Anda di halaman 1dari 8

TUGAS EVALUASI BUKU

“REVOLUSI-REVOLUSI DALAM WAWASAN DUNIA”

Mata Kuliah: Teologi Modern – Semester ganjil 2018

Dosen Pengampu: Thio Christian Sulistio, Th.D

Hoffecker, W. Andrew, Revolusi-Revolusi dalam Wawasan Dunia: Memahami Arus


Pemikiran Barat. Surabaya: Momentum, 2017, 422 hal
Judul asli: Revolutions in Worldview: Understanding the Flow of Western Thought, 2007.

W. Andrew Hoffecker adalah seorang teolog Reformed yang menekuni bidang

filsafat, apologetika, sistematika, misiologi, dan terutama sejarah gereja. Hoffecker

menyelesaikan pendidikan formalnya di Dickinson College (B. A.), Gordon-Conwell

Theological Seminary (M.Div), dan Brown University (Ph.D). Beliau menghabiskan

sebagian besar kehidupannya dengan mengajar di Grove City College dan Reformed

Theological Seminary. Beliau mengajar selama kurang lebih tiga dekade dan mengampu

bidang-bidang yang sangat bervariasi. Saat ini, beliau menjabat sebagai Profesor Emeritus

bidang Sejarah Gereja di RTS.

Selain melakukan pengajaran di dalam kelas, Hoffecker juga memiliki kontribusi

dalam bentuk tulisan khususnya dalam bidang teologi dari C. S. Lewis, teologi dari Princeton

yang terdahulu, berkontribusi dalam penulisan kamus teologi Injili, dan yang paling terkenal

adalah karya-karya beliau dalam bidang wawasan dunia, misalnya Membangun Wawasan

Dunia Kristen sebanyak dua jilid. Buku inilah yang membuat ia melanjutkan penulisan dan

editorialnya yang diterbitkan dalam buku Revolusi-Revolusi dalam Wawasan Dunia pada

tahun 2007. Buku ini akan memfokuskan pembahasannya pada perkembangan wawasan

dunia di bagian Barat mulai sejak zaman Helenisme sampai abad ke-20 bahkan setelahnya.

Sepuluh tahun kemudian, Penerbit Momentum menerjemahkan dan menerbitkan buku ini ke

dalam bahasa Indonesia agar orang-orang Kristen di Indonesia dapat memahami

1
perkembangan wawasan-wawasan dunia Barat yang secara sadar maupun tidak sadar telah

mempengaruhi wawasan dunia hidup orang masa kini.

Hoffecker mengatakan bahwa hal yang melatarbelakangi penulisan buku ini adalah

jarangnya minat orang-orang Injili untuk memahami bagaimana wawasan-wawasan dunia

mempengaruhi kehidupan mereka. Padahal pengaruh wawasan dunia sangat besar dan tidak

akan pernah berakhir, misalnya dalam hal pemikiran, asumsi, keyakinan, presuposisi, dan

premis. Sayangnya, orang-orang Injili gagal mengenali dan mengatasi permasalahan-

permasalahan yang dibuat oleh perkembangan wawasan-wawasan dunia tersebut. Hoffecker

berpendapat bahwa seharusnya wawasan dunia Kristen mempengaruhi semua disiplin ilmu.

Itulah sebabnya Hoffecker menulis buku ini dan mengundang sarjana-sarjana terkemuka di

bidangnya masing-masing untuk berkontribusi dalam penulisan buku ini. Hoffecker

mengundang sembilan sarjana lain untuk berkontribusi di dalam buku ini. Mereka adalah

John Fame, John Currid, Vern Poythress, Richard Gamble, Peter Leithart, Carl Trueman,

Scott Amos, Richard Lints, dan Michael Payne. Semua kontributor dalam buku ini adalah

sarjana yang juga mengajar di lingkungan akademis, bahkan kebanyakan dari mereka adalah

profesor seminari yang memiliki perspektif Reformed. Mereka bersama-sama memiliki

keyakinan bahwa segala aspek kehidupan dan pemikiran seharusnya dibentuk dan

direformasi seturut firman Allah. Hal itulah yang mendorong Hoffecker dan tim untuk

menyadurkan dan menyarikan perkembangan wawasan-wawasan dunia agar orang Kristen

dapat dimenangkan dari pengaruh sekuler tersebut.

Judul dari buku ini dapat dikatakan menarik karena Hoffecker memilih menggunakan

kata “revolusi” di dalam judulnya. Revolusi biasa mengandung arti sebuah pergerakan dan

memiliki konotasi yang terkadang buruk karena pada umumnya menggunakan kekerasan

serta bersifat menggulingkan penguasa setempat. Tetapi kurang lebih seperti itulah ide yang

2
ditawarkan oleh Hoffecker pada buku ini, yaitu bahwa pemikiran Barat telah mengalami

sejumlah perubahan yang mendalam serta berdampak sangat besar di dalam dunia Barat.

