Anda di halaman 1dari 7

Bahan Ajar : 30 Januari 2023

Tema : Pendahuluan

Tujuan:
1. Memahami latar belakang istilah Filsafat Abad Pertengahan
2. Memahami kondisi sosial kultural pada masa sesudah periode klasik
3. Menelaah pembagian isi dari gagasan-gagasan selama periode abad pertengahan

Materi:

PENDAHULUAN

Filsafat Abad Pertengahan adalah penamaan atas suatu periodisasi yang panjang dan
mencakup hampir seribu tahun. Berangkat dari kenyataan tersebut, Alain de Libera, seorang
spesialis abad pertengahan mengatakan : Hal pertama yang harus dipelajari mengenai Abad
Pertengahan adalah bahwa Abad Pertengahan tidak ada. Hal ini berarti bahwa istilah
tersebut membawa banyak problematik sehubungan dengan pemahaman periodisasi sistem
pemikiran yang berlangsung setelah masa Yunani Antik dan sebelum Filsafat Modern.
Sementara itu, istilah ini diciptakan oleh Giovani Andrea Botti, seorang pustakawan pada
permulaan masa Renaissance, 14691.
Sekarang ini filsafat abad pertengahan memiliki reputasi yang baik dalam konteks iklim
perkembangan dan pembentukan sistem berpikir yang mengubah tatanan dunia pada masa
itu. Akan tetapi kelebihan ini tidak menutupi juga kekurangan dalam hal pengungkapan dan
integritasnya. Hal ini menyatakan bahwa banyak upaya untuk kembali kepada ide-ide filsafati
abad pertengahan ketika kita sekarang ini sedang mempelajarinya. Namun pada
kenyataannya kita sudah tidak lagi berada dalam masa tersebut.

1 Situasi umum periode abad pertengahan


Abad Pertengahan dikenal sebagai sebuah sebutan untuk periode antara yang
berlangsung antara periode Yunani Antik dan Periode modern (objek material), dan yang
dilihat dari sudut pandang iklim sistem berpikir dan keadaan kemasyarakatan yang
berlangsung di dunia seputaran laut tengah bumi (objek formal). Dari sudut pandang geo-
politik, periode ini bisa dikatakan berlangsung antara masa jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat
pada tahun 476 dan masa pengambilalihan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) oleh
penguasa Islam dari Turki tahun 1452. Ini adalah sebuah periode waktu seribu tahun yang
ditandai dengan beragam peristiwa sesuai dengan ciri khas romawi. Dengan kata lain kita bisa
melihat bahwa Abad Pertengahan barat adalah periode di antara dua kejatuhan Kekaisaran
Romawi.
Di lain pihak, pandangan atas Abad Pertengahan disamakan dengan apa yang kita
sebut KekristenanBarat, hal ini membawa penolakan akan hal yang bukan barat dan Kristen.
Pada kenyataannya pada periode ini terdapat Kekristenan Timur dan Orang Arab dan Yahudi

1 lih. Jacqaues Le Goff, L’imaginaire médéval

1
di Barat. Di sini kita melihat juga oposisi antara dua Kekaisaran romawi: Barat dan Timur,
Oposisi dua gereja, dua kekristenan: Barat dan Timur. Fenomena ini membawa dua
konsekuensi: kita mempunyai kesulitan untuk menempatkan Orang-orang barat bukan
Kristen dan Orang-orang Timur Kristen.
Secara umum kita dapat memilah periode ini dalam tiga kategori waktu :
- Periode abad I sampai VI yang ditandai dengan kehadiran para pemikir Patristik.
- Periode abad VI sampai XI yang diwarnai dengan pengolahan kembali pokok-pokok
pikiran Aristoteles oleh para pemikir arab dan barat.
- Periode abad XI sampai XIV yang diwarnai dengan peralihan ke pemikiran modern
dan penemuan Dunia Baru.
Dari pembagian tersebut kita bisa memperoleh sedikit panorama kesekitaran periode antara
tersebut dengan melihat apa yang sesungguhnya terjadi dalam dunia tersebut.

