Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM”

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu : Dr. H. Imam Anas Hadi, M. Si.

Disusun oleh:
Nama : Siti Ayu Chumairoh
Kelas : A Reguler
Nim : 20510072
Fakultas : Fakultas Ekonomi Bisnis ( FEB )

UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN GUPPI


2020-2021
KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
kesempatan serta ridho-Nya sehingga penulisan makalah ini berjalan dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menunaikan tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam dengan dosen pengampu Dr. H. Imam Anas Hadi, M.
Si.
Kami sebagai penulis menyatakan bahwa makalah ini sangat penting dan
perlu untuk mahasiswa pelajari. Materi makalah ini dapat digunakan guru maupun
mahasiswa sebagai calon guru untuk belajar secara mandiri mengenai konsep dan
hakikat dari manusia. Atas dasar kebutuhan dan materi yang kami emban, maka
judul makalah ini ialah “Manusia dalam Konsep Islam”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan sumber yang
telah mendukung kesuksesan dari penyusunan hingga selesainya penulisan
makalah ini. Mengingat penyajian materi yang masih dirasa kurang lengkap, maka
kami mengharapkan kritik dan saran.

Ungaran, September 2020


Penulis,

DAFTAR ISI

ii
Halaman Judul.....................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka.................................................................................3
2.1 Mengenal Konsep Manusia..........................................................3
2.2 Dimensi-dimensi Kemanusiaan....................................................7
BAB III Penutup...............................................................................................20
3.1 Kesimpulan...................................................................................20
3.2 Saran.............................................................................................21
Daftar Pustaka.....................................................................................................22

BAB I

iii
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakan nilai-nilai
kemanusia atau hubungan personal, interpersonal dan masyarakat secara
agung dan luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi,
kedamaian yang mengikat semua aspek manusia. Karena Islam yang berakar
pada kata “salima” dapat diartikan sebagai sebuah kedamaian yang hadir
dalam diri manusia dan itu sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia
itu sendiri menggunakan dorongan diri (drive) ke arah bagaimana
memanusiakan manusia dan atau memposisikan dirinya sebagai makhluk
ciptaaan Tuhan yang bukan saja unik, tapi juga sempurna, namun jika
sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan seiring fitrah, maka
janji Tuhan adzab dan kehinaan akan datang.
Fitrah kemanusiaan yang merupakan pemberian Tuhan memang tidak
dapat ditawar, dia hadir seiring tiupan ruh dalam janin manusia dan begitu
manusia lahir dalam bentuk “manusia” punya mata, telinga, tangan, kaki dan
anggota tubuh lainnya, sangat tergantung pada wilayah, tempat, lingkungan di
mana manusia itu dilahirkan. Anak yang dilahirkan dalam keluarga dan
lingkungan muslim sudah barang tentu secara akidah akan mempunyai
persepsi ketuhanan (iman) yang sama, begitu pun nasrani dan lain
sebagainya. Inilah yang sering dikatakan sebagai sudut lahirnya
keberagamanaan seorang manusia yang akan berbeda satu denganyang
lainnya. Dalam wacana studi agama sering dikatakan bahwa fenomena
keberagamaan manusia tidak hanya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
normativitas melainkan juga dilihat dari historisitas.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna
dan kompleks. Untuk memahami dan mengenal jati diri kita sebagai manusia
dan tujuan dari penciptaan kita di dunia ini, maka sangatlah penting untuk
kita mempelajari dan memahami materi tentang “Manusia dalam Konsepsi
Islam”.

iv
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Keberadaan Manusia dalam Islam?
2. Bagaimana Hakikat Manusia dalam Islam?
3. Bagaimana Martabat Manusia dalam Islam?
4. Apa Tujuan Penciptaan Manusia dalam Islam?
5. Bagimana Fungsi dan Peranan Manusia dalam Islam?
6. Bagaimana Tanggungjawab Manusia dalam Islam?

BAB II

v
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EKSISTENSI MANUSIA


Manusia adalah makhluk Tuhan yang multi dimensi dan kompleks.
Pengarang Man the Unknown mengakui bahwa pengetahuan tentang manusia
belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang kajian
lainnya. Hal ini berarti, pemahaman manusia tentang manusia masih saja
belum memuaskan dan meyakinkan ditinjau dari perspektif scientific. Dalam
Islam, dideskripsikan bahwa Allah menciptakan Adam berdasarkan kehendak
dan kekuasaan-Nya tanpa melalui proses biologis sebagaimana lazimnya
manusia-manusia keturunannya, yakni keterlibatan ayah dan ibu sebagai
sebab natural terlahirnya manusia. Penjelasan tentang penciptaan manusia
tersebut diawali dari firman Allah kepada para malaikat bahwa Dia akan
menjadikan manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam dan
diberi bentuk menjadi menjadi tubuh yang sempurna. Selanjutnya, Allah
meniupkan ruh-Nya ke dalam diri Adam (al-Hijr; 28-29), maka jadilah Adam
manusia pertama yang ada di dalam jagat ini. Allah berfirman :
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberih bentuk, Maka apabila Aku
telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.1
Setelah kejadian Adam Allah menyuruh malaikat untuk bersujud
kepadanya. (Shad 71-72). Sujud kepada Adam adalah suatu apresiasi dan
sekaligus pengabdian makhluk terhadap zat-Nya yang telah menciptakan
manusia melalui hasil kerja-Nya Yang Maha Sempurna. Oleh sebab itu, sujud
1
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

