Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK (ABRAHAM 

MASLOW)

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
            Abraham Harold Maslow dilahirkan di Broklyn, New York pada tanggal 1 April
1908. Dia dapat di pandang sebagai Bapak dari Psikologi humanistik. Pada awalnya, Maslow
yang anak imigran Rusia ini adalah seorang yang behavioris. Karena merasa tidak puas
dengan Psikologi behavioristik dan psikianalisis, Watson mencari alternatif psikologi yang
fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.
Maslow memutuskan untuk belajar psikologi terutama karena pengaruh behaviorisme
Watson. Melalui penelitian-penelitiannya di Universitas Wisconsin, dengan menggunakan
teori-teori Watson, Maslow menemukan berbagai persamaan antara kera dan manusia.

Akan tetapi ada suatu peristiwa yang menyebabkan ia meninggalkan behaviorisme. Yaitu
kelahiran anaknya yang pertama, “Halilintar yang membereskan segala sesuatu”, begitu dia
menggambarkan pengalaman itu. “Saya akan berkata bahwa siapa saja yang mempunyai
seorang bayi tidak dapat menjadi seorang behavioris”.[1] Dia terpesona oleh misteri
kehidupan dan bukan dengan mengontrolnya sebagaimana dikemukakan oleh behaviorisme.
Karena itu Maslow kemudian beralih ke psikologi holistik dan humanistik. Gerakan psikologi
humanistik mulai di Amerika Serikat tahun 1950 dan terus berkembang. Para tokohnya
berpendapat bahwa psikologi terutama psikologi behavioristik mendehumanisasi manusia.
[2]Sekalipun psikologi behavioristik menunjukkan keberhasilannya yang cukup spektakuler
dalam bidang-bidang tertentu, namun sebenarnya gagal untuk memberikan sumbangan dalam
pemahaman manusia dan kondisi eksistensinya.
Dalam suasana ketidakpuasan terhadap psikologi behavioristik, muncul berbagai macam
buku ataupun artikel yang berkisar pada penekanan soal person. Misalnya Maslow dengan
bukunya yang berjudul “motivation and personality”, bukunya Allport yang
berjudul “Becoming”, yang menekankan pada sifat-sifat yang ada pada manusia. Karena itu
para Ahli psikologi humanistik mengarahkan perhatiannya pada “humanisasi” psikologi,
yang menekankan pada keunikan manusia.
Manusia adalah makhluk yang kreatif, yang dikendalikan bukan oleh kekuatan-kekuatan
ketidak sadaran “psikoanalisis” melainkan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri.
Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya
pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi harus mempelajari kedalaman sifat manusia,
selain mempelajari prilaku yang tampak juga mempelajari prilaku yang tidak tampak,
mempelajari ketidak sadaran sekaligus mempelajari kesadaran, instropeksi sebagai suatu
metode penelitian yang telah di singkirkan, harus dikembalikan lagi sebagai metode
penelitian psikologi. Psikologi harus mempelajari manusia bukan sebagai tanah liat yang
pasif, yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar tetapi manusia adalah makhluk yang
aktif, menentukan geraknya sendiri, ada kekuatan dari dalam untuk menentukan prilakunya.

1. Rumusan Masalah
Adapun yang akan dirumuskan di dalam makalah ini adalah :

1. Teori Kepribadian Humanistik (ABRAHAM MASLOW)


2. Sifat-sifat Pengaktualisasi-Pengaktualisasi Diri
1. Landasan Makalah
Makalah ini didasarkan dari buku-buku yang mempelajari tentang Teori Kepribadian
Humanistik, khususnya menurut Abraham Maslow.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Kepribadian Humanistik (ABRAHAM MASLOW)
1. Eksistensialisme dan Psikologi Humanistik
Istilah Psikologi humanistik diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal
tahun 1960-an bekerjasama dibawah kepemimpinan Maslow dalam mencari alternatif dari
dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori
yang dimaksud adalah psikoanalisa dan behaviorisme. Sekelompok ahli tersebut memiliki
pandangan yang berbeda, tetapi mereka berpijak kepada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yakni
Eksistensialisme.

