Disusun oleh:
Kelompok 7
Hafidh Muhammad F. 190110160006
Ufiya Azka Safitri 190110160026
Ghaitsa Jilandary 190110160028
Chandra Tantriyani G.P. 190110160062
Ayuriska Michelin 190110160070
Hanifah Oktarina A. 190110160112
Ananda Amelya 190110160116
Karina Khairunisa 190110160120
Dhia Salsabila 190110160124
Admiranti Adhyarizka 190110160128
Nadia Amanda M. 190110160146
Sekar Mustika 190110160150
Athiya Yumna Khansa 190110160160
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
OVERVIEW OF HOLISTIC-DYNAMIC THEORY
Teori kepribadian yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dikenal dengan beberapa
nama, seperti teori humanistik, teori transpersonal, third force dalam psikolosgi, fourth force
dalam kepribadian, dan teori self-actualization. Akan tetapi, Maslow sendiri mengenalkan
teorinya sebagai teori holistic-dynamic karena mengasumsikan bahwa setiap orang secara
konstan termotivasi oleh satu kebutuhan atau kebutuhan lainnya dan manusia berpotensi
untuk tumbuh mengarah pada sehat secara psikologis, yang menurutnya adalah self-
actualization. Untuk mencapai self-actualization, seseorang harus memenuhi kebutuhan
terendahnya terlebih dahulu, seperti lapar, rasa aman, cinta, dan percaya diri. Hanya jika
kebutuhan tersebut relatif terpenuhi, baru seseorang dapat mencapai self-actualization.
Teori yang dikemukakan oleh tokoh seperti Maslow, Gordon Allport, Carl Rogers,
Rollo May, dan lainnya terkadang dianggap sebagai third force dalam bidang psikologi,
dimana first force adalah psikoanalisis dan modifikasinya, dan second force adalah
behavioristik. Serupa dengan tokoh lainnya, pada awalnya Maslow menerima beberapa
prinsip psikoanalisis dan behavioristik. Namun, kemudian ia mengkritisi baik psikoanalsis
ataupun behavioristik mengenai keterbatasan pandangan pada kemanusiaan dan pemahaman
yang tidak cukup pada orang yang sehat secara psikologis.
Unmotivated Behavior
Maslow percaya meskipun semua perilaku memilki sebab, namun sebagian perilaku
tidak didasari oleh needs. Bisa jadi perilaku dipengarhu oleh refleks, maturation, or drugs.
Motivasi terbatas pada usaha untuk memuaskan beberapa needs. Maslow menyebut hal ini
“expressive behavior” is unmotivated.
Deprivation of Needs
Kurangnya kepuasan pada salah satu kebutuhan dasar dapat mengarah pada semacam
patologi. Kalau kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi dapat mengakibatkan malnutrisi,
kelelahan, kehilangan energi. Jika rasa aman tidak terpenuhi akan mengakibatkan rasa takut
dan tidak aman. Bila kebutujan cinta tidak terpenuhi seseorang akan menjadi defensif, terlalu
agresif, atau socially timid. Jika esteem tidak terpenuhi seseorang akan menjadi ragu
terhadap dirinya, depresi, dan kurang percaya diri. Peramparasan terhadap aktualisasi juga
dapat mengakibatkan patologi atau lebih taptnya metapathology. Maslow mendifinisikan
metapathology sebagai tidak adanya nilai, kekuarangan pemenuhan, dan hilangnya makna
dalam hidup.
Instinctoid Nature of Needs
Maslow menghipotesiskan bahwa beberapa kebutuhan manusia ditentukan secara
bawaan meskipun bisa dimodifikasi dengan belajar, hal ini disebut sebagai instinctoid needs.
Contohnya sex, sex merupakan kebutuahan dasar fisiologis tapi cara mengepresikannya
tergantung pada belajar. Bagi kebanyakan orang sex menjadi instinctoid need.
Kriteria pertama yang membedakan instinctoid needs dengan noninstinctoid needs
adalah tingkat patologi saat frustrasi. Sebagai contoh, ketika orang ditolak cinta, mereka akan
sakit dan memnolak mencapai kesehatan psikologis. Sedangkan orang yang frustasi dalam
pemuasaan kebutuhan fisiologis, keselamatan, pengahargaan, dan aktualisasi diri akan
mengakibat mereka menjadi sakit.
Kriteria kedua yang membedakan instinctoid needs dengan noninstinctoid needs
adalah instinctoid needs merupakan kebutuhan secara terus –menerus dan kepuasaannya
mengarah pada kesehatan psikologis, sedangkan noninstinctoid needs sebaliknya, bersifat
sementara dan kepuasaannya mengarah pada kepuasaan fisiologis dan prasyarat untuk
kesehatan.
