Anda di halaman 1dari 4

C.

Akademi Plato

Kebanyakan kaum sophist tidak memiliki tempat tinggal tetap. Mereka menyewa ruangan
untuk mengajar, mengumpulkan bayaran untuk pengajaran yang mereka berikan, dan
kemudian bepergian lagi. Tetapi pada awal abad keempat S.M., banyak dari mereka mulai
kelelahan untuk melakukan pengajaran berpindah dan memutuskan untuk menetap di Athena.
Kota tersebut mulai meraih reputasi kecendekiaan yang berhasil menarik siswa-siswa dari
wilayah yang dekat maupun jauh. Dengan menggunakan kata-kata Hippias setidaknya yang
dikisahkan dalam Dialogues karya Plato Athena telah menjadi “pusat dari kebijaksanaan
Yunani.”

Di antara sekolah-sekolah baru yang paling populer di Athena adalah Akademi Plato, yang
salah satu siswanya adalah Aristoteles. Sebagai murid dari Socrates, Plato (429–348 S.M.)
menganggap bahwa meninggalkan Athena adalah jalan yang bijak setelah sang guru dihukum
mati dengan meminum racun. Selama belasan tahun, dia melakukan perjalanan di dunia
Mediterania, berhenti di Mesir, Sicilia, dan selatan Italia. Di Italia, Plato menjadi akrab
dengan ajaran-ajaran kaum Pythagoras, yang mungkin menjadi sebagian penjelasan tentang
apresiasinya terhadap nilai universal dari matematika.

Dalam perjalanannya kembali menuju Yunani dia dijual sebagai budak oleh kapten kapal
yang dia tumpangi tetapi segera ditebus oleh teman-temannya. Sekitar 387 S.M., Plato
kembali ke kota asalnya untuk menegaskan dirinya sebagai seorang filsuf. Di hutan belantara
pinggiran kota Athena, Plato mendirikan sebuah sekolah yang nantinya menjadi nenek
moyang semangat institusi-institusi Barat dalam pendidikan tinggi. Tanah tersebut awalnya
merupakan milik pahlawan Academos, sehingga tempat itu diberi nama belantara Academia;
dan karenanya sekolah filsafat baru itu pun diberi nama Academy. Dengan mengikuti
kebiasaan pada zaman itu, pengakuan legal diperoleh dengan menjadikan Akademi sebagai
perkumpulan religius, yang didekasikan untuk menyembah para Muses. Oleh karena itu, di
sana dibangun kuil-kuil sebagai persembahan bagi mereka. Akademi menjadi pusat
intelektual Yunani selama 900 tahun, hingga akhirnya ditutup secara permanen oleh Kaisar
Justinian pada tahun 529 M. dengan dalih bahwa tempat itu hanya digunakan sebagai tempat
menyembah berhala dan tempat belajar para penjahat.

Melalui Plato-lah matematika meraih tempat dalam pendidikan tinggi seperti sekarang. Dia
teguh meyakini bahwa studi matematika memberikan latihan terbaik bagi pikiran dan sangat
diperlukan oleh para filsuf dan mereka yang akan memerintah negara secara ideal. Karena dia
mengharapkan mereka yang ingin diterima pada Akademi memiliki dasar yang kuat dalam
geometri, maka dia mencantumkan pesan peringatan di gerbang Akademi tersebut
bertuliskan, “Barangsiapa awam geometri dilarang masuk”. Dikisahkan bahwa salah seorang
guru penerus Plato di Akademi telah memulangkan seorang pelamar karena dia sama sekali
tidak memiliki pengetahuan geometri, dan guru itu berkata, “Kembalilah, bagi kalian yang
tidak memiliki pegangan filsafat.” Benar atau tidaknya cerita ini, jelaslah bahwa, berbeda dari
kaum sophist yang memandang rendah pengajaran konsep-konsep abstrak dari ilmuwan,
Plato memberikan tempat khusus bagi matematika dalam kurikulum di Akademi. Nilai
penting pelatihan aritmetik, dalam pandangannya, adalah bahwa “aritmetika memiliki efek
sangat hebat dan meninggikan, memaksa pikiran kita untuk bernalar tentang bilangan
abstrak.”