Eksistensialisme dengan sejumlah tokohnya yang mengesankan adalah sebuah aliran filsafat
yang mempermasalahkan manusia sebagai individu dan sebagai problema yang unik dengan
keberadaannya. Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata
sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya para filsuf eksistensialis percaya
bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau wujud keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya itu.

Oleh karena eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki


kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka eksistensialisme menarik
bagi para ahli psikologi humanistik. Karena pengaruh eksistensialisme, psikologi humanistik
mengambil model dasar manusia sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.

2. Ajaran-ajaran Dasar Psikologi Humanistik


3. Individu sebagai keseluruhan yang Integral
Salah satu aspek yang fundamental dari Psikologi Humanistik adalah ajarannya bahwa
manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas dan
terorganisasi. Sesuai dengan teori Maslow dengan prinsip holistiknya, motivasi
mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara bahagian.

1. Ketidak relevanan Penyelidikan dengan Hewan


Para juru bicara Psikologi Humanistik mengingatkan tentang adanya perbedaan yang
mendasar antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan bagi mereka, manusia itu
lebih dari sekadar hewan. Ini bertentangan dengan behaviorisme yang mengandalkan
penyelidikan tingkah laku hewan dalam upaya memahami tingakah laku manusia. Berbeda
dengan para behavioris yang menekankan kesinambungan alam manusia dengan dunia
hewan, Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia yang
sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apapun. Maslow menegaskan bahwa
penyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia
karena hal itu mengabaikan ciri-ciri khas manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai,
rasa malu, cinta, semangat, humor, rasa seni dan sebagainya yang dengan kesemua ciri yang
dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-
pekerjaan khas manusia lainnya.

1. Pembawaan Baik Manusia


Teori Freud secara Implisit menganggap bahwa manusia pada dasarnya memiliki karakter
jahat. Impuls-impuls manusia, apabila tidak dikendalikan akan menjuruskan manusia kepada
pembinasaan sesamanya dan juga penghancuran dirinya sendiri sementara menurut Maslow
hanya memiliki sedikit kepercayaan tentang kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara
pesimis tentang nasib manusia. Sebaliknya, Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa
manusia itu pada dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut perspektif humanistik,
kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang
buruk dan bukan merupakan bawaan.

1. Potensi Kreatif Manusia


Pengutamaan kreativitas manusia merupakan salah satu prinsip yang penting dari Psikologi
Humanistik. Maslow, dari studinya atas sejumlah orang tertentu menemukan bahwa pada
orang-orang yang ditelitinya itu terdapat satu ciri yang umum, yakni kreatif. Dari situ
Maslow menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan potensi yang umum pada manusia.

1. Penekanan pada kesehatan Psikologi


Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satupun pendekatan psikologis yang
mempelajari manusia dengan bertumpu pada fungsi-fungsi manusia berikut cara dan tujuan
hidupnya yang sehat. Dalam hal ini Maslow terutama mengkritik Freud yang menurutnya
terlalu mengutamakan studi atas orang-orang yang tidak sehat. Maslow juga merasa bahwa
psikologi terlalu menekankan pada sisi negatif manusia dan mengabaikan kekuatan atau sifat-
sifat yang positif dari manusia. Maslow yakin bahwa kita tidak akan bisa memahami
gangguan mental sebelum kita memahami kesehatan mental. Karena itu Maslow mendesak
perlu adanya studi atas orang-orang yang berjiwa sehat sebagai landasan bagi pengembangan
psikologi yang universal.