Kriteria ketiga adalah instinctiod needs bersifat spesifik terhadapat suatu spesies.
Karena naluri binatang tidak dapat dijadikan model untuk mempelajari motivasi manusia.
Hanya manusia dapat dimotivasi oleh harga diri dan aktualisasi diri.
Kriteria keempat, meski sulit untuk dirubah, insinctiod needs dapat dibentuk,dihambat
atau diubah oleh pengaruh lingkungan. Kerena kebanyakan instinctoid needs lebih lemah
daripada kekuatan budaya. Masyarakat yang sehat harus mencari dimana anggotanya dapat
menerima kepuasan tidak hanya untuk kebutuhan fisiologis dan keselamatan tapi untuk cinta,
harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri juga.
Values of Self-Actualizers
Maslow (1971) menyatakan bahwa orang dengan aktualisasi diri termotivasi oleh
“eternal verities”, yang dia sebut dengan B-values. “Being” values merupakan indikator dari
kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari pengurangan kebutuhan, yang dimana
memotivasi non-self-actualizers. Maslow mengistilahkan b-values dengan “metaneeds”
untuk mengindikasikan bahwa mereka adalah tingkat tertinggi dari kebutuhan. Maslow
membedakan motivasi kebutuhan biasa dan motif dari orang dengan aktualisasi diri, yang dia
sebut dengan metamotivation.
Metamotivation memiliki karakteristik yang ekspresif dibandingkan dengan perilaku
mengatasi dan diasosiasikan dengan B-values. Dengan kata lain, metamotivation merupakan
jawaban tentatif Maslow untuk masalah dari mengapa beberapa orang dapat memenuhi
kebutuhan terendah, mampu memberikan dan menerima cinta, memiliki rasa percaya diri,
namun tidak dapat sampai pada tingkat aktualisasi diri. Kehidupan dari orang seperti ini tidak
berarti dan kekurangan b-values. Maslow (1964,1970) mengidentifikasikan 14 B-values,
sebenarnya jumlah pasti tidaklah hal yang penting karena pada akhirnya mereka akan
menjadi satu, atau kurang lebih semuanya akan sangat berhubungan. Nilai dari orang dengan
aktualisasi diri antara lain, truth, goodness, beauty, wholeness or the transcendence of
dichotomies, aliveness or spontaneity, uniqueness, perfection, completion, justice and order,
simplicity, richness or totality, effortlessness, playfulness or humor, dan self-sufficiency or
autonomy.
Nilai-nilai ini membedakan orang dengan aktualisasi diri dari orang-orang yang
pertumbuhan psikologisnya terhalang setelah mereka mencapai kebutuhan esteem. Maslow
(1970) memberikan hipotesa bahwa ketika metaneeds dari seseorang tidak ditemui, mereka
akan mengalami suatu penyakit, yaitu penyakit eksistensi. Ketidakadaan dari b-values akan
mengarah kepada patologis, adanya kehilangan dari b-values akan menimbulkan
metapathology, atau kekurangan arti filosofis dari hidup.
Autonomy
Orang yang mengaktualisasikan diri itu otonom dan bergantung pada diri mereka
sendiri untuk tumbuh meskipun di masa lalu mereka harus menerima cinta dan keamanan
dari orang lain. Tidak ada yang terlahir otonom, dan karena itu tidak ada yang benar-benar
bebas dari manusia. Otonomi hanya dapat dicapai melalui hubungan yang memuaskan
dengan orang lain.
Namun, keyakinan bahwa seseorang dicintai dan diterima tanpa syarat bisa menjadi
kekuatan yang ampuh dalam memberikan kontribusi pada harga diri. Begitu kepercayaan itu
tercapai, seseorang tidak lagi bergantung pada orang lain. Orang-orang yang
mengaktualisasikan diri memiliki kepercayaan diri itu dan karenanya memungkinkan mereka
untuk tidak terganggu oleh kritik dan juga tidak terpengaruh oleh sanjungan. Kemerdekaan
ini juga memberi mereka kedamaian dan ketenangan batin yang tidak dinikmati oleh orang-
orang yang hidup untuk persetujuan orang lain.
Gemeinschaftsgefühl
Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya memiliki Gemeinschaftsgefühl, yaitu
community feeling, rasa kebersatuan dengan humanity, juga merupakan istilah yang dimiliki
Adler untuk social interest. Maslow menemukan bahwa self-actualizers-nya memiliki sikap
yang agak caring terhadap orang lain. Walaupun mereka seringkali merasa seperti alien yang
berada di tempat asing, namun self-actualizers tetap menganggap semua orang dan memiliki
minat yang tulus dalam membantu orang lain, baik teman maupun orang yang tidak
dikenalnya.
