Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH SELF-DIRECTED LEARNING DAN SELF-REGULATED

LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN


SEJARAH KELAS X DI SMK N 1 KUDUS

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan
Dosen Pengampu:
Heri Triluqman Budisantoso, S.Pd, M.Pd.

Oleh:
Zunari Hamro
1102416007

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
DAFTAR ISI

Halaman Depan .............................................................................................. 1


Daftar Isi ......................................................................................................... 2
Daftar Gambar ................................................................................................ 3
Daftar Tabel ................................................................................................... 4
1) Judul ........................................................................................................... 1
2) Latar Belakang ........................................................................................... 1
3) Identifikasi Masalah ................................................................................... 5
4) Cakupan Masalah ...................................................................................... 5
5) Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
6) Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
7) Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
8) Kerangka Teoritik ...................................................................................... 6
9) Kerangka Berpikir ..................................................................................... 19
10) Hipotesis ................................................................................................. 20
11) Metode Penelitian ................................................................................... 20
a. Desain Penelitian ................................................................................ 21
b. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 21
c. Populasi dan Sampel .......................................................................... 21
d. Variabel Penelitian ............................................................................. 21
e. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 22
f. Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 23
g. Metode Analisis Data ......................................................................... 26
Daftar Pustaka ............................................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................ 19

5
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Desain Penelitian............................................................................... 20
Tabel 2 Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen .............................. 24
Tabel 3 Interpretasi Nilai Cohen’s d .............................................................. 30
1. JUDUL : Pengaruh Self-Directed Learning Dan Self-Regulated
Learning Terhadap Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas X di
SMKN 1 Kudus

2. LATAR BELAKANG MASALAH


A. Latar Belakang
Proses Belajar umumnya didapatkan melalui pendidikan, Redja
Mudyaharjo (dalam Saidah, 2016: 12) mendefiniskan pendidikan
berdasarkan jangkauan ke dalam 3 macam yaitu definisi secara sempit, luas
dan luas terbatas. Secara sempit, pendidikan berarti sekolah, pendidikan
adalah segala pengaruh yang diupayakan seklah terhadap anak dan remaja
yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna
dan kesadaran penuh terhadap hubungan –hubungan dan tugas-tugas social
mereka. Ini berarti pendidikan berlangsung, terjadi dalam kelas, berbentuk
kegiatan-kegiatan yang terprogram dan terjadwal sesuai dengan kurikulum,
untuk pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu dalam
mempersiapkan hidup.
Secara luas, pendidikan berarti hidup, pendidikan mencakup segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup, yang memangaruhi pertumuhan individu. Ini berarti
pendidikan berlangsung seumur hidup terjadi dalam segala lingkunggan
hidup baik yang dikondisikan maupun tidak, berbentuk pengalaman yang
disengaja deprogram atau tidak, untuk pertumbuhan individu yang optimal.
Sedangkan secara luas terbatas, pendidikan berarti usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakt, dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan
di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di
masa yang akan datang. Ini berarti pendidikan berlangsung seumur hidup
terbatas pada saat- saat tertentu, terjadi dalam pengajaran formal di
lingkungan sekolah, pengajaran informal di lingkungan keluarga,
pengajaran nonformal di lingkungan masyarakat.
Definisi pendidikan diatas juga telah tertuang secara eksplisit dalam
Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) pada Pasal 4 ayat (2) ditetapkan bahwa pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna. Namun terjadi pergeseran paradigma pendidikan
dalam ayat (3) ditetapkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural
Organization) yang bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya
mencanangkan empat pilar pendidikan mengenai lifelong education yakni:
(1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning
to live together dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa dapat
dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan.

1
Belajar dapat dilakukan di lembaga pendidikan formal maupun
lembaga pendidikan non formal, terdapat tiga komponen dalam pendidikan
nasional kita meliputi jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Jalur pendidikan merupakan wahana yang dilalui peserta didik,
dikenal ada jalur formal (sekolah) dan jalur informal (luar sekolah).
Sedangkan jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan berdasarkan
perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terbagi atas
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Terakhir, jenis pendidikan merujuk
pada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan,
dan khusus (Purnama,2010). Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah
aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah
kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Bagi siswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi,
Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sekolah yang dapat menjadi masa
persiapan yang baik. Hal ini disebabkan program penjurusan biasanya
dimulai di bangku Sekolah Menengah Atas (Purnama, 2010). Menurut
Siswoyo (2010) keunggulan Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya
adalah dalam penguasaan konsep, cara berpikir, performance sebagai bekal
ke pendidikan berikutnya. Sekolah Menengah Atas (SMA) memang
disiapkan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu bangku
perkuliahan.
Sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah salah satu jenis
pendidikan menengah di Indonesia. Sekolah kejuruan statusnya sama
dengan Sekolah Menengah Atas. Sekolah kejuruan memiliki jurusan yang
lebih bervariasi dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas dan pilihan
jurusan itu nantinya akan berhubungan juga dengan jenis pekerjaan. Oleh
karena itu, siswa yang memilih untuk langsung bekerja, Sekolah Menengah
Kejuruan adalah pilihan yang tepat. Hal ini disebabkan karena muatan
materinya memang dipersiapkan agar siswanya kelak siap memasuki dunia
kerja/professional (Purnama,2010).
Siswoyo (2010) menambahkan bahwa siswa yang berada di bangku
Sekolah Menengah Kejuruan, bukan hanya belajar tetapi dapat menyalurkan
hobi siswa. Hal ini disebabkan karena Sekolah Menengah Kejuruan
memiliki keunggulan khususnya dalam hal penguasaan skill atau
keterampilan yang bisa langsung digunakan sebagai modal kerja. Lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan disiapkan untuk langsung menghadapi dunia
kerja.
Donelly & Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) menyatakan bahwa
praktek dalam belajar cenderung menekankan pada peran siswa secara
langsung dibandingkan guru sehingga membutuhkan kemandirian belajar.
Dalam proses belajar, perlu adanya kemandirian dalam belajar. Dimyati
(dalam Indriani, 1998) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai
aktivitas belajar dan berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar.

2
Kemandirian belajar dapat menghasilkan self directed learning
dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), Self directed learning
bermanfaat bagi siswa SLTA yakni siswa SMA dan SMK yaitu dalam
melatih pengembangan kemampuan belajar sendiri yang diperlukan untuk
melaksanakan pembelajaran selanjutnya selepas masa pendidikan formal.
Selain itu self directed juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar
siswa (Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA
maupun SMK adalah untuk membekali siswa dengan keterampilan yang
dibutuhkan agar termotivasi untuk belajar hari ini dan seterusnya
disepanjang hidupnya (life long learners).
Tingkat kesiapan dari Self directed learning dapat diukur dengan
menggunakan instrumen Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS).
SDLRS dikembangkan oleh Guglielmino pada tahun 1978 melalui
disertasinya yang berjudul “Development of the self-directed learning
readiness scale”. Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan belajar mandiri seseorang (Darmayanti, 2001). SDLRS
merupakan suatu bentuk penilaian kesiapan dalam belajar secara mandiri
yang terdiri dari tiga komponen, yaitu manajemen diri, keinginan untuk
belajar dan kontrol diri. Kemampuan manajemen waktu termasuk ke dalam
komponen manajemen diri dalam SDLRS (Fisher et al., 2011). Selain itu,
tersedianya waktu belajar yang cukup merupakan salah satu faktor eksternal
yang dapat mempengaruhi SDLR (Aruan, 2013).
Self Regulation Learning adalah pengaturan diri dalam
menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin dengan melakukan
perencanaan, penjadwalan, mempunyai kontrol atas waktu, selalu membuat
prioritas menurut kepentingannya, serta keinginan untuk terorganisasi
(Puspitasari, 2013). Manajemen waktu belajar dapat diartikan sebagai
penggunaan waktu belajar seefisien dan seefektif mungkin untuk
memperoleh waktu maksimal (Kusuma, 2008). Menurut Hofer et al. (2007),
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi manajemen waktu, yaitu
pengaturan diri/kontrol diri (self regulation), motivasi dan pencapaian
tujuan. Beberapa dari faktor-faktor tersebut secara tidak langsung
merupakan komponen penilaian di dalam SDLRS.
Kemandirian belajar dapat menghasilkan Self Directed Learning
dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), self directed learning dapat
dibentuk melalui empat tahap yaitu, siswa berpikir secara mandiri artinya
siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung
pada pemikiran sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri
sendiri, lalu siswa belajar perencanaan diri tentang bagaimana siswa akan
mencapai program belajar yang sudah ditetapkan, lalu tahap terakhir adalah
terbentuknya self directed learning dimana siswa memutuskan sendiri apa
yang akan dipelajari, dan bagaimana cara siswa mempelajarinya.
Proses memanejemen diri sendiri pada Self Directed Learning
terdapat kegiatan belajar, self regulated learning dapat dilihat dari tingkah
laku yang telah ditunjukkan peserta didik pada saat proses belajar
berlangsung. Pada saat proses belajar berlangsung dapat dibedakan peserta
didik yang memiliki self regulated learning dengan peserta didik yang tidak
memiliki self regulated learning dalam belajar. Biasanya peserta didik yang