Buku ini dibagi menjadi 10 bab. Bila ingin dibagi secara garis besar sejarah maka

buku ini terbagi menjadi enam bagian, yaitu abad Permulaan, Abad Pertengahan, Renaisans,

Reformasi, Modern, dan Postmodern. Hoffecker berpendapat bahwa setiap periode akan

mencirikan wawasan dunianya sendiri sehingga revolusi-revolusi dari wawasan dunia

tersebut akan terlihat. Hoffecker juga menyajikan buku ini dengan sangat menarik karena

memperlakukan wawasan dunia sebagai sebuah kesatuan walaupun ada pembahasan khusus

dalam bidang-bidang tertentu, misalnya teologi, antropologi, epistemologi, linguistik, dan

lain-lain. Meskipun Hoffecker memaparkan 10 bab penting dalam buku ini, namun fokus

pembahasan ulasan buku kali ini akan memberikan porsi yang lebih besar pada paruh kedua,

yaitu mulai renaisans sampai postmodern.

Bab 1 berisi tentang peradaban Yunani, peradaban pertama yang ada di Barat. Pada

bab ini Frame berpendapat bahwa wawasan dunia yang dibawa oleh Helenisme sangat sarat

akan ilah-ilah dan pemahaman yang salah akan Allah maupun manusia, baik asal mula

maupun cara hidupnya. Frame tidak menganjurkan orang Kristen untuk menggabungkan

perspektif Kristen dengan perspektif Yunani, walaupun pada kenyataannya para teolog

Kristen pada zaman itu sangat erat hubungannya dengan Neoplatonisme dan

Aristotelianisme.

Bab 2 berisi tentang wawasan dunia dan kehidupan orang Ibrani. Currid dengan tegas

menolak skeptisisme dari Voltaire yang mengatakan bahwa orang Ibrani adalah orang yang

tidak memiliki wawasan dunia karena mereka adalah bangsa yang bodoh dan biadab.

Sebaliknya, Currid menjabarkan dengan jelas bahwa orang-orang Ibrani memiliki wawasan

dunia, mulai dari teologi (monoteisme), kosmologi (adanya konsep pencipta dan ciptaan),

3
ditambah juga dengan sejarah penebusan yang telah mereka hidupi sejak lampau (adanya

konsep mesianis).

Bab 3 berisi tentang wawasan dunia PB. Poythress mendasarkan analisa dan

argumennya berdasarkan satu dokumen utama, yaitu firman Allah yang diilhamkan oleh Roh

Kudus (PB itu sendiri). Poythress berpendapat bahwa pandangan mengenai PB yang

menggulingkan wawasan dunia PL adalah sebuah kesalahan. Sebaliknya, kekristenan harus

melihat PB sebagai kemajuan dari PL – bahkan klimaks karena adanya penggenapan

penebusan dalam karya Kristus. Selain itu, PB (termasuk injil) telah membawa revolusi bagi

wawasan dunia pada zaman itu, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi (misalnya dalam hal

dewa-dewi, praktik penyembahan, dll).

Bab 4 membahas wawasan dunia kekristenan gereja mula-mula hingga Charlemagne.

Pada bagian ini Richard Gamble memaparkan pemikiran dari tokoh-tokoh kunci gereja mula-

mula berdasarkan mazhab dan tempatnya, misalnya Ignasius, Polikarpus, Marcion, Justin

Martyr, Irenaeus, Tertulian, Origen, Augustinus, berikut dengan pembahasan mengenai

konsili-konsili yang diadakan oleh kekristenan guna menangkal ajaran sesat dan membentuk

teologia yang benar. Gamble juga menekankan adanya ketegangan antara gereja dengan

pemerintah.

Bab 5 membahas tentang teologi pada abad pertengahan. Seperti biasa, Leithart juga

mengawali perkembangan wawasan dunia pada abad pertengahan dari Peter Abelard. Setelah

itu, Leithart memfokuskan pembahasan pada teologi dari Aquinas dan menjelaskan dampak

dari Thomistis. Pada masa inilah mulai muncul pertanyaan-pertanyaan yang biasanya

dijawab dari sumber selain Kitab Suci .

Bab 6 membahas tentang perkembangan Renaisans. Trueman menolak bab ini

disebutkan sebagai bab yang membahas dogma tunggal untuk mendefinisikan “wawasan

4
dunia Renaisans” karena Trueman akan lebih memfokuskan pembahasan pada gerakan-

gerakan yang disebut sebagai Renaisans. Oleh sebab itu, Trueman memulainya dari

pembahasan tentang humanisme yang menandakan pergerakan dari skolastisisme.