vi
di sini bukanlah berarti kepada Adam. Adam sebagai bapak manusia
merupakan makhluk yang ideal dan terbaik yang diciptakan Allah. Oleh
sebab itu, Ia mempercayakan Adam dan keturunannya untuk memimpin dan
mengelola bumi yang disebut Alquran dengan istilah “khalifah”.
Manusia dalam konteks penciptaannya disamakan dengan penyebutan
tugas yang diembannya. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara wujud
manusia dan eksistensinya. Penobatan manusia sebagai khalifah di atas bumi
merupakan suatu kehormatan sekaligus kepercayaan terbesar dari Allah yang
tiada tara. Kepercayaan yang diemban manusia tersebut merupakan suatu
tanggung jawab seluruh ras manuisa tanpa pengecualian dan diskriminasi.
Pemilihan term khalifah atas eksistensinya di bumi tentunya tidak
luput dari tujuan dan misi yang diembannya. Khalifah dapat berarti
pengganti. Jadi, dalam pengertian ini, manusia adalah pengganti makhluk
sebelumnya di bumi yang gagal memakmurkan bumi. Makhluk-makhluk
tersebut membuat kerusakan di bumi dan saling menumpahkan darah.
Khalifah juga pengganti atau wakil, yakni manusia sebagai pengganti Allah
untuk memakmurkan dan mensejahterahkan bumi-Nya. Dengan kata lain, jika
Allah dipahami bersifat rahman (pengasih), maka manusia haruslah memiliki
sifat kasih terhadap semua makhluk Allah. Jika Allah memiliki sifat rahim
(penyayang), maka manusia haruslah memiliki sifat penyayang terhadap
sesamanya dengan mengajak mereka kepada jalan Allah dan mempercayai
Hari Pembalasan. Jika Allah memiliki sifat ‘adl (adil), maka manusia
haruslah menegakkan keadilan di muka bumi ini secara merata sesuai dengan
tuntutan syariat.2
1. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba

2
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

vii
Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaanNya telah menciptakan
makhluk-makhluk yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di
antara makhluk Allah dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba
Allah tanggungjawab manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya,
meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan kepadanya.
Tanggungjawab manusia secara umum digambarkan oleh
Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. “Dari Ibnu Umar RA berkata;
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Semua orang dari engkau
sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap apa
yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam
keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri
adalah pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang
pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala dalam harta
tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang
dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang
pengembalaannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Allah menciptakan manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu.
Manusia diciptakan untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap
manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang dilakukan selama
ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat
wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan ke
atas dirinya perlu dilaksanakan.
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan
manusia untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya di bumi. Dengan ini
manusia berkewajiban menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan
kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan
penyimpangan dari jalan Allah.
Firman Allah SWT :
‫ك‬ُ ِ‫ف‬O‫ا َويَ ْس‬OOَ‫ ُد فِيه‬O‫ا َم ْن يُ ْف ِس‬OOَ‫ض خَ لِيفَةً قَالُوا َأتَجْ َع ُل فِيه‬ ِ ْ‫ك لِ ْل َمالِئ َك ِة ِإنِّي َجا ِع ٌل فِي األر‬
َ ُّ‫وَِإ ْذ قَا َل َرب‬
َ‫ال ِإنِّي َأ ْعلَ ُم َما ال تَ ْعلَ ُمون‬
َ َ‫ك َونُقَدِّسُ لَكَ ق‬ َ ‫ال ِّد َما َء َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد‬

viii
Artinya :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:
Sesungguhnya Aku jadikan di bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat:
Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini orang yang melakukan
kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih
dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (Al-Baqarah:30)

Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh


Allah melaksanakan tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu kerana
manusia merupakan makhluk yang paling istimewa.
Firman Allah SWT :
‫ا‬OOَ‫ض َو ْال ِجبَا ِل فََأبَ ْينَ َأن يَحْ ِم ْلنَهَا َوَأ ْشفَ ْقنَ ِم ْنهَا َو َح َملَه‬
ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫ِإنَّا َع َرضْ نَا اَأْل َمانَةَ َعلَى ال َّس َما َوا‬
٧٢﴿ ‫﴾اِإْل ن َسانُ ِإنَّهُ َكانَ ظَلُو ًما َجهُواًل‬
Artinya :
“Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggung jawab amanah (Kami)
kepada langit dan bumi serta gunung-ganang (untuk memikulnya), maka
mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat
menyempurnakannya (kerana tidak ada pada mereka persediaan untuk
memikulnya); dan (pada ketika itu) manusia (dengan persediaan yang ada
padanya) sanggup memikulnya. (Ingatlah) sesungguhnya tabiat
kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula
membuat perkara-perkara yang tidak patut dikerjakan.” (Al-Ahzab: 72)
Dengan berbagai kelebihan tersebut, sangat penting bagi manusia
untuk dapat mengembangkan diri dan mengoptimalkan kemampuanya.
Optimalisasi kemampuan tercermin dalam pemanfaatan kemampuan dari
manusia itu sendiri terhadap potensi-potensi yang dimilikinya3.
3
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.

