Anda di halaman 1dari 6

PENGANTAR HERMENEUTIKA BIBLIKA

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON

DOSEN PENGAMPU MK:


Pdt. DR. Marhaeni L. Mawuntu, M.Si

Oleh :
Kamelia Yurika Wowor
202141275
HERMENEUTIKA BIBLIKA KONTEMPORER DAN TERAPAN

Praktik hermeneutika telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia.
Hermeneutika sebagai aktivitas manusia muncul dari kebutuhan untuk menafsirkan
pemikiran atau teks yang ditulis oleh orang lain. Meskipun sepanjang sejarah kata
hermeneutika telah didefinisikan dalam banyak cara, namun kata ini sendiri berasal dari kata
Yunani hermenuein yang berarti Menafsirkan dari kata dewa Yunani Hermes. Hermes
dianggap sebagai utusan dari juru kabar yang menerjemahkan atau menafsirkan pesan-pesan
dari para dewa kepada manusia
 Friedrich Schleiermacher (1768-1834): Bapak Hermeneutika Modern
Sejauh prinsip-prinsip Pencerahan dan metode historis-kritis mengurangi kemungkinan
wahyu atau ilham Ilahi, urgensi membangun makna literal teks sudah berkurang. Nah pada
hal ini, Schleiermacher, yang adalah seorang pietis dan filsuf mistik memahami tantangan
hermeneutik yang ditimbulkan oleh kritik sejarah dan berusaha untuk menekankan lokus
yang berbeda untuk sebuah makna. Jadi, sementara banyak ahli yang berfokus pada metode
historis-kritis, disini Schleiermacher menunjukkan minat pada hermeneutika baru.
Pergeseran fundamental dalam perkembangan hermeneutika adalah ketika
hermeneutika sebagai metodologi pemahaman berubah menjadi filsafat. Perubahan ini
dipengaruhi oleh corak berpikir masyarakat modern yang berpangkal pada semangat
rasionalisasi, di mana akal menjadi patokan bagi kebenaran yang berakibat pada penolakan
hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal atau metafisika. Hal ini merupakan pemikiran
Friedrich Schleiermacher ketika dia mencetuskan idenya dalam hermeneutika, yaitu universal
hermeneutic. Nah, dalam gagasannya ini, teks Alkitab sepatutnya diperlakukan sebagaimana
teks-teks lain yang dikarang oleh manusia.
Hermeneutika modern ini menempatkan semua jenis teks pada posisi yang sama,
tanpa memerdulikan apakah teks itu Ilahi atau tidak, dan ini adalah bagian dari upaya
liberalisasi Alkitab. Factor kondisi dan motif pengarang sangatlah penting untuk memahami
makna suatu teks, di samping faktor gramatikalnya.
Sehingga, hermeneutika kontemporer menunjukkan kecenderungan untuk isu-isu
mengenai konsepsi dan pemahaman. Meskipun diskusi hermeneutika pada abad ke-19
dimulai dengan pengembangan aturan untuk interpretasi yang tepat, perhatian kemudian
bergeser ke pertanyaan yang lebih mendasar mengenai kondisi-kondisi untuk sesuatu yang
lebih mungkin untuk dimengerti. Schleiermacher kemudian mengubah hermeneutika
Alkitabiah tradisional menjadi hermeneutika umum/universal yang menggabungkan semua
jenis teks.
Dengan membawa penyelidikan hermeneutika ke tingkat universal, Schleiermacher
membuka masalah interpretasi kepada suatu ruang lingkup pemahaman dan penjelasan yang
baru. Metode interpretasi gramatikal yang diperkenalkan oleh Schleiermacher melibatkan
pemahaman teks, yang membutuhkan pemahaman kata-kata dan bahasa umum. Seseorang
harus memeriksa kata-kata dalam kaitannya dengan kalimat, dan kalimat dalam konteks
paragraf, dan seterusnya, hingga pemahaman teks dapat dicapai secara akurat. Ini
memunculkan apa yang oleh Schleiermacher disebut sebagai lingkaran hermeneutika. Kita
tidak dapat memahami arti dari keseluruhan teks selain dari memahami makna dari kalimat
individu, dan bahkan kata-kata, dalam teks tersebut. Di sisi lain, kita tidak dapat memahami
bagian-bagian individual dengan benar selain memahaminya secara menyeluruh. Inilah yang
dimaksud dengan lingkaran hermeneutika.
Lebih lanjut Schleiermacher menjelaskan tentang interpretasi gramatikal dengan cara
