Anda di halaman 1dari 8

Bahan Ajar : 6 Februari 2023

Tema: Pengaruh Pemikiran Yunani dalam kelahiran dan perkembangan alam Pikiran abad
pertengahan

Tujuan:
1. Mengetahui latar belakang tumbuhnya pemikiran abad pertengahan, khususnya
Pemikiran Patristik.
2. Memahami konteks kebudayaan lama (Hellenisme) sebagai dasar pembentuk
kebudayaan baru (kekristenan).
3. Mengenal sistem pembelajaran yang biasa dipakai pada masa tersebut.

Materi:

BAB I. ANDIL FILSAFAT YUNANI BAGI PEMIKIRAN KRISTEN ABAD


PERTENGAHAN

Filsafat Kristiani adalah suatu bentuk pengungkapan atas kenyataan cara berpikir para
Bapa-bapa Gereja untuk menjelaskan isi ajaran iman gereja seputaran Kristus dan
kebangkitannya. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu sistem berpikir dan kebudayaan yang
berlaku dalam lingkup dunia seputaran laut Mediteran adalah kebudayaan Helenistik. Hal ini
membuat tumbuhnya upaya para Bapa Gereja untuk memberikan penjelasan yang sejalan
dengan cara berpikir semasa. Dengan demikian cara berpikir Yunani memberikan pengaruh
yang cukup kuat dalam cara pengajaran Kristen.
Kita bisa menemukan beberapa konsep Yunani yang diambil dan disesuaikan dengan
pemahaman teologis Kristen agar supaya bisa lebih dimengerti oleh para pengikutnya,
misalnya konsep sumber asali dari alam semesta. Namun kita tidak dapat mengabaikan
bahwa ada lebih banyak lagi konsep-konsep yang sungguh-sungguh merupakan hal yang
murni kristiani, seperti konsep penciptaan. Di sini kita akan mencoba melihat penggunaan
tersebut seperti yang termuat dalam prolog Injil Yohanes

1
1 Filsafat yang Tumbuh di Antara Runtuhnya dua Kekaisaran Romawi
Setelah Yunani runtuh maka Kekaisaran romawi bertumbuh dan berkembang. Dunia
dikenal sebagai dunia Romawi. Sehingga abad pertengahan disebut abad Romawi karena di
sana kekuasaan di bawah Kekaisaran Romawi. Pada tahun 313 kaisar Konstantin melalui
maklumat Milan mengangkat Gereja sebagai agama Negara. Dalam perkembangan Romawi
dibagi dua yakni Romawi Barat dan Romawi Timur, Romawi Barat lebih dahulu hancur oleh
serangan Orang-orang Barbar (bangsa yang tak beradab) pada tahun 476.
Kekaisaran Romawi barat mengalami keruntuhan pada saat kekristenan menjadi cara
hidupnya dan ini dipandang sebagai puncak kejayaannya juga. Setelah kehancuran Kekaisaran
Romawi, maka orang-orang kafir mengatakan, “ Kehancuran Romawi Barat adalah akibat
Dewa-dewa murka karena Kekaisaran menerima dan menjadikan Kristen sebagai agama
negara. Peristiwa ini tentu saja membawa dampak pada cara pengungkapan dan
penghayatan kekristenan yang mana membawa pada upaya pemisahan cara memahami
tujuan hidup seturut kemuliaan gereja atau seturut kejayaan negara.
Kekuasaan gereja tetap bertahan karena pimpinan gereja mengambil alih kekuasaan,
di sini gereja dan pemerintah menjadi satu kekuasaan. (Akhir kekuasaan Romawi Barat).
Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat muncul raja-raja Eropa Barat yang kuat
sehingga berhasil mengusir bangsa Barbar, misalnya Clovis menjadi raja Kristen Perancis
pertama dan rakyatnya beragama Kristen dan Perancis disebut juga mempelai gereja.
Tumbuh dan berkembangnya, biara-biara besar seperti Benediktin, Cistersian, hadirnya
banyak santo-santa, dan lain-lain berasal dari Perancis. Demikian juga di Italia, St. Fransiskus
Asisi. Di lain pihak, Kekristenan di Timur mulai sedikit demi sedikit digerogoti oleh Kekaisaran
Turki. Dan akhirnya pendudukan daerah Afrika Utara dan paling terkenal di Spanyol Selatan
oleh kaum muslim.
Pada 1453 Byzantium/Konstantinopel direbut oleh Turki menandai berakhirnya
Kekaisaran Romawi Timur/Kekaisaran Romawi akibatnya tokoh-tokoh besar Kristen lenyap
dari sana. Imbas dari semuanya itu pemikiran Filsafati Kristen mulai lenyap, bahkan filsafat
Islam yang dipengaruhi pandangan Yunani juga lenyap karena penguasa muslim menganggap
Filsafat bertentangan dengan Islam. Dengan jatuhnya Kekaisaran Romawi maka abad
pertengahan berakhir dan tergantikan oleh Filsafat modern, di sini kurang/tidak ada pemikir-
pemikir dari Kekaisaran Ottoman.