Humanisme akan mentransformasi penghargaan terhadap logika yang digantikan oleh seni

retorika. Peralihan metodologis dan kultural ini akan mengguncang dunia, termasuk

kekristenan. Hal yang paling mendasar adalah maraknya studi teks dan penerjemahan

Alkitab. Selanjutnya pada pembahasan filsafat Renaisans, Trueman melihat bahwa titik

awalnya bersifat Aristotelian. Trueman juga membahas tokoh utama dalam perkembangan

ilmu pengetahuan pada masa Renaisans, yaitu Copernicus dan Galileo yang berkontribusi

besar dalam bidang astronomi. Singkatnya, penemuan ilmu-ilmu pengetahuan Renaisans

akan membuat manusia semakin meremehkan pengajaran gereja. Hal ini juga berpengaruh

pada cara berpolitik pada masa Renaisans yang mulai mensekulerkan politik, atau minimal

bersifat dikotomi antara teologi dan kenegaraan. Jadi memang Renaisans tidak memberikan

alternatif wawasan dunia abad pertengahan karena keduanya memiliki posisi yang sangat

kompleks satu sama lainnya.

Bab 7 membahas tentang peristiwa reformasi yang merevolusi wawasan dunia pada

saat itu. Sudah dapat diduga, dua tokoh utama yang akan dibahas oleh Amos adalah Luther

dan Calvin. Dampak terbesar dari Luther adalah mengembalikan Alkitab sebagai otoritas

utama serta mempelajari Alkitab sebagai disiplin ilmu yang utama, sedangkan Calvin

mengedepankan kedaulatan Allah di dalam segala bidang. Epistemologi dari Luther

membuat Alkitab menjadi lebih utama daripada rasio. Teologi dari Luther mengenalkan

kembali akan kedekatan Allah dengan manusia melalui Yesus Kristus. Luther menerapkan

konsep dualisme pada gereja dan masyarakat, yang dikenal sebagai pandangan “dua

kerajaan.” Keduanya tidak bercampur dan tidak ada yang lebih tinggi karena gereja

membimbing manusia batiniah sedangkan negara memerintah manusia lahiriah.

5
Epistemologi Calvin berujung pada Allah sebagai sumber hikmat dan bersifat intuitif. Secara

teologis, Calvin menyatakan bahwa manusia tidak memliki kemampuan untuk

menyelamatkan dirinya dan Allah sudah melakukan pemilihan (predestinasi). Berbeda

dengan Luther, Calvin menghubungkan pemerintahan sekuler dengan masyarakat religius

karena bagi Calvin keduanya adalah “sarana anugerah.” Di sisi lain, gerakan reformasi tentu

menimbulkan keruncingan antara Protestan dengan Katolik. Katolik tetap menganggap

bahwa Alkitab dan tradisi adalah setara.

Bab 8 menjelaskan tentang masa pencerahan. Hoffecker membagi penjelasannya

berdasarkan wilayah-wilayah, yaitu Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika. Secara umum,

masa pergerakan pada masa pencerahan memiliki pola, yaitu adanya pencerahan,

kebangunan, dan pergerakan. Produk dari Renaisans pada ujungnya akan mengutamakan

peran manusia dan mengurangi peran Allah. Itulah sebabnya dengan mudah empirisme

modern dari Locke langsung bisa berkembang, ditambah dengan perkembangan yang didapat

oleh para Newtonian. Mengerikannya, perkembangan ini ditumbuhkan oleh Herbert dan

ujungnya menjadi deisme yang kuat namun tetap mempertahankan nama Kristen hingga

muncul perkembangan paling radikal yang dilakukan oleh Hume melalui pandangan

skeptisismenya. Setelah itu, Hoffecker memaparkan gerakan kebangunan rohani yang

dilakukan oleh John Wesley, yang sering diasosiasikan sebagai gerakan Injili. Wesley

mengedepankan empat prinsip otoritas Alkitab (biasa disebut quadrilateral) yaitu Alkitab,

rasio, tradisi, dan pengalaman. Namun Wesley memiliki perbedaan pandangan soteriologi

dengan para pendahulunya. Wesley berpendapat bahwa keselamatan seseorang berasal dari

sinergi kehendak ilahi dan kehendak bebas manusia. Di Perancis, kebangunan rohani

dilakukan oleh Jansenisme dan Pascal setelah mendapat pengaruh yang sangat besar dari

Descartes dengan slogan cogito ergo sum yang ia miliki. Di Jerman, gerakan Pietisme

berkembang dengan luas, walaupun ada pengaruh yang sangat besar bahkan terbesar dari