Kosakata dan sejarah usia penulis bersama-sama membentuk keseluruhan dari mana tulisan-
tulisannya harus dipahami sebagai sebuah bagian. Schleiermacher menunjukkan bagaimana
studi tentang sejarah linguistik, serta budaya dan masyarakatnya, sangat penting untuk
metode penafsiran tata bahasa. Bahasa terikat oleh kehidupan orang-orang dan kepentingan
komunitas, oleh karena hal itu menciptakan genre baru yang mencerminkan sejarah penulis.
Dengan demikian, maka seorang interpreter harus berkenalan dengan kehidupan dan waktu
penulis. Keakraban konteks biografi dan sejarah penulis adalah prasyarat untuk sebuah
metode interpretasi.
Kemudia seorang ahli hermeneutika yang berdana Bultman, menurutnya, Perjanjian
Baru dapat ditafsirkan (dipahami) dengan tepat ketika kemungkinan eksistensial soal iman
disesuaikan untuk menghasilkan pemahaman diri yang baru yang dapat dimengerti. Sebagai
contoh, ketika dalam Kisah 17:31 Alkitab mengatakan bahwa Allah telah menetapkan hari di
mana Ia akan menghakimi dunia, menurut Bultmann ini hanyalah berarti bahwa manusia
harus memilih jalannya sendiri dalam hal tanggung jawab dan juga keputusan.
Hermeneutika eksistensial, ketika berkembang terutama dalam karya-karya Bultmann
mendapat tekanan. Poin utama keberatannya berkaitan dengan fakta bahwa dalam
hermeneutika eksistensial, interpretasi pada dasarnya berorientasi pada eksistensi manusia
terhadap kelalaian aspek teologis dan kognitif. Salah seorang yang keberatan dengan
pandangan hermeneutika eksistensial Bultmann adalah Wolfhart Pannenburg. Dia
mengatakan bahwa seharusnya biarkan teks Alkitab itu mengatakan apa yang seharusnya
dikatakan oleh Alkitab itu sendiri, dan bukannya diberikan pemikiran eksistensial terhadap
teks Alkitab tersebut.
Ada hal-hal yang terjadi pada masa lalu yang merupakan gambaran dari apa yang
terjadi sekarang, demikian juga kejadian masa sekarang adalah cerminan dari peristiwa yang
terjadi di masa lalu. Sehingga penelusuran sejarah ini sangatlah diperlukan dalam sebuah
hermeneutika.
Dalam hal ini didapati bahwa hermeneutika kontemporer membuktikan adanya tiga
pendekatan utama terhadap hermeneutika. Adapun ketiga pendekatan utama dari
hermeneutika ini adalah analisa, psikososial, dan ontologis. Poin inti yang dapat dibuat
sehubungan dengan hermeneutika kontemporer adalah tentang sebuah proses pemahaman
yang bersifat sementara atau tidak kekal. Ini berarti bahwa pemahaman tidak memiliki
batasan yang tegas, dan bahwa penafsir tidak dapat mencapai pemahaman yang sepenuhnya
pasti. Dengan demikian, penafsiran Alkitab kontemporer penuh dengan subjektivisme,
relativisme, pluralisme dan bersifat sementara.
Hermeneutika terapan
Alkitab yang memerlukan suatu spiral dari teks kepada konteks, dari makna aslinya
kepada kontekstualisasi atau signifikansi makna asli tersebut bagi situasi sekarang ini.
Sehingga perlu memanfaatkan hermeneutika untuk memadukan penerapan sedekat mungkin
kepada penafsiran dan untuk memastikan bahwa penafsiran sejalan dengan makna asli dari
teks.
Theologi biblika membentuk langkah pertama dari eksegese atas perikop individual dan
menuju pada pelukisan signifikasi bagi gereja hari ini. Terdapat tiga langkah yang
menyatukan perikop dan cara yang dilacak melalui kitab sebagai suatu keseluruhan yaitu:
- pertama, mempelajari tema-tema theologis dalam kitab/surat secara individual.
- Kedua, meneliti theologi dari sang penulis.
- Ketiga, melacak gerak maju dari pewahyuan yang menyatukan perjanjian dan bahkan
Alkitab sebagai suatu keutuhan.
Sehingga tugas dari theologi biblika adalah mencari keterpaduan tematis menyeluruh
dibalik perikop-perikop individual, misalnya keselamatan, kovenan, anugerah. Dan
melakukan eksegese sebagai dasar dari theologi biblika berkenaan dengan konteks dekat.
Menemukan makna dari struktur lahir dari individual.