ix
Dengan otak manusia diharapkan kehidupan di bumi secara umum
dapat berkembang dengan baik dan terjaga dari kerusakan. Dengan
tangan, manusia diharapkan memiliki kemampuan mencipta, dalam arti
memnafaatkan potensi sumber daya dari Allah. Dengan lisan manusia
diharapkan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Walaupun Al Quranul Karim telah memberitahu tugas dan
tanggungjawab manusia di dunia ini dan diberitahu mereka yang
menunaikan tanggung jawab akan masuk ke Syurga, manakala yang
tidak bertanggung jawab akan ke Neraka, namun tidak semua manusia
percaya berita ini serta beriman dengannya. Bahkan yang percaya dan
beriman dengannya pun, karena tidak mampu melawan nafsu serta
mempunyai kepentingan-kepentingan peribadi, ramai yang tidak dapat
benar-benar memperhambakan diri kepada Allah dan gagal menjadi
khalifah-Nya yang mentadbir dan mengurus dunia ini dengan syariat-
Nya.
Karena itulah Allah Taala berfirman dalam surat Saba 13 :
‫وا آ َل دَا ُو َد‬OOُ‫ت ا ْع َمل‬
ٍ ‫يَا‬O‫اس‬ ٍ ‫د‬Oُ‫ب َوق‬
ِ ‫ُور َر‬ ْ O‫يب َوتَ َماثِي َل َو ِجفَا ٍن َك‬
ِ ‫ال َج َوا‬O ِ ‫يَ ْع َملُونَ لَهُ َما يَ َشا ُء ِم ْن َم َح‬
َ ‫ار‬
َ ‫ُش ْكرًا َوقَلِي ٌل ِم ْن ِعبَا ِد‬
)13( ‫ي ال َّش ُكو ُر‬
Artinya: “......................Sedikit sekali daripada hamba-hamba-Ku yang
bersyukur.” (Saba’: 13)

2.2 DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN


Untuk memahami secara integral di seputar eksistensi manusia dari
perspektif agama tersebut, maka perlu dikemukakan secara spesifik dimensi-
dimensi yang dimiliki manusia. Ada beberapa istilah yang terkait dengan
dimensi manusia yang ditelaah dari perspektif ini. Dimensi-dimensi tersebut
saling berhubungan secara fungsional dan substansial dalam diri manusia itu
sendiri. Hal yang terpenting dari sejumlah dimensi itu adalah:
1. AL-Jasad

Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

x
Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia yang terdiri atas
mata, mulut, telinga, tangan, kaki dan lain sebagainya. Ia dijadikan atau
berasal dari tanah liat yang dalam proses penciptaan Al jasad dalam bahasa
Indonesia disebut tubuh, badan atau jasad. Jasad merupakan salah satu
dimensi yang dapat dijelaskan secara saintifik, karena terdiri dari unsur-
unsur material yang dapat disaksikan oleh panca indera.
termasuk dalam derejat paling rendah di bandingkan api dan nur.
Kondisi dan sifatnya dapat mecium, meraba, dan melihat segala sesuatu
yang ada di depannya, terutama yang bersifat material. Dari jasad ini
timbullah kecenderungan dan keinginan yang disebut Syahwat. Ini
dijelaskan dalam Al-Quran Surat Ali Imran [3]: 14, yang artinya:
“Dijadikan indah pada pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa
yang dingininya (syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang
bertimbun dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatan ternakan
dan sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah
tempat sebaik-baik kembali”.
Asal-usul kejadian manusia menurut ajaran agama Islam berbeda
dengan pendapat para ahli filsafat dan antropologi, terutama Darwin dan
pengikut teori evolusinya. Secara umum ada 3 teori konsepsi manusia,
yaitu4:
a. Teori Evolusi
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis
J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari
tumbuh-tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia.
Teori ini merupakan perubahan atau perkembangan secara perlahan-
lahan dari tidak sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
4
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xi
b. Teori Revolusi
Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan
mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan
kata lain untuk menanamkan pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan
atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat
manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam
tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan ke Maha
Kuasaan Tuhan. Dalam ajaran Islam terbentuk opini dan tidak
berlebihan jika dikatakan sebagai keyakinan, bahwa manusia dan juga
alam semesta tercipta secara cepat oleh Kuasa Allah.
c. Teori Evolusi Terbatas
Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama
yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak
sarjana penganut teori evolusi. Seperti yang dikemukakan oleh Frans
Dahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan
manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami
mutasi (perubahan) yang tidak sedikit. Menurut RHA. Syahirul Alim
cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai
manusia harus merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera,
karena secara kimia molekul-molekul kera jauh lebih kompleks
dibandingkan dengan tanah, karena tanah molekulnya lebih rendah
keteraturannya. Menurut Al-Syaibani manusia dikelompokkan menjadi
beberapa definisi, antara lain5: (1) Manusia sebagai makhluk Allah yang
paling mulia di muka bumi, (2) Manusia sebagai khalifah dimuka bumi,
(3) Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa, (4) Insan
yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh, (5) Insan
5
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xii
dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil
pencapaian dua faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan, (6)
Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan
permulaan baik yang diwarisimaupun yang diperoleh dalam proses
sosialisasi, dan (7) Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang
satu dengan yang lainnya.
Namun, dalam pandangan Islam, manusia yang hidup di mana pun di
belahan dunia berasal dari satu keturunan, yaitu Adam as. Dari anak cucu
Adam lah manusia berkembang biak dan bertebaran ke seluruh pelosok
bumi. Dalam hal ini Allah berfirman:
َّ َ‫ا َوب‬OOَ‫ا َزوْ َجه‬OOَ‫ق ِم ْنه‬
‫يرًا‬OOِ‫ ااًل َكث‬O‫ا ِر َج‬OO‫ث ِم ْنهُ َم‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
َ Oَ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬
١:‫﴾ َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواَأْلرْ َحا َم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا ﴿النساء‬
Artinya: “(Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa’: 1)
Dari ayat ini jelaslah bahwa manusia yang beraneka ragam warna
kulit, bahasa, dan budaya itu merupakan satu keturunan. Oleh sebab itu,
seluruh manusia pada dasarnya merupakan saudara biologis yang disebut
dengan istilah ikhwah basyariyyah. Karena mereka bersaudara maka
mereka diperintahkan untuk memelihara kasih sayang di antara
sesamanya. Tali persaudaraan itu akan semakin kokoh apabila
persaudaraan itu diikat dengan ikatan yang kuat, yaitu ikatan Islam untuk
sama-sama beribadah dan mematuhi syariat penciptanya.
Di dalam Al-qur’an dijelaskan bahwa pada awalnya manusia
diciptakan dari tanah. Hal itu tidak sukar bagi Allah untuk melakukannya.
Sebab Allah adalah Maha Kuasa dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Allah
berfirman di dalam surat Ash-Shaffat ayat 11:

