang memiliki karakteristik yang ia cari pada
Good Human Being. Namun ketika dia mewawancarai orang-orang ini, mereka selalu
memiliki beberapa kekurangan. Secara umum, Maslow menganggap orang-orang ini mampu
menyesuaikan diri dengan baik, namun tidak mempunyai gairah, dedikasi tinggi, dan rasa
tanggung jawab (Lowry, 1973). Maslow menyimpulkan bahwa kestabilan emosional dan
penyesuaian diri bukan merupakan faktor yang valid dalam menentukan kriteria Good
Human Being.
Maslow mengalami beberapa kesulitan dalam pencariannya akan orang-orang dengan
aktualisasi diri. Pertama, ia berusaha menemukan sindrom kepribadian yang tidak pernah
diidentifikasi dengan jelas. Kedua, orang-orang yang ia yakini memenuhi kriteria aktualisasi
diri menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian Maslow ini. Ia berpendapat bahwa orang-
orang ini sangat menjunjung tinggi privasi mereka (Maslow, 1968).
Pada akhirnya, Maslow memakai pendekatan yang berbeda untuk mencari orang-
orang dengan kriteria tersebut. Ia membaca biografi orang-orang terkenal untuk dapat
menemukan orang-orang dengan aktualisasi diri. Ketika Maslow membaca biografi orang-
orang seperti Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Albert Einstein, dan orang-orang hebat
lainnya, ia mendapat pencerahan. Ketimbang bertanya “Apakah yang membuat Max
Wertheimer dan Ruth Benedict dapat mengaktualisasikan diri mereka?”, Maslow mengubah
pertanyaannya menjadi, “Kenapa tidak semua orang mengaktualisasikan diri mereka?” Hal
ini secara bertahap mengubah konsepsi Maslow akan kemanusiaan dan ia pun menambah
daftar orang yang mengaktualisasikan diri.
Pencarian akan orang-orang dengan aktualisasi diri pun terus dilanjutkan. Untuk
memfasilitasi pencariannya ini, Maslow mengidentifikasi sebuah sindrom untuk kesehatan
psikologis. Setelah memilih sampel dari sejumlah orang yang secara potensial merupakan
individu yang sehat, Maslow meneliti orang-orang ini untuk dapat mengidentifikasi sindrom
kepribadian. Selanjutnya, ia menyempurnakan definisi dan kriterianya akan aktualisasi diri
dan kemudian menyaring kembali orang-orang yang sesuai dengan kriteria yang telah
dimodifikasinya. Prosedur ini akan terus diulang sampai dengan kelompok seleksi ketiga atau
keempat atau sampai Maslow yakin bahwa ia telah mendapatkan definisi aktualisasi diri yang
tepat dan ilmiah.

Criteria for Self-Actualization


Kriteria pertama dari orang yang memiliki aktualisasi diri menurut Maslow adalah
terbebas dari psychopathology. Mereka tidak neurotic maupun psychotic dan tidak memiliki
kecenderungan untuk mengalami gangguan psikologis. Hal ini merupakan sebuah kriteria
penting karena orang yang neurotic dan psychotic memiliki beberapa persamaan seperti
orang-orang dengan aktualisasi diri, misalnya peningkatan dalam merasakan realita,
pengalaman mistis, kreativitas, dan melepaskan diri dari orang lain. Oleh sebab itu, Maslow
menghapus orang-orang yang menunjukkan tanda psikopatologis dari daftar kemungkinan
orang dengan aktualisasi diri, namun dengan pengecualian terhadap penyakit psikosomatik.
Orang dengan aktualisasi diri telah mengalami perkembangan melalui hierarchy of
needs dan mereka menjalani hidup di atas tingkat kehidupan dan tidak pernah mengalami
ancaman terhadap keselamatannya. Mereka juga mengalami rasa cinta dan memiliki rasa
harga diri yang tertanam dengan baik di hidupnya. Orang dengan aktualisasi diri sudah
memenuhi tingkat terendah dari kebutuhannya sehingga mereka lebih baik dalam mentolerir
kegagalan dari kebutuhan tersebut. Mereka juga mampu mencintai orang-orang tanpa adanya
rasa kewajiban dari rasa mencintai itu sendiri.
Kriteria ketiga dari Maslow adalah bahwa orang dengan aktualisasi diri menganut B-
values. Mereka merasa nyaman dengan dan bahkan menuntut kebenaran, keindahan,
keadilan, kesederhanaan, dan unsur B-values lainnya. Kriteria terakhir dalam mencapai
aktualisasi diri adalah dapat memenuhi kebutuhan untuk bertumbuh, berkembang, dan untuk
dapat meningkatkan kemampuan dalam menjadi sesuatu yang mampu untuk dicapainya.