3. Hierarki Kebutuhan Maslow


Hierarki kebutuhan Maslow merupakan salah satu teori motivasi paling terkenal.[3] Dalam
bukunya yang berjudul “Motivation and personality (1954)”, Maslow menggolongkan
kebutuhan manusia itu pada lima tingkat kebutuhan, yaitu :[4]
1. Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis ( phsysiological needs ) adalah sekumpulan kebutuhan dasar
yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan
biologis dan kelangsungan hidup.
Yang paling dasar, paling kuat, dan paling jelas diantara segala kebutuhan manusia adalah
kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan makan, minum,
tempat berteduh, oksigen, dan sebagainya. Maslow berpendapat, keyakinan kaum behavioris
bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis memiliki pengaruh yang besar pada tingkah laku
manusia hanya dapat dibenarkan sejauh kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpuaskan.
Selanjutnya, jika pada gilirannya kebutuhan-kebutuhan ini telah pula dipuaskan, lagi-lagi
muncul kebutuhan-kebutuhan baru (lebih tinggi lagi), dan begitu seterusnya. Menurut
Maslow, selama hidupnya, praktis manusia selalu mendambakan sesuatu.

1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)


Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpuaskan, maka dalam diri individu akan
muncul satu kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan, yakni
kebutuhan akan rasa aman (need for self-security). Yang dimaksud oleh Maslow dengan
kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk
memperoleh ketentraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya. Maslow
mengemukakan bahwa kebutuhan akan rasa aman ini sangat nyata dan bisa diamati pada bayi
dan anak-anak karena ketidakberdayaan mereka.
Pada dasarnya, kebutuhan rasa aman ini mengarah kepada 2 bentuk, yaitu : Kebutuhan
keamanan jiwa dan Kebutuhan keamanan harta.

Kebutuhan rasa aman muncul sebagai kebutuhan yang paling penting kalau kebutuhan
psikologis telah terpenuhi. Ini membutuhkan kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum,
kebebasan dari rasa takut dan cemas. Karena adanya kebutuhan inilah maka manusia
menciptakan peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan dan sebagainya.

1. Kebutuhan cinta memiliki-dimiliki


Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (need for love and belongingness) ini adalah suatu
kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan
emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan
jenis, di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kelompok di masyarakat. Bagi individu-
individu, keanggotaan dalam kelompok sering menjadi tujuan yang dominan, dan mereka
bisa menderita kesepian, terasing dan tak berdaya apabila keluarga, pasangan hidup, atau
teman-teman meninggalkannya.
Kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, muncul ketika kebutuhan sebelumnya telah
dipenuhi secara rutin. Orang butuh dicintai dan pada gilirannya butuh menyatakan cintanya.
Cinta disini berarti rasa sayang dan rasa terikat antara orang satu dan lainnya, lebih-lebih
dalam keluarga sendiri. Diluar keluarga, misalnya teman sekerja, teman sekelas, dan lain-lain.
Seseorang ingin agar dirinya disetujui dan diterima.
1. Kebutuhan penghargaan
Pemenuhan kebutuhan penghargaan menjurus pada kepercayaan terhadap diri sendiri dan
perasaan diri berharga. Kebutuhan akan sering kali diliputi frustasi dan konflik pribadi karena
yang diinginkan orang bukan saja perhatian dan pengakuan dari kelompoknya, melainkan
juga kehormatan dan status yang membutuhkan standar sosial, moral dan agama. Seseorang
yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri serta lebih mampu dan selanjutnya
lebih produktif.

1. Kebutuhan aktualisasi diri


Kebutuhan akan aktualisasi diri atau mengungkapkan diri merupakan kebutuhan manusia
yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-
kebutuhan dibawahnya sudah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan akan
aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan
keinginan dan potensi yang dimilikinya.