xiii
‫ب‬ ِ ‫فَا ْستَ ْفتِ ِه ْم َأهُ ْم َأ َش ُّد َخ ْلقًا َأ ْم َم ْن خَ لَ ْقنَا ِإنَّا خَ لَ ْقنَاهُ ْم ِم ْن ِطي ٍن‬
ٍ ‫الز‬
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah
mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa-apa (malaikat, langit,
bumi, dan lain-lain) yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami
telah menciptakan mereka dari tanah liat.
Dari proses kejadian manusia pertama, Adam as., maka penciptaan
manusia masih tetap memiliki hubungan tidak langsung dengan tanah.
Allah berfirman di dalam surah Al-Hajj ayat 5:
ْ ُ‫ب ثُ َّم ِم ْن ن‬
‫ ٍة ثُ َّم‬Oَ‫ ٍة ثُ َّم ِم ْن َعلَق‬Oَ‫طف‬ ِ ‫ب ِمنَ ْالبَ ْع‬
ٍ ‫ َرا‬Oُ‫ث فَِإنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ت‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم فِي َر ْي‬
‫ ِر ُج ُك ْم‬O‫ ّمًى ثُ َّم نُ ْخ‬O‫ ٍل ُم َس‬O‫ا ُء ِإلَ ٰى َأ َج‬O‫ا ن ََش‬OO‫ ِام َم‬O‫ِم ْن ُمضْ َغ ٍة ُم َخلَّقَ ٍة َو َغي ِْر ُم َخلَّقَ ٍة لِنُبَيِّنَ لَ ُك ْم ۚ َونُقِرُّ فِي اَأْلرْ َح‬
‫ ْيًئا‬O‫ِط ْفاًل ثُ َّم ِلتَ ْبلُ ُغوا َأ ُش َّد ُك ْم ۖ َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُتَ َوفَّ ٰى َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُ َر ُّد ِإلَ ٰى َأرْ َذ ِل ْال ُع ُم ِر لِ َك ْياَل يَ ْعلَ َم ِم ْن بَ ْع ِد ِع ْل ٍم َش‬
‫يج‬
ٍ ‫ج بَ ِه‬ ٍ ْ‫َت ِم ْن ُك ِّل زَ و‬ ْ ‫ت َوَأ ْنبَت‬ ْ َ‫ت َو َرب‬ ْ ‫ض هَا ِم َدةً فَِإ َذا َأ ْنز َْلنَا َعلَ ْيهَا ْال َما َء ا ْهتَ َّز‬
َ ْ‫ۚ َوتَ َرى اَأْلر‬
Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di
antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatu apapun yang dahulunya telah diketahuinya6. Dan kamu lihat bumi
ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah.
6
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xiv
Dalam Al-qur’an dijelaskan bahwa manusia berasal dari sperma dan
ovum, kemudian secara bertahap menjadi darah, daging, tulang-belulang
dan akhirnya menjadi manusia yang utuh dan memiliki bentuk yang
terbaik. Allah berfirman di dalam surah Al-Mu’minun ayat 12-14:
ۡ
ٍ ‫﴾ ثُ َّم َج َع ۡل ٰنهُ نُطفَةً فِ ۡى قَ َر‬23:12﴿ ۚ ‫َولَقَ ۡد َخلَ ۡقنَا ااۡل ِ ۡن َسانَ ِم ۡن س ُٰللَ ٍة ِّم ۡن ِط ۡي ٍن‬
‫﴾ ثُ َّم‬23:13﴿ ‫ار َّم ِك ۡي ٍن‬
ؕ ‫ض َغةَ ِع ٰظ ًما فَ َك َس ۡونَا ۡال ِع ٰظ َم لَ ۡح ًماثُ َّم اَ ۡن َش ۡا ٰنهُ َخ ۡلقًا ٰاخَ َر‬ ۡ ‫خَ لَ ۡقنَا النُّ ۡطفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ۡقنَا ۡال َعلَقَةَ ُم‬
ۡ ‫ض َغةً فَ َخلَ ۡقنَا ۡال ُم‬
23:14﴿ ؕ َ‫ك هّٰللا ُ اَ ۡح َسنُ ۡال ٰخلِقِ ۡين‬ َ ‫﴾فَت َٰبـ َر‬
Artinya: dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
satu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-
belulang, lalu tulang-beluang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Dalam ayati ini, dikemukakan proses penciptaan biologis manusia