Theologi biblika dalam hubungannya dengan displin ilmu yang lain


1. Theologi Biblika dan eksegese : artinya bahwa theologi biblika menyediakan kategori-
kategori dari kesatuan kitab yang menyeluruh dibalik penafsiran seseorang atas perikop
individual, sementara eksegese menyediakan data yang kemudian dibentuk menjadi suatu
theologi biblika. Dengan kata lain keduanya saling bergantung.
2. Theologi biblika dan theologi historis: artinya bahwa theologi historis secara teknis
berada di antara theologi biblika dan theologi sistematik. Theologi historis mempelajari cara
paradigma komunitas-komunitas yang lebih kemudian memahami doktrin-doktrin Alkitab
dan memampukan kita memahami perdebatan theologis masa kini dengan lebih baik dengan
menempatkan mereka secara dogma. Pada saat yang sama theologi historis menyediakan
suatu jalan keluar dari ketegangan antara theologi biblika dan theologi sistematik.
3. Theologi Biblika dan Theologi Sistematik : artinya theologi Alkitab bersifat deskriptif,
melacak penekanan-penekanan individual dari para penulis Kitab Suci dan kemudian
mengumpulkan penekanan-penekanan itu ke dalam thema besar utama yang menyatukan
kedua perjanjian. Theologi sistematik menjadi tahap pengantara dari jembatan antara apa
makna aslinya (pekerjaan eksegesis dan theologi biblika), apa maknanya pada masa kini
(pekerjaan thelogi sistematik) dan bagaimana penerapannya (pekerjaan theologi homeletik).
4. Theologi biblika dan theologi homilitik : artinya sebagaimana diungkapkan oleh P. J. H.
Adams mengatakan bahwa “theologi biblika menuntut adanya seorang pengkhotbah.” Tidak
ada lingkaran hermeneutika tunggal tetapi lebih merupakan suatu spiral yang saling
berhubungan dari ranah-ranah dialog. Tujuannya adalah untuk mengizinkan apa yang dulu
teks itu maksudkan sekarang berbicara secara baru kepada gereja.
Adapaun beberapa metode yang digunakan mengembangkan theologi Alkitab yaitu:
1. Metode sintesis: artinya tema-tema theologis dilacak melalui sastra Alkitab dalam
hubungaan dengan berbagai periode historis. Kekuatan dari metode sintesis terletak pada
penekanannya atas kesatuan dari Kitab Suci. Namun kelemahannya adalah kategori-kategori
dapat dengan mudah dipaksakan dari luar theologi ketimbang muncul secara alami dari dalam
teks.
2. Metode analistis: artinya mempelajari penekanan-penekanan theologis yang berbeda
dari masing-masing kitab dan perkembangan tradisi-tradisi agar memahami berita yang unik
dari tiap kitab. Kelemahannya adalah mengumpulkan masing-masing theologi tanpa adanya
kohesi, di mana perhatiannya hanya pada asal usul yang bersifat silsilah ketimbang pada iman
yang hidup yang menghasilkan dokumen-dokumen.
3. Metode sejarah agama: artinya metode ini menjelaskan perkembangan ide-ide religius
di dalam kehidupan Israel dan gereja mula-mula. Metode ini berpusat pada sejarah sementara
pendekatan analistis berpusat pada theologi. Kelemahannya adalah ketika metode itu
melenceng keluar kerangka Alkitab dan mencari suatu revisi data yang spekulatif, metode ini
menjadi terlalu subjektif untuk dimanfaatkan.
4. Metode-metode diakronis: artinya sebagaimana diungkapkan oleh Von Rad bahwa
sejarah tradisi memberikan suatu kunci yang positif menuju pada potret teks Alkitab yang
kerigmatis; pengembangan pengakuan iman dari komunitas memiliki relevansi theologis
yang besar ketimbang suatu sejarah yang direkronstruksi dari komunitas itu.
5. Metode Kristologis: artinya metode ini memiliki beberapa kelebihan, adanya
kecenderungan semangat mensejarahkan yang berlebihan diantara banyak theolog Alkitab
dan mengakui sentralitas dari iman Kristen: bagi orang Kristen keseluruhan, Alkitab memang
menunjuk kepada Yesus Kristus. Kelemahannya adalah hampir semua praktisii
mengalegorikan dan merohanikan teks-teks Perjanjian Lama untuk menyesuaikannya dengan
banyangan Kristus yang telah dibentuk sebelumnya atau hal-hal seperti itu.
6. Metode konfesional:artinya para praktisi dari metode konfesional menganggap Alkitab
merupakan serangkaian pernyataan iman yang menuntut ketaatan dan dengan demikian
melampaui sejarah. Kelebihannya adalah pengakuannya atas sentralitas dari kredo dan
penyembahan di dalam iman Alkitab. Kelemhannya adalah memaksakan makna lebih banyak
ke dalam Perjanjian Lama ketimbang apa adanya dan cenderung memaksakan kategori-
kategori theologis pada pernyataan Alkitab di dalam kedua perjanjian.
7. Metode narasi: artinya melacak perkembangan ide-ide theologis di dalam satu kitab
ketimbang menata tema-temanya secara topikal di dalam karya tersebut. Sehingga
kelebihannya adalah memuaskan komponen historis dari theologi biblika. Kelemahannya
adalah metode ini seringkali dapat merosot menjadi suatu survei yang berlebihan atas isi dari
kitab tersebut.
8. Metode multipleks: artinya upaya membangun theologi biblika dengan lima kriteria
yaitu; pertama, datanya harus mencerminkan theologi. Kedua, memanfaatkan bentuk final
kanonis dari dokumen. Ketiga, karyabilika yang individua dan kemudian menjelaskan tema
yang menyatukan theologi biblika. Keempat, tujuannya adalah melacak yang menyatukan
kesatuan dinamis. Kelima, mengintegrasikan kedua perjanjian, dengan menyebut
keberagaman maupun kesatuan di antara keduanya.
9. Masalah pusat yang menyatukan: artinya masalah ini terletak pada kesatuan dari
keberagaman tema theologi Alkitab.Namun hal yang terpenting adalah tema-tema yang
menyatukan harus ditarik dari keluar teks ketimbang dari imajinasi seorang theolog dan harus
benar-benar merangkum sub-sub thema lainnya dari kitab suci.

