Anda di halaman 1dari 6

Tugas Teologi Interkultural

Nama : Erich Gunawan Sa’bugau’


Kelas :B
NIM : 2201.3846

Tugas Laporan Baca 1 Teologi Lintas Budaya oleh Daniel Adams Bab 5 & Bab 7
BAB 5 Menujuh Penafsiran Alkitab yang Memadai.

Dalam mengembangkan prinsip-prinsip dalam penafsiran Alkitab yang memadai di Barat


dikenal sebagai penafsiran Alkitabiah atau hermeneutis yang paling mencapai suatu tingkat
kecanggihan tertentu dan menjadi satu disiplin tersendiri. Hal ini berbeda dan terpisah jauh dari
studi-studi Alkitabiah maupun teologi sistematika. Oleh karena itu, di Asia mencurigai prinsip-
prinsip penafsiran alkitabiah karena diyakin bahwa hermeneutika adalah disiplin orang Barat
yang asing bagi orang Asia. Untuk itu perlu mengembangkan suatu metode penafsiran Alkitab
yang memadai di dalam konteks Asia.
Untuk itu penafsiran cara Asia yang dulu dan sekarang, dikenal sebagai ilmu tafsir yang
merupakan suatu ilmu pengetahuan barat yang diambil dari bahasa Yunani dan memiliki
pengaruh utama secara filsafat dan pengembangan teologi yang datang dari Jerman yang
berpendapat bahwa naskah-naskah kuno yang suci namun praktek penafsirannya sama tuanya
dengan agama. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemecahan mengenai bacaan dan penafsiran
yang berbeda-beda. Dalam Perjanjian Baru, orang-orang Farisi, orang-orang Saduki dan orang-
orang Samaria, semuanya mempunyai prinsip penafsiran alkitabiah yang berbeda. Jadi
penafsiran tekstual sama sekali bukan sesuatu yang berkembang di Barat.
Dalam perkembangannya penafsiran secara tekstual ini menjadi penting bagi semua
tradisi filsafat Kuno di Asia. Namun dengan berbagai perjumpaan yang terjadi kritik penafsiran
secara tekstual terus berkembang terdapat di Negara-negara Asia lainnya seperti Korea, Jepang,
dan India. Dalam pandangan hermeneutiknya orang Asia mengaitkan dengan tafsiran-tafsiran
Alkitab dalam abad ke-20 yang didasarkan pada pengalaman dan penafsiran berupa gabungan
dari keduanya yang menekankan pada pengetahuan dan tindakan yaitu dengan menggunakan
metode historis-kritis yang berminat pada fakta sejarah yaitu menggunakan metode eksistensialis
yang prihatin pada tindakan dan pengalaman pribadi, dan apa yang disebut ilmu tafsir baru, yang
berusaha mencari yang terbaik dari kedua metode yang ada dan menggabungkannya menjadi
satu metode yang menekankan baik fakta sejarah maupun pengalaman pribadi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa di Cina secara kronologis suda lebih maju dari Barat dalam hal penafsiran
tekstual, dimana pada tahapannya Timur dengan Barat cenderung pada alur pemikiran yang sama
mengenai penafsiran Alkitabiah yang dimana Barat sekarang telah membawah dua macam unsur
baru kedalam pengalaman yang dijumpai di Asia yaitu metode ilmiah dan filsafat yang
diterangkan dengan logika yang keras. Dengan berjalannya waktu kekristenan di Cina
mengalami perkembangan mengenai penafsiran berdasarkan pengetahuan dan sikap para
misionaris yang tidak perlu menunjukkannya secara berkelanjutan sehingga penerimaannya di
Cina dimana Kristen yang masuk pertama ialah Kristen Nestorian. Namun berjalan waktu hal ini
lama kelamahan mengalami kelemahan yang terserap ke dalam sistem umum keagamaan Cina
sampai benar-benar
kehilangan identitas dan menjadi bagian dari praktik keagamaan dan kepercayaan setempat,
sehingga kekristenan Nestorian ini dilupakan. Namun, para Rahib Yesuit pada abad ke-16
kembali masuk sebagai unsur Barat dalam praktek teologi untuk membangun kembali
perpecahan gereja yang terjadi di Cina, hasilnya dengan menggunakan metode yang baru yaitu
perspektif teologi baru yang dikenal sebagai teologi pribumi, prinsip dasar teologi pribumi ini
adalah tentang pendapat tiap-tiap Negara hendaknya membangun teologinya sendiri berdasarkan
warisan budayanya. Dengan hasil yang dilakukan di Cina ialah kesalehan yang sangat bersifat
pribadi, rohani, dan fundamental dengan penekanan yang khusus pada kaum awam atau pribumi,
pengalaman rohani dan penafsiran Alkitab secara harafiah. Sehingga menghasilkan teologi-
teologi yang lebih kontemporer yaitu teologi secara kontekstual yang dikemukakan oleh ajaran
Watchman Nee, kemudian dilanjutkan oleh Kazoh Kitamori tentang teologi kesakitran Allah,
kemudian dilanjutkan lagi oleh Kosuke Koyama mengenai Teologi Kerbau di Jepang, lalu
kemudian dilanjutkan lagi oleh Emerito Nacpil mengenai asas kritis Asia di Filipina.

BAB 7 Metode Teologi


Empat contoh dalam teologi masa kini lebih cenderung mengfokuskan pada metedologi
dasar yaitu teologi sistematik klasik, teologi filosofis, teologi politis, dan teologi kontekstual.
Yang membahas bagaimana masing-masing memperkuat upaya berteologi di Asia. Di Taiwan
dikenal sebagai situasi sejarah yang khas yang dipengaruhi oleh keempat macam metode
bangunan teologi ini. Dimana dibawah oleh penginjilan-penginjilan dari Inggris dan Kanada
yang membawah masuk teologi Calvinis yang klasik yang dikenal sebagai teologi sistematis
yang terbaik secara menyeluruh, logis, rasional dan terorganisir dengan sangat baik sampe kira-
kira 90 tahun berikutnya kemudian mencapai puncaknya pada pengaruh teologi Karl Barth dalam
tahun 1960- an dan sampai permulaan tahun 1970-an yang beranggapan bahwa gereja
Presbiteran di Taiwan sebagian besar menganut teologi Barth dalam pendirian teologinya. Tetapi
di Cina hanya mencerminkan terhadap kecenderungan mengenai teologi konservatif dan liberal
terhadap tokoh- tokoh filsafat Kristen dari Belanda, misalnya Herman Dooyeweerd dan D.H. TH
Volenhoven dalam pemikirannya mewakili aliran teologi yang lebih kritis dengan mulai
mengajukan pertanyaan-pertanyaan bahasa-bahasa keagamaan, eksistensi Allah, dan
kemunkinan adanya mujizat-mujizat yang menonjol sekali adalah penerbitan kumpulan
karangan-karangan dalam tahun 1955 yang berjudul New Essays in Philosop hical Theology
(karangan-karangan Baru dalam teologi filosofis). Empat metode teologi masa kini ini ialah
sebagai berikut:
 Teologi sistematik yang menaruh perhatiannya pada tugas dogmatic menampilkan iman
Krsiten sebagaimana terdapat dalam Alkitab dan terperinci dalam pengakuan-pengakuan
iman dan pengakuan-pengakuan dari gereja Kristen yang memberi penekanan pada
doktrin dan kepercayaan yang rasional. Kedua dengan isi yang pasti telah dinyatakan
dalam Alkitab mengenai Allah penyetaan ini adalah unsur yang penting. Ketiga
dilakukan secara perseorangan atau dalam pengasingan diri yang dipahami sebagai suatu
organisasi dan dilaksanakan demi melayani Gereja. Sehingga defenisinya ialah sistematis
dan tersusun. Secara tradisional yang mencakup enam pokok yaitu doktrin tentang Allah
(teologi yang
khas), doktrin tentang pribadi manusia (antropologi), doktrin tentang Kristus (Kristologi),
doktrin tentang keselamatan (soteriologi), doktrin tentang gereja (eklesiologi), dan
doktrin tentang akhir zaman (eskatologi). Yang dalam perspektifnya teologi sistematik
bersifat menyeluruh dan universal.
 Teologi filosofis hal pertamah berurusan dengan apologetika yang menafsirakan iman
Kristen kepada dunia masa kini dalam istilahnya yang bermakna dan dapat dimengerti
sebagai sistem yang memberikan landasan untuk membangun, menerangkan, dan
mempertahankan sistem berteologi. Kedua secara rasional dalam orentasinya untuk
berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengurangi sifat manusia
ialah mendapatkan kejelasan maupun kemantapan pikiran, dan menerangkan hal-hal yang
tidak diketahui atau yang sulit dengan cara memusatkannya pikiran tersebut. Ketiga
dipakai dalam semua bagunan teologi yang bertujuan memusatkan secara sadar untuk
memahami, melainkan dipergunakan sebagai filsafat dalam teologi itu sendiri. Misalnya
dalam bidang-bidang antologi (hakikat keberadaan), kosmologi (hakikat asal-usul dan
prosesnya), epistemology (hakikat pengetahuan), estetika (hakikat bentuk dan keindahan,
dan etika (hakikat kebaikan dan kejahatan).
 Teologi politis perhatian utama pada tugas yang bersifat etis yang membawah perubahan
di dalam masyarakat yang berarti bahwa teologi seseorang dihidupinya di dalam
dunianya sehari-hari. Prakteknya lebih ditekankan pada teori. Namun tidak diarahkan
pada upaya membangun sistem-sistem teologi melainkan pada berteologi dalam
perbuatan yang nyata dalam penekanannya terhadap struktur-struktur sosial dan politik
untuk sebuah perubahan. Yang cenderung untuk mengartikan kerajaan Allah bukan
sebagai eskhaton yang akan datang, melainkan sebagai zaman eskatologis yang sudah
berlaku sekarang dalam hal melaui kenyataan-kenyataan kemanusiaan dan
kemasyarakatan yang kongkret. Dalam pandangan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia
yang material dan badani dianggap penting dan sama dengan kebutuhan-kebutuhan
rohani manusia secara menyeluruh menjadi titik perhatian teologi politis.
 Teologi kontekstual, C. S. Song seorang Presbiteran dari Taiwan. Teologi Song
dijelaskan dengan baik dalam buku-buku yang ia tulis yang merupakan trilogy teologi
dimana song membangun kembali misi kristiani dari prespektif Asia, yang
mengembangkan suatu teologi dari segi yang menguntungkan bagi Asia yang bukan dari
Barat, yang merujuk ke masa depan dalam arti suatu gerakan dengan Allah yang penuh
kasih sayang. Dalam bukunya Song menaruh perhatiannya pada apa yang disebut
“teologi trasposisi” yaitu teologi Kristen yang dipindahkan dari konteks Barat ke konteks
Asia. Menurut Song ada beberapa segi dari teologi transposisi ini sebagai suatu
pergeseran dalam hal tempat dan waktu, suatu alat komunikasi, dan paling pokok ialah
inkarnasi. Dan langkah terakhir ini menghasilkan suatu teologi yang menyeluruh secara
kontekstual. Song mempertanyakan mengenai gagasan tradisional bahwa bagaimanapun
juga semua bangsa dan budaya- budaya bangsa lain sebagaimana yang Allah perbuat
dalam sejarah dan budaya Israel yang tidak memakai gagasan tentang sejarah
keselamatan, melainkan menggantikannya dengan
memakai motif-motif Alkitabiah mengenai penciptaan dan pembebasan. Ia memahami
penciptaan dan pembebasan yang bersama-sama menempatkan semua budaya dan agama
pada tempat berpijak yang sama dipandang dari segi anugerah dan kasih sayang Allah.
Song melanjutkan pengembangan teologinya dengan tidak hanya berbicara mengenai
penciptaan dan pembebasan, tetapi juga mengenai penciptaan ulang, di mana orang
Kristen di libatkan dalam karya Allah yang terus berlangsung, yaitu menciptakan langit
yang baru dan bumi yang baru. Makna teologi kontekstual pada umumnya dan dalam
teologi Song pada khususnya adalah bahwa teologi kontekstual dengan sungguh-sungguh
sangat memperhatikan konteks sejarah dan budaya di mana seseorang hidup dan
berkarya. Tidak hanya adanya jawaban- jawaban teologis yang tradisional yang dipahami
dengan cara yang berbeda, melainkan adanya pertanyaan-pertanyaan yang berbeda-beda
dalam setiap budaya. Dengan begitu, teologi kontekstual mempunyai tugas rangkap, yaitu
menafsir dan Membangun.
Jadi dari keempat gambaran metodologi teologi masa kini dan sekaligus sebagai model model
teologi ini yang disebut sebagai kemajemukan teologi masa kini.

Tugas Laporan Baca 2 Robert J. Schreiter. Rancangan bangun Teologi Lokal.


Pertanyaan mengenai apakah itu teologi lokal. Menjadi refleksi teologi Kristen terhadap
Injil dalam situasinya masing-masing yang membentuk tanggapan terhadap Injil. Yang berfokus
pada ungkapan dalam istilah-istilah seperti “lokalisasi”, “Pempribumian”, dan inkulturasi”
teologi. Ketiga hal ini merujuk kepada kebutuhan dan tanggung jawab orang Kristen yang
menjadikan tanggapan mereka terhadap Injil yang konkret. Sehingga muncul empat pertanyaan
besar dalam mengenal kprihatinan jenis teologi dengan lebih terperinci: 1) apakah yang
menyebabkan pergeseran pergeseran perspektif dalam teologi ini?, 2) apakah sejumblah
pendekatan utama yang diambil?, 3) siapakah yang melakukan pendekatan-pendekatan ini?. 4)
Bagaimana kita mendefinisikan perspektif baru ini dalam terang pendekatan-pendekatan lain
dalam teologi?
Pergeseran dalam perspektif yang berpusat pada peranan yang dimainkan oleh situasi
dalam pembentukan tanggapan seorang terhadap injil, pertama-pertama harus menjadi nyata di
wilayah dimana kekristenan relatif masih baru. Dapat diakui bahwa dalam kalangan Katolik
Roma kebutuhan untuk menyesuaikan refleksi teologis dengan situasi-situasi setempat mulai
mendapat dukungan resmi dalam Konsili Vatikan II. Dalam dekrit tentang kegiatan Misi Gereja,
Ad Gentes yaitu adaptasi yang mendapat persetujuan yang tegas. Kemudian muncul pemikiran-
pemikiran dalam teologi misi oleh Paus Paulus VI kepada para Uskup Afrika pada tahun 1969
dalam imbauan apostoliknya Evangelii Nuntiandi pada tahun 1975 sebagai persoalan dalam misi
Gereja kemudian muncullah gerakan dikalangan Kristen Protestan pada tahun 1970 oleh Krikor
Haleblian yang mencatat kebangkitan menjadi kprihatinan di dalam dan di antara kaum
Protestan. Gerakan ini muncul pertama kali di Amerika Latin. Pada pertemuan para uskup
Katolik Roma di Medellin tahun 1968 yaitu mengenai Teologi Pembebasan. Yang ditulis oleh
Gustavo Gutierrez tahun 1973 yang memiliki kprihatinan penting dengan pergeseran dalam
perspektif yang terjadi di Afrika dan Asia adalah suatu usaha untuk menemukan suara Kristen
dalam situasi-situasi yang sangat berbeda
dengan situasi-situasi yang lebih umum di Eropa dan Amerika Utara. Sehingga teologi datang
kepada mereka dipahami sebagai keprihatinan yang sama, yakni menerjemakan pesan Kristen
kedalam keadaan setempat. Yang kemudian muncul pertanyaan-pertanyan sebagai kprihatinan
yang terus menerus muncul di bumi selatan, eropa dan amerika utara.
Pertama, pertanyaan mengenai jawaban terhadap tradisional yang siap dipakai, sehingga
munculnya kredibilitas bentuk-bentuk teologi yang ada diperlemah misalnya pertanyaan tentang
unsur-unsur ekaristis ialah bagaimana orang dapat merayakan Ekaristi di Negara-negara yang
menganut pemerintahan teokratis Islam yang melarang pembuatan atau impor minuman beragi?
Sehingga apa yang harus dilakukan seseorang dalam budaya-budaya yang tidak mengenal
produk- produk dari biji-bijian seperti roti, dan roti yang tidak dikuduskan itu sendiri menjadi
benda magis karena dianggap terlalu asing, misalnya di suku Masai di Afrika Timur yang
percaya bahwa penuangan air di kepala seorang wanita berarti mengutukinya dengan
ketidaksuburan. Sehingga bagaimana harus memahami keterbukaan konsili Vatikan II terhadap
agama-agama bukan Kristen di negeri-negeri Asia Selatan dimana kekristenan ditakdirkan
menjadi agama minoritas. Dan seterusnya. Kedua. Mengenai orang-orang diluar dari komunitas
Atlantik Utara merasa bahwa gereja-gereja tua tidak membahas persoalan-persoalan mereka
dengan serius atau mencoba menyesipkan egenda mereka sendiri terhadap gereja-gereja diluar
mereka sehingga dianggap sebagai kolonialisme dan paternalism. Dan ketiga. Menjadi
kprihatinan yang berulang-ulang muncul dikalangan gereja-gereja diseluruh dunia mengenai
jenis jati diri Kristen yang muncul banyak refleksi teologis tardisional dari kekristenan historis
mempunyai kepekaan khusus terhadap tiga bidang yaitu konteks, prosedur, dan sejarah.
Sehingga inilah yang dinamakan mencoba menerapkan suatu teologi kepada suatu konteks lokal,
yang berkangkat dari masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik. Untuk itu bagaimana gereja
dapat terlibat dalam refleksi teologis apapun tanpa pertamah-tamah mempelajari konteks tempat
hal itu terjadi, sehingga dianggap menjadi teologi yang tidak relevan dari hasil memanipulasi
ideologi. Sehingga muncul perspektif baru ini adalah teologi pribumi yang menekankan
kenyataan bahwa teologi dilakukan oleh dan untuk suatu wilayah geografis oleh warga setempat
untuk wilaya mereka ketimbang oleh orang luar. Hal ini yang bertujuan memusatkan perhatian
pada keutuhan dan jati diri usaha tersebut.

Anda mungkin juga menyukai