3
memiliki self regulated learning dalam belajar sudah lebih siap terlebih
dahulu mempelajari materi tersebut sebelum pendidik memberikan materi,
sehingga pada saat pendidik menjelaskan peserta didik siap untuk menerima
materi. Sedangkan peserta didik yang kurang memiliki self regulated
learning dalam belajar biasanya kurang peduli dengan persiapan sebelum
menerima materi pelajaran.
Mewujudkan lifelong education dalam kurikulum 2013 melalui
pembelajaran aktif yang berbasis student centered, kurikulum 2013 revisi
2017 menyesuaikan perkembangan kompetensi Abad 21 terdapat 4
kompetensi yang harus dikembangkan siswa di abad 21 dalam pembelajaran
yaitu communication, collaborative, critical thinking, dan creativity.
Keempat kompetensi ini dapat siswa miliki, apabila guru memberikan
kegiatan yang mangajak siswa untuk bertindak kreatif sesuai dengan
rencana pembelajaran yang disusun sebelumnya serta mampu memecahkan
permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran dengan berpikir secara
kritis (Wijayanti, 2019: 1).
Siswa SMK mendapatkan beban materi yang sama sesuai dengan
tingkatan kelasnya dalam mata pelajaran hasil belajar yang dicapai masing-
masing siswa tidak sama, masih banyak siswa yang hasil belajarnya rendah.
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat
dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Dapat disimpulkan bahwa
pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata
setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan
pengajaran. Kemajuan hasil belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi kemajuan hasil belajar adalah manajemen waktu
(Self regulation Learning) dalam kemandirian belajar (Self Directed
Learning).
Salah satu kelemahan sebagian siswa adalah kesulitan dalam
mengatur waktu untuk belajar. Seringkali masalah kekurangan waktu untuk
belajar dijadikan alasan tidak terselesaikannya tugas. Padahal sesungguhnya
mereka kurang memiliki keteraturan dan disiplin untuk menggunakan
waktunya secara efisien. Padahal jika siswa mampu menerapkan
manajemen waktu belajarnya dengan cara membuat jadwal kegiatan dan
melaksanakannya dengan disiplin, maka dengan sendirinya siswa akan
belajar dengan teratur dan akan lebih menguasai konsep.
Self Regulation Learning merupakan penyebab dari banyak masalah
akademis yang dialami oleh para murid. Waktu belajar yang baik dan tepat
bagi setiap siswa berbeda-beda. Perbedaan ini didasari oleh adanya
kesibukan, alokasi waktu yang ada, suasana belajar, dan kesiapan diri untuk
belajar. Sehingga, Self Regulation learning yang masuk pada komponen
kemampuan manajemen waktu dalam self directed learning, jika self
directed learning siswa baik maka Self Regulation Learning juga baik pula
terhadap hasil belajar atau sebaliknya.
Masalah diatas sering dihadapi pada mata pelajaran sejarah dengan
materi yang banyak, abstrak dan dituntut untuk lebih banyak membaca
buku, ketimbang praktek yang biasanya siswa SMK lebih banyak lakukan.
Hal tersebut juga dirasakan oleh siswa saat mata pelajaran proses

4
pembelajaran sejarah. Tri Ana Kusumadewi selaku pengampu mata
pelajaran sejarah di SMK 1 Negeri Kudus mengatakan bahwa “mata
pelajaran sejarah hanya didapatkan bagi siswa kelas X saja, saat proses
pembelajaran siswa saat ditanya atau tanya jawab sering merasa tidak
bisa dengan alasan tidak belajar karena tidak sempat atau terlalu banyak
beban belajar yang dihadapi”.
Sehingga ,perlunya meneliti tentang pengaruh Self Directed
Learning dan Self Regulation Learning terhadap hasil belajar siswa SMK
1 Negeri Kudus pada mata pelajaran sejarah kelas X, agar hasil belajar
siswa pada mata pelajaran siswa meningkat dan menerapkan lifelong
education melalui Self Directed Learning dan Self Regulation Learning .
3. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan belakang diatas maka dapat ditentukan identifikasi
masalah sebagai berikut adalah :
1. Kurangnya partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
2. Kegiatan pembelajaran belum mampu mengontrol dan memanajemen
diri untuk belajar mandiri
3. Peserta didik cenderung pasif dan kurang mandiri
4. Peserta didik belum terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri
konsep/materi pembelajaran
5. Peserta didik masih kesulitan dalam merencanakan sistem belajar
mandiri.
4. CAKUPAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka perlu dilakukan batasan
terhadap masalah yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini. Adapun
batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada Self directed learning
dan self regulation learning terhadap hasil belajar siswa sejarah di SMK N 1
Kudus.
5. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar pengaruh Self Directed Learning dan Self Regulation
Learning terhadap hasil belajar pada mata pelajaran sejarah kelas X di
SMK N 1 Kudus?

6. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengaruh Self Directed
Learning dan Self Regulation Learning terhadap hasil belajar pada mata
pelajaran sejarah kelas X di SMK N 1 Kudus.

7. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Kalau dilihat secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah :

5
a. Untuk menjadi bahan referensi untuk para guru, untuk
mengembangkan terutama di bidang pendidikan. Karena penelitian
ini berhubungan dengan bidang pendidikan.
b. Untuk menambah wawasan yang lebih luas di bidang pendidikan
mengenai Self directed learning dan self regulation learning.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis mudah-mudahan penelitian ini mempunai manfaat
sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Sebagai masukan agar siswa lebih aktif dan bersungguh-sunggih
dalam menjalani proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar pada mata pelajaran sejarah.
b. Bagi Guru
Sebagai bahan referensi dimana dapat menerapkan metode
pembelajaran yang bervariatif sehingga dalam kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik.
c. Bagi SMK 1 N Kudus
Sebagai acuan dalam meningkatkan kemampuan belajar mandiri
siswa pada mata pelajaran siswa dan menghidupkan lifelong
education
d. Bagi Peneliti
Sebagai upaya untuk meningkatkan profesional dalam memperbaiki
kualitas pendidikan khususnya sejarah, serta sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.

8. KERANGKA TEORITIK
A. Self Directed Learning
1. Pengertian Self Directed Learning
Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah
peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri
dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi
dalam setiap waktu. Self directed learning diperlukan karena dapat
memberikan siswa kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk
mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan
karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh
kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa
belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil
inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.
Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self
directed learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu
mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses
dalam self-directed learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan
sendiri dalam belajar, mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan
pada sumber dan strategi belajar dan menilai hasil.
Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed
learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung
dengan aktivitas perilaku yang meliputi identifikasi dan pencarian

6
informasi. Dalam self directed learning, pelajar secara sengaja
menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang tujuan dan
usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen perubahan
dalam belajar.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self
directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi,
dan pengembangkan diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri
dengan belajar perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan
sendiri (self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar,
membuat strategi belajar, menilai hasil belajar, serta memiliki tanggung
jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.

2. Aspek-aspek Self Directed Learning


Menurut Gibbons (2002) aktivitas dan program self directed
learning berdasarkan pada lima aspek dasar yang menjadi elemen
penting dalam self directed learning, yaitu :
a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang
terjadi
Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi
self directed learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari
guru ke siswa. Untuk siswa, hal ini menunjukkan sebuah
perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam. Siswa
memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat
keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri,
mengambil tanggungjawab untuk diri mereka sendiri, dan dalam
memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugas untuk
mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka
secara individual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi
peran yang lebih dewasa. Self directed learning tidak hanya
membuat siswa belajar secara efektif tetapi juga membuat siswa
lebih menjadi diri mereka sendiri.
b. Perkembangan keahlian
Kontrol yang berasal dari dalam tidak akan memiliki
tujuan kecuali jika siswa belajar untuk fokus dan menerapkan
talenta dan kemampuan mereka. Self directed learning
menekankan pada perkembangan keahlian dan proses menuju
aktivitas produktif. Siswa belajar untuk mencapai hasil program,
berpikir secara mandiri, dan merencanakan dan melaksanakan
aktivitas mereka sendiri. Siswa mempersiapkan lalu berunding
dengan guru mereka. Maksud ini untuk menyediakan kerangka
yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi minat mereka
dan membekali mereka untuk sukses.
c. Mengubah diri pada kinerja/performansi yang paling baik
Self directed learning dapat gagal tanpa tantangan yang
diberikan kepada siswa. Pertama, guru memberikan tantangan
kepada siswa, lalu guru menantang siswa untuk menantang diri
mereka sendiri. Tantangan ini memerlukan pencapaian sebuah
level performansi yang baru dalam sebuah tempat yang familiar