2
2 Jejak-jejak Konsep Pemikiran Yunani dalam Penjelasan Ajaran Kristen
Alam pemikiran abad pertengahan sangat dipengaruhi oleh gagasan Yunani terutama
plato lewat Plotinus, St. Agustinus, Isidorus dari Séville. Beberapa indikasinya dapat dilihat
antara laing:
• Pendasaran “seni bebas” (Septem artes liberales) yang berasal dari filsafat
yunani « Gramm loquitur, Dia verba docet, Rhet verba colorat,
Mus canit, Ar numerat, Geo ponderat, Ast colit astra. »
• Sistem pertanyaan-jawaban sebagai bentuk dialektik yang berasal dari Zeno
• Aristoteles yang dikenal lewat Thomas Aquinas
Filsafat Kristiani adalah suatu bentuk pengungkapan atas kenyataan cara berpikir para
Bapa-bapa Gereja untuk menjelaskan isi ajaran iman gereja seputaran Kristus dan
kebangkitannya. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu sistem berpikir dan kebudayaan yang
berlaku dalam lingkup dunia seputaran laut Mediterania adalah kebudayaan Helenistik. Hal
ini membuat tumbuhnya upaya para Bapa Gereja untuk memberikan penjelasan yang sejalan
dengan cara berpikir semasa. Dengan demikian cara berpikir Yunani memberikan pengaruh
yang cukup kuat dalam cara pengajaran Kristen.
Kita bisa menemukan beberapa konsep Yunani yang diambil dan disesuaikan dengan
pemahaman teologis Kristen agar supaya bisa lebih dimengerti oleh para pengikutnya,
misalnya konsep sumber asali dari alam semesta. Namun kita tidak dapat mengabaikan
bahwa ada lebih banyak lagi konsep-konsep yang sungguh-sungguh merupakan hal yang
murni kristiani, seperti konsep penciptaan. Sebagai contoh: prolog Injil Yohanes

2.1 Konsep Logos dalam pembukaan Injil Johanes


Logos adalah konsep yang muncul dalam alam pemikiran Yunani : λόγος (logos) yang
berarti « diskursus / perkataan ». Konsep ini mengungkapkan Logos sebagai sumber
pengetahuan dan sumber asali. Konsep ini dipakai untuk menjelaskan konsep pewahyuan
atau masuknya sumber asali ke dalam dunia ciptaan sebagaimana ada dalam pembukaan Injil
Yohanes. Dengan kata lain, bagian tersebut menjelaskan asal-usul dunia ciptaan yang
mengarah pada Logos itu sendiri.
Logos sedemikian merupakan upaya untuk menemukan prinsip utama, dari segala
sesuatu yang menghadirkan keteraturan yang disebut sebagai kosmos. Dalam perjalanan
waktu pemakaian “logos” mengungkapkan sabda-percakapan (diskursus), yang juga

3
dimengerti sebagai akal budi. Logos sedemikian yakni sebagai prinsip kemudian menjadi
konsep yang menggambarkan keesaan itu sendiri. Sebuah keesaan yang menjadi sumber dan
asal usul dari alam semesta berdasarkan pemahaman seturut pewahyuan.