Dalam membicarakan keutamaan-keutamaan matematika, Plato tentu saja mendukung


perkara matematika murni; bila dibandingkan, dia memandang bahwa kegunaan praktisnya
tidak penting. Plato sedemikian tidak mendukung „matematika terapan‟ hingga dia
memprotes penggunaan instrumen-instrumen mekanis dalam geometri, membatasi geometri
pada bentuk-bentuk yang dapat digambar dengan menggunakan penggaris dan jangka saja.

Mosaik dari Pompeii yang menggambarkan Akademi Plato

Plato dikenal terutama sebagai filsuf daripada sebagai matematikawan. Pada sepanjang
perkembangan matematika, tidak diketahui kontribusi apa pun yang telah Plato berikan untuk
matematika; tetapi sebagai orang yang menginspirasi dan mengarahkan para peneliti lain, dia
berperan penting seperti para ilmuwan lain sezamannya. Menurut komentator Yunani Proclus:
Plato ... menyebabkan matematika pada umumnya, dan geometri khususnya, untuk
mencapai kemajuan-kemajuan besar, karena semangat kerjanya yang terkenal untuk
matematika, karena dia memenuhi tulisan-tulisannya dengan wacana-wacana matematis,
dan pada tiap kesempatan dia menunjukkan hubungan penting antara matematika dan
filsafat.

Kebanyakan perkembangan matematika selama pertengahan abad keempat S.M. dibuat oleh
beberapa teman dan murid Plato. Proclus, setelah memberikan daftar nama-nama mereka
yang telah berkontribusi terhadap matematika pada waktu itu, melanjutkan, “Mereka semua
sering mengunjungi Akademi dan melakukan penelitian secara bersama-sama.” Peran Plato
juga terlihat dari meningkatnya perhatian yang diberikan terhadap bukti dan metodologi
penalaran; definisi-definisi yang akurat dirumuskan, hipotesis-hipotesis diuraikan secara
jelas, dan keketatan logis dituntutkan. Warisan kolektif ini membuka jalan bagi sistemisasi
luar biasa dari matematika dalam Elements karya Euclid.

Sekitar 300 S.M., Akademi Plato menemukan saingannya, Museum, yang didirikan oleh
Ptolemy I di Alexandria untuk tujuan pengajaran dan penelitian. Sebagian besar
matematikawan dan ilmuwan berkemampuan tinggi meninggalkan Athena dan pindah ke
Alexandria. Meski pusat utama matematika telah berpindah, keturunan langsung Akademi
Plato mempertahankan keunggulan mereka dalam bidang filsafat hingga Kaisar Justinian
memberantas sekolah yang mengajarkan filsafat di Athena, dengan keputusan bahwa hanya
mereka yang beraliran ortodoks yang dapat melakukan pengajaran. Edward Gibbon, dalam
The Decline and Fall of the Roman Empire (Kemunduran dan Kejatuhan Kekaisaran
Romawi), memandang undang-undang Justinian pada tahun 529 M sebagai kematian
perlahan-lahan dari kekunoan klasik, bukti keberhasilan Justinian dalam menghilangkan
pengajaran bagi para penyembah dewa.

Tangan-tangan Gothic hanya memberikan pengaruh kecil terhadap sekolah-sekolah di


Athena dibandingkan pembentukan agama baru di mana pendetanya mengubah penggunaan
penalaran, menyelesaikan tiap pertanyaan dengan pasal kepercayaan, dan mengutuk kaum
kafir atau skeptis masuk ke neraka .... Rantai emas, seolah berhiaskan kasih sayang, terus
berlanjut ... hingga tiba maklumat Justinian, yang memaksa sekolah-sekolah di Athena untuk
tutup mulut selamany.

Setelah tahun 529 M, institusi pendidikan tinggi yang telah Plato bangun tidak lagi
digunakan sebagai instrumen pendidikan di Yunani.
Daftar Pustaka :

Wahyudin, & Bana G Kartasasmita. (2011). Sejarah dan Filsafat Matematika. Tanggerang
Selatan : Universitas Terbuka

Fowler, D.H. (1998). The Mathematics of Plato’s Academy: A New Recontructions. Oxford:
Clarendon Press

Anda mungkin juga menyukai