7
atau mencoba pada sebuah tempat yang diminati. Menantang diri
sendiri berarti mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang
mudah dan familiar
d. Manajemen diri siswa
Dalam self directed learning, pilihan dan kebebasan
dihubungkan dengan kontrol diri dan tanggungjawab. Siswa belajar
untuk mengekspresikan kontrol dirinya dengan mencari dan
membuat komitmen, minat dan aspirasi diri. Self directed learning
memerlukan keyakinan, keberanian, dan menentukan untuk usaha
yang terlibat. Siswa mengembangkan atribut ini dan mereka
menjadi ahli untuk mengatur waktu dan usaha mereka dan sumber
daya yang mereka butuhkan untuk melakukannya. Dalam
menghadapi hambatan, siswa belajar untuk menghadapi kesulitan
mereka, menemukan alternatif, dan memecahkan masalah mereka
dalam rangka untuk menjaga produktivitas yang efektif. Kombinasi
dari sumber yang berasal dari dalam diri dan keahlian dalam kinerja
diperlukan untuk dapat memanajemen diri dalam self directed
learning.
e. Motivasi diri dan penilaian diri
Banyak prinsip dari motivasi yang dibangun untuk self
directed learning, seperti mencapai tujuan minat yang tinggi.
Ketika siswa menggunakan prinsip ini, siswa menjadi elemen
utama dari motivasi diri siswa. Dengan mengatur tujuan penting
untuk diri mereka, menyusun feedback untuk pekerjaan mereka,
dan mencapai kesuksesan, mereka belajar untuk menginspirasikan
usaha mereka sendiri. Persamaannya, siswa belajar untuk
mengevaluasi kemajuan diri mereka sendiri, mereka menilai
kualitas dari pekerjaan mereka dan proses yang didesign untuk
melakukannya. Dalam self directed learning, penilaian merupakan
hal yang penting dari belajar dan belajar bagaimana
mempelajarinya. Siswa sering memulai evaluasi diri dalam belajar
yang mereka serahkan kepada guru meliputi sebuah deskripsi
standart yang akan mereka capai. Seperti motivasi diri yang
memampukan siswa untuk menghasilkan prestasi yang dapat
dievaluasi, penilaian diri juga memotivasi siswa untuk mencari
prestasi terbaik yang mungkin terjadi.

3. Tahapan Self Directed Learning


a. Siswa berpikir secara mandiri
Pada tahap ini, ruangan kelas dengan metode belajar teacher
directed learning, dengan instruksi guru dan aktivitas siswa secara
langsung, berubah menjadi mengarahkan siswa yang sebelumnya
tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran
diri mereka sendiri. Guru berubah dari yang sebelumnya
menjelaskan menjadi menanyakan, dan dari yang sebelumnya
memberikan instruksi menjadi memberikan bimbingan,
mengajarkan siswa untuk berpikir dan menemukan diri mereka

8
sendiri. Pada pendekatan ini hasil program menjadi pertanyaan untuk
diinvestigasi, dipikirkan dan dipertanyakan.
b. Mengajarkan belajar memanejemen diri
Dalam belajar memanajemen diri, guru mengubah program
menjadi paket belajar dimana siswa dapat bekerja dengan cara
mereka dengan langkah mereka sendiri. Paket belajar dapat
mengambil banyak bentuk tetapi semuanya menjelaskan pada siswa
tentang apa yg dipelajari, bagaimana mereka harus belajar, dan apa
yang harus mereka lakukan untuk membuktikan bahwa mereka telah
menyelesaikan satu paket dan siap untuk melangkah ke paket
selanjutnya.
Paket dapat menggunakan media, menghubungkan siswa
pada kesempatan insruksional yang khusus. Dengan kesiapan paket,
guru dapat merancang sebuah program untuk mengajarkan siswa
keahlian yang mereka butuhkan untuk menyelesaikannya : mengatur
tujuan, penjadwalan waktu, dan mengorganisasikan usaha belajar
mereka. Setiap paket harus meliputi sebuah arti dari penilaian, yang
dikelola diri sendiri atau peran guru dalam memonitor secara rutin.
Pembelajaran dilengkapi; aspek dari kemandirian belajar meliputi
kemampuan siswa untuk mengatur aktivitas belajar mereka secara
efektif.
c. Belajar perencanaan diri
Dalam belajar perencanaan diri, siswa memutuskan sendiri
bagaimana mereka mencapai hasil program yang ditetapkan. Seolah-
olah mereka menulis panduan belajar sendiri dan mengikutinya.
Setiap siswa merancang rencana sendiri, sebagai rencana yang
berbeda. Keanekaragaman ini memerlukan dua perkembangan
program yang utama : guru harus memperkenalkan berbagai cara
untuk belajar dan mengatur pilihan belajar untuk menempatkan cara-
cara ini untuk bekerja.
Dengan pemilihan program, guru berperan untuk
mengembangkan sebuah program yang mengajarkan siswa
bagaimana menemukan kekuatan mereka, merencanakan aktivitas
belajar mereka, menyusun sumber mereka sendiri, dan memberikan
inisiatif sendiri. Ketika rencana belajar siswa terbuka, mereka sering
melibatkan pengalaman yang konkret sebagai investigasi, dan sering
mengarahkan siswa menyelesaikan aktivitas produktif mereka,
kombinasi dari pengalaman, belajar, dan tindakan.
d. Self directed learning
Dalam self directed learning, siswa memilih hasil belajar
mereka sendiri,mereka memutuskan apa yang akan mereka pelajari
dan bagaimana mereka mempelajarinya. Mereka mendesign
aktivitas mereka sendiri dan menulis proposal yang menjadi
perjanjian dengan guru dan yang lain tentang apa yang akan mereka
capai, jadwal yang harus mereka ikuti, dan level keunggulan yang
akan mereka cari. Guru membuat kerangka untuk memutuskan,
sebuah dukungan untuk membimbing kemajuan siswa, dan prosedur
untuk diikuti. Siswa membutuhkan dukungan, feedback, dan bantuan

9
untuk berhasil dalam self directed learning. Itu diberikan lewat
dukungan sosial dari teman sebaya, ataupun pertemuan dengan guru.
Dalam self directed learning, motivasi menjadi kritis, siswa harus
menemukan inti minat yang menjanjikan dan mengejar secara
antusias nilai-nilai dan janji mereka untuk masa depan.
4. Karakteristik Self Directed Learning\
Menurut Guglielmino (2002) karakteristik Self-Directed
Learning (SDL) dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan
intensitasnya, yaitu:
a. Self Directed Learning dengan Kategori Rendah
ndividu dengan SDL yang rendah memiliki karakteristik
yaitu, mahasiswa menyukai proses belajar yang terstruktur
atau tradisional seperti peran dosen dalam ruangan kelas
tradisional.
b. Self Directed Learning dengan Kategori Sedang
Individu dengan SDL yang sedang memiliki
karakteristik yaitu, berhasil dalam situasi mandiri,
tetapi tidak sepenuhnya dapat mengidentifikasi
kebutuhan belajar, perencanaan belajar dalam
melaksanakan rencana belajar.
c. Self Directed Learning dengan Kategori Tinggi
Individu dengan SDL yang tinggi memiliki
karakteristik yaitu, mahasiswa yang biasanya mampu
mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka, mampu
membuat perencanaan belajar serta mampu
melaksanakan rencana belajar tersebut.
5. Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS)
Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS)
merupakan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
tingkat kesiapan belajar mandiri seseorang, yang dikembangkan
oleh Lucy M. Guglielmino pada tahun 1977. Instrumen ini dapat
digunakan oleh institusi pendidikan, dan fasilitator pendidikan
untuk menilai kesiapan belajar mandiri mahasiswa berupa
informasi mengenai gambaran kelemahan belajar mandiri dan
juga gambaran kesiapan mahasiswa (Darmayanti, 2001).
Instrumen skor SDLR pertama kali diadaptasi oleh Fisher et al.
(2001) dalam bahasa Inggris. Skor penilaian terdiri dari 40 item
yang terdiri dari tiga komponen, yaitu manajemen diri (self
management) sebanyak 13 item, keinginan untuk belajar (desire
for learning) sebanyak 12 item, dan kontrol diri (self control)
sebanyak 15 item.
Pada tahun 2008, Zulharman memodifikasi dan
mengembangkan kembali mengenai skor SDLR, dalam
penelitiannya mengaitkan peran SDLR terhadap prestasi belajar
pada siswa SMK. Skor tersebut memiliki tiga komponen yang
terdapat dalam faktor internal mahasiswa pada 36 item, yaitu
manajemen diri (13 item), keinginan untuk belajar (10 item) dan
kontrol diri (13 item). Interpertasi skor terbagi menjadi tiga