Tabel Meta kebutuhan dari Maslow[5]

1. Kebenaran
2. kebaikan
3. keindahan/ kecantikan
4. keseluruhan (kesatuan) / integrasi
5. dikhotomi – transendensi
6. berkehidupan
7. keunikan
8. kesempurnaan
9. keniscayaan
10. penyelesaian
11. keadilan
12. keteraturan
13. kesederhanaan
14. kekayaan
15. tanpa susah payah
16. bermain
17. mencukupi diri sendiri
1. Sifat-sifat Pengaktualisasi-Pengaktualisasi Diri
Sifat umum orang-orang yang mengaktualisasikan diri, menurut defenisi mereka telah cukup
memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah secara teratur. Selain sifat umum,
Maslow juga membicarakan sejumlah sifat khusus yang menggambarkan pengaktualisasi-
pengaktualisasi diri.

1. Mengamati Realitas secara efisien


Barang kali ciri yang paling menonjol yang terdapat pada orang-orang yang aktualisasi diri
itu adalah kemampuannya untuk mengamati realitas dengan cermat dan efisien-efisien,
melihat realitas apa adanya tanpa dicampuri oleh keinginan-keinginan atau harapan-
harapannya.[6]Karena memiliki kemampuan mengamati secara efisien, maka orang-orang
yang aktualisasi diri bisa menemukan kebohongan, kepalsuan, dan kecurangan pada diri
orang lain dengan mudah.
2. Penerimaan atas diri sendiri, orang lain, dan kodrat
Orang-orang yang self-actualized menaruh hormat kepada dirinya sendiri dan kepada orang
lain, serta mampu menerima kodrat dengan segala kekurangan dan kelemahannya secara
tawakkal. Selain itu mereka juga bebas dari perasaan berdosa yang berlebihan, perasaan malu
yang tak beralasan, dan dari perasaan cemas yang melemahkan.
3. Spontan sederhana dan wajar
Tingkah laku orang yang self-actualized adalah spontan, sederhana, tidak dibuat-buat atau
wajar, dan tidak terikat. Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran tingkah lakunya itu
bersumber dari dalam pribadinya, dan bukan sesuatu yang hanya nampak di permukaan.
4. Fokus pada masalah
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri yang dipelajari Maslow, melibatkan diri pada
pekerjaan. Tanpa pengecualian, mereka memiliki suatu perasaan akan tugas yang menyerap
mereka dan mereka mengabdikan kebanyakan energi mereka kepadanya. Ini tidak berarti
bahwa mereka egosentris, melainkan lebih berarti bahwa mereka berorientasi pada masalah
melampaui kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Orang-orang yang self-actualized juga
memperhatikan masalah-masalah filsafah dan etika secara mendalam.[7] Perhatian-
perhatiannya terhadap masalah-masalah filsafah dan etika ini menjadikannya hidup dalam
kerangka acuan yang seluas-luasnya, kurang dirisaukan oleh hal-hal yang remeh dan tak
berarti.
5. Pemisahan diri dan kebutuhan privasi
Kebutuhan privasi pada orang-orang yang self-actualized lebih besar daripada kebutuhan
privasi kebanyakan orang. Dalam pergaulan sosial mereka sering di anggap memisahkan diri,
hati-hati, sombong, dan dingin. Ini disebabkan orang-orang yang self-actualized tidak
membutuhkan orang lain dalam kacamata persahabatan biasa, dan mereka sepenuhnya
percaya atas potensi-potensi dan otonomi yang mereka miliki.
6. Berfungsi secara otonom
Erat hubungannya dengan kebutuhan akan privasi dan independensi ialah preverensi dan
kemampuan pengaktualisasi-pengaktualisasi diri untuk berfungsi secara otonom terhadap
lingkungan sosial dan fisik. Karena mereka tidak lagi didorong oleh motif-motif kekurangan,
maka mereka tidak tergantung pada dunia yang nyata untuk kepuasan mereka karena
pemuasan dari motif-motif pertumbuhan datang dari dalam. Perkembangan mereka
tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari dalam diri mereka sendiri.