2 Kesulitan memahami Abad Pertengahan


Istilah Abad Pertengahan diciptakan pada masa Renaissance oleh Giovani Andrea
Botti dalam kapasitasnya sebagai seorang pustakawan. Ia menciptakan istilah abad
pertengahan karena dengan maksud untuk membuat klasifikasi ajaran-ajaran/tulisan-tulisan
yang ada di perpustakaannya, yang mana teks-teks tersebut secara kronologis berasal-usul
pada masa sesudah Yunani Kuno hingga masa Renaissance. Dengan bertolak dari kenyataan
waktu di masa hidupnya, ia melihat bahwa terdapat suatu periode unik di antara masa Yunani
kuno dan periode modern, dan inilah yang disebutnya sebagai periode abad pertengahan.
Istilah ini lebih untuk menegaskan kenyataan suatu periode tertentu dan bukan eksistensinya,
terlebih di hadapan kenyataan rentangan masa sepuluh abad yang tidak bisa dirangkum
sebagai suatu periode secara umum.
Berdasarkan kenyataan keberadaan periode Abad Pertengahan sebagai satu masa
antara maka kita dapat mengatakan bahwa periode ini tidak dipersiapkan oleh masa Yunani
Antik, dan tidak juga mempersiapkan waktu modern. Pertanyaan sehubungan dengan hal ini
adalah : “apakah Abad Pertengahan adalah memang sebuah abad pertengahan?” Secara
kronologis periode ini adalah masa seribu tahun antara tahun 410, yakni jatuhnya Romawi
barat ke tangan orang-orang Wisgoth dan Vandal, yang mana menandai juga berakhirnya
dominasi Kekaisaran Romawi Barat. Dan di sisi lain tahun 1453, yakni jatuhnya Konstantinopel
ke tangan orang Turki yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan, yang juga adalah masa
keemasan kekristenan.
Di lain pihak, Abad pertengahan disebut juga sebagai abad romawi/kekristenan maka
ini menimbulkan pertanyaan : ”Apakah dengan jatuhnya romawi berarti jatuhnya
Kekristenan?” Ini menyangkut problem kekuasaan temporal. Seperti diungkapkan oleh
pandangan Santo Agustinus dalam bukunya Kota Tuhan. Agustinus hidup dalam kejayaan
romawi dan itu dianggapnya kejayaan gereja. Itulah yang menjadi ideal dan sebagai kerajaan
1000 tahun yang dijanjikan Tuhan maka mereka sungguh menantikan kedatangan Tuhan
tetapi belum 1000 tahun kerajaan sudah runtuh. Sehingga Kota Tuhan bab XX dikatakannya
bahwa kota ideal ialah kota batiniah/surga, bukan kota Roma. Dengan demikian kenyataan
ini menumbuhkan juga kesulitan sehubungan dengan status eksistensi kekristenanyang
melekat pada periode tersebut. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Abad

2
Pertengahan itu laksana suatu ilusi, maka hal menimbulkan kesulitan-kesulitan untuk
memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya.
Sekurang-kurangnya setelah peristiwa runtuhnya Kekaisaran Romawi barat dan timur
terjadilah perubahan-perubahan: dunia tidak terpusat pada laut tengah bumi tetapi melebar
ke “dunia baru” seperti yang ditemukan oleh Cristoforus Colombus pada penjelajahannya di
abad XV.

3 Pengelompokan filsafat Abad Pertengahan


Periodisasi Abad pertengahan lebih dimaksudkan untuk mengelompokkan tendensi
pemikiran yang berlangsung pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
pemahaman perkembangan sistem berpikir yang terjadi dalam keterkaitannya dengan latar-
belakang semasa. Dan di lain pihak untuk lebih mempersempit ruang lingkup analisa atasnya.
Dengan demikian kita dapat masuk dalam aliran perkembangan pemikiran yang tumbuh dan
berkembang pada masa itu.

3.1 Filsafat Barat (Roma) dan Filsafat Timur (Byzantin)


Pengenalan akan filsafat pada periode ini bertolak dari iklim berpikir yang didasarkan
pada tradisi Latin pada Kekaisaran romawi barat dan tradisi Yunani pada Kekaisaran romawi
Timur. Suasana ini akan mewarnai seluruh perkembangan pikiran yang ada hingga pada masa
peralihan ke periode modern. Hal yang menjadi karakter umum ialah pengaruh pengajaran
kekristenan yang menjiwai kedua kebudayaan tersebut.