10
tingkatan yaitu tinggi jika ≥ 132, sedang jika 84 sampai ≤ 132,
rendah jika <84 (Zulharman, 2008).
Awal penggunaannya, SDLRS yang juga dikenal
sebagai Assessment Preferensi Learning (LPA), telah
digunakan secara luas oleh institusi pendidikan untuk menilai
kesiapan belajar mandiri mahasiswa. SDLRS telah digunakan
oleh lebih dari 500 organisasi besar di seluruh dunia
(Darmayanti, 2001). Dengan demikian, peneliti menggunakan
kuesioner SDLRS yang sudah secara luas digunakan oleh
institusi pendidikan tersebut.
Kesiapan belajar mandiri didefinisikan sebagai
kesiapan seseorang untuk belajar secara mandiri, yang terdiri
dari komponen sikap, kemampuan, dan karakter personal
(Zulharman, 2008). Individu diharapkan institusi pendidikan
mampu mengelola kegiatan belajarnya sendiri tanpa bantuan
pihak lain. Kesiapan belajar mandiri memberikan kebebasan
kepada siswa untuk dapat memilih atau menetapkan sendiri
waktu dan cara belajarnya sesuai dengan sistem kredit semester
(SKS) di institusi pendidikan (Rusman, 2013).
Menurut Fisher et al. (2011) komponen SDLR terdiri dari :
a. Manajemen diri
Dalam meningkatkan SDLR siswa harus mampu mengatur
waktunya dengan baik.
b. Keinginan untuk belajar
Diperlukan motivasi dalam diri siswa untuk mencapai
proses belajar yang efektif.
c. Kontrol diri
Siswa perlu mengendalikan dirinya dalam pencapaian hasil
SDLR yang baik.
B. Self-regulated Learning (Regulasi Diri)
1. Pengertian Self-regulated Learning
Menurut Zimmerman (2001) aspek-aspek self-regulated
learning terdiri dari tiga bagian, yaitu metakognisi merupakan
kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasi atau
mengatur, menginstruksi diri, memonitor dan melakukan evaluasi
dalam aktivitas belajar. Self-regulated learning juga didefinisikan
sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung pada motivasi
belajar mereka, secara otomatis perilaku aktif meregulasi diri ini
akan membantu individu agar dapat mengatur hidupnya,
menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung
aktivitas belajar. Selain itu, dalam penelitian Latipah (2010)
dipaparkan bahwa budaya kolektif juga akan mempengaruhi
beberapa aspek dalam self-regulated learning mulai dari self
efficacy sampai pada bagian seseorang menggunakan strategi
belajar dan memiliki motivasi internal dalam belajar.
Zimmerman (2001) menjelaskan bahwa self-regulated
learning memiliki empat dimensi, yakni motivasi, metode, hasil
kinerja, dan lingkungan atau kondisi sosial. Dampaknya dalam
proses belajar, siswa akan memperoleh prestasi belajar yang baik

11
bila ia menyadari, bertanggungjawab, dan mengetahui cara belajar
yang efisien. Siswa demikian selanjutnya diistilahkan sebagai
seorang siswa yang belajar dengan regulasi diri (self-regulated
learner). Beberapa strategi belajar yang umumnya digunakan oleh
seorang self-regulated learner, antara lain: evaluasi diri,
pengorganisasian dan pentransformasian, menetapkan tujuan dan
perencanaan, mencari informasi, membuat dan memeriksa catatan,
mengatur lingkungan, konsekuensi diri, mengulang-ulang dan
mengingat, mencari bantuan kepada teman sebaya, guru, atau orang
dewasa lainnya, serta me-review catatan dan buku teks. Menurut
Slavin (Latipah, 2010) dalam pembelajaran dewasa ini,
pembelajaran membebaskan siswa dari kebutuhan terhadap guru,
sehingga para siswa dapat terus belajar secara mandiri sepanjang
hidupnya. Untuk terus belajar secara mandiri maka siswa harus
menjadi seorang pembelajar berdasarkan regulasi diri (self-
regulated learner).

2. Indikator Self-regulated Learning


Self-regulated Learning mempunyai indikator tertentu yang
dapat menandakan bahwa kemampuan meregulasi diri seorang
siswa terlaksana dengan baik. Pertama, adanya penggunaan strategi
kognitif. Indikator ini memuat tentang apa yang akan dilakukan
peserta didik ketika menghadapi tugas yang harus dikerjakan
dalam berbagai kondisi serta bagaimana peserta didik akan
mengolah apa yang sudah pernah dia dapat dan apa yang akan
dikerjakan. Indikator ini akan menunjukkan bagaimana peserta
didik dapat mengkorelasikan apa yang sudah pernah diterima
dengan apa yang akan dikerjakan (Pintrich and Groot, 1990).
Kedua, kemampuan regulasi diri. Indikator ini lebih pada
bagaimana peserta didik akan mengatur dirinya untuk mempelajari
atau mengerjakan sesuatu secara berkesinambungan. Terlebih apa
yang akan dia kerjakan untuk menyelesaikan suatu persoalan yang
dihadapi (Pintrich and Groot, 1990).

3. Faktor yang Mempengaruhi Self-regulated Learning


Regulasi diri dalam belajar merupakan suatu kemampuan
siswa yang harus tetap dilatihkan dalam kebiasaan harian siswa itu
sendiri. Kebiasaan siswa dalam belajar bisa meliputi belajar
mandiri di rumah maupun kebiasaan belajar di sekolah bersama
guru sebagai fasilitator maupun teman sebaya. Kemampuan
regulasi diri seorang siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai
hal/faktor. Berdasarkan perpektif sosial kognitif yang dikemukakan
Zimmerman (2001), ada 3 faktor yang mempengaruhi self-
regulated learning, antara lain:
a. Faktor personal
Self-regulated learning terjadi dimana siswa dapat
menggunakan proses personal (kognitif) untuk mengatur
perilaku dan lingkungan belajar di sekitarnya secara strategis.

12
Faktor ini melibatkan self efficacy mengacu pada penilaian
individu terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan tugas
tertentu dan mencapai tujuan. Adapun hal yang mempengaruhi
self efficacy peserta didik, antara lain: pengetahuan siswa,
proses metakognitif, tujuan dan afeksi.
Motivasi juga menjadi bagian dari faktor personal.
Motivasi dibutuhkan untuk melaksanakan strategi yang akan
mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan
mengatur waktu secara efektif dan efisien apabila memiliki
motivasi belajar. Motivasi ini cenderung memberikan dampak
yang lebih baik dalam pemahaman dan pencapaian prestasi
peserta didik.
b. Faktor perilaku
Faktor ini mengacu pada kemampuan siswa dalam
menggunakan strategi self evaluation sehingga mendapatkan
informasi tentang keakuratan dan kelanjutan umpan balik.
Perilaku peserta didik yang berhubungan dengan self-regulated
learning yaitu observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri.
c. Faktor lingkungan
Faktor ini bereaksi timbal balik dengan faktor personal
dan perilaku. Mengacu pada sikap proaktif siswa untuk
menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti
penataan lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan
pencarian sumber belajar yang relevan.

4. Manfaat Self-regulated Learning


Dalam proses pembelajaran baik di tingkat dasar maupun
lanjutan, regulasi diri dalam belajar merupakan sebuah pendekatan yang
penting. Self-regulated Learning ini menjadi suatu hal yang penting
karena terdapat berbagai manfaat yang dapat dirasakan oleh pembelajar
(self-regulated learner). Manfaat yang didapatkan dari regulasi diri,
antara lain: pertama, dengan menjadi pembelajar atau self-regulated
learner, siswa menjadi mahir dalam meregulasi belajarnya sendiri
dalam berbagai kondisi dan dapat meningkatkan hasil belajar mereka
(Latipah, 2010; Zimmerman, 2001). Kedua, siswa mampu membangun
tujuan-tujuan belajar, mencoba memonitor, meregulasi, dan mengontrol
kognisi, motivasi, dan perilakunya untuk mengontrol tujuan-tujuan yang
telah dibuat (Latipah, 2010). Ketiga, siswa cenderung dapat mengatur
diri sendiri dan melaporkan apa yang mereka dapatkan dalam akademik
mereka.
Keempat, self-regulated learning merupakan prediktor terbaik
dari prestasi akademik, seperti pemantauan pemahaman, penetapan
tujuan, perencanaan, manajemen usaha dan ketekunan (Pintrich and
Groot, 1990). Kelima, regulasi diri dapat dipahami dalam level
pemahaman tertinggi tentang fungsi psikologis, tentang pemikiran
dalam menciptakan pengalaman, dan menentukan tingkat pilihan di
setiap situasi: pilihan atas apa yang mereka pikirkan (Zimmerman,
2001).