Values of Self-Actualizers
Maslow (1971) menyatakan bahwa orang dengan aktualisasi diri termotivasi oleh
“eternal verities”, yang dia sebut dengan B-values. “Being” values merupakan indikator dari
kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari pengurangan kebutuhan, yang dimana
memotivasi non-self-actualizers. Maslow mengistilahkan b-values dengan “metaneeds”
untuk mengindikasikan bahwa mereka adalah tingkat tertinggi dari kebutuhan. Maslow
membedakan motivasi kebutuhan biasa dan motif dari orang dengan aktualisasi diri, yang dia
sebut dengan metamotivation.
Metamotivation memiliki karakteristik yang ekspresif dibandingkan dengan perilaku
mengatasi dan diasosiasikan dengan B-values. Dengan kata lain, metamotivation merupakan
jawaban tentatif Maslow untuk masalah dari mengapa beberapa orang dapat memenuhi
kebutuhan terendah, mampu memberikan dan menerima cinta, memiliki rasa percaya diri,
namun tidak dapat sampai pada tingkat aktualisasi diri. Kehidupan dari orang seperti ini tidak
berarti dan kekurangan b-values. Maslow (1964,1970) mengidentifikasikan 14 B-values,
sebenarnya jumlah pasti tidaklah hal yang penting karena pada akhirnya mereka akan
menjadi satu, atau kurang lebih semuanya akan sangat berhubungan. Nilai dari orang dengan
aktualisasi diri antara lain, truth, goodness, beauty, wholeness or the transcendence of
dichotomies, aliveness or spontaneity, uniqueness, perfection, completion, justice and order,
simplicity, richness or totality, effortlessness, playfulness or humor, dan self-sufficiency or
autonomy.
Nilai-nilai ini membedakan orang dengan aktualisasi diri dari orang-orang yang
pertumbuhan psikologisnya terhalang setelah mereka mencapai kebutuhan esteem. Maslow
(1970) memberikan hipotesa bahwa ketika metaneeds dari seseorang tidak ditemui, mereka
akan mengalami suatu penyakit, yaitu penyakit eksistensi. Ketidakadaan dari b-values akan
mengarah kepada patologis, adanya kehilangan dari b-values akan menimbulkan
metapathology, atau kekurangan arti filosofis dari hidup.

Characteristics of Self-Actualizing People


Maslow percaya bahwa semua manusia memiliki potensi aktualisasi diri. Untuk
mengaktualisasikan diri, orang harus dipuaskan secara teratur dalam kebutuhan mereka yang
lain dan juga harus merangkul B-value. Dengan menggunakan dua kriteria ini, Maslow
menduga bahwa 1% populasi orang dewasa secara psikologis paling sehat di Amerika Serikat
akan mengaktualisasi diri. Berikut 15 kualitas yang menjadi ciri orang yang aktualisasi diri:

More Efficient Perception of Reality


Orang yang mengaktualisasikan diri dapat lebih mudah mendeteksi kesepian pada
orang lain. Mereka bisa membedakan antara yang asli dan palsu tidak hanya pada orang tapi
juga dalam sastra, seni, dan musik. Mereka mempersepsikan nilai-nilai lebih jelas daripada
orang lain yang cenderung melihat dunia sesuai keinginan mereka.
Selain itu, orang yang mengaktualisasikan diri tidak hanya memiliki toleransi
ambiguitas yang lebih besar, namun mereka secara aktif mencarinya dan merasa nyaman
dengan masalah dan teka-teki yang tidak memiliki solusi benar atau salah yang pasti. Mereka
menyambut keraguan, ketidakpastian, ketidakefektifan, dan jalur yang belum dipetakan,
kualitas yang membuat orang yang aktualisasi diri sangat sesuai untuk dijadikan filsuf,
penjelajah, atau ilmuwan.

Acceptance of Self, Others, and Nature


Orang yang aktualisasi diri dapat menerima diri mereka sebagaimana adanya. Mereka
tidak memiliki sikap membela diri, kepalsuan, dan rasa bersalah sendiri; memiliki selera
makan hangat untuk makanan, tidur, dan seks; tidak terlalu kritis terhadap kekurangan
mereka sendiri; dan tidak terbebani oleh kecemasan atau rasa malu yang tidak semestinya.
Dengan cara yang sama, mereka menerima orang lain dan tidak memiliki kebutuhan
kompulsif untuk menginstruksikan, menginformasikan, atau berkonversi. Mereka bisa
menoleransi kelemahan orang lain dan tidak terancam oleh kekuatan orang lain. Mereka
menerima alam, termasuk sifat manusia, seperti apa adanya dan tidak mengharapkan
kesempurnaan. Mereka menyadari bahwa orang menderita, menjadi tua, dan mati.

Spontaneity, Simplicity, and Naturalness


Orang yang aktualisasi diri bersifat spontan, sederhana, dan natural. Mereka tidak
konvensional tapi tidak kompulsif; sangat etis tapi mungkin tidak terlihat seperti itu. Mereka
biasanya berperilaku konvensional, tapi ketika situasinya menjaminnya, mereka bisa menjadi
tidak konvensional dan tanpa komprom. Kesamaan antara orang-orang yang
mengaktualisasikan diri dan anak-anak dan hewan berada dalam perilaku spontan dan alami
mereka. Mereka biasanya menjalani kehidupan sederhana. Mereka bersahaja dan tidak takut
atau malu untuk mengungkapkan kegembiraan, kagum, gembira, duka, marah, atau perasaan
lain yang dirasakan.
Problem-Centering
Ciri keempat orang yang mengaktualisasikan diri adalah ketertarikan mereka terhadap
masalah yang bukan milik mereka sendiri. Mereka task-oriented dan peduli dengan masalah
di luar diri mereka sendiri. Minat ini memungkinkan self-actualizer untuk mengembangkan
misi dalam kehidupan, tujuan hidup yang menyebar melampaui self-agregance. Pekerjaan
mereka bukan sekadar sarana untuk mencari nafkah tapi panggilan, panggilan, tujuan
tersendiri.
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri memperluas kerangka acuan mereka jauh
melampaui kemampuan diri sendiri. Mereka peduli dengan masalah kekal dan menerapkan
dasar filosofis dan etika yang solid untuk menangani masalah. Persepsi realistis mereka
memungkinkan mereka untuk secara jelas membedakan antara masalah penting dan yang
tidak penting dalam kehidupan.