hingga menjadi makhluk yang dilahirkan dalam bentuk jasad yang
sempurna. Pada ayat lain dikemukakan pula bahwa proses penciptaan
manusia tidak saja berlangsung secara biologis tetapi juga terkait dengan
hal yang spiritualitas. Pada tahap kejadiannya di dalam rahim, manusia
tidak hanya berproses secara jasmani semata, tetapi juga menerima sesuatu
yang lain. Oleh sebab itu, manusia bukanlah hanya makhluk hidup dengan
seonggok jasad, namun ia adalah makhluk yang ditiupkan ruh sebagai
motor kehidupannya. Allah berfirman di dalam surah As-Sajadah ayat 7-9:
‫ا ٍء‬OO‫) ثُ َّم َج َع َل نَ ْسلَهُ ِم ْن سُاللَ ٍة ِم ْن َم‬7( ‫ق اإل ْن َسا ِن ِم ْن ِطي ٍن‬ َ ‫الَّ ِذي َأحْ َسنَ ُك َّل َش ْي ٍء َخلَقَهُ َوبَ َدَأ َخ ْل‬
‫ار َواأل ْفِئ َدةَ قَلِيال َما تَ ْش ُكرُون‬ َ ‫) ثُ َّم َسوَّاهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِم ْن رُو ِح ِه َو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َواألب‬8( ‫َم ِهي ٍن‬
َ ‫ْص‬
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-
baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari sarapati air yang hina. Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia

xv
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) tetapi
kamu sedikit sekali bersyukur.
2. Ruh
` Ruh berasal dari alam arwah, yang di turunkan ke dalam jasad
manusia, yang memiliki kemampuan untuk mengetahui, berkehendak dan
berkuasa atas tubuh yang di diaminya. Ketika roh ditiupkan ke dalam
badan, badan pun menjadi hidup. Dan ketika menigglkan badan, badan
pun menjadi mati. Jadi keberadaan badan manusia itu bergantung pada roh
dan bukan sebaliknya. Ruh sama sekali tidak mengenal mati, sedikit pun ia
tidak terpengaruh oleh kematian kecuali sekedar kehilangan wadah
kasarnya.
Menurut Ibnu Zakariya (w. 395 H / 1004 M) menjelaskan bahwa
kata al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra,
wawu, ha; mempunyai arti dasar besar, luas dan asli. Makna itu
mengisyaratkan bahwa al-ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan
mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia. Al-Raqib al-
Asfahaniy (w. 503 H / 1108 M), menyatakan di antara makna al-Ruh
adalah al-Nafs (jiwa manusia). Makna di sini adalah dalam arti aspek atau
dimensi, yaitu bahwa sebagian aspek atau dimensi jiwa manusia adalah al-
ruh7.
Nyawa (ruh) menurut al-Ghazali mengandung dua pengertian,
pertama: tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lubang hati yang
bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang ke
segala bagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjirnya
cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari
padanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjirnya
7
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xvi
cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah.
Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebagian dari rumah,
melainkan terus disinarinya dan hidup itu adalah seperti cahaya yang kena
pada dinding. Dan nyawa itu adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan
bergeraknya pada batin adalah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut
rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya.
Pengertian kedua yaitu yang halus dari manusia, yang mengetahui
dan yang merasa. Dan itulah tentang salah satu pengertian hati, serta itulah
yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya{85 : ‫}اإلسراء‬
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh
itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".
Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang
melemahkan kebanyakan akal dan paham dari pada mengetahui
hakikatnya. Dengan adanya al-ruh dalam diri manusia menyebabkan
manusia menjadi makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang
disebut sebagai khayalan akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang
berbeda dengan makhluk lainnya. Al-Qur’an menjelaskan hal ini dalam
QS. Al-Mu’minun: 14. Kata al-Ruh disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak
24 kali, masing-masing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21
ayat. Dalam 3 ayat kata al-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah,
dalam 11 ayat yang berarti Jibril, dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-
Qur’an, dalam 5 ayat lain al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi
psikis manusia.
Mengenai ruh ada beberapa karakteristik, antara lain: (1) Ruh
berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah/bumi, (2) Ruh adalah
unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang
berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat-
Nya, (3) Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur/tak sadar, (4) Ruh dapat
menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan
menjadi suci, (5) Ruh karena sangat lembut dan halusnya mengambil