13
C. Hasil Belajar Sejarah Peserta Didik
Hasil belajar menurut Sudjana (2011: 3) merupakan
pencapaian nilai peserta didik yang dapat merubah tingkah laku
peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dijadikan sebagai kemampuan internal
(capability) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang
tersebut melakukan sesuatu. Hasil belajar merupakan ukuran utama
untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang
hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil
dalam belajar. Demikian pula sebaliknya, sedangkan usaha untuk
mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar mengajar seorang
peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal
maupun faktor eksternal.
Suatu proses pembelajaran suatu mata pelajaran dinyatakan
berhasil apabila hasilnya memenuhi Tujuan Intruksional Khusus
(TIK) dari bahan pengajaran (materi pengajaran) tersebut dapat
dicapai (Djamarah, 2006: 105). Untuk itu guru perlu mengukur dan
mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar, evaluasi tersebut dapat
dilakukan melalui tes formatif pada setiap selesai belajar satu bahan
pelajaran siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh
mana siswa telah menguasai Tujuan Intruksional Khusus (TIK) dari
bahan pengajaran (materi pelajaran) yang ingin dicapai.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Evaluasi sangat
diperlukan dalam kegiatan pembelajaran antara pendidik dan peserta
didik, yaitu dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta
didik dan keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh
pendidik. Hasil belajar merupakan cara untuk mengetahui
kemampuan peserta didik bertambah atau tidak setelah mengikuti
proses pembelajaran (Slameto, 2010: 28).
Hasil belajar adalah kemampuan berfikir siswa dalam
membangun sedikit demi sedikit konteks pembelajaran yang
diperoleh dan diperluas melalui konteks yang terbatas. Hasil belajar
berkaitan dengan hasil yang diperoleh peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang
dinyatakan dengan angka, huruf, atau kata-kata seperti baik, buruk,
sedang, kurang dan sebagainya.
Hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu
ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah
psikomotorik (kemampuan bertindak) (Sudjana, 2011: 22). Ketiga
ranah tersebut saling berkaitan satu sama lain. Ketiga ranah tersebut
akan diuraikan sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif menurut Bloom (kuswana, 2011) dibagi
menjadi enam aspek, yaitu: 1) mengingat (C1) 2) memahami (C2)

14
3) mengaplikasikan (C3) 4) menganalisis (C4) 5) mengevalusi (C5)
6) mencipta (C6). Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kognitif analisis (C4). Aspek kognitif diukur melalui tes
tulis yang telah dibuat oleh pendidik.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap. Hasil belajar afektif
dapat dilihat pada peserta didik dalam berbagai tindakan seperti
perhatian terhadap pelajaran, motivasi belajar, disiplin,
menghargai pendidik dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial (Sudjana, 2011: 30). Hasil belajar ranah afektif
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap peserta didik
kelas X SMK dalam kegiatan pembelajaran sejarah.
a. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan dan
kemampuan dalam bertindak. Hasil belajar psikomorik dapat
dilihat pada bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu (Sudjana, 2011: 30). Hasil belajar psikomotorik lebih
menekankan pada keterampilan dan kemampuan peserta didik
dalam bertindak.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri
peserta didik yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Peserta didik
diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran setelah
menjalani proses belajar. Hasil belajar juga cerminan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh peserta
didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
D. Sekolah Menengah Kejuruan
a. Karakteristik siswa Sekolah Menengah Kejuruan
Sumeks (dalam Indriani, 2009) menyatakan bahwa
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga pendidikan
pada jenjang menengah yang lebih menekankan lulusan memiliki
bekal keterampilan dan dipersiapkan dalam memasuki dunia
kerja. Sekolah menengah kejuruan memiliki peluang yang sangat
jelas ketika sudah lulus. Selain itu siswa sekolah menengah
kejuruan yang ingin memperdalam ilmu dan keterampilannya
bisa melanjutkan studinya ke perguruan tinggi sesuai dengan
jurusan dan keahliannya, sehingga keterampilan yang mereka
miliki akan semakin meningkat.
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien
serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus
memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidag keahliannya dan
dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja
yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan

15
pekerjaannya serta memiliki kemampuan mengembangkan diri
(Sanjaya,2008).
b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan
SMK memiliki struktur kurikulum yang dibagi menjadi
komponen normatif, adaptif, dan produktif. Komponen normatif
berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik menjadi warga
masyarakat dan warga yang berperilaku sesuai nilai-nilai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komponen
adaptif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu
beradaptasi dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat, budaya, seni, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia kerja sesuai
keahlian. Dan yang terakhir komponen produktif berisi kompetensi
yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di
dunia kerja sesuai dengan program keahlian (Sanjaya,2005).
c. Hubungan Self Directed Learning dengan Jenis Pendidikan
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Dalam
proses belajar diperlukan kemandirian dalam belajar. Mujiman
(2008) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan
belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai
suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun
dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki.
Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara
pencapaiannya, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar,
irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi
belajar, dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih
dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar
yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi
tertentu.
Kemandirian belajar dapat menghasilkan Self Directed
Learning dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), self
directed learning dapat dibentuk melalui empat tahap yaitu, siswa
berpikir secara mandiri artinya siswa yang sebelumnya
tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada
pemikiran sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri
sendiri, lalu siswa belajar perencanaan diri tentang bagaimana
siswa akan mencapai program belajar yang sudah ditetapkan, lalu
tahap terakhir adalah terbentuknya self directed learning dimana
siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari, dan
bagaimana cara siswa mempelajarinya.
Gibbons (2002) menyatakan bahwa ketika siswa mulai
untuk mengejar hasil belajar secara individual, siswa memerlukan
lingkungan belajar yang sesuai dengan aktivitas belajar siswa
seperti lingkungan yang menawarkan banyak pilihan belajar,
lingkungan yang sesuai dan lingkungan yang menawarkan aturan

16
baru. Untuk meningkatan hasil belajar, perlu adanya kesesuaian
lingkungan belajar dengan aktivitas self directed yang akan
terjadi. Salah satu bentuk lingkungan belajar adalah lingkungan
pendidikan formal atau sekolah. Pendidikan formal dengan
jenjang pendidikan menengah atas terdiri dari sekolah menengah
atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) dimana dua
jenis pendidikan ini berbeda dalam struktur kurikulum, metode
belajar dan lingkungan tempat belajarnya.
Self directed learning bermanfaat bagi siswa SLTA yakni
siswa SMA dan SMK yaitu dalam melatih pengembangan self
learning skills yang diperlukan untuk melaksanakan lifelong
learning selepas masa pendidikan formal. Selain itu self directed
juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar siswa.
(Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA
maupun SMK untuk membekali siswa dengan keterampilan yang
dibutuhkan agar termotivasi untuk belajar hari ini dan seterusnya
disepanjang hidupnya (life long learners).
Siswa SMK dengan metode belajar yang lebih
menekankan praktek di dalam maupun luar sekolah dibekali
keterampilan yang nantinya setelah lulus, SMK, siswa diberikan
lebih banyak praktek daripada teori (Sirodjuddin, 2008). Melalui
metode belajar yang diterapkan, siswa SMK diharapkan mampu
berpikir secara mandiri dalam belajar dengan menerapkan teori
yang dipelajari pada saat praktek belajar. Siswa SMK juga dapat
belajar memanajemen dirinya sendiri. Pada saat praktek di luar
ruangan kelas tanpa diawasi oleh guru, siswa dapat mengatur diri
sendiri tanpa tergantung dengan orang lain karena menurut
Donelly& Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) praktek belajar
cenderung menekankan pada peran siswa secara langsung
dibandingkan dengan guru sehingga membutuhkan kemandirian
belajar.
Pada saat siswa dapat memanajemen diri dalam belajar,
maka siswa SMK dapat belajar membuat perencanaan diri. Dalam
hal ini siswa diharapkan mampu merencanakan dan memutuskan
sendiri apa saja hal yang akan dilakukan untuk mencapai hasil
belajar yang diharapkan. Menurut (Sirodjuddin, 2008),
lingkungan belajar siswa SMK bukan hanya di sekolah melainkan
juga di dunia kerja, sehingga dibutuhkan perencanaan, penetapan
tujuan, serta evaluasi kemajuan diri oleh siswa sendiri dalam
praktek belajar di dunia kerja. Siswa SMK yang mampu berpikir
secara mandiri, mampu belajar memanajemen diri sendiri,
mampu belajar perencanaan diri, akan memiliki self directed
learning dalam belajar. Self directed learning yang terbentuk
pada siswa SMK berguna dalam praktek belajar didalam maupun
diluar sekolah untuk dapat mengembangkan keahlian,
pengetahuan, prestasi dan pengembangan diri sendiri.
Self directed learning pada siswa SMK dapat menciptakan
siswa yang mampu mengontrol banyaknya pengalaman belajar

