Tema : Pendahuluan
Tujuan:
1. Memahami latar belakang istilah Filsafat Abad Pertengahan
2. Memahami kondisi sosial kultural pada masa sesudah periode klasik
3. Menelaah pembagian isi dari gagasan-gagasan selama periode abad pertengahan
Materi:
PENDAHULUAN
Filsafat Abad Pertengahan adalah penamaan atas suatu periodisasi yang panjang dan
mencakup hampir seribu tahun. Berangkat dari kenyataan tersebut, Alain de Libera, seorang
spesialis abad pertengahan mengatakan : Hal pertama yang harus dipelajari mengenai Abad
Pertengahan adalah bahwa Abad Pertengahan tidak ada. Hal ini berarti bahwa istilah
tersebut membawa banyak problematik sehubungan dengan pemahaman periodisasi sistem
pemikiran yang berlangsung setelah masa Yunani Antik dan sebelum Filsafat Modern.
Sementara itu, istilah ini diciptakan oleh Giovani Andrea Botti, seorang pustakawan pada
permulaan masa Renaissance, 14691.
Sekarang ini filsafat abad pertengahan memiliki reputasi yang baik dalam konteks iklim
perkembangan dan pembentukan sistem berpikir yang mengubah tatanan dunia pada masa
itu. Akan tetapi kelebihan ini tidak menutupi juga kekurangan dalam hal pengungkapan dan
integritasnya. Hal ini menyatakan bahwa banyak upaya untuk kembali kepada ide-ide filsafati
abad pertengahan ketika kita sekarang ini sedang mempelajarinya. Namun pada
kenyataannya kita sudah tidak lagi berada dalam masa tersebut.
1
di Barat. Di sini kita melihat juga oposisi antara dua Kekaisaran romawi: Barat dan Timur,
Oposisi dua gereja, dua kekristenan: Barat dan Timur. Fenomena ini membawa dua
konsekuensi: kita mempunyai kesulitan untuk menempatkan Orang-orang barat bukan
Kristen dan Orang-orang Timur Kristen.
Secara umum kita dapat memilah periode ini dalam tiga kategori waktu :
- Periode abad I sampai VI yang ditandai dengan kehadiran para pemikir Patristik.
- Periode abad VI sampai XI yang diwarnai dengan pengolahan kembali pokok-pokok
pikiran Aristoteles oleh para pemikir arab dan barat.
- Periode abad XI sampai XIV yang diwarnai dengan peralihan ke pemikiran modern
dan penemuan Dunia Baru.
Dari pembagian tersebut kita bisa memperoleh sedikit panorama kesekitaran periode antara
tersebut dengan melihat apa yang sesungguhnya terjadi dalam dunia tersebut.
2
Pertengahan itu laksana suatu ilusi, maka hal menimbulkan kesulitan-kesulitan untuk
memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya.
Sekurang-kurangnya setelah peristiwa runtuhnya Kekaisaran Romawi barat dan timur
terjadilah perubahan-perubahan: dunia tidak terpusat pada laut tengah bumi tetapi melebar
ke “dunia baru” seperti yang ditemukan oleh Cristoforus Colombus pada penjelajahannya di
abad XV.
3
Di masa ini satu-satunya cara berpikir ialah mencapai kebahagiaan adalah masuk
dalam biara-biara. Apalagi hanya di dalam biaralah orang bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan, karena mereka memiliki waktu dan ketekunan membukukan tulisan-tulisan
para pemikir.
Filsafat barat dapat dikatakan menitik-beratkan penekanan akan pengajaran tentang
dosa dan rahmat Allah sebagaimana banyak diungkapkan oleh St. Agustinus pada masa
Patristik. Tema yang menjadi pusat perhatian adalah : Bagaimana manusia dalam pergumulan
pribadi? Bagaimana mereka berjuang sampai / berkat rahmat Allah, sampai kepada
perjumpaan, pengenalan akan Tuhan bahkan selamat? Mereka menekankan juga
kesederhanaan. Demikian juga apa yang menjadi pengajaran dalam biara-biara.
Dari tendensi sedemikian ini, maka filsafat di sini lebih dilihat dalam konteks
perkembangan kekristenan(teologi). Hal ini membuat penerapan filsafat dan teologi seolah-
olah tidak dibedakan. Kalau orang berbicara tentang teologi maka dia sekaligus dikatakan
berfilsafat. Tidak dibedakan antara filsafat dan teologi dalam argumen-argumennya. Di sini
orientasi filsafat terlebih yang berkembang pada masa Patristik berorientasi pada Kristologi
sebagai bagian dari apologia gereja.
4
3.3.1 Apakah konsekuensi munculnya Islam bagi Filsafat?
Maka muncul filsuf-filsuf Islam yang berjasa karena mengangkat kembali karya-karya
klasik filsafat Yunani yang sekolah-sekolah telah ditutup oleh para kaisar karena bertentangan
dengan agama Katolik. Lewat tokoh-tokoh Islam di antaranya, Averoes Ibnu Rusdi, dan
Avicena Ibnu Sina. Mereka mempunyai peranan dalam menghidupi karya-karya klasik Yunani
dengan memberikan komentar-komentar terhadap misalnya Aristoteles dalam karya-karya
mereka. Hal yang menjadi pokok perhatian adalah persoalan-persoalan metafisik yang
berkaitan dengan pemahaman materi dan substansi, serta konsep-konsep pengenalan.
Di lain pihak, para filsuf Islam ini memberikan andil besar bagi pengenalan filsafat
Yunani pada pundak abad pertengahan. Di puncak abad pertengahan kebangkitan ide-ide
Yunani (Plato – Aristoteles) lewat para filsuf arab. Ide-ide yang diangkat yakni masalah logos,
materi dan bentuk (yang banyak kali dikomentari). Logika dari bahasa Yunani langsung
diterjemahkan ke dalam bahasa latin.
Karya-karya dalam bahasa arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin.
Tulisan –tulisan Plato dan Aristoteles dikenal oleh filsafat Latin dari bahasa Arab ke latin
kecuali ‘logika’ ajaran dari Aristoteles.
Ada pemakaian ide-ide Kristen dan Islam yang bertolak dari pemikiran Yunani.
Misalnya Thomas dengan Summa Contra Gentiles/ajaran-ajaran melawan orang-orang asing
maksud Thomas ialah orang bisa berbicara berdasarkan rasio di sini banyak dibicarakan
mengenai ratio. Misalnya kata logos yang terkenal dalam agama Kristen mulai digunakan oleh
orang Islam.
5
➢ Soklastikat Pertama, abad X – XI, dengan tokohnya Anselmus dari Conterbury
dan mazhab Chartres.
➢ Puncak Skolastik, abad XIII, dengan tokohnya Bonaventura dan Thomas
Aquinas
➢ Skolastik Akhir, dengan tokohnya Don Scotus dan Willian dari Ockham
Bahan Bacaan:
6
4) Maurice, Frederick Denison. Filsafat Abad Pertengahan. Terj. Suprianto
Abdullah. Indoliterasi, Yogyakarta, 2021
5) Pierre Hadot, La philosophie comme manière de vivre, Albin Michel, 2001.
6) Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Kaitannya dengan kondisi sosio politk
zaman kuno hingga sekarang. Terj. Sigit Jatmiko, Agung Prihaatoro, Imam
Muttaquiem, Imam Baihaqi, Muhammad Sodiq. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2007.
7) Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolastisisme, Pustaka Filsafat, Kanisius,
2004.