Self-actualizers dapat menjadi marah, tidak sabar, ataupun jijik dengan orang lain;
namun mereka menyimpan perasaan afeksi terhadap manusia pada umumnya. Secara
spesifik, Maslow (1970) menyatakan bahwa orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya
“seringkali merasa sedih, jengkel, bahkan marah dengan kekurangan orang rata-rata” (p.
166), namun, mereka akan tetap merasakan kekerabatan dengan orang tersebut.
Creativeness
Semua self-actualizers yang diteliti oleh Maslow adalah orang-orang yang dapat
dianggap kreatif. Faktanya, Maslow mengusulkan bahwa kreativitas dan aktualisasi diri itu
mungkin merupakan satu kesatuan dan hal yang sama. Tidak semua self-actualizers itu
memiliki bakat atau kreativitas dalam lingkup seni, namun mereka semua kreatif dengan
caranya masing-masing. Mereka memiliki persepsi yang tajam akan kebenaran, keindahan,
dan realitas—bahan-bahan yang membentuk fondasi dari kreativitas sejati. Self-actualizers
tidak perlu menjadi penyair ataupun seniman untuk menjadi kreatif. Maslow (1968a) secara
jelas menunjukkan bahwa kreativitas dapat muncul hampir dari mana saja.
Resistance to Enculturation
Karakteristik terakhir yang ditemukan oleh Maslow adalah resisten terhadap
enkulturasi. Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya memiliki rasa lepas dari
lingkungan dan mereka dapat melampaui budaya tertentu. Mereka bukanlah antisosial
ataupun secara sadar tidak menyesuaikan diri. Namun, mereka bersifat otonom, mengikuti
standar tingkah laku mereka sendiri dan tidak secara buta mengikuti peraturan orang lain.
Orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya tidak membuang-buang energi untuk
melawan segala kebiasaan yang tidak penting maupun peraturan dari masyarakat. Adat
istiadat seperti pakaian, gaya rambut, dan peraturan lalu lintas itu relatif bebas, maka self-
actualizers tidak secara mencolok menunjukkan bahwa mereka menentang kebiasaan
tersebut. Karena mereka menerima gaya konvensional dan pakaiannya, penampilan mereka
pun tidak terlihat terlalu berbeda dari orang lain. Namun, pada persoalan yang penting,
mereka dapat menjadi tergerak untuk mecari perubahan sosial dan menentang usaha
masyarakat dalam mengenkulturasi mereka. Self-actualizers tidak hanya memiliki adat
istiadat sosial yang berbeda, namun, Maslow (1970) berhipotesis bahwa mereka “kurang
terenkulturasi, kurang diratakan, kurang terbentuk” (p. 174).
Untuk alasan inilah, orang-orang sehat tersebut lebih individual dan kurang homogen
daripada orang lain. Mereka tidaklah semuanya sama. Faktanya, istilah “aktualisasi diri”
berarti untuk menjadi semua hal yang dapat seseorang wujudkan, untuk mengaktualisasikan
atau memenuhi semua potensi dirinya. Ketika orang dapat mencapai tujuan ini, mereka
menjadi lebih unik, lebih heterogen, dan kurang terbentuk dari budaya yang ada (Maslow,
1970).
Dikarenakan self-actualizers memliki kemampuan atau ‘trait’ yaitu cinta yang lebih dalam,
Maslow percaua bahwa hubungan sex antara 2 b-lovers sering memiliki suatu pengalaman
yang mistis. Meskipun mereka adalah orang yang pada dasarnya adalah seorang penikmat
seks atau kenikmatan yang lain, hubungan self-actualizers tidak terdominasi oleh seks.
Mereka sangat mampu untuk mengtolerasi absen nya hubungan seks, karena mereka tidak
memiliki kebutuhan atas kekurangan hal tersebut. Aktifitas Seksual antara b-lovers juga
semakin lama tidak selalu terbawa atau ditingkatklan oleh emosi, terkadang hanya unutk
humor dan bermain-main.
PHILOSOPHY OF SCIENCE
Pada Tahun 1996, Maslow mengpulikasikan sebuah kerja yang mempelopori sains psikologi,
yaitu Psychology of Science : A Reconnaisance, sebuah buku yang pertama kali meliput judul
Psychology of Science. Dalam buku ini Maslow mengusulkan model sains yang
‘characterologically relative’. Diakui oleh Maslow, buku ini secara besar terinspirasi oleh
buku Thomas Kuhn yaitu The Structure Of Scientific Revolution (1962), dan buku ini
menawarkan konten psikologis dari buku Kuhn yaitu perbedaan terkenal antara sains normal
dan sains ‘revolutionary’ dalam konten Maslow tersendiri yaitu sains ‘growth’ dan ‘safety’.