17
yang terjadi, mampu keterampilan tersebut akan digunakan
didalam dunia kerja (Siswoyo, 2010). Pada mengembangkan
keahlian, dapat mengubah diri pada kinerja yang paling baik,
dapat memanajemen diri, serta mampu memotivasi dan menilai
diri sendiri.
Berbeda dengan SMK, metode belajar di SMA lebih
menekankan pada teori yang diberikan oleh guru, dan praktek
yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Siswa SMA
diharapkan mampu berpikir secara mandiri tentang teori yang
dipelajari, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu
belajar perencanaan diri sehingga terbentuk self directed learning
pada siswa. Siswa SMA ketika lulus dari pendidikannya
diharapkan mampu mengembangkan kemampuan belajar di
pendidikan selanjutnya. Pengembangan kemampuan ini dapat
mempengaruhi self directed learning bagi siswa SMA.
Lulusan SMA diharapkan memiliki kompetensi yaitu
menguasai konsep dan cara berpikir tentang pelajaran, yang akan
digunakan untuk jenjang perkuliahan (Siswoyo, 2010).
Sedangkan lulusan pendidikan kejuruan ini lebih condong kepada
ilmu-ilmu yang sifatnya terapan dan beberapa program keahlian
menekankan kepada aspek pengetahuan psikomotorik.
Dari hal ini dapat diasumsikan bahwa siswa SMK memiliki
self directed learning yang lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa SMA, dilihat dari metode belajar pada SMK yang
menekankan pada keterampilan dan aktivitas psikomotorik
melalui praktek dengan keterampilan khusus yang dilakukan
siswa sehingga diperlukan kemandirian, peningkatan
pengetahuan dan keahlian dalam belajar dibandingkan dengan
siswa SMA yang lebih banyak mendapatkan teori dalam belajar
dan melakukan praktek dengan tidak memerlukan keterampilan
khusus seperti SMK. Harrison (dalam Song, 1978) menyatakan
bahwa berbeda sekolah dapat menciptakan lulusan yang berbeda
dalam perspektif self directed learning

18
9. KERANGKA BERPIKIR
Pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam
pendidikan. Akan tetapi, pelajaran sejarahtetap dianggap pelajaran yang sulit karena
materinya yang cukup banyak dan bersifat abstrak. Selain itu dengan menggunakan
metode konvensional, siswa akan menjadi pasif dan akan berakibat pada kemampuan
berpikir analisis yang berkurang dan tingkat belajar khuusnya rendahnya literasi
sehingga hasil belajar rendah. Melihat adanya karakteristik sebagai berikut, Self
directed learning dan self regulation learning dapat meningkatkan hasil belajar sejarah
dengan memiliki kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan sikap apresiasi dan
pemahaman dalam pembelajaran sejarah. Peneliti dapat menggambarkan kerangka
berpikir penelitian seperti gambar sebagai berikut

Gambar 1. Kerangka Berpikir penelitian

19
10. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis dari penelitian ini dibangun dari hasil
kerangka teoritis atau melalui proses menghubung-hubungkan sejumlah
bukti empiris dan juga hasil dari kerangka berpikir. Oleh sebab itu, maka
hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Ho = tidak terdapat pengaruh Self directed learning terhadap hasil
belajar siswa sejarah
Ha = terdapat pengaruh Self directed learning terhadap hasil belajar
siswa sejarah.
Ho = tidak terdapat pengaruh self regulation learning terhadap hasil
belajar siswa sejarah
Ha = terdapat pengaruh self regulation learning terhadap hasil belajar
siswa sejarah
Ho = tidak terdapat pengaruh Self directed learning dan self regulation
learning terhadap hasil belajar siswa sejarah
Ha = terdapat pengaruh Self directed learning dan self regulation
learning terhadap hasil belajar siswa sejarah

11. METODE PENELITIAN


1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan datanya menggunakan instrument penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan (Sugiyono, 2017: 14). Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data berupa angka, atau data berupa kata-kata atau
kalimat yang dikonversi menjadi data berbentuk angka (Martono, 2014:
20).
Desain penelitian yang peneliti ambil adalah quasi eksperiment
design atau eksperimen semu dengan bentuk the non-equivalent
Posttest-only control group design. Desain ini mempunyai kelompok
kontrol, namun tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen (Sugiyono,
2017: 114). Penelitian ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan
atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia. Peneliti
menggunakan desain ini karena peneliti tidak dapat melakukan kontrol
atau pengendalian variabel secara ketat atau penuh. Peneliti
menggunakan kelas yang ada, serta dalam pengumpulan data, peneliti
menggunakan instrument tes dan observasi. Desain penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Postest

20
Kelas Eksperimen X O1
Kelas Kontrol O 01

Keterangan :
X = Pembelajaran Self directed learning dan self regulation learning
O = Tidak diberikan perlakuan
O1 = Post Test
Rancangan penelitian adalah menggunakan dua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas control. Dimana peneliti memberikan perlakuan
terhadap kelas eksperimen dengan Self directed learning dan self
regulation learning. Sedangkan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan
Self directed learning dan self regulation learning. Dengan penelitian ini,
peneliti dapat melihat seberapa besar pengaruh Self directed learning dan
self regulation learning terhadap hasil belajar pada mata pelajaran
sejarah kepada siswa yang diberikan perlakukan dan kepada siswa yang
tidak diberikan perlakuan.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah SMK 1 Kudus.
Alasan peneliti mengambil tempat penelitian disini, dikarenakan
beberapa pertimbangan: peneliti sudah banyak mengetahui bagaimana
kondisi di sekolah itu, sekolah itu salah satu sekolah yang tetap
melaksanakan kurikulum 2013 dan peneliti ingin mengetahui apakah
metode pendekatan saintifik di sekolah itu berjalan dengan baik. Untuk
waktu belum bisa ditentukan.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2017: 117). Jadi populasi adalah
keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
di SMK N 1 Kudus. Keseluruhan siswa kelas X berjumlah 532 siswa
yang terdiri dari kelas X Tata Niaga (1, 2, 3), X Tata Busana (1,2),
X Tata Boga (1,2,3), X Administrasi Perkantoran (1,2), X Akutansi
Keuangan (1,2,3,4) masing-masing kelas berjumlah 38 siswa .
Untuk itulah penulis menggunakan penelitian sampel.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga,dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono,
2017: 118). Jadi sampel adalah cara untuk memperoleh informasi
mendalam, terperinci, dan efisien tentang kelompok individu atau
buka (populasi) dengan cara hanya mengambil sebagian kecil
(sampel) dari populasi tersebut.

21
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan Purposive Sampling, yaitu pemilihan
sekolompok subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Margono, 2010: 128). Sehingga
peneliti dapat memperoleh hasil penelitian sesuai dengan prosedur
yang telah dipilih dalam desain penelitian. Terpilihlah kelas X Tata
boga 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X Tataboga 2 sebagai
kelas kontrol.
4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2017: 60).
Variable dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen/terikat (Sugiyono, 2017: 61). Yang menjadi variabel bebas
dalam penelitian ini adalah Self regulation learning dan Self directed
learning.
b. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017:
62). Dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah hasil belajar
pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas X SMK N 1 Kudus.
5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang digunakan (Tanzeh dalam Cahyaningrum,
2018). Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Tes
Tes adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan
penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas
atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dijawab atau
perintah-perintah yang dijawab atau perintah yang harus dikerjakan
sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku
atau prestasi dari peserta tes, nilai mana yang dapat dibandingkan
dengan nilai-nilai yang dicapai oleh peserta tes yang lain, atau
dibandingkan dengan standar tertentu (Sudjiono, 2012). Tes yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Sejarah kelas X di SMK N 1 Kudus.
Untuk mengetahui hasil kemampuan berpikir analisis siswa yang
diperoleh dari data posttest berupa skor dari hasil tes sejarah pada
materi interaksi social. Tes yang diberikan adalah tes uraian
sebanyak 5 butir soal. Sebelum tes ini diberikan, terlebih dahulu
diuji conakan untuk diketahui validitas dan realibilitasnya.
22
b. Dokumentasi
Menurut Tanzeh (dalam Cahyaningrum, 2018) dokumentasi
yaitu menimbulkan data dengan melihat atau mencatat suatu laporan
yang sudah tersedia. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumentasi dapat berupa tulisan maupun
gambar. Jadi dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan
melihat, mencatat atau merekam suatu laporan untuk digunakan
sebagai bukti atau keterangan.
Dokumentasi yang digunakan peneliti berupa dokumen
tentang profil sekolah, silabus, nama dan jumlah siswa kelas, hasil
tes dan ulangan harian siswa, foto-foto kegiatan penelitian.
Dokumentasi ini digunakan sebagai bukti bahwa penlitian telah
dilakukan di SMK N 1 Kudus. Harapan dari dokumentasi ini adalah
dapat menguatkan data yang diperoleh.
c. Metode Observasi
Observasi adalah cara untuk mengumpulkan data dengan
mengumpulkan data dengan mengamati atau mengobservasi objek
penelitian atau peristiwa berupa manusia, benda mati, maupun alam.
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Ibid, dalam
Cahyaningrum, 2018).
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
memperoleh data-data tentang letak sekolah, kondisi fisik sekolah,
dan keadaan lingkungan sekolah. Peneliti mengamati geografis
sekolah dan suasana kelas X SMK N 1 Kudus. Observasi dilakukan
dengan harapan mendapatkan data yang valid.
d. Wawancara
Interview yang sering juga disebut wawancara atau kuesioner
lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (Ibid, dalam
Cahyaningrum, 2018). Wawancara dilakukan kepada siswa dan
guru. Wawancara dengan guru untuk mendapatkan informasi dari
guru mata pelajaran Sejarah . Wawancara tersebut dilaksanakan
sebelum melaksanakan penelitian di SMK N 1 Kudus. Sedangkan
wawancara kepada siswa untuk mengetahui respon terhadap
pembelajaran yang telah berlangsung.
6. Validitas dan Reabilitas
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Konsep valid
sebuah instrumen/skala pada akhirnya akan juga menentukan valid
tidaknya data yang diperoleh peneliti, akan merujuk pada ketepatan
alat ukur/skala/instrument yang digunakan oleh peneliti (Idrus,
dalam Cahyaningrum, 2018). Terdapat beberapa jenis validitas
dalam penelitian, diantaranya: validitas permukaan (face validity),
validitas isi (content validity), validitas empiris (empirical
validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas factor
(factorial validity).
23
Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah uji
validitas isi. Validitas isi atau validitas kurikuler adalah validitas
yang sering digunakan dalam pengukuran hasil belajar serta
validitas tes yang lain. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes
SDLR dan Instrumen Self Regulation Learning mata pelajaran
sejarah, pengujian validasi ini diajukan kepada dosen pembimbing
yang bertindak sebagai dosen ahli kisi-kisi lalu peneliti meminta
pertimbangan ahli (expert judgment).
Adapun kriteria validitas soal yang perlu ditelaah adalah :
1) Kesesuaian soal dengan indicator
2) Ketepatan penggunaan kata/Bahasa
3) Soal tidak menimbulkan penafsiran ganda
4) Kejelasan yang diketahui dan ditanyakan dari soal.
Menurut Siregar (2013) instrument dikatakan valid jika
validator telah menyatakan kesesuaian dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Untuk menghitung validitas item soal digunakan
perhitungan statistic korelasi product moment. Rumus yang
digunakan adalah :