The Need for Privacy


Orang yang mengaktualisasikan diri memiliki kualitas detasemen yang
memungkinkan mereka menyendiri tanpa merasa kesepian. Mereka merasa rileks dan
nyaman saat mereka bersama orang atau sendiri. Karena mereka sudah memenuhi kebutuhan
cinta dan rasa memiliki, mereka dapat menemukan kesenangan dalam kesendirian dan
privasi.
Orang yang mengaktualisasikan diri dapat terlihat seperti penyendiri, namun
sebenarnya, ketidaktertarikan mereka terbatas pada hal-hal kecil. Mereka memiliki
kepedulian global terhadap kesejahteraan orang lain tanpa terjerat dalam masalah yang tidak
signifikan. Karena mereka menghabiskan sedikit energi untuk mengesankan orang lain atau
mencoba untuk mendapatkan cinta dan penerimaan, mereka memiliki lebih banyak
kemampuan untuk membuat pilihan yang bertanggung jawab.

Autonomy
Orang yang mengaktualisasikan diri itu otonom dan bergantung pada diri mereka
sendiri untuk tumbuh meskipun di masa lalu mereka harus menerima cinta dan keamanan
dari orang lain. Tidak ada yang terlahir otonom, dan karena itu tidak ada yang benar-benar
bebas dari manusia. Otonomi hanya dapat dicapai melalui hubungan yang memuaskan
dengan orang lain.
Namun, keyakinan bahwa seseorang dicintai dan diterima tanpa syarat bisa menjadi
kekuatan yang ampuh dalam memberikan kontribusi pada harga diri. Begitu kepercayaan itu
tercapai, seseorang tidak lagi bergantung pada orang lain. Orang-orang yang
mengaktualisasikan diri memiliki kepercayaan diri itu dan karenanya memungkinkan mereka
untuk tidak terganggu oleh kritik dan juga tidak terpengaruh oleh sanjungan. Kemerdekaan
ini juga memberi mereka kedamaian dan ketenangan batin yang tidak dinikmati oleh orang-
orang yang hidup untuk persetujuan orang lain.

Continued Freshness of Appreciation


Maslow (1970) menulis "self-actualizing people have the wonderful capacity to
appreciate again and again, freshly and naively, the basic goods of life, with awe, pleasure,
wonder, and even ecstasy" (p. 163). Mereka sangat menyadari kesehatan fisik diri, teman
dan orang terkasih mereka, keadaan ekonomi, dan kebebasan politik mereka. Mereka
mengapresiasi harta benda mereka dan tidak membuang waktu untuk mengeluh tentang hal
yang membosankan dan tidak menarik. Singkatnya, mereka "retain their constant sense of
good fortune and gratitude for it" (Maslow, 1970, p. 164).

The Peak Experience


Ketika Maslow mengetahui aktualisasi diri terus berlanjut, dia membuat penemuan
tak terduga bahwa banyak dari mereka memiliki pengalaman yang bersifat mistis dan entah
bagaimana memberi mereka perasaan transendensi. Awalnya, dia berpikir bahwa peak
experience yang terpusat ini jauh lebih umum di antara pengaktualisasi diri daripada di antara
non-pengaktualisasi diri. Namun kemudian Maslow (1971) menyatakan bahwa "most people,
or almost all people, have peak experiences, or ecstasies" (p. 175).
Tidak semua peak experience memiliki intensitas yang sama. Dalam bentuknya yang
ringan, peak experience ini mungkin terjadi pada semua orang, meski jarang diketahui.
Misalnya, pelari jarak jauh sering melaporkan semacam transendensi atau perasaan terpisah
dari tubuh mereka. Terkadang, selama periode kesenangan atau kepuasan yang intens, orang
akan mengalami pengalaman mistis atau puncak. Melihat matahari terbenam atau kemegahan
alam lainnya dapat memicu peak experience, namun pengalaman ini tidak dapat disebabkan
oleh tindakan kehendak; sering kali terjadi pada saat-saat tak terduga dan biasa.
Apa rasanya memiliki peak experience? Pertama, peak experience cukup alami dan
merupakan bagian dari susunan manusia. Kedua, orang-orang yang memiliki peak experience
melihat keseluruhan alam semesta sebagai kesatuan atau semua dalam satu kesatuan, dan
mereka melihat dengan jelas tempat mereka di alam semesta itu. Juga, selama masa mistik
ini, peakers merasa lebih rendah hati dan lebih kuat pada saat bersamaan. Mereka merasa
pasif, reseptif, lebih berkeinginan untuk mendengarkan, dan lebih mampu mendengar.
Bersamaan, mereka merasa lebih bertanggung jawab atas aktivitas dan persepsi mereka, lebih
aktif, dan lebih ditentukan sendiri. Puncaknya mengalami kehilangan rasa takut, cemas, dan
konflik dan menjadi lebih mencintai, menerima, dan spontan. Meskipun peakers sering
melaporkan emosi seperti kagum, heran, terangkat, ekstasi, hormat, kerendahan hati, dan
penyerahan diri, mereka tidak mungkin ingin mendapatkan sesuatu yang praktis dari
pengalaman itu. Mereka sering mengalami disorientasi dalam ruang dan waktu, kehilangan
kesadaran diri, sikap yang tidak mementingkan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatasi
kecenderungan sehari-hari.
Peak experience tidak termotivasi, tidak terbendung, dan tidak berharap, dan selama
pengalaman itu, seseorang tidak mengalami kebutuhan, keinginan, atau kekurangan apa pun.
Selain itu, Maslow (1964) mengatakan, "The peak experience is seen only as beautiful, good,
desirable, worthwhile, etc., and is never experienced as evil or undesirable" (p. 63). Maslow
juga percaya bahwa peak experience sering memiliki efek abadi pada kehidupan seseorang.