3.2 Tema-tema besar pemikiran

3.2.1 Filsafat Barat : Patristik – skolastik


Filsafat Barat, baik pada masa Patristik pun skolastik, ditandai dengan buah-buah
pemikiran beberapa tokohnya mulai dari Agustinus hingga Petrus Lombardus, Bonaventura,
Thomas Aquinas, Yohanes Scater, Bernardus, Fransiskus Assisi. Peranan tokoh-tokoh ini masih
akan di dalami kemudian. Patristik merujuk pada peranan dari mereka yang disebut sebagai
Bapa-bapa gereja, antara lain Agustinus, Justinus, Hironimus. Kadang-kala filsafat Patristik
dilihat secara terpisah dari korpus abad pertengahan karena karakter yang ada di dalamnya.
Skolastik merupakan penamaan atas sekolah-sekolah yang berkembang di bawah
bimbingan Gereja dalam hal ini biara-biara, antara lain Benediktin, Dominikan. Secara
geografis, skolastik barat meliputi daerah Eropa barat dan utara berkembang di bawah
pengaruh raja-raja Kristen yang memegang kekuasaan setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi
Barat. Periode ini dikenal juga dengan penamaan lain: abad pertengahan latin.
Sejalan dengan tumbuhnya tiga tradisi monastik : Fransiskan, Benediktin, Dominikan.
Ciri khas dari periode latin ini adalah :
✓ Sistem katekese: berhadapan dengan ajaran-ajaran bidaah, dan juga
berhadapan dengan perkembangan Islam,.
✓ Teolog mistik: mistik sebagai dimengerti keluar dari diri menuju pada Allah.
Dalam pemahaman filsafati masa itu dimengerti sebagai usaha keluar dari diri,
sebagai hal-hal natural sampai kepada Allah. Tokoh terkenal adalah St.
Fransiskus dari Salles.

3
Di masa ini satu-satunya cara berpikir ialah mencapai kebahagiaan adalah masuk
dalam biara-biara. Apalagi hanya di dalam biaralah orang bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan, karena mereka memiliki waktu dan ketekunan membukukan tulisan-tulisan
para pemikir.
Filsafat barat dapat dikatakan menitik-beratkan penekanan akan pengajaran tentang
dosa dan rahmat Allah sebagaimana banyak diungkapkan oleh St. Agustinus pada masa
Patristik. Tema yang menjadi pusat perhatian adalah : Bagaimana manusia dalam pergumulan
pribadi? Bagaimana mereka berjuang sampai / berkat rahmat Allah, sampai kepada
perjumpaan, pengenalan akan Tuhan bahkan selamat? Mereka menekankan juga
kesederhanaan. Demikian juga apa yang menjadi pengajaran dalam biara-biara.
Dari tendensi sedemikian ini, maka filsafat di sini lebih dilihat dalam konteks
perkembangan kekristenan(teologi). Hal ini membuat penerapan filsafat dan teologi seolah-
olah tidak dibedakan. Kalau orang berbicara tentang teologi maka dia sekaligus dikatakan
berfilsafat. Tidak dibedakan antara filsafat dan teologi dalam argumen-argumennya. Di sini
orientasi filsafat terlebih yang berkembang pada masa Patristik berorientasi pada Kristologi
sebagai bagian dari apologia gereja.

3.2.2 Filsafat Timur (Byzantin)


Soklastikat Timur: Di sini terdapat ciri yang lain yakni pemikiran yang justru tumbuh
dan berkembang di bawah keberlangsungan Kekaisaran Romawi Timur (Yunani). Filsafat
timur di sini dipakai untuk sebagai istilah yang menunjuk pada pemikiran yang berkembang
di Kekaisaran romawi timur atau Byzantin. Pandangan filsafat ini menitikberatkan Kristus
sebagai pemenang, kemuliaan Allah/Paskah, mereka lebih menekankan bagaimana
penghayatan iman sebagai bentuk kemuliaan karena kebangkitan Kristus, mereka
menekankan cara mengungkapkan paskah, Kristus pemenang. Dengan kata lain mereka
bergembira dan merayakan paskah lebih meriah yang tertuang dalam pandangan filsafati-
teologisnya. Ide Pemikiran Kristen soal kemenangan dan kemuliaan (Kristus bangkit) menjiwai
seluruh pemikiran gereja timur (Ortodoks) yang terungkap dalam perayaan-perayaannya
yang sangat meriah. Ibadat paskah menjadi sumber iman mereka dan sumber hadirnya
gereja.
Sejalan dengan upaya membentuk sistem pengajaran Kristen, maka terdapat
kecondongan untuk menolak apa yang menjadi pengajaran dalam sekolah-sekolah filsafat
Yunani kuno. Hal ini dimaksudkan agar bisa diperoleh pengajaran Kristen yang murni yang
berdasarkan pada Yesus Kristus. Walaupun ada hal-hal yang sejalan dengan pengajaran
Yunani kuno seperti soal mati-raga, hidup kekal, pengajaran Kristen menekankan perbuatan
dan Rahmat Allah. Oleh orang Byzantium filsafat dipandang sebagai bentuk Helenistik,
sesuatu yang asing, Filsafat sebagai ilmu luaran. Gagasan filsafat sebagai pelayan teologi
kurang diterima dalam pemikiran Byzantium. Teologi adalah hal murni monastik, dan filsafat
terlepas dari pengaruh teologi. Filsafat Byzantin lebih sebagai ensiklopedi