Dimana:
𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = koefisien korelasi Product moment
n = Jumlah Responden
X = Skor Variabel (jawaban responden)
Y = Skor Total dari variabel untuk responden ke - n
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas
instrumen ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford
(dalam Lestari, 2015) sebagai berikut :

Tabel 2
Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretasi Validitas
0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi Sangat tepat/sangat baik
Tinggi Tepat / baik
Sedang Cukup tepat / cukup baik
0,20 ≤ rxy < 0,40 Rendah Tidak tepat / buruk
rxy <0,20 Sangat rendah Sangat tidak tepat / sangat
buruk

Bila harga korelasi dibawah 0,30 maka dapat disimpulkan


bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus
diperbaiki atau dibuang (Sugiyono, 2017).
Adapun perhitungan uji validitas juga dilakukan dengan
bantuan SPSS 16.0 for Windows dengan langkah – langkah sebagai
berikut (Siregar, 2013):
24
1) Masukkan data
2) Klik Analyze → Correlate → Bivariate
3) Masukkan data ke Variables
4) Correlations Coeficient klik Person
5) Test Of Significance klik Two Tailed
6) pada menu Options pilih Means And Standard Deviations
7) pilih Exclude Cases Pairwise → Continue
8) klik OK
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat
pengukuran yang sama pula (Ibid, dalam Cahyaningrum, 2018).
Secara internal, reliabilitas alat ukur dapat diuji dengan
menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrument
dengan teknik tertentu.
Karena tes yang digunakan bukan merupakan tes dengan
pilihan “benar” atau “salah” maupun “ya” atau “tidak” maka teknik
yang digunakan untuk menghitung reliabilitas soal adalah teknik
Alpha Cronbach. Kriteria suatu instrument penelitian dikatakan
reliable dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas
(𝑟11) > 0,6.
Tahapan perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan
teknik Alpha Cronbach, yaitu (Ibid, dalam Cahyaningrum, 2018):
1) Menentukan nilai varians setiap butir pertanyaan

2) Menentukan nilai varian total

3) Menentukan reliabilitas instrumen

Dimana:

n = Jumlah sampel
Xi = jawaban reaponden untuk setiap butir pertanyaan
∑𝑋 = total jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan
𝜎2𝑡 = varians total
∑ 𝜎2𝑏 = jumlah varians butir
k = jumlah butir pertanyaan

25
𝑟11 = koefisien reliabilitas instrumen
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel
dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan
menjadi valid.
Adapun perhitungan uji reliabilitas, peneliti menggunakan
bantuan SPSS for Windows 16. Tahap – tahapnya adalah sebagai
berikut (Ibid, dalam Cahyaningrum, 2018) :
1) Masukkan data
2) Klik Analyze → Scale → Reliability Analysis
3) Masukkan data yang akan di analisis ke Items → klik Alpha →
klik Satistics pilih Item dan Scale → Continue
4) Klik OK

7. Metode Analisis Data


a. Uji Normalitas
Tujuan dilakukannya uji normalitas terhadap
serangkaian data adalah untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Bila data berdistribusi normal,
maka dapat digunakan uji statistik berjenis parametrik.
Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji
statistik nonparametrik. Untuk penghitungan uji normalitas ini,
peneliti menggunakan bantuan SPSS 16.00 for Windows dan
cara manual dengan ketentuan kriteria sebagai berikut:
1) Nilai Sig. atau signifikansi ≥ taraf nyata (𝛼) 0,05 maka data
mempunyai varian yang berdistribusi normal
2) Nilai Sig. atau signifikansi < taraf nyata (𝛼) 0,05 maka data
mempunyai varian yang tidak berdistribusi normal.
Perhitungan uji normalitas, peneliti menggunakan
bantuan SPSS for Windows 16. Tahap – tahapnya adalah
sebagai berikut (Ibid, dalam Cahyaningrum, 2018) :
1) Masukkan data
2) Klik Analyze → Nonparametrict test → 1 sample K-S
3) Masukkan data yang akan di analisis ke Test Variable List →
klik options pilih exclude cases test-by-test → Continue →
centang pada pilihan Normal
4) Klik OK
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui
apakah objek (tiga sampel atau lebih) yang diteliti mempunyai
varian yang sama. Bila objek yang diteliti tidak mempunyai
varian yang sama, maka uji anova tidak dapat diberlakukan.
Metode yang digunakan dalam melakukan uji homogenitas ini
adalah metode varians terbesar dibandingkan dengan varian
terkecil (Ibid, dalam Cahyaningrum, 2018).
Dalam pengujian homogenitas peneliti menghitungnya
dengan dua cara, yakni cara manual dan dengan menggunakan
SPSS 16.0 for Windows.
Tahapan manual uji homogenitas adalah sebagai berikut:
26
1) Membuat hipotesis dalam uraian kalimat
Ho : tidak ada perbedaan varian dari beberapa kelompok data
H1 : ada perbedaan varian dari beberapa kelompok data
2) Membuat hipotesis model statistik
Ha :

Ho :

3) Menentukan taraf signifikansi (resiko kesalahan)


4) Menghitung Fhitung dan F tabel
a) Membuat tabel penolong
b) Menghitung nilai rata – rata kelompok sampel

Keterangan :
𝑋̅𝑖 = nilai rata – rata sampel ke – i
𝑋𝑖 = data pada sampel ke – i
𝑛 = jumlah data
c) Menghitung nilai varian kelompok sampel

d) Menentukan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

Keterangan :
𝑆𝐵2 = untuk varian terbesar
𝑆𝐾2 = untuk varian terkecil
e) Menentukan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Untuk mengetahui nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dapat dilhat pada tabel F
dengan ketentuan sebagai berikut:
𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (α, V1n− 1, V2n− 1)
Keterangan :
V1 =
pembilang V2
= penyebut n
= jumlah data
α = taraf
signifikan
f) Menetukan kriteria penilaian
Jika : 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka Ho diterima
Adapun langkah – langkah perhitungan
menggunakan bantuan SPSS for Windows 16 adalahh
sebagai berikut (Martono, 2010) :
a) Masukkan data
b) Klik Analyze → Compare-Means → One Way Anova

Homogeneity Of Variance Test → OK.