Gemeinschaftsgefühl
Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya memiliki Gemeinschaftsgefühl, yaitu
community feeling, rasa kebersatuan dengan humanity, juga merupakan istilah yang dimiliki
Adler untuk social interest. Maslow menemukan bahwa self-actualizers-nya memiliki sikap
yang agak caring terhadap orang lain. Walaupun mereka seringkali merasa seperti alien yang
berada di tempat asing, namun self-actualizers tetap menganggap semua orang dan memiliki
minat yang tulus dalam membantu orang lain, baik teman maupun orang yang tidak
dikenalnya.
Self-actualizers dapat menjadi marah, tidak sabar, ataupun jijik dengan orang lain;
namun mereka menyimpan perasaan afeksi terhadap manusia pada umumnya. Secara
spesifik, Maslow (1970) menyatakan bahwa orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya
“seringkali merasa sedih, jengkel, bahkan marah dengan kekurangan orang rata-rata” (p.
166), namun, mereka akan tetap merasakan kekerabatan dengan orang tersebut.

Profound Interpersonal Relations


Yang berhubungan dengan Gemeinschaftsgefühl adalah kualitas spesial dari relasi
interpersonal yang melibatkan perasaan mendalam bagi individu. Secara umum, self-
actualizers memiliki perasaan nurturant terhadap orang lain, namun pertemanan dekat yang
mereka miliki hanya terbatas pada beberapa orang saja. Mereka tidak memiliki kebutuhan
yang sangat besar untuk berteman dengan semua orang, namun beberapa hubungan
interpersonal penting yang mereka miliki cukup dalam dan intens. Mereka cenderung
memilih orang-orang yang sehat sebagai teman dan menghindari hubungan interpersonal
yang intim dengan orang yang dependent dan kekanak-kanakan, walaupun social interest
yang mereka miliki membolehkan mereka untuk memiliki perasaan empati terhadap orang-
orang yang kurang sehat tersebut.
Self-actualizers seringkali disalahpahami dan kadang dibenci oleh orang lain. Namun
di sisi lain, banyak juga self-actualizers yang dicintai dan menarik sekelompok besar
pengagum bahkan pemuja, khususnya ketika mereka telah memberikan kontribusi yang
penting bagi lingkup profesionalnya. Orang-orang sehat yang diteliti Maslow merasa gelisah
dan malu karena pemujaan ini, dan lebih menyukai hubungan yang mutual daripada one-
sided.

The Democratic Character Structure


Maslow menemukan bahwa semua self-actualizers-nya memiliki nilai demokratis.
Mereka dapat menjadi ramah dan perhatian pada orang lain terlepas dari kelas, warna kulit,
umur, maupun jenis kelamin mereka. Di luar sikap demokratis ini, self-actualizers memiliki
keinginan dan kemampuan untuk belajar dari orang lain. Dalam situasi pembelajaran, mereka
menyadari seberapa sedikit hal yang mereka ketahui dibanding dengan seberapa banyak hal
yang dapat mereka ketahui. Mereka menyadari bahwa individu yang kurang sehat memiliki
banyak hal, dan mereka hormat bahkan rendah hati terhadap orang-orang tersebut. Namun,
mereka tidak secara pasif menerima perilaku jahat pada orang lain; malah, mereka melawan
orang-orang jahat dan perilaku jahat tersebut.

Discrimination Between Means and Ends


Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya memiliki pendirian yang jelas
mengenai tingkah laku yang benar dan yang salah. Mereka juga memiliki sedikit konflik
mengenai nilai-nilai dasar. Mereka menetapkan pandangan mereka lebih ke pada tujuan
daripada metode/cara dan mempunyai kemampuan untuk membedakan keduanya. Apa yang
orang lain anggap sebagai metode/cara (misal: makan atau berolahraga) itu seringkali dilihat
oleh self-actualizers sebagai tujuan. Mereka enjoy melakukan sesuatu memang karena hal
tersebut; bukan karena suatu hal tersebut adalah metode/cara yang menghantarkan mereka ke
suatu tujuan.
Philosophical Sense of Humor
Karakteristik pembeda lainnya dari self-actualizers adalah selera humor mereka yang
filosofis dan bersahabat. Kebanyakan humor atau komedi biasanya bersifat tidak bersahabat
atau seksual. Orang-orang yang sehat melihat hanya sedikit humor pada guyonan yang
negatif. Mereka tidak mencoba memberikan guyonan sebanyak orang lain, namun usaha
mereka itu tidak hanya bertujuan untuk membuat orang tertawa. Mereka menghibur,
memberikan informasi, menunjukkan ambiguitas, dan menimbulkan senyum daripada tawa
yang terbaha-bahak. Humor dari self-actualizers lebih hakiki kepada situasi daripada dibuat-
buat; humor itu bersifat spontan daripada direncanakan terlebih dahulu. Karena humor
tersebut bergantung pada situasi, biasanya humor tersebut tidak bisa diulang kembali.