7. Kesegaran dan Apresiasi


Maslow menemukan bahwa para subjeknya menunjukkan kesanggupan untuk menghargai
bahkan terhadap hal-hal yang biasa sekalipun. Menurut Maslow, mereka menghargai hal-hal
yang pokok dalam kehidupan dengan rasa kagum, gembira dan bahkan heran, meski bagi
orang lain hal-hal tersebut membosankan bagi orang-orang yang self-actualized kehidupan
yang rutin akan tetap merupakan fenomena baru yang mereka hadapi dengan “keharuan”,
kesegaran, dan apresiasi.
8. Pengalaman puncak atau Pengalaman mistik
Maslow mengamati bahwa orang-orang yang self-actualized umumnya memiliki apa yang ia
sebut pengalaman puncak atau pengalaman mistik. Pengalaman puncak menunjuk kepada
momen-momen dari perasaan yang mendalam dan meningginya tegangan seperti yang
dihasilkan oleh relaksasi dan orgasme seksual. Menurut Maslow, pengalaman puncak ini
diperoleh subjek dari kreativitas, pemahaman, penemuan dan penyatuan diri dengan alam.
9. Minat sosial
Meskipun orang-orang yang self-actualized itu kadang-kadang merasa terganggu, sedih dan
marah oleh cacat atau kekurangan umat manusia, mereka mengalami ikatan perasaan yang
mendalam dengan sesamanya. Konsekuensinya, mereka memiliki hasrat yang tulus untuk
membantu memperbaiki sesamanya. Bagi orang-orang yang self-actualized, bagaimanapun
cacat atau bodohnya, manusia adalah sesama yang selalu mengundang simpati dan
persaudaraan.
10. Hubungan Antarpribadi
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri mampu mengadakan hubungan yang lebih kuat dengan
orang-orang lain daripada orang-orang yang memiliki kesehatan jiwa yang biasa. Mereka
mampu memiliki cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih dalam, dan identifikasi
yang lebih sempurna dengan individu-individu lain. Akan tetapi hubungan antar pribadi
mereka, walaupun lebih kuat, namun jumlahnya lebih sedikit daripada hubungan antarpribadi
dari orang-orang yang tidak mengaktualisasikan diri.

11. Berkarakter demokratis


Maslow mengatakan bahwa orang-orang yang self-actualized memiliki karakter yang
demokratis dalam pengertiannya yang terbaik. Karena mereka bebas dari prasangka, maka
mereka cenderung menaruh hormat kepada semua orang. Lebih dari itu mereka bersedia
untuk belajar dari siapa saja yang bisa mengajar mereka tanpa memandang derajat,
pendidikan, usia, ras, ataupun keyakinan-keyakinan politik.
12. Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri membedakan dengan jelas antara sarana dan tujuan. Bagi
mereka, tujuan atau cita-cita jauh lebih penting dari pada sarana untuk mencapainya. Akan
tetapi, hal ini lebih sulit karena kegiatan-kegiatan dan pengalaman-pengalaman tertentu yang
merupakan sarana bagi orang-orang yang kurang sehat kerap kali dianggap oleh
pengaktualisasi-pengaktualisasi diri sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Pengaktualisasi-
pengaktualisasi diri juga sanggup membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah.

13. Rasa humor yang filosofis


Humor pengaktualisasi-pengaktualisasi diri bersifat filosofis, humor yang menertawakan
manusia pada umumnya, tetapi bukan kepada seorang individu yang khusus. Humor ini kerap
kali bersifat instruktif, yang dipakai langsung kepada hal yang dituju dan juga menimbulkan
tertawa. Itu adalah semacam humor yang bijaksana yang mengakibatkan suatu senyuman dan
anggukan tanda mengerti daripada gelak tertawa yang keras.

14. Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasi-
pengaktualisasi diri. Mereka adalah asli, inventif dan inovatif, meskipun tidak selalu dalam
pengertian menghasilkan sesuatu karya seni. Kreativitas lebih merupakan suatu sikap, suatu
ungkapan kesehatan psikologis dan lebih mengenai cara bagaimana kita mengamati dan
bereaksi terhadap dunia dan bukan mengenai hasil-hasil yang sudah selesai dari suatu karya
seni. Jadi, orang-orang dalam pekerjaan apa sja dapat memperlihatkan kreativitas.
Bagi Maslow bukanlah suatu kejutan apabila ia menemukan bahwa orang-orang yang
dipelajarinya ini yang ia sebut sebagai orang-orang yang self-actualized, memiliki ciri kreatif.
Maslow mengartikan kreativitas pada orang-orang yang self-actualized sebagai suatu bentuk
tindakan yang asli, naif, dan spontan sebagaimana yang dijumpai pada anak-anak yang masih
polos dan jujur.[8]
15. Resistensi terhadap Inkulturasi
Pengaktualisasi-pengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan
dengan baik pengaruh-pengaruh sosial, untuk berfikir atau bertindak menurut cara-cara
tertentu. Mereka mempertahankan otonomi batin, tidak terpengaruh oleh kebudayaan mereka,
dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang-orang lain.

Akan tetapi mereka tidak terus menentang kebudayaan. Mereka tidak sengaja melanggar
aturan-aturan sosial untuk memperhatikan independensi hanya apabila timbul suatu soal yang
sangat penting bagi pribadi (biasanya suatu masalah moral atau etis), mereka akan terus
terang menentang aturan-aturan dan norma-norma masyarakat.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Abraham Harold Maslow adalah seorang filsuf dari NewYork, ia seorang filsuf yang
mencetus Psikologi Humanistik. Dia dapat juga dijuluki sebagai behavioris. Karena tidak
puas dengan Psikologi behavioristik dan psikoanalisis sehingga ia mencari alternatif
psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.

Beberapa teori yang diteliti secara alternatif seperti :

1. Psikologi Humanistik
Yaitu mengobjek manusia sebagai salah satu aliran filsafat modern yang berakar, yakni
eksistensisme.

2. Sifat-sifat aktualisasi diri


Yaitu dimana manusia mempunyai dorongan untuk lebih berkembang. Seperti mengamati,
penerimaan diri sendiri, spontan sederhana dan wajar, fokus pada masalah pemisahan diri dan
kebutuhan privasi, berfungsi secara otonom, kesegaran dan apresiasi, pengalaman, minat
sosial, hubungan antar pribadi, berkarakter demokratis, perbedaan antara baik dan buruk, rasa
humor yang filosofis, kreativitas, resistensi terhadap inkulturasi.

Dari kesimpulan di atas, kita bisa menelaah lebih terperinci tentang bagasi yang dicetuskan
oleh Bapak Psikologi kita yaitu Abraham Harold Maslow, yang mengarahkan arti, fungsi,
jabatan manusia dalam kehidupan yang selalu ingin berkembang.

1. Saran
Setelah melalui studi pustaka dan diskusi kelompok selesailah makalah ini. Sepenuhnya kami
sadar akan banyaknya kekurangan di beberapa titik. Banyak penafsiran-penafsiran serta
pendapat yang berbeda dan itu semua tidak lepas dari sifat fitrah dari penulis sebagai manusia
yang memiliki banyak keterbatasan. Jadi maklumlah kiranya, jika terdapat berbagai pendapat
yang penulis simpulkan. Oleh semua itu, jika sampai terdapat beberapa perbedaan pendapat,
tentunya bisa di pelajari. Maka, besar harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap
makalah ini.

Lepas dari itu semua kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi
siapapun pembacanya. Selanjutnya kami ingin berterima kasih kepada dosen pembimbing
dan rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah sederhana ini.
Syukron. . .  . . . .

DAFTAR PUSTAKA
1991. Koswara, Teori-Teori Kepribadian, ed. II, Bandung : Eresco, 1991.
Sarwono, Sarlito W., Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi,
Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2000.
Schultz, Duane, Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat, New York :
Kanisius, 1977.
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2003.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi, 2004

Anda mungkin juga menyukai