3.3 Periode skolastik Islam


Filsafat skolastik Islam berkembang seturut pendudukan kesultanan Turki di daerah-
daerah latin barat. Secara kultural pendudukan Islam mengubah daerah yang telah
didudukinya sebagai tempat penerimaan bagi mereka yang tinggal di situ sebelumnya. Filsafat
di tanah Islam bukanlah filsafat orang-orang Islam, tapi sejarah filsafat-filsafat yang orang-
orang Islam hasilkan sesudah pendudukan. Filsafat skolastik Islam dapat dibagi: Islam timur
dengan pusatnya di Baghdad dan Islam barat dengan pusatnya di Cordova.

4
3.3.1 Apakah konsekuensi munculnya Islam bagi Filsafat?
Maka muncul filsuf-filsuf Islam yang berjasa karena mengangkat kembali karya-karya
klasik filsafat Yunani yang sekolah-sekolah telah ditutup oleh para kaisar karena bertentangan
dengan agama Katolik. Lewat tokoh-tokoh Islam di antaranya, Averoes Ibnu Rusdi, dan
Avicena Ibnu Sina. Mereka mempunyai peranan dalam menghidupi karya-karya klasik Yunani
dengan memberikan komentar-komentar terhadap misalnya Aristoteles dalam karya-karya
mereka. Hal yang menjadi pokok perhatian adalah persoalan-persoalan metafisik yang
berkaitan dengan pemahaman materi dan substansi, serta konsep-konsep pengenalan.
Di lain pihak, para filsuf Islam ini memberikan andil besar bagi pengenalan filsafat
Yunani pada pundak abad pertengahan. Di puncak abad pertengahan kebangkitan ide-ide
Yunani (Plato – Aristoteles) lewat para filsuf arab. Ide-ide yang diangkat yakni masalah logos,
materi dan bentuk (yang banyak kali dikomentari). Logika dari bahasa Yunani langsung
diterjemahkan ke dalam bahasa latin.
Karya-karya dalam bahasa arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin.
Tulisan –tulisan Plato dan Aristoteles dikenal oleh filsafat Latin dari bahasa Arab ke latin
kecuali ‘logika’ ajaran dari Aristoteles.
Ada pemakaian ide-ide Kristen dan Islam yang bertolak dari pemikiran Yunani.
Misalnya Thomas dengan Summa Contra Gentiles/ajaran-ajaran melawan orang-orang asing
maksud Thomas ialah orang bisa berbicara berdasarkan rasio di sini banyak dibicarakan
mengenai ratio. Misalnya kata logos yang terkenal dalam agama Kristen mulai digunakan oleh
orang Islam.

3.3.2 Apakah filsafat menyatu dengan budaya Arab?


Filsafat bukanlah bagian yang menyatu dengan budaya arab, melainkan merupakan
pengaruh berpindahnya para filsuf Yunani yang berpindah ke Persia dan Arab akibat tekanan
Kaisar Romawi Katolik setelah berlakunya edit Milano. Dalam penggunaannya, filsafat
menjadi salah satu bagian pengetahuan dalam sistem pengajaran di Baghdad yang kadang-
kala diperdebatkan dengan Al-Quran.

4 Periodisasi temporal Filsafat abad pertengahan


Dalam urutan kronologis kita bisa membagi filsafat di masa pertengahan dalam dua
periodisasi sesuai dengan maksud penggunaannya.

4.1 Periodisasi secara historis:


Ada banyak kemungkinan untuk mengenal periodisasi Abad pertengahan, dan pada
umumnya ada dua pembagian besar:
➢ Abad Pertengahan Awal: abad V – X
➢ Abad Pertengahan Pusat: abad X- XIII
➢ Abad Pertengahan Akhir: abad XII – XIV

4.2 Periodisasi filosofis:


Yang menjadi titik perhatian filosofis adalah Abad Pertengahan Pusat, yang mencakup
abad kurun waktu abad X – XIII, dan abad XIII dipercaya sebagai pusat dari periode ini.