Creativeness
Semua self-actualizers yang diteliti oleh Maslow adalah orang-orang yang dapat
dianggap kreatif. Faktanya, Maslow mengusulkan bahwa kreativitas dan aktualisasi diri itu
mungkin merupakan satu kesatuan dan hal yang sama. Tidak semua self-actualizers itu
memiliki bakat atau kreativitas dalam lingkup seni, namun mereka semua kreatif dengan
caranya masing-masing. Mereka memiliki persepsi yang tajam akan kebenaran, keindahan,
dan realitas—bahan-bahan yang membentuk fondasi dari kreativitas sejati. Self-actualizers
tidak perlu menjadi penyair ataupun seniman untuk menjadi kreatif. Maslow (1968a) secara
jelas menunjukkan bahwa kreativitas dapat muncul hampir dari mana saja.

Resistance to Enculturation
Karakteristik terakhir yang ditemukan oleh Maslow adalah resisten terhadap
enkulturasi. Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya memiliki rasa lepas dari
lingkungan dan mereka dapat melampaui budaya tertentu. Mereka bukanlah antisosial
ataupun secara sadar tidak menyesuaikan diri. Namun, mereka bersifat otonom, mengikuti
standar tingkah laku mereka sendiri dan tidak secara buta mengikuti peraturan orang lain.
Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya tidak membuang-buang energi untuk
melawan segala kebiasaan yang tidak penting maupun peraturan dari masyarakat. Adat
istiadat seperti pakaian, gaya rambut, dan peraturan lalu lintas itu relatif bebas, maka self-
actualizers tidak secara mencolok menunjukkan bahwa mereka menentang kebiasaan
tersebut. Karena mereka menerima gaya konvensional dan pakaiannya, penampilan mereka
pun tidak terlihat terlalu berbeda dari orang lain. Namun, pada persoalan yang penting,
mereka dapat menjadi tergerak untuk mecari perubahan sosial dan menentang usaha
masyarakat dalam mengenkulturasi mereka. Self-actualizers tidak hanya memiliki adat
istiadat sosial yang berbeda, namun, Maslow (1970) berhipotesis bahwa mereka “kurang
terenkulturasi, kurang diratakan, kurang terbentuk” (p. 174).
Untuk alasan inilah, orang-orang sehat tersebut lebih individual dan kurang homogen
daripada orang lain. Mereka tidaklah semuanya sama. Faktanya, istilah “aktualisasi diri”
berarti untuk menjadi semua hal yang dapat seseorang wujudkan, untuk mengaktualisasikan
atau memenuhi semua potensi dirinya. Ketika orang dapat mencapai tujuan ini, mereka
menjadi lebih unik, lebih heterogen, dan kurang terbentuk dari budaya yang ada (Maslow,
1970).

Love, Sex, and Self-Actualization


Sebelum orang orang memasuki tahap ‘aktualisasi diri’ mereka harus memuaskan hasrat atau
memenuhi kebutuhan love and belonging mereka, menandakan bahwa self-actualizing people
mampu memberikan serta menerima cinta dan tidak lagi termotivasi lagi oleh kekurangan
cinta (deficiency love/d-love) yang lebih umum terhadap kebanyakan orang. self-actualizing
people bahkan secara faktual adalah orang orang yang mampu memilki B-love (love for teh
essence of ‘being with other) atau cinta yang memang sudah tertanam mendalam kepada
orang lain. B-love dirasakan dalam bentuk mutualisme, terbagi, dan tidak termotivasi oleh
kurangnya rasa cinta atau bahkan kekurangan dari suatu pasangan. Bahkan, juga tidak
termotivasi oleh perilaku ekspresif.Self-actualizing people do not love because they expect
something hi return. They shnply love and are loved. Their love is never harmful. It is the
kind of love that allows lovers to be relaxed open, and nonsecretive (Maslow, 1970).

Dikarenakan self-actualizers memliki kemampuan atau ‘trait’ yaitu cinta yang lebih dalam,
Maslow percaua bahwa hubungan sex antara 2 b-lovers sering memiliki suatu pengalaman
yang mistis. Meskipun mereka adalah orang yang pada dasarnya adalah seorang penikmat
seks atau kenikmatan yang lain, hubungan self-actualizers tidak terdominasi oleh seks.
Mereka sangat mampu untuk mengtolerasi absen nya hubungan seks, karena mereka tidak
memiliki kebutuhan atas kekurangan hal tersebut. Aktifitas Seksual antara b-lovers juga
semakin lama tidak selalu terbawa atau ditingkatklan oleh emosi, terkadang hanya unutk
humor dan bermain-main.

PHILOSOPHY OF SCIENCE
Pada Tahun 1996, Maslow mengpulikasikan sebuah kerja yang mempelopori sains psikologi,
yaitu Psychology of Science : A Reconnaisance, sebuah buku yang pertama kali meliput judul
Psychology of Science. Dalam buku ini Maslow mengusulkan model sains yang
‘characterologically relative’. Diakui oleh Maslow, buku ini secara besar terinspirasi oleh
buku Thomas Kuhn yaitu The Structure Of Scientific Revolution (1962), dan buku ini
menawarkan konten psikologis dari buku Kuhn yaitu perbedaan terkenal antara sains normal
dan sains ‘revolutionary’ dalam konten Maslow tersendiri yaitu sains ‘growth’ dan ‘safety’.
Maslow juga menawarkan struktur dikotomis yang amat mirip dengan edisi pertama
structure, 16 tahun sebelum edisi pertamanya keluar, yang dalam kurun waktu ini sedikit
orang mengetahui paper yang dipublish maslow pada tahun 1946 “Means centering vs
problem centering in science”, ada dalam jurnal Philosophy of Science, Menandakan
kontribusi besar Maslow dalam filosofi sains.