2.1.1 Logos menurut pemikiran Yunani


Sejalan dengan upaya untuk membangun pendasaran pemahaman akan sumber asali
dari segala sesuatu, konsep logos menjadi bagian penjelasannya. Konsep ini telah menjadi
bagian dari alam pemikiran Yunani kuno yang terus berkembang di masa abad-abad pertama
Masehi. Menjadi sesuatu yang umum bahwa para pemikir Yunani mencari sumber asali dari
keberadaan alam semesta. Sejak Protagoras, Sokrates, Plato dan Aristoteles, usaha untuk
mencari dasar tersebut menjadi orientasi utama. Dan konsep logos menjadi suatu penjelasan
rational yang bisa menjawab keingintahuan tersebut.

2.1.2 Logos yang dipahami seturut Pembukaan injil Yohanes


Pembukaan Injil Yohanes, dipandang sebagai suatu pengungkapan filsafati dari
sumber asali dalam pandangan kekristenan. Sejalan dengan konsep Yunani, para bapak gereja
dan juga pembukaan Injil Yohanes mempergunakan logos yang dimengerti sebagai sumber
pengetahuan, sumber asali dan sabda itu sendiri. Di sini logos dilihat sebagai sumber asali
yang menjadi awal dari segala sesuatu. Dalam prolog ini, kita bisa melihat dua proses yang
terjadi: pertama yaitu proses penciptaan itu sendiri, yang mana bersumber dari logos. Kedua,
proses penciptaan itu terjadi dalam waktu yang mengisyaratkan bahwa segala yang ada
terikat pada dimensi ruang dan waktu.
Proses ini membawa konsekuensi bahwa logos yang berasal dari keabadian yang
masuk dalam dunia dengan menjadi daging (tubuh) menjadikan dirinya terikat pada dimensi
ruang dan waktu.
Yesus diidentikkan dengan Logos kekal; anak Allah menjadi pintu masuk kekristenan
dalam filsafat. Sabda sebagai Tuhan dipandang sebagai Akal Budi yang menciptakan dunia
dan menuntun pikiran manusiawi. Sejak abad II Masehi para penulis Kristen yang disebut
apologi karena mereka dengan gencar memperkenalkan kekristenan di bawah bentuk
pengertian dari dunia greco-romano, menggunakan Logos untuk menyatakan kekristenan
sebagai filsafat.
Yang membedakan adalah, Bagi filsuf Yunani, Logos dimiliki secara sebagian-sebagian,
dalam arti elemen-elemen dari Diskursus benar dan Akal budi sempurna. Bagi kekristenan,

4
mereka memiliki Logos itu, artinya Dikursus benar dan Akal budi sempurna menjelma dalam
Yesus Kristus. Sehingga berfilsafat berarti hidup secara sesuai dengan Akal Budi
Orang-orang Kristen adalah filsuf karena mereka hidup secara sesuai dengan Logos
Ilahi. Transformasi dari kekristenan ke dalam filsafat ini menandai pemikiran di Alexandria:
Clemens dari Alexandria yang baginya, kekristenan yang adalah pewahyuan penuh dari Logos,
adalah filsafat yang sungguhnya. Filsafat adalah dia yang mengajar untuk menuntun manusia
dengan cara menjadi sama dengan Tuhan dan menerima rencana Ilahi sebagai prinsip
pengarah dari seluruh pembinaan manusia.