6
Kant yang berpendapat bahwa moralitas tidak bergantung pada otoritas ilahi karena manusia

memiliki kualitas tersebut. Tetapi Kant juga berpendapat bahwa iman religius yang murni

harus berfokus pada pengajaran moral yang konsisten dengan agama rasio. Hal ini membuat

kekristenan “ala Kant” tidak membutuhkan mukjizat atau pembuktian kebenaran secara

eksternal. Pencerahan dan perkembangan religius di Amerika diledakkan oleh Jonathan

Edwards melalui praktik afeksi-afeksi kudus yang ditandai oleh 2 tanda afeksi yang benar-

benar kudus dan benar. Menurut Edwards, ketika manusia disatukan dengan Allah,

kebahagiaan Allah akan menjadi kebahagiaan mereka. Edwards berhasil

mengkontekstualisasikan perspektif Alkitab dengan revolusi pertentangan wawasan dunia

filsafat modern.

Pada bab 9, Lints menjelaskan panjang lebar mengenai pemberontakan terhadap

teisme. Perkembangan Kantian meluas sampai ke Hegel yang juga memberikan pengaruh

yang sangat luas terhadap filsuf-filsuf setelahnya. Nama-nama yang dibahas oleh Lints

adalah Feuerbach, Karl Marx, Darwin, Freud, dan Nietzsche. Pandangan yang dibuat oleh

masing-masing filsuf tersebut sangatlah revolusioner. Sebut saja Marx yang mampu

menciptakan paham komunisme, Darwin yang mampu membuat orang percaya bahwa

dirinya berasal dari monyet melalui paham evolusi, dan Nietzsche dengan teori Allah yang

sudah mati. Tawaran kebebasan berpikir membuat pemikiran pada zaman ini laku keras.

Namun di sisi lain, muncul banyak kebangunan rohani yang dibangun oleh Hodge, B. B.

Warfield, dan August Strong.

Pada bab 10, muncul sebuah masalah yang diangkat oleh Payne. Kepercayaan diri

yang dibangun pada abad 19 hancur lebur karena sebuah peristiwa yang mengecewakan,

yaitu perang dunia. Oleh sebab itu, muncul revolusi terbaru dalam bidang bahasa, iptek, dan

etika. Tokoh terbesarnya adalah Wittgenstein. Setelah itu, Payne membahas tokoh besar

7
lainnya yaitu Richard Rorty yang menekankan bahasa, kesadaran, dan komunitas sebagai

produk waktu dan kesempatan yang sesungguhnya.

Beberapa kekurangan yang ditemui pada buku ini. Memang bukan usaha yang mudah

untuk menuliskan progresif dan revolusi perkembangan pemikiran Barat selama 20 abad,

namun beberapa bagian yang dijelaskan secara tidak kronologis dapat membingungkan.

Kekurangan lainnya yang ditemukan adalah pada bab 7 (hlm 257), penulis menekankan

adanya dampak ekonomi pada masa reformasi tetapi tidak menjelaskan bahkan menyebut

dampak dari kapitalisme. Selain itu, penulis yang telah menawarkan konsep “revolusi”

terkadang tidak menggunakan istilah tersebut secara konstan sehingga suasana revolusi

wawasan-wawasan dunia dalam pemaparan menjadi kurang terasa. Pada bab 9, Hegel

menjadi tokoh utama “Para Nabi Sekuler.” Tetapi entah mengapa nama Hegel tidak

disebutkan di sana. Padahal di tabel garis besar nama Hegel disebut pertama kali.

Secara keseluruhan, buku ini bersifat sangat informatif. Apresiasi yang patut

diberikan pada penulisan buku ini ada pada penutupnya yang bersifat terbuka karena memang

revolusi-revolusi wawasan dunia akan terus ada. Tetapi para penulis selalu memiliki sebuah

optimisme yang senada, yaitu bahwa wawasan dunia Kristen jauh lebih baik karena mampu

membuat dunia menjadi lebih dipahami dan menyingkapkan banyak kebenaran. Wawasan

dunia Kristen juga dapat mengejar makna, kebenaran, dan nilai yang ultimat dengan

kerendahan hati. Buku ini juga ditulis dengan bertanggung jawab karena memiliki banyak

sumber kutipan dan catatan kaki yang tepat. Selain itu, apa yang dipaparkan dalam buku ini

juga memiliki kesegarannya sendiri, misalnya redefenisi Renaisans yang tidak lagi terpaku

pada kurun waktu dan tempat.

– Ridwan Tangkilisan

STT SAAT – 20151050238

Anda mungkin juga menyukai