Measuring Self - Actualization


Everett L. Shostrom (1974) mengembangkan Personal Orientation Inventory (POI)
untuk mengukur nilai dan perilaku orang-orang dalam mengaktualisasikan diri. POI memiliki
2 skala utamar dan 10 subskala. Skala utama pertama-The Time Competence/Time
Incompetence Scale, yang mengatur sejauh mana seseorang berorientasi dan kedua adalah –
The Support Scale, yang mengukur karakter dari reaksi individu apakah berassal dari
orientasi “self” atau “oranglain”. Sedangkan 10 subskalanya menilai tingkat (1) nilai dari
self-aktualisasi, (2) fleksibilitas dalam menerapkan nilai, (3) kepekaan terhadap nilai
kebutuhan diri sendiri dan perasaan, (4) spontanitas dalam mengekspresikan perasaan ketika
berperilaku, (5) harga diri (6) penerimaan diri, (7) pandangan positif tentang kemanusiaan,
(8) kemampuan untuk melihat makna hidup dari sudut pandang yang berbeda, (9) penerimaan
agresi, dan (10) kapasitas dalam intimate contact. Skor tinggi dari 2 skala utama dan 10
subskala menunjukkan tingkat dari aktualisasi diri sedangkan skor rendah tidak selalu
menunjukkan adanya patologi, namun memberikan petunjuk mengeai nilai dan perilaku
seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya. Dalam manual POI, Shostrom (1974) mengutip
beberapa penelitian di mana para partisipan ujian diminta untuk "berpura-pura baik" atau
"Membuat kesan yang baik" dalam mengisi inventaris. Saat partisipan mengikuti instruksi
ini, umumnya mereka mendapatkan skor lebih rendah dibandingkan saat mereka menanggapi
pernyataan tersebut dengan jujur. Temuan ini menarik. Mengapa mereka harus menurunkan
skornya saat mereka ingin terlihat baik?. Jawabannya ada pada konsep Maslow tentang self-
aktualisasi. Pernyataan yang mungkin benar ialah aktualisasi diri tidak selalu sesuai dengan
sosial dan standar budaya. Sebagai contoh, item seperti "Saya bisa mengatasi rintangan
selama saya percaya pada diri sendiri" atau "tanggung jawab paling dasar saya adalah
menyadari kebutuhan orang lain”. Di sisi lain, aktualisasi diri yang sebenarnya ketika ia dapat
memilih “ saya tidak harus menjalani hidup sesuai dengan aturan dan standard masyarakat”
atau “ saya tidak merasa berkewajiban saat orang asing meminta bantuan saya”(Shostrom,
1974, hal 22). Karena salah satu ciri aktualisasi diri adalah perlawanan terhadap enkulturasi,
sehingga wajar jika usahanya dalam membuat kesan bagus akan berujung pada kegagalan.
Menariknya, Maslow sendiri telah menjawab pertanyaan dengan jujur saat dia mengisi
inventory. Terlepas dari fakta jika Ia turut membantu dalam mengembangkan POI, skor yang
diperoleh Maslow hanya menunjukkan aktualisasi diri dan tidak setinggi skor orang yang
benar-benar mengaktualissasikan dirinya(Shostrom, 1974). Meskipun POI telah
menunjukkan reliabilitas dan validitas yang masuk akal, Beberapa peneliti (Weiss, 1991;
Whitson & Olczak, 1991) mengkritik inventory yang gagal dalam membedakan self-
actualizers dan non-self-actualizers. POI memiliki dua masalah praktis; pertama, terlalu
panjang, membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit untuk menyelesaikannya; kedua, dua item
yang dapat menimbulkan pada partisipan, karena merasa frustasi akan keterbatasan pilihan
secara paksa. Untuk mengatasi kedua keterbatasan praktis ini, Alvin Jones dan Rick Crandall
(1986) menciptakan Short Index of Self-Actualization, dengan meminjam 15 item dari POI
yang paling berkorelasi kuat dengan total skor aktualisasi diri. Item pada Short Index dibuat 6
poin skala Likert (dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju). Penelitian (Compton, Smith,
Cornish, & Qualls, 1996; Rowan, Compton, & Rust, 1995; Runco, Ebersole, & Mraz, 1991)
di Short Index POI telah mengindikasikan bahwa ini adalah skala yang berguna untuk
menilai self- aktualisasi. Ukuran ketiga aktualisasi diri adalah Brief Index of Self-
Actualization, yang dikembangkan oleh John Sumerlin dan Charles Bundrick (1996, 1998).
The Original Brief Index (Sumerlin & Bundrick, 1996) terdiri dari 40 item yang ditempatkan
pada 6 poin skala Likert dan menghasilkan skor dari 40 sampai 240. Analisis faktor
menghasilkan empat faktor aktualisasi diri, tapi karena beberapa item ditempatkan di lebih
dari satu faktor, maka penulis (Sumerlin & Bundrick, 1998) merevisi the Brief Index of Self-
Actualization dengan menghilangkan delapan item sehingga tidak ada satu item yang
ditemukan pada lebih dari satu faktor. Inventory ini menghasilkan empat faktor: (I)
Aktualisasi Inti Aktual, atau penggunaan penuh potensi seseorang; (II) Otonomi; (III)
Keterbukaan terhadap Pengalaman; dan (IV) Kenyamanan dengan kesendirian. Tipikal item
seperti, "Saya menikmati prestasi saya" (Core Self- Aktualisasi), "Saya khawatir saya tidak
hidup sesuai dengan potensi saya" (reversed scored item measuring autonomy), "Saya peka
terhadap kebutuhan orang lain" (Keterbukaan terhadap Pengalaman), dan "Saya menikmati
kesendirian saya" (Comfort with Solitude). Keandalan, validitas, dan kegunaan Brief Index
belum sepenuhnya ditentukan.