2.2 “Sistem Sekolah”


Seperti filsafat Yunani, filsafat Kristen pun akan menyatakan diri sekaligus sebagai
suatu diskursus dan sebagai cara hidup. Diskursus: dalam sekolah eksegese teks-teks pendiri
gereja pada abad I dan II. Misalnya sekolah exegetik dari Clemens Alexandria dan Origenes.
Sekolah ini sama sekali analog (sejalan) dengan sekolah-sekolah filsafat pada masa itu. Seperti
sekolah Plato yang memberikan kursus pembacaan dialog-dialog Plato yang berhubungan
dengan tahap-tahap kemajuan spiritual. Sekolah Kristen seperti Origenes membaca Kitab
Suci : Kebijaksanaan, Imamat, dan Kidung Agung yang berkaitan pada etika yang memberikan
pemurnian yang layak, pada fisik yang mempelajari untuk melampaui hal-hal indrawi, dan
teologi yang mengarah pada Tuhan
Di sini kita melihat bahwa pembacaan Kitab Suci seperti para filsuf masa itu, adalah
pembacaan rohani (spiritual) yang ada dalam hubungan yang erat dengan kemajuan jiwa. Dari
upaya seperti itu, kita bisa melihat suatu usaha untuk membentuk suatu sistem pengajaran
yang berdasar pada komentar Kitab Suci sebagaimana yang menjadi metode sekolah Yunani
kuno. Namun di sini terdapat upaya untuk membedakan keduanya dari dalam pengajaran
Kristen itu sendiri yang mengambil jarak atas orang-orang pagan. (Bdk kotbah-kotbah St.
Agustinus yang membedakan hidup orang Kristen dan kaum pagan) 1.

3 Patristik: Terbentuknya Pikiran Kristen dengan Latar Belakang Pikiran


Yunani
Filsafat Abad pertengahan dapat dikatakan bermula dari periode yang disebut
Patristik. Inilah masa yang dimulai sejak para pengikut Yesus Kristus mulai menyatakan

1 Semon Dobleau 26, 1-37.

5
keberadaannya sebagai salah satu cara hidup yang aktual di masa tersebut. Hal ini dinyatakan
misalnya oleh para sejarawan di masa itu seperti Porphyrus dari Tirus. Meskipun terdapat
beberapa kekurangan menyangkut model-model, cakupan, metode-metode, dan juga sering
kali tidak kronologis tetapi pengenalan akan periode ini dapat membantu kita melihat
pemikiran filsafati abad pertengahan.

3.1 Masa Patristik/Bapa-bapa Gereja.


Mereka membentuk sistem ajaran Gereja, bentuk pembelaan iman atau apologetis.
Mereka menunjukkan ajaran gereja yang benar berhadapan dengan ajaran-ajaran sesat
misalnya Arianisme, Gnostisisme, Manikheisme, Donatisme dan lain-lain. Ajaran sesat
diajarkan juga oleh para uskup yang berpikir berbeda dengan arus utama gereja, misalnya
Arianisme yang mengajarkan bahwa Yesus hanyalah manusia / masalah Yesus Kristus Allah –
Manusia. Selain bidaah maka masalah rumusan iman kepercayaan “Filioque” terjadi
perbedaan pendapat antara Katolik Barat dan Ortodoks Timur.
Abad-abad ke III - IV gereja berkembang pesat maka sistem pengajaran gereja sangat
penting.
a) Barat/Latin/Roma: Tokoh-tokoh pemikirnya: Ambrosius, Hironimus, Agustinus
b) Yunani/Konstantinopel: Gregorius dari Nazianse, Basilius, Gregorius dari Niysa,
Dionisius Areopagita, Yohanes Damasenus.
c) Aleksandria/Afrika utara/Mesir (tidak lama karena di tahun 300-an dikuasai
oleh Islam sehingga para pemikir Kristen mengungsi ke Roma) Tokoh-tokoh
pemikirnya: Clemens dan Origines.

3.2 Apakah Konsekuensi Filosofi dari masa Patristik?


Bertitik-tolak dari edit Milano (313) Kekristenan menjadi agama Negara. Kaisar
Yustinus melarang sekolah-sekolah Filsafat, konsekuensinya sekolah-sekolah filsafat
mengungsi ke luar Kekaisaran dan banyak yang mengungsi ke Persia/Baghdad (Arab).
Sistem di bagian Latin, pemakaian dan pengajaran filsafat Yunani dilarang sama sekali
karena bertentangan dengan pemahaman Kristus Allah manusia yang datang ke dunia.
Terutama mengenai sumber kebenaran pada salib, ada dualisme pandangan mengenai tubuh
dan jiwa oleh Filsafat. Filsafat tidak sama dengan Teologi/ filsafat tidak membantu teologi.
Hal ini karena mereka lebih menekankan pergumulan pribadi, St. Agustinus pernah mengikuti
aliran Manikheisme sehingga melihat aliran lain sebagai yang tidak baik.

6
Di bagian Yunani, filsafat tidak ada kaitan dengan teologi. Sehingga orang yang
menjadi Kristen, meyakini kemenangan Tuhan yang tidak ada kaitannya dengan filsafat. Di
sini teologinya murni tanpa pengaruh filsafat.
Ada perbedaan pengungkapan isi ajaran teologi antara Latin dan Yunani sebagai
konsekuensi.
Masa Patristik secara umun tidak ada pembedaan metode teologis dengan metode
filsafat (masa itu Bapa-Bapa Gereja tidak membedakan filsafat dan teologi, cara berpikir
teologi dengan metode filsafat).

3.2.1 System pengajaran di bagian Latin,


Penggunaan dan pengajaran filsafat Yunani dilarang sama sekali karena bertentangan
dengan pemahaman Kristus Allah manusia yang datang ke dunia.
Terutama mengenai sumber kebenaran pada salib, ada dualisme pandangan
mengenai tubuh dan jiwa oleh Filsafat.
Filsafat tidak sama dengan Teologi, filsafat tidak membantu teologi. Hal ini karena
mereka lebih menekankan pergumulan pribadi St. Agustinus yang pernah mengikuti aliran
Manikeisme sehingga melihat aliran lain sebagai yang tidak baik

3.2.2 Pola pengajaran Yunani,


Filsafat tidak ada kaitan dengan teologi. Sehingga orang yang menjadi Kristen,
meyakini kemenangan Tuhan yang tidak ada kaitannya dengan filsafat. Di sini teologinya
murni tanpa pengaruh filsafat.
Ada perbedaan pengungkapan isi ajaran teologi antara Latin dan Yunani sebagai
konsekuensi. Masa Patristik secara umun tidak ada pembedaan metode teologis dengan
metode filsafat (masa itu Bapa-Bapa Gereja tidak membedakan filsafat dan teologi, cara
berpikir teologi dengan metode filsafat).

Bahan Bacaan:
1) Alain de Libera, La philosophie Médieval, PUF, 2006.
2) Battista Monding. A History of Mediaeval Philosophy, Rome: Urbaniana Univ.
Press, 1991.
3) Jeanne Hersch, L’etonement Philosophique, Gallimard, 1993.
4) Maurice, Frederick Denison. Filsafat Abad Pertengahan. Terj. Suprianto
Abdullah. Indoliterasi, Yogyakarta, 2021
5) Pierre Hadot, La philosophie comme manière de vivre, Albin Michel, 2001.

7
6) Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Kaitannya dengan kondisi sosio politk
zaman kuno hingga sekarang. Terj. Sigit Jatmiko, Agung Prihaatoro, Imam
Muttaquiem, Imam Baihaqi, Muhammad Sodiq. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2007.
7) Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolastisisme, Pustaka Filsafat, Kanisius,
2004.

Anda mungkin juga menyukai