Anda di halaman 1dari 19

ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM

Amelia Zulkarnain (11220820000002), Hanum Salsabila (11220820000061),


Rizky Ibnu Pratama (11220820000113), Fatin Az Zahra (11220820000123)

Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan


Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak
Kajian ini mencakup analisis terhadap pemahaman teologis dari sudut pandang Al-Quran,
hadis, dan pemikiran ulama. Selain itu, artikel ini juga membahas evolusi pemikiran teologis
dalam sejarah Islam, dari masa awal hingga perkembangan kontemporer. Selain membahas
konsep-konsep dasar, artikel ini menyoroti macam-macam aliran teologi Islam serta corak
pemikirannya yang berbeda-beda. Penekanan diberikan pada bagaimana setiap macam aliran
memiliki perbedaan interpretasi dalam pemahaman terhadap ajaran Islam. Pembahasan dalam
artikel ini melibatkan materi sumber-sumber pembahasan teologi Islam, ruang lingkup
bahasan teologi Islam, tema-tema utama yang dibicarakan dalam teologi Islam, persamaan
dan perbedaan definisi antara teologi dengan aqidah, ushuluddin, serta keimanan. Dengan
mengeksplorasi aspek teologis dalam Islam secara mendalam, artikel ini memberikan
kontribusi pada pemahaman umum tentang kerangka pemikiran keagamaan Islam, serta
relevansinya dalam memahami dinamika sosial dan spiritualitas umat Muslim di seluruh
dunia.

Kata Kunci: Teologi Islam, Al-Qur’an, Hadits, Aliran, Akidah

PENDAHULUAN
Islam adalah agama monoteistik yang didasarkan pada ajaran-ajaran yang terdapat
dalam Al-Quran, kitab suci Islam, serta Hadis, yaitu catatan-catatan tentang tindakan dan
ucapan Nabi Muhammad. Teologi Islam adalah cabang studi yang memahami konsep-konsep
ilahi, sifat-sifat Allah, hubungan manusia dengan Allah, dan masalah-masalah keagamaan
lainnya dalam Islam. Ilmu ini tumbuh di dalam Islam, sebagaimana agama-agama yang lain
sebelumnya, karena beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhannya, kemudian
berkembang dari waktu ke waktu dalam sejarah Islam.
Ilmu ini tidak berkembang secara langsung menjadi sempurna, tetapi mengikuti pola
pertumbuhan dan perkembangan seperti ilmu-ilmu Islam lainnya. Pada awalnya, cakupan
pembahasan teologi terbatas, namun kemudian berkembang dan meluas secara bertahap.
Proses perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya hingga mencapai bentuk yang lebih matang seperti yang
kita ketahui saat ini.
Pentingnya memahami aspek teologi dalam Islam terletak pada pengaruhnya terhadap
keyakinan dan praktik umat Muslim. Dalam menjalani kehidupan di dunia pasti ada satu hal
melekat pada diri kita yaitu akidah dan keyakinan kita kepada Allah SWT. Jika tidak didasari
oleh akidah dan keyakinan seolah tidak ada gunanya juga kita menjalani kehidupan
sehari-hari. Ilmu teologi dalam Islam adalah upaya kita untuk memahami cara berpikir dan
proses pengambilan keputusan para ulama dengan aliran teologi ketika menyelesaikan
persoalan-persoalan yang sedang terjadi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga banyak memiliki perbedaan pemikiran dan
aqidah yang melekat di diri kita. Manusia harus pandai dalam menanggapi perbedaan yang
terjadi dan harus disesuaikan dalam Al-Quran dan hadits. Perbedaan juga tampak dengan
munculnya aliran-aliran yang membawa pengaruh dan menimbulkan persoalan. Tetapi perlu
diingat perbedaan itu umumnya membahas tentang keesaan Allah, keimanan para rasul
malaikat, hari akhir, dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin diperdebatkan lagi.
Dengan latar belakang tersebut, makalah ini akan mencoba menjelajahi aspek-aspek
penting dari teologi Islam, mulai dari pemahaman tentang definisi serta persamaan sekaligus
perbedaannya dengan aqidah, ushuluddin dan keimanan, pemahaman sumber dan ruang
lingkup teologi Islam, penjelasan latar belakang lahirnya, pemahaman tema pokok, serta
penjabaran macam-macam aliran dengan corak pemikirannya berdasarkan kerangka historis
dan perkembangannya.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teologi Islam