The Jonah Complex


Menurut Maslow, semua manusia lahir dengan keinginan untuk mencapai kesehatan
dan self-actualization, namun hanya beberapa orang saja yang mampu untuk mencapainya.
Perkembangan kepribadian yang sehat dapat terhalangi dalam setiap tingkatan kebutuhan.
Ada beberapa orang yang mampu untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan self-esteem,
namun tidak dapat melangkah menuju self-actualization karena gagal untuk menghargai B-
values.
Selain hal tersebut, ada yang disebut juga dengan The Jonah Complex yang mampu
menghalangi seseorang untuk mencapai self-actualization. Ketakutan untuk menjadi yang
terbaik atau Jonah Complex dikarakteristikan dengan berusaha untuk melarikan diri dari
takdir yang diberikan. Jonah Complex berasal dari cerita di dalam alkitab tentang Jonah yang
berusaha untuk menghindari takdirnya. Dapat ditemukan hampir pada semua orang, namun
muncul lebih jelas pada seseorang yang neurotic. Muncul dalam bentuk ketakukan akan
kesuksesan, ketakutan menjadi yang terbaik, dan perasaan ketakutan di hadapan keindahan
dan kesempurnaan.
Alasan seseorang bisa mengalami hal tersebut menurut Maslow adalah karena tubuh
manusia tidak mampu untuk menahan kegembiraan yang luar biasa dalam waktu yang lama.
Selain hal itu ia juga berpendapat bahwa sebenarnya kebanyakan orang memiliki ambisi
untuk menjadi seseorang yang sukses. Namun ketika mereka membandingkan dirinya sendiri
dengan orang lain yang sebelumnya berhasil sukses, maka mereka akan merendahkan diri
mereka. Pada akhirnya membuat mereka tidak menyadari potensi yang dimilikinya.

Psychotherapy
Tujuan dalam terapi untuk Maslow adalah membuat klien untuk mampu menerima
Being-values, yaitu dapat menghargai kebenaran, keadilan, kebaikan, kesederhanaan, dan
lain-lain. Untuk mencapai tujuan ini klien harus bebas dari ketergantungan terhadap orang
lain, sehingga keinginan alamiah untuk mencapai pertumbuhan dan self-actualization dapat
teraktivasi. Biasanya klien yang diterapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan
kepemilikan. Sehingga terapinya akan fokus pada hubungan interpersonal. Dengan memiliki
hubungan yang hangat dan sehat antara terapis dan klien, diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan akan cinta dan kepemilikan serta memunculkan perasaan percaya diri dan mampu
menghargai dirinya sendiri. Sehingga klien nantinya mampu untuk menciptakan hubungan
interpersonal yang sehat diluar sesi terapi. Cara pandang ini serupa dengan psychotherapy
menurut Carl Rogers.

RELATED RESEARCH
Secara umum, menurut teori Maslow, tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus
terpenuhi di awal kehidupan, sedangkan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, seperti self-
actualization, cenderung terpenuhi di kemudian hari. Peneliti telah menguji aspek ini dengan
mengukur pemenuhan kebutuhan pada 1.749 sampel yang terdiri dari semua kelompok usia.
Dalam studi ini, partisipan menyelesaikan kuesioner yang mengenai pemenuhan kebutuhan
mereka. Kebutuhan ini dibagi menjadi dua tipe motivasi, yaitu lower motivation (contoh:
makan dan olahraga) dan higher motivation (keluarga dan idealisme). Hasil dari studi ini
mendukung teori Maslow.

Positive Psychology
Positive psychology merupakan bidang yang relatif baru dalam psikologi yang
menggabungkan penekanan pada harapan, optimisme, dan well-being dengan penelitian
saintifik dan asesmen. Banyak pertanyaan yang diteliti oleh positive psychology berasal dari
tokoh-tokoh humanistik, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers. Positive psychology
kritis terhadap psikologi tradisional.
Para peneliti telah menyelidiki potensi keuntungan yang timbul dari reexperiencing,
melalui tulisan atau pemikiran pengalaman yang positif. Dalam suatu studi, partisipan
diinstruksikan untuk menulis tentang pengalaman positif atau pengalaman selama 20 menit
setiap harinya untuk 3 hari berurutan. Instruksi yang diberikan diturunkan secara langsung
dari tulisan Maslow tentang pengalaman terpenting, dan mereka meminta partisipan untuk
menuliskan momen bahagia mereka. Mengalami kejadian positif akan meningkatkan emosi
positif dan, seperti yang diuji penelitian ini, dengan mengingat kejadian tersebut dapat
meningkatkan emosi positif. Pengalaman emosi positif pada umumnya merupakan hal yang
baik dan diasosiasikan dengan meningkatkan sumber coping, kesehatan yang lebih baik, dan
perilaku prososial. Burton dan King memprediksikan bahwa menuliskan pengalaman-
pengalaman intense dapat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik dalam bulan-bulan
berikutnya setelah menulis. Burton dan King menemukan bahwa partisipan yang menulis
mengunjungi dokter untuk mengecek penyakitnya lebih jarang dalam waktu 3 bulan setelah
mereka menulis pengalaman yang beremosi positif.
Beberapa penelitian lainnya juga dilakukan. Sonja Lyubomirsky meneliti apakah
dengan hanya memikirkan pengalaman positif akan memiliki manfaat yang sebanding atau
lebih besar dari manfaat yang didapatkan dari menuliskan pengalaman positif. Hasil dari
penelitian Lyubomirsky mengatakan bahwa kita tidak perlu overanalyze atau memilih
pengalaman positif untuk mendapatkan manfaat yang signifikan.
Beberapa penelitian ini menunjukkan pentingnya merefleksikan dan menghidupkan
kembali pengalaman positif kita. Penelitian dalam bidang psikologi positif mendukung aspek
dari teori Maslow.