xvii
“wujud” serupa “wadah”-nya, parallel dengan zat cair, gas dan cahaya
yang “bentuk”-nya serupa tempat ia berada, dan (6) Tasawuf
mengikutsertakan ruh kita beribadah kepada Tuhan.
Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai
pada taraf kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah.
Kalimat Allah yang termuat dalam ruh itu pada gilirannya dapat membawa
ruh itu sendiri ke alam ketuhanan.
Dimensi psikis manusia yang bersumber secara langsung dari
Tuhan ini adalah dimensi al-ruh. Dimensi al-ruh ini membawa sifat-sifat
dan daya-daya yang dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah. Perwujudan dari
sifat-sifat dan daya-daya itu pada gilirannya memberikan potensi secara
internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah.
Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata
dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi
Allah. Tegasnya bahwa dimensi al-ruh merupakan daya potensialitas
internal dalam diri manusia yang akan mewujud secara aktual sebagai
khalifah Allah8.Dalam al-Qur’an dijelaskan kata al-ruh berhubungan
dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Berikut dijelaskan bahwa Allah
“meniup”-kan ruh-Nya ke dalam jiwa dan jasad manusia. Sebagaimana
yang terdapat dalam ayat berikut ini:
ْ ‫ت فِي ِه ِمن رُّو ِحي فَقَع‬
}29 : ‫ُوا لَهُ َسا ِج ِدينَ {الحجر‬ ُ ‫فَِإ َذا َس َّو ْيتُهُ َونَفَ ْخ‬
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup
kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud”. (QS. Al-Hijr : 29)
Berdasarkan ayat di atas, kata ruh dihubungkan dengan Allah.
Istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu juga beragam,
8
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xviii
seperti al-ruh minhu ruhina, ruhihi, al-ruhiy, ruh min amri rabbi.
Selanjutnya, ruh Allah itu diciptakan kepada manusia melalui proses al-
nafakh. Berbeda dengan al-nafs, sebab nafs telah ada sejak nutfan dalam
proses konsepsi, sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai
kondisi istimewa. Karena itu merupakan dimensi jiwa yang khusus bagi
manusia.
Tasawuf Islam mengajarkan metode dan teknik-teknik munajat dan
shalat khusyuk guna meningkatkan derajat ruh mencapai taraf al-nafs al-
muthmainnah / lebih tinggi lagi. Sehingga diharapkan manusia dapat
mengembangkan diri mencapai kualitas insan kamil. Adapun ruh
diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi semasa hidup dan
setelah meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya ke dalam hadirat Ilahi. Jadi ruh
itu ada dalam diri manusia, tapi tak kasat mat (invisible) karena sangat
halus, gaib serta dimensinya yang jauh lebih tinggi dari alam pikiran, serta
tahapannya pun di atas alam sadar. Ruh dengan demikian merupakan salah
satu dimensi yang ada pada manusia di samping dimensi ragawi dan
dimensi kejiwaan, yang ada sebelum dan sesudah masa kehidupan
manusia.
3. Akal dan Hati
Manusia seperti disebutkan dalam Al-Quran, diberikan
kesempurnaan untuk menjadi Khalifah dimuka bumi ini. Kesempurnaan
manusia itu telah di bekali oleh Allah dua serangkai yang saling
bekerjasama, yaitu akal dan hati. ALLAH Swt. menciptakan manusia
dengan akal dan hati yang membuatnya berbeda dengan makhluk lainnya.
Akal dan hati adalah dimensi yang terpenting bagi manusia.
Sesuatu yang paling menonjol membedakan manusia dari makhluk lainnya
adalah akal dan daya untuk memahami. Dengan potensi akal dan hati,
manusia menjadi makhluk mulia, makhluk berpengetahuan, makhluk
dinamis, makhluk berbudaya, dan beragama. Tanpa akal dan pemahaman,
manusia akan menjadi makhluk yang aneh, makhluk yang tak terkontrol,

xix
makhluk yang hina, makhluk yang tidak berbudaya, tidak berperadaban,
dan tidak beragama. Kedudukan akal dan hati bagi manusia sama
pentingnya dengan kehidupan itu sendiri.
Akal dan hati ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi.
Apa yang tidak dikuasai akal dapat dilakukan dengan hati, karena hati
dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal. Dengan
kata lain, ketajaman akal harus diimbangi dengan kecerdasan hati. Dalam
menentukan sesuatu, keduanya harus terus berdialog tanpa putus. Jika
salah satu tidak berfungsi, maka yang terjadi adalah ketersesatan hati dan
keblingeran akal. Akal dan hati merupakan alat berpikir yang satu bepikir
melalui logika rasio yang satu lagi berfikir melalui logika rasa,yang satu
memilah salah dan benar sementara yang satu lagi memilah baik dan
buruk,keduanya merupakan alat dan sumber episteme pengetahuan, yang
kemudian alat indra sebagai alat untuk menangkap realitas yang seterusnya
ditafsir ulang oleh akal dan hati9.
Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan
mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke Maha Kuasaan Sang
Pencipta (ALLAH Swt). Seperti sabda Rasulullah saw. al-din aql, la dina
liman la aql lah (Agama adalah manifestasi akal, maka tidak dianggap
beragama orang yang tidak berakal). Kata ‘aql yang mula-mula hanya
berhubungan dengan kecerdasan praktis dan berguna untuk “mengikat”
atau “menahan” memperoleh pemadatan makna dalam Al-Qur’an. Kata ini
disebut 49 kali dalam 28 Surah: 31 kali dalam 19 Surah yang diturunkan di
Mekkah tempat kehidupan kaum Musllim berada pada suasana kaotis, dan
18 kali dalam 9 Surah yang diturunkan di Madinah ketika struktur
kehidupan kebudayaan kaum muslim dikatakan sudah mapan. Akal sangat
9
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xx
padat maknanya dalam Al-Quran, dan digunakan secara luas oleh para
pemikir Muslim. Berfungsinya akal memiliki signifikansi ibadah.
Sehingga orang gila (yang dianggap “kehilangan” akal) akan dianggap
tidak layak beribadah. Ibadahnya tidak berguna karena tidak dilakukan
dengan kesadaran.
Akal yang diciptakan Allah untuk berfikir dan mencari rahasia
alam semesta yang indah dan penuh dengan ilmu pengetahuan yang harus
dipelajari , digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia.
Tanpa berfikir dan mempergunakan akalnya dan hatinya manusia tidak
akan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Akal yang merupakan
anugerah terindah, tertinggi dan terhebat bagi manusia, pembeda antara
kita dengan hewan, sebuah alat yang difungsikan untuk berfikir;
mengamati, mengolah data, menyimpan data dan lain-lain tak terhingga
manfaatnya, benar-benar harus kita syukuri kepemilikan ini.
Definasi akal ialah kekuatan untuk melahirkan keputusan
(Kesimpulan) tentang sesuatu realiti. Kesimpulannya, akal adalah berfikir
ataupun berfikir adalah akal. Yang terhasil apabila berlaku. Perpindahan
realiti yang telah diinderai oleh 5 pancaindera ke dalam otak dan
kemudian dihubungkan dengan maklumat awal yang tersimpan di dalam
otak itu.
Di antara fungsi akal yang terpenting adalah alat untuk berfikir
merupakan karakteristik manusia yang paling khas. Dengan kemampuan
itu manusia tidak hanya dapat memahami pengalamannya tetapi juga
pengalaman orang lain serta memproyeksikan dan menganalisa semua
keinginan dan rencanananya sebelum melakukan sesuatu. Berpikir dan
menganalisa adalah dua unsur yang inheren bagi akal manusia. Akal punya
potensi besar untuk berpikir secara objektif, memecahkan segala problema,
mengambil hikmah dan sebagainya. Akal juga punya potensi untuk
mengantisipasi hubungan antara problema dengan hikmah yang
terkandung yang bersifat positif dan negatif bagi kehidupan. Akal selalu
aktif terhadap informasi yang diterimanya dan dapat menganalisa