Beberapa pola untuk menambahkan praksis kepada teori yaitu:


1. Suatu pembacaan yang teliti atas teks tidak dapat dilakukan tana adanya suatu
perspektif yang disediakan oleh prapemahaman seseorang seperti yang telah
diidentifikasikan oleh prespektif sosiologi pengetahuan.
2. Harus membedakan presuposisi dan prasangka.
3. Harus mencarikendali-kendali yang memampukan kita bekerja dengan presuposisi-
presuposisi yang positif daripada di dominasi oleh prasangka yang negatif.
4. Harus mengizinkan prinsip-prinsip hermeneutika yang baik membentuk eksegesis dan
mengendalikan kecenderungan untuk memaksakan prasangka-prasangka ke dalam suatu teks.

Akhirnya, Dalam melakukan hermenutika ditemukan adanya spiral dari teks Alkitab
kepada konteks masa kini. Heremeneutika berusaha menjawab segala pergumulan dari segala
zaman termasuk masa kini. Hal ini dapat dilkukan dengan memahami atau berkomunikasi
dengan teks Alkitab itu sendiri untuk menemukan maknanya dan menemukan signifikansinya
terhadap masa kini. Ini adalah dasar filosofi bagi spiral dari teks menuju makna sebagai suatu
kesatuan yang memperlihatkan spiral yang menuntun pemahama yang benar terhadap
theologis dan biblikal. Sehingga melalui semua ini hermeneutika terapan dapat
menghidupkan theologgi dan biblika.

Anda mungkin juga menyukai