Personality Development, Growth, and Goals


Konsep aktualisasi diri pada konsep Maslow secara implisit adalah anggapan bahwa
orang memiliki tingkatan kesehatan psikologis yang lebih tinggi saat mereka menjadi lebih
tua. Jack Bauer dan Dan McAdams berasumsi bahwa ada dua jenis pendekatan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan -- ekstrinsik dan intrinsik. Perkembangan ekstrinsik pada
pokoknya merupakan kognitif dan berkisar pada kemampuan seseorang untuk memikirkan
secara kompleks mengenai tujuan hidup, perkembangan ini berfokus pada ketenaran, uang,
tampilan fisik, status, dan power. Perkembangan intrinsik pada pokoknya emosional dan
berkisar pada kemampuan seseorang untuk merasa lebih baik dalam kehidupannya,
perkembangan ini fokus pada kepuasan, kebahagiaan, personal growth, dan hubungan
interpersonal yang sehat.
Pada risetnya mengenai growth goals, Bauer dan McAdams memprediksikan
hubungan positif antara usia dan perkembangan personality serta well-being seseorang.
Tetapi mereka memprediksikan bahwa hubungan antara personality development dan well-
being dapat berubah, tergantung pada apakah orang tersebut berusaha mencapai tujuan
intrinsik atau ekstrinsik. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari mahasiswa dan volunteer
dari komunitas, mean usia 20 tahun dan 52 tahun, dan kedua kelompok terdiri dari 70%
wanita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang lebih tua memiliki ego-
development dan well-being yang lebih tinggi dibanding orang yang lebih muda. Dengan kata
lain, orang yang lebih tua memiliki kepuasan hidup lebih tinggi dibanding orang yang kebih
muda. Hal ini sebagian dijelaskan dengan orang yang lebih tua memiliki intrinsic goals dan
concerns. Bauer dan McAdams menyimpulkan bahwa growth goals, terutama ketika
dipelajari dalam bentuk naratif, membuka jendela bagi para peneliti dan terapis untuk
memahami apakah intensi orang cenderung mengarah pada arah pribadi yang diinginkan
terhadap pemahaman yang lebih kompleks mengenai kehidupan mereka dan tingginya rasa
akan well-being. Kesimpulan ini konsisten dengan argumen Maslow bahwa orang secara
umum memilih keamanan atau orientasi perkembangan dalam kehidupan mereka dan bahwa
orientasi perkembangan lebih siap dalam memfasilitasi kesehatan psikologis dan well-being.

Kritik teori Maslow


Penelitian maslow mengenai teori aktualisasi diri tidak sesuai dengan studi empiris
yang ia tekuni.ditahun selanjutnya ia sering bespekulasi tentang teori aktualisasi untuk
mendukung anggapannya selama ini. Meskipun begitu maslow tidak peduli dengan adanya
desacralized, orthodox dan sains.
Namun demikian, kita menggunakan kriteria yang sama untuk mengevaluasi teori
kepribadian holistik-dinamis seperti yang kita lakukan dengan teori-teori lainnya. Pertama,
bagaimana teori Maslow menilai kemampuannya untuk menghasilkan penelitian? Pada
kriteria ini, kita menilai teori Maslow sedikit di atas rata-rata. Aktualisasi diri tetap menjadi
topik yang populer dengan para periset, dan tes aktualisasi diri telah memfasilitasi upaya
untuk menyelidiki konsep ilusif ini. Namun, gagasan Maslow tentang metamotivasi, the
hierarchy of needs, the Jonah complex, dan insting yang dibutuhkan tidak mendapatkan
sedikit minat.
Dalam kriteria falsibility, kita harus menilai teori maslow itu rendah. Para peneliti
tetap tidak mampu menyalahkan atau membenarkan cara -cara maslow untuk
mengindentifikasi masalah orang orang yang mengaktualisasi diri.apabila para peneliti ingin
mengikuti langkah Maslow dan menggunkan wawancara individual, mereka hanya memiliki
sedikit panduan sebab Maslow tidak memiliki panduan khusus dan gagal menjelaskan
defisini operasional dari aktualisasi diri dan deskripsi lengkap tentang prosedur
samplingnya.oleh karena itu para peneliti tidak begitu yakin dengan mengikuti studi awal
maslow dengan benar atau apakah mereka mengidentifikasi sindrom dari aktualisasi diri yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Feist, J. & Feist, G. (2010). Theories of Personality, 7th edition. NY: McGraw-Hill Publisher.

Anda mungkin juga menyukai