xxi
informasi yang akurat dan tidak akurat. Akal adalah sentral kontrol
manusia yang paling penting dan berpengaruh. Tanpa akal manusia
bukanlah manusia sebenarnya.
Akal juga berfungsi untuk menerima ilmu pengetahuan:
pengetahuan tentang Tuhan, tentang dirinya, dan tentang lingkungannya.
Dengan adanya akal manusia mampu mengembangkan pengetahuan
terhadap Tuhannya, terhadap dirinya, dan terhadap lingkungan sekitarnya.
Hal itu tidak lain, karena akal mampu menerima ilmu pengetahuan dan
sekaligus mengembangkannya. Dengan pengetahuan yang diterima akal,
manusia dapat mewujudkan penemuan, peradaban dan kebudayaan yang
baik. Akal adalah potensi untuk mengenal Allah, mengenal utusan-Nya,
mengenal Kitab-kitab-Nya, dan makhluk-makhluk-Nya10.
Akal manusia bukan sesuatu yang tidak terbatas. Sebab bagaimana
pun, akal merupakan ciptaan terbatas dan hanya dapat menampung sesuatu
sesuai dengan kapasitas dan fitrahnya. Dengan kata lain, kesempurnaan
akal adalah kesempurnaan yang tidak absolut. Karenanya, akal selalu
dibantu oleh dimensi lainnya yang turut mendukung seperti perasaan,
instink, kalbu, dan nafsu. Dimensi-dimensi komplemen ini banyak sekali
membantu akal untuk menemukan, merumuskan, dan menyimpulkan
sesuatu. Walau demikian, capaian yang dihasilkan oleh akal dan
subsistensi tersebut tetap saja tidak sempurna dan absolut, karena potensi
yang dimiliki unsur-unsur ruhaniah ini terbatas pada batasan kapasitas dan
potensinya.
4. Nafsu
Nafsu adalah sesuatu yang sukar untuk dijelaskan dengan
memuaskan. Al-qur’an sendiri sangat beragam memberikan informasi
10
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xxii
tentang nafsu. Misalnya, nafsu dikatakan sebagai sesuatu yang terdapat
dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku. Manusia memiliki
potensi nafsu untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Allah berfirman
pada surah Asy-Syams, 7-8:
‫) فََأ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬7( ‫س َو َما َسوَّاهَا‬
ٍ ‫َونَ ْف‬
Artinya: Dan jiwa (nafs) serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka
Allah menilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Namun demikian, secara umum dapat digeneralisasikan bahwa nafsu
dalam konteks pembicaraan manusia menunjuk kepada dimensi batin yang
berpotensi untuk mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan
sekaligus.
Dalam pada itu, ditemukan pula adanya klasifikasi nafsu yang
diinformasikan Al-qur’an, yaitu:
a. al-nafs al-lawwamah (al-Qiyamah: 1-2)
Nafsu ini adalah nafsu yang menyesal disebabkan keburukan yang
dilakukannya di dunia. Dalam nafsu ini bergumul antara kebaikan dan
kejahatan yang saling menghimpit dan mengalahkan. Pada satu saat ia
melakukan kebaikan, tetapi pada saat yang lain ia mengerjakan kejahatan.
Nafsu ini terus mengalami pergolakan antara dua sisi, baik dan buruk yang
akhirnya di Hari Akhirat ia termasuk nafsu yang prustasi.
b. al-nafs al ammarah (Yusuf: 53)
Nafsu ini merupakan karakter nafsu yang sangat lemah, ia diliputi
oleh hal-hal yang bersifat negatif dan keburukan-keburukan seperti suka
kepada duniawi secara ekstrim, kesombongan, kemurkaan, egois, dan
sifat-sifat tercela lainnya.
c. al-nafs al-mutma’innah (al-Fajr: 27-28)
Adalah nafsu yang cenderung kepada hal-hal yang baik dan positif
dengan memperlihatkan gejala-gejala normal dan terkendali pada perilaku
yang diekspresikan manusia. Nafsu ini senantiasa berusaha untuk

xxiii
mencapai derajat yang tinggi dan mulia yang diridai Allah. Inilah nafsu
ideal khalifah Allah untuk mengelola bumi11.