5
➢ Soklastikat Pertama, abad X – XI, dengan tokohnya Anselmus dari Conterbury
dan mazhab Chartres.
➢ Puncak Skolastik, abad XIII, dengan tokohnya Bonaventura dan Thomas
Aquinas
➢ Skolastik Akhir, dengan tokohnya Don Scotus dan Willian dari Ockham

5 Aktualitas memahami Abad Pertengahan


Menjadi pertanyaan di sini persoalan pentingnya abad pertengahan sebagai suatu
bahan studi. Yang pertama-tama hendak diangkat adalah dampak kenyataan dari runtuhnya
Kekaisaran romawi baik itu romawi barat maupun romawi timur. Perubahan konstelasi politik
tersebut ternyata membawa dampak pada perubahan cara berpikir mengenai realitas yang
ada khususnya kehidupan keagamaan dalam hal ini gereja, dan makna kekuasaan temporal.
Ide aktualisasi abad pertengahan membantu kita untuk mengerti bahwa pertama-
tama ada hal-hal yang harus diungkapkan sehubungan dengan periode tersebut. Sekurang-
kurangnya konsep-konsep yang dikembangkan di sana tentu mempunyai artinya bagi konsep-
konsep sekarang ini.
Filsafat merupakan salah satu cara hidup demikian pula filsafat abad pertengahan
menggambarkan cara hidup tertentu yang ide-idenya tetap ada yang relevan sampai sekarang
ini. Ini mau menunjukkan ide-ide mengenai masyarakat, politik tetap mempunyai pengaruh
hingga saat ini. Walaupun abad pertengahan bukan disiapkan sejak saman Yunani, tetapi
adanya kenyataan jatuhnya Kekaisaran Romawi dan perubahan-perubahan lainnya,
teristimewa kekristenan sangat berpengaruh atau kehidupan saat itu ditandai dengan
kekristenan yang masih mempunyai pengaruh hingga saat ini.
Dengan kata lain juga Filsafat abad pertengahan bukan suatu periode yang sudah finis
tetapi masih tetap berulang pikiran-pikirannya sampai sekarang ini. Hal ini mempengaruhi
filsafat hari ini. Maurice Merleau-Ponty, filsuf eksistensialis Perancis mengatakan : Periode
abad pertengahan adalah tempat untuk dihidupi oleh manusia. Di sini Ia mengkritik metode
pembelajaran ilmu pengetahuan yang tidak mampu menghadirkan apa yang dihidupi oleh
manusia. Ia menambahkan : Mempelajari Filsafat Abad Pertengahan berarti sungguh masuk
dalam kehidupan tersebut.
Dengan demikian, kita mempelajari Filsafat Abad Pertengahan dari dalam dirinya
sendiri. Kita mempelajarinya bukan sebagai orang luaran, tetapi kita masuk dalamnya dan
mengalami hidup filsafat dalam periode ini. Martin Heidegger menyatakan: sesuatu itu
menarik akan tetapi hal tersebut sudah menjadi tidak menarik lagi jika sudah selesai”.
Maksudnya kalau kita mau mempelajari sesuatu kita tidak membatasi pada hal itu menarik
tetapi harus mengolahnya secara menyeluruh atau masuk ke dalamnya dalam bentuk satu
cara hidup.

Bahan Bacaan:

1) Alain de Libera, La philosophie Médieval, PUF, 2006.


2) Battista Monding. A History of Mediaeval Philosophy, Rome: Urbaniana Univ.
Press, 1991.
3) Jeanne Hersch, L’etonement Philosophique, Gallimard, 1993.

6
4) Maurice, Frederick Denison. Filsafat Abad Pertengahan. Terj. Suprianto
Abdullah. Indoliterasi, Yogyakarta, 2021
5) Pierre Hadot, La philosophie comme manière de vivre, Albin Michel, 2001.
6) Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Kaitannya dengan kondisi sosio politk
zaman kuno hingga sekarang. Terj. Sigit Jatmiko, Agung Prihaatoro, Imam
Muttaquiem, Imam Baihaqi, Muhammad Sodiq. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2007.
7) Thomas Hidya Tjaya, Humanisme dan Skolastisisme, Pustaka Filsafat, Kanisius,
2004.

Anda mungkin juga menyukai