Maslow juga menawarkan struktur dikotomis yang amat mirip dengan edisi pertama
structure, 16 tahun sebelum edisi pertamanya keluar, yang dalam kurun waktu ini sedikit
orang mengetahui paper yang dipublish maslow pada tahun 1946 “Means centering vs
problem centering in science”, ada dalam jurnal Philosophy of Science, Menandakan
kontribusi besar Maslow dalam filosofi sains.
Psychotherapy
Tujuan dalam terapi untuk Maslow adalah membuat klien untuk mampu menerima
Being-values, yaitu dapat menghargai kebenaran, keadilan, kebaikan, kesederhanaan, dan
lain-lain. Untuk mencapai tujuan ini klien harus bebas dari ketergantungan terhadap orang
lain, sehingga keinginan alamiah untuk mencapai pertumbuhan dan self-actualization dapat
teraktivasi. Biasanya klien yang diterapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan
kepemilikan. Sehingga terapinya akan fokus pada hubungan interpersonal. Dengan memiliki
hubungan yang hangat dan sehat antara terapis dan klien, diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan akan cinta dan kepemilikan serta memunculkan perasaan percaya diri dan mampu
menghargai dirinya sendiri. Sehingga klien nantinya mampu untuk menciptakan hubungan
interpersonal yang sehat diluar sesi terapi. Cara pandang ini serupa dengan psychotherapy
menurut Carl Rogers.
RELATED RESEARCH
Secara umum, menurut teori Maslow, tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus
terpenuhi di awal kehidupan, sedangkan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, seperti self-
actualization, cenderung terpenuhi di kemudian hari. Peneliti telah menguji aspek ini dengan
mengukur pemenuhan kebutuhan pada 1.749 sampel yang terdiri dari semua kelompok usia.
Dalam studi ini, partisipan menyelesaikan kuesioner yang mengenai pemenuhan kebutuhan
mereka. Kebutuhan ini dibagi menjadi dua tipe motivasi, yaitu lower motivation (contoh:
makan dan olahraga) dan higher motivation (keluarga dan idealisme). Hasil dari studi ini
mendukung teori Maslow.
Positive Psychology
Positive psychology merupakan bidang yang relatif baru dalam psikologi yang
menggabungkan penekanan pada harapan, optimisme, dan well-being dengan penelitian
saintifik dan asesmen. Banyak pertanyaan yang diteliti oleh positive psychology berasal dari
tokoh-tokoh humanistik, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers. Positive psychology
kritis terhadap psikologi tradisional.
Para peneliti telah menyelidiki potensi keuntungan yang timbul dari reexperiencing,
melalui tulisan atau pemikiran pengalaman yang positif. Dalam suatu studi, partisipan
diinstruksikan untuk menulis tentang pengalaman positif atau pengalaman selama 20 menit
setiap harinya untuk 3 hari berurutan. Instruksi yang diberikan diturunkan secara langsung
dari tulisan Maslow tentang pengalaman terpenting, dan mereka meminta partisipan untuk
menuliskan momen bahagia mereka. Mengalami kejadian positif akan meningkatkan emosi
positif dan, seperti yang diuji penelitian ini, dengan mengingat kejadian tersebut dapat
meningkatkan emosi positif. Pengalaman emosi positif pada umumnya merupakan hal yang
baik dan diasosiasikan dengan meningkatkan sumber coping, kesehatan yang lebih baik, dan
perilaku prososial. Burton dan King memprediksikan bahwa menuliskan pengalaman-
pengalaman intense dapat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik dalam bulan-bulan
berikutnya setelah menulis. Burton dan King menemukan bahwa partisipan yang menulis
mengunjungi dokter untuk mengecek penyakitnya lebih jarang dalam waktu 3 bulan setelah
mereka menulis pengalaman yang beremosi positif.
Beberapa penelitian lainnya juga dilakukan. Sonja Lyubomirsky meneliti apakah
dengan hanya memikirkan pengalaman positif akan memiliki manfaat yang sebanding atau
lebih besar dari manfaat yang didapatkan dari menuliskan pengalaman positif. Hasil dari
penelitian Lyubomirsky mengatakan bahwa kita tidak perlu overanalyze atau memilih
pengalaman positif untuk mendapatkan manfaat yang signifikan.
Beberapa penelitian ini menunjukkan pentingnya merefleksikan dan menghidupkan
kembali pengalaman positif kita. Penelitian dalam bidang psikologi positif mendukung aspek
dari teori Maslow.
Feist, J. & Feist, G. (2010). Theories of Personality, 7th edition. NY: McGraw-Hill Publisher.