Jadi, eksistensi manusia dengan keragaman dimensi yang


dimilikinya merupakan suatu sistem yang inheran dan padu, bukan
terpisah-pisah yang berakibat terjadinya dikotominasi dan paradoks. Pada
hari akhirat nantinya, pertanggungjawaban yang diberikan manusia kepada
Allah adalah pertanggungjawaban terhadap segala dimensi yang ada pada
dirinya sebagai suatu totalitas wujudnya. Dengan demikian, hakikat
manusia adalah satu, yaitu ciptaan Allah, hamba-Nya, khalifah-Nya, yang
harus mengabdi kepada kebesaran-Nya12.

11
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra
12
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-islam/. Di akses 06
September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

xxiv
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk Tuhan yang multi dimensi dan kompleks.
Sejak sejarah peradaban umat manusia ditulis, ia selalu dijadikan objek kajian
yang tidak pernah habis untuk ditelaah. Manusia adalah keturunan nabi
Adam, ia diciptakan berdasarkan kehendak dan kekuasaan-Nya tanpa melalui
proses biologis sebagaimana lazimnya manusia-manusia keturunannya.
Manusia dalam konteks penciptaannya disamakan dengan penyebutan tugas
yang diembannya. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara wujud
manusia dan eksistensinya. Penobatan manusia sebagai khalifah di atas bumi
merupakan suatu kehormatan sekaligus kepercayaan terbesar dari Allah yang
tiada tara.
Asal-usul kejadian manusia menurut ajaran agama Islam berbeda
dengan pendapat para ahli filsafat dan antropologi, terutama Darwin dan
pengikut teori evolusinya. Manusia yang hidup di mana pun di belahan dunia
berasal dari satu keturunan, yaitu Adam as. Dari anak cucu Adam lah
manusia berkembang biak dan bertebaran ke seluruh pelosok bumi.
Manusia terdiri dari beberapa dimensi, yaitu jasad, ruh, akal dan hati,
serta nafsu. Akal dan hati adalah dimensi yang terpenting bagi manusia.
Sesuatu yang paling menonjol membedakan manusia dari makhluk lainnya

xxv
adalah akal dan daya untuk memahami. Dengan potensi akal dan hati,
manusia menjadi makhluk mulia, makhluk berpengetahuan, makhluk
dinamis, makhluk berbudaya, dan beragama. Akal manusia bukan sesuatu
yang tidak terbatas. Sebab bagaimana pun, akal merupakan ciptaan terbatas
dan hanya dapat menampung sesuatu sesuai dengan kapasitas dan fitrahnya.
Dengan kata lain, kesempurnaan akal adalah kesempurnaan yang tidak
absolut. Karenanya, akal selalu dibantu oleh dimensi lainnya yang turut
mendukung seperti perasaan, instink, kalbu, dan nafsu. Dimensi-dimensi
komplemen ini banyak sekali membantu akal untuk menemukan,
merumuskan, dan menyimpulkan sesuatu. Walau demikian, capaian yang
dihasilkan oleh akal dan subsistensi tersebut tetap saja tidak sempurna dan
absolut, karena potensi yang dimiliki unsur-unsur ruhaniah ini terbatas pada
batasan kapasitas dan potensinya.
Eksistensi manusia dengan keragaman dimensi yang dimilikinya
merupakan suatu sistem yang inheran dan padu, bukan terpisah-pisah yang
berakibat terjadinya dikotominasi dan paradoks. Pada hari akhirat nantinya,
pertanggungjawaban yang diberikan manusia kepada Allah adalah
pertanggungjawaban terhadap segala dimensi yang ada pada dirinya sebagai
suatu totalitas wujudnya.

3.2 SARAN
Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang bergitu sempurna dan kompleks
dibandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain, kita sebagai manusia
haruslah memahami dan mengerti hakikat dari penciptaan kita di dunia ini.
Maka dari itu, untuk memahami materi terkait Manusia dalam Konsepsi Islam
kami menyarankan kepada para pembaca untuk mencari sumber referensi
selain dari materi yang telah kami sajikan di dalam makalah in. Karena,
semakin banyak referensi yang dibaca semakin luas pula wawasan dan
pengetahuannya. Dan kami menghimbau kepada seluruh pembaca untuk
dapat mengemban tugas yang telah diamanahkan kepada kita manusia dengan
sebaik-baiknya.

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.


Fuad Said, Ahmad. Keanehan Hati Manusia. Jakarta: RIMBOW Medan.
Setiawan, Abdul Aziz. 2011. Eksistensi Manusia Menurut Islam. (online),
https://pakdeazemi.wordpress.com/2011/06/11/eksistensi-manusia-menurut-
islam/. Di akses 06 September 2017.
Zuhri, Muhammad. 1982. Hadits Qudsi. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai