eneutik
a
Sebagai
Dosen : Dr. Noh Ibrahim Boiliu
Metode
Pendek
atan
dalam
Teologi
Nama :
Michael
NIM :
Wilmar
21188025
Loppies
Pengertian Hermeneutik
Kata hermeneutik atau dalam bahasa Inggris-hermeneutics dapat diasalkan dari kata
Yunaia hermeneuein yang berarti “menerjemahkan” atau “bertindak sebagai penafsir”. Di
dalam kegiatan menerjemahkan sebuah teks berbahasa asing ke dalam bahasa kita sendiri,
kita harus memahami lebih dahulu dan kemudia mencoba mengartikulasikan lewat
pemahaman kita.
Menerjemahkan bukanlah sekedar menukar kata-kata asing dengan kata-kata dalam
bahasa kita, melainkan juga memberi penafsiran, maka kata hermeneuein itu memiliki arti
yang cukup mendasar untuk menjelaskan kegiatan yang disebut hermeneutik.
Hermeneutik lalu diartikan sebagai sebuah kegiatan atau kesibukan untuk
menyingkap makna sebuah teks, sementara teks dapat dimengerti sebagai jejaring makna atau
struktur simbol-simbol, entah tertuang sebagai tulisan ataupun bentuk-bentuk lain. Jika teks
dimengerti secara luas sebagai jejaring makna atau struktur simbol-simbol, segala sesuatu
yang mengandung jejaring makna atau struktur simbol-simbol adalah teks. Perilaku,
tindakan, norma, mimik, tata nilai, isi pikiran, percakapan, benda-benda kebudayaan, obyek-
obyek sejarah, dst adalah teks.
Karena semua hal yang berhubungan dengan manusia dimaknai olehnya, yaitu
kebudayaan, agama, masyarakat, negara, dan bahkan seluruh alam semesta, semuanya adalah
teks. Jika demikian hermeneutik diperlukan untuk memahami semua itu.
Pengertian yang sangat luas dari hermeneutik itu merupakan isi kesibukan filsafat,
sebagaimana tercermin dalam pemikiran tokoh-tokoh hermeneutik. Sebelum sampai pada
pengertian filosofis itu, hermeneutik merupakan sebuah kegiatan yang sangat khusus, yaitu:
menafsirkan teks-teks sakral. Hal ini menjelaskan mengapa istilah hermeneutik lebih dikenal
di dalam disiplin-disiplin religius seperti studi Kitab Suci dan Teologi.
Para ahli Taurat, para ekseget Alkitab, dan para ahli tafsi Qur’an melakukan
hermeneutik. Teks-teks sakral itu diimani sebagai wahyu ilahi yang berciri otoritatif bagi
kehidupan umast yang percaya. Oleh sebab itu hermeneutik memiliki peran yang sangat
penting untuk membantu umat yang percaya memahami wahyu ilahi itu.
Lewat hermeneutik ajaran-ajaran, asas-asas, nilai-nilai, dan norma-norma religius
yang mengikat ditafsirkan dengan cara-cara tertentu, dan karena cara-cara tafsir itu bisa
berbeda-beda, hermeneutik juga menjadi locus kelahiran aliran-aliran pemahaman teks-teks
sakral itu. Lewat waktu yang panjang terbangunlah tradisi hermeneutik dalam kalangan-
kalangan religius ini.
Hermeneutik dalam sejarah Kekristenan Barat
Awal-awal perkembangan Kekristenan ditandai dengan “masalah hermeneutis”.
Dalam abad-abad pertama Kekristenan, jemaat Kristiani di kota Alexandria memiliki cara
memahami Alkitab yang berbeda dari jemaat di kota Antiokhia, maka terjadi kontroversi
interpretasi. Mazhab Antiokhia cenderung pada tafsir harfiah atau literalisme atas Alkitab,
sedangkan mazhab Alexandria mengambil strategi tafsir alegoris atau simbolis.
Interpretasi lalu menjadi iklim teologis di dalam Kekristenan Abad Pertengahan.
Perpecahan Kekristenan Barat antara Gereja Katolik Roma dan para reformis Protestan di
zaman Reformasi merupakan contoh yang kuat untuk masalah hermeneutis. “Melawan
desakan pihak Katolik untuk tunduk pada otoritas gereja dan tradisi dalam soal-soal
memahami dan menafsir Kitab Suci yang ditegaskan kembali pada Konsili Trente di tahun
1546,” demikian Mueller-Vollmer, “para reformis Protestan mengajukan asas-asas kejelasa
internal-perspicuitas-dan asas-asas kecukupan diri Kitab Suci.”5
Para reformis Protestan memegang asas sola scriptura dengan pengandaian dasar
bahwa alkitab tidak memerlukan “interpretasi eksternal” agar dapat dipahami, karena telah
mengandung koherensi internal. Scriptura sancta est sui ipsius interpres (Kitab Suci adalah
penafsirnya sendiri) adalah asas yang dipegang dikalangan reformis Protestan awal, dan asas
itu dapat dikembalikan pada asas interpretasi St. Agustinus di awal Abad Pertengahan 6. Jika
Alkitab tidak dapat dipahami secara memadai, hal itu terjadi karena pemba kurang persiapan
dan kurang pengetahuan.
5 Mueller-Vollmer, (ed.), op.cit., hlm. 2
6 Lih. T. M Seebohm, hermeneutics, methodadn methodology, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, 2004, hlm. 35
Matthias Flacius Illyricus. Lewa bukunya Clavis Scripturae Sacrae (1567), adalah
orang pertama yang meletakkan dasar bagi hermeneutik Protestan . Menurutnya persiapan
untuk memahami alkitab dapat dilakukan dengan studi linguistik dan hermeneutik.7 Berbeda
dari para reformis Protestan, gereja Katolik menafsirkan Alkitab di dalam terang tradisi,
maka konsili-konsili di dalam gereja Katolik memainkan peran kunci di dalam hermeneutik
Alkitab.8
Di dalam Konsili Trente (1545-1563) gereja Katolik memberi respons terhadap
penolakan Protestan atas tradisi., Di samping melengkapi sola scriptura yang diajukan pihak
Protestan dan menegaskan tradisi sebagai sumber yang setara untuk wahyu.9 Lewat Kardinal
Robertus Berlarminus, seorang Yesuit ditegaskan bahwa Kitab Suci tidak dapat dipahami
tanpa mediasi tradisi dan otoritas gereja sebagai wasit terakhir dalam interpretasi Alkitab,
karena Roh Kudus bekerja lewat komunitas umat beriman.10
Tokoh-tokoh Hermeneutik
Urutan hermeneutik yang muncul tidak hanya berciri historis dan kronologis, melainkan juga
logis, mengingat dalam hermeneutik modern terjadi perkembangan dalam melampaui
literalisme dan fundamentalisme tekstual. Mulai dari awal hermenautik modern di zaman
Romantik, yaitu:
1. Schleiermacher. Literalisme diatasi dengan menempatkan teks di dalam konteks. Teks
atau obyek pemahaman di sini adalah teks-teks kuno, termasuk kitab-kitab suci.
9 Lih. Carter Linberg, A Brief History of Christianity, Blackwell Publishing, Victoria, 2006, hlm 122
10 Lih. T.M seebohm. Op.cit., hlm.38
7. Ricoeur. Ricoeur bersikap kritis terhadap Gadamer, berurusan dengan makna dalam teks-
teks sakral seperti Alkitab dan mitos-mitos
Teks Kebenaran
Sakral Relatif
Asas
Intertekstualitas
Keyakinan
Periferal