27
c. Uji Hipotesis
Melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. T-test
atau t Student (disebut juga uji-t) merupakan alat uji statistik yang
digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel bila
datanya berada pada skala interval atau rasio. Pengujian dengan
menggunakan t-test ini tergolong dalam uji perbandingan
(komparatif) yang bertujuan untuk membandingkan (membedakan)
apakah rata-rata kedua kelompok yang diuji berbeda secara
signifikan atau tidak (Martono, 2010).
Adapun syarat untuk menggunakan t-test yaitu (Ibid, dalam
Cahyaningrum, 2018) :
1. Variabel Independen (X) harus berada pada skala nominal atau
ordinal (bersifat kategoris)
2. Variabel dependen (Y) harus berada pada skala interval atau
rasio. t-test hanya dapat digunakan untuk menguji perbedaan
dua sampel atau perbedaan rata-rata dua kelompok atau sampel.
Hasil perbandingan dua sampel ini kemudian dilakukan uji
signifikansi untuk menjawab pertanyaan apakah hasil
pengujian ditingkat sampel dapat diberlakukan di tingkat
populasi atau tidak?
Data diambil dari tes kemampuan berpikir analitis siswa
setelah diberi perlakuan, yaitu:
1. Kelas X Tata Boga 1 diajar dengan metode pembelajaran
konvensional
2. Kelas X Tata Boga 2 diajar dengan menggunakan Self
Regulation Learning dan Self directed Learning.

Rumus t-test yang digunakan dalam penelitian ini


adalah(Winarsunu, 2006) :

Keterangan:
t = angka atau koefisien derajad perbedaan mean kedua
kelompok
̅
̅𝑋1 = rata – rata pada distribusi sampel 1
̅𝑋2̅ ̅ =rata – rata pada distribusi sampel 2
𝑆𝐷12 = nilai varian pada distribusi sampel 1
= nilai varian pada distribusi sampel 2
𝑁1= jumlah individu pada sampel 1
𝑁2= jumlah individu pada sampel 2

Dalam penelitian ini ada satu hipotesis yang akan diuji, yakni:
H0 : (̅𝑋1̅ ̅ ≤ ̅𝑋̅2̅) Tidak ada pengaruh Self directed learning dan self
regulation learning terhadap hasil belajar siswa sejarah
Ha : (̅𝑋1̅ ̅ > ̅𝑋2̅ ̅) Ada pengaruh Self directed learning dan self

28
regulation learning terhadap hasil belajar siswa sejarah
.
Dengan kaidah keputusannya:
• Jika −𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ≤ 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka Ho diterima,
• Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau −𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < −𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka Ho
ditolak
Adapun untuk mengetahui besarnya pengaruh Self directed
learning dan self regulation learning terhadap hasil belajar
siswa sejarah dapat diketahui dengan menggunakan
perhitungan effect size pada uji-t menggunakan rumus Cohen’s
d from t-test sebagai berikut (Thalgeimer, dalam
Cahyaningrum, 2018).

Keterangan:
𝑑 = Cohen’s d from t-test
𝑋̅𝑡̅ = rata-rata treatmen condition
𝑋̅𝑐̅ = rata-rata control condition
𝑆 = standart deviasi

Untuk menghitung 𝑆𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑 (Sgab) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
𝑛𝑡 = jumlah eksperimen kelas eksperimen
𝑛𝑐 = jumlah eksperimen kelas kontrol
𝑆𝑡 = Standart deviasi kelas eksperimen
𝑆𝑐 = Standart deviasi kelas kontrol
Dari nilai d yang menyatakan effect size tersebut, dapat
dilihat effect size berdasarkan pada interpresentasi Cohen’s d.
Persentase effect size yang diperoleh nanti menyatakan Self
directed learning dan self regulation learning terhadap hasil
belajar siswa sejarahnterpretasi dari nilai Cohen’s d dinyatakan
pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3
29
Interpretasi Nilai Cohen’s d

Cohen’s
Effect Size Persentase(%)
Standart
2,0 97,7
1,9 97,1
1,8 96,4
1,7 95,5
Large 1,6 94,5
1,5 93,3
1,4 91,9
1,3 90
1,2 88
Tabel Berlanjut...

Lanjutan tabel...
1,1 86
1,0 84
Large
0,9 82
0,8 79
0,7 76
Medium 0,6 73
0,5 69
0,4 66
0,3 62
Small 0,2 58
0,1 54
0,0 50

30
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.
Bhat, P & Kamath, U. (2007). Perspectives on Self-Directed Learning — the
Importance
of Attitudes and Skills. [online].
http://bioscience.heacademy.ac.uk/journal/vol10/beej-10-c3.pdf. Tanggal
Akses 15 mei 2019.
Cazan,A.M. 2012. Enhancing Self Regulated Learning by Learning Journals.
Journal Social and Behavioral Sciences, 33, 413-417.
Cazan, A. M. 2012. Self Regulated Learning Strategies-Predictors of Academic
Adjustment. Journal Social and Behavioral Sciences, 33, 104-108.
Darmayanti T. 2001. Self-Directed Learning Readiness Scale: Adaptasi
Instrumen.
(diunduh 22 September 2016). Tersedia dari:
http://simpen.lppm.ut.ac.id/ptjj/PTJJ%20Vol%202.2%20september%20
200 1/22tri.htm
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Kuswana, W. S. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fisher M, Abraham R, Kamath A, Izzati T , Nabila S, Nur N. 2011. Exploring first-
year undergraduate medical students’ self-directed learning readiness to
physiology. Advan in Physiol Edu. 35:393-5.
Fisher M, King J, Tague G. 2001. Development of a self-directed learning readiness
scale for nursing education. NET. 21:516-25.
Gibbons, Maurice. (2002). The Self Directed Learning Handbook Challenging
Adolescent Student to Exel. San Fransisco: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Guglielmino L, Guglielmino P. 2003. Identifying Learners Who Are Ready for
eLearning and Supporting Their Success. Dalam Piskurich, G. M. (Ed.),
Preparing Learners for E-Learning. San Fransisco: CA: Pfeiffer.
Indriani, Esti. (2009). Kemandirian Belajar Akuntansi Dalam Implementasi
Kurikulum 2004 Pada Siswa Kelas XI-IPS di SMA Negeri 3 Purworejo.
Skripsi [online].A FTP.
http.//digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archieve/HASH01e9/c28cf6
ce.dir/doc.pdf. Akses tanggal 25 mei 2019.
Jennings, Stephen. (2007). Personal development plans and self-directed learning
for healthcare professionals: are they evidence based?. [online].
http://pubmedcentralcanada.ca/articlerender.cgi?artid=1633099. Tanggal
Akses 15 mei 2019.
Knowles,Malcolm. (1975). Self Directed Learning. [online].
http://team6.metiri.wikispaces.net/file/view/Self-Directed+Learning+-
+Malcom+Knowles.pdf. Tanggal Akses 15 mei 2019.
Laksono, E. W., dkk. 2017. “Instrument Penilaian Kemampuan Berpikir Analitis
dan Ketrampilan Proses Sains Kimia”. Jurnal Kependidikan,, 1(1): 100-110.
Lestari, K. E, & M., Ridwan Y. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung:
PT Refika Aditama.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
31
Martono, Nanang. 2010. Statistik Sosial: Teori dan Aplikasi Program SPSS.
Yogyakarta: Gava Medi.
Martono, Nanang. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.
Mudjiman, H., 2008. Belajar Mandiri (Self Motivated Learning). Surakarta:LPP
dan UNS Pres
Purnama, Dian. (2010). Cermat memilih sekolah menengah yang tepat. Jakarta:
Gagas Media.
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. (2005). Pembelajaran dan Implementasi Krikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktek
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta :
Kencana.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Asdi Mahasatya.
Song & Hill. (2007). A Conceptual Model for Understanding Self-Directed
Learning in Online Environments. [online]. Tanggal Akses 15 mei 2019.
Siregar, S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan
Perhitungan Manual & SPSS Versi 17. Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri.
Siswoyo. (2010). Kenapa Pilih Masuk SMK?. [online].
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=articl
e &id=5090:kenapa-pilih-masuk-smk&catid=74:kreasi&Itemid=231.
Tanggal Akses 14 mei 2018.
Sudjiono, A. (2012). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sirodjuddin, Ardan. (2008). SMK Lebih MKenjanjikan Masa Depan
Dibandingkan Dengan SMA. [online].
http://ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/06/03/smk-
lebihmenjanjikan-masa-depan-di-banding-sma/. Tanggal Akses 14 Mei
2015.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R& D). Bandung: Alfabeta.
Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Pintrich, P.R. 2000. The Role of goal orientation in self-regulated learning. In M.
Bokaerts, P. Pintrich, & M. Zeidner (Eds) Handbook of self-regulation.San
Diego, CA: Academic Press, pp. 452-502.
UU. RI No. 20 Tahun 2003. 2009. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sinar Grafika.
Wardiana, Uswah. 2004. Psikologi Umum. Jakarta: Bina Ilmu.
Zimmerman, B. J. and Schunk, D.H. (2001). Self-Regulated Learning and
Academic Achievement Theoritical Perspectives. Mahwah: Lawrence
Erlbaum Associates.
Zulharman. 2008. Peran Self Directed Learning Readiness (SDLR) pada prestasi
belajar mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
[Skripsi]. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

32
33

Anda mungkin juga menyukai