Teologi adalah studi tentang ilmu agama dan keyakinan spiritual. Ini mencakup
pemahaman tentang Tuhan, agama, kepercayaan, dan prinsip-prinsip moral yang mendasari
keyakinan seseorang. Teologi mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang
eksistensi Tuhan, asal-usul alam semesta, dan makna kehidupan.
Teologi Islam adalah cabang dari teologi yang khusus mempelajari ajaran dan
keyakinan dalam agama Islam. Ini mencakup pemahaman tentang Allah (Allah dalam Islam),
Al-Quran (kitab suci Islam), Hadis (tradisi dan perkataan Nabi Muhammad), serta
prinsip-prinsip moral dan hukum Islam. Teologi Islam membahas konsep-konsep seperti
tauhid (keyakinan dalam satu Allah), akhirat (kehidupan setelah kematian), dan risalah
(kenabian dan ajaran-ajaran para nabi).
Secara etimologis, asal-usul kata "teologi" berasal dari bahasa Yunani, yakni
"theologia," yang terdiri dari "Theos" yang artinya "Tuhan" dan "Logos" yang berarti
"Pengetahuan." Oleh karena itu, teologi dapat diartikan sebagai "pengetahuan tentang
Tuhan." Ini merujuk pada suatu disiplin ilmu yang mempelajari Tuhan dan kaitannya dengan
manusia, baik berdasarkan wahyu maupun melalui penyelidikan intelektual. Dalam konteks
Islam, teologi mencakup studi tentang fakta dan fenomena agama serta hubungan antara
Tuhan dan manusia.
Islam dalam pembahasan teologi Islam adalah agama yang menghendaki adanya sikap
ketundukan dengan sikap ketundukan dan sikap ketundukan yang disertai dengan sifat batin
yang ikhlas, sehingga hakikat yang terkandung dalam ajaran Islam ada dua, yaitu:

1. Berserah diri, tunduk, atau taat sepenuh hati.


2. Al-Salam, khususnya keberuntungan, hubungan damai dan keharmonisan.

Berdasarkan konstruksi makna “teologi” dan “Islam”, maka “teologi Islam”


merupakan ilmu yang membahas secara sistematis persoalan-persoalan ketuhanan dan alam
semesta dalam sudut pandang Islam, diyakini, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ajaran
Islam yang harus diamalkan untuk memperoleh keamanan dalam kehidupan (dunia ini dan
akhirat). Teologi Islam berbicara tentang masalah spiritual, sehingga kita juga dapat
memahaminya serupa dengan ilmu Kalam, terutama dalam dua aspek:

1. Pertama, berbicara tentang kepercayaan terhadap Tuhan dalam segala seginya,


termasuk soal wujudnya, keesaannya, dan sifat-sifatnya.
2. Kedua, bertalian dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya, persoalan
terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, serta lainnya.

Menurut Abdurrazak, Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan
dan segala sesuatu yang terkait dengannya secara rasional. Sedangkan menurut Muhammad
Abduh: “tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali
wajib dilenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan
keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada diri mereka, apa yang boleh dihubungkan
kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka”.

Jika melihat definisi pertama, dapat dipahami bahwa Muhammad Abduh lebih
menekankan pada ilmu Tauhid/teologi, khusus membahas tentang Allah dengan segala
sifatnya, Rasul dan sifat-sifatnya, sedangkan definisi kedua menekankan metode
musyawarah, terutama penggunaan dalil-dalil yang meyakinkan.

B. Persamaan dan Perbedaan Definisi antara Teologi dengan Aqidah, Ushuluddin, serta
Keimanan
Teologi, Aqidah, Ushuluddin, dan Keimanan adalah konsep-konsep penting dalam
konteks agama, terutama dalam Islam. Berikut adalah perbedaan dan persamaan definisi
antara keempat konsep tersebut:

1) Teologi
Teologi adalah studi tentang Allah atau Tuhan, kepercayaan, doktrin, dan
prinsip-prinsip agama. Ini melibatkan analisis dan penjelasan tentang sifat-sifat
Tuhan, penciptaan, kebaikan, dan hubungan antara manusia dan Tuhan dalam
kerangka keyakinan agama tertentu.
Teologi Islam adalah studi tentang keyakinan dan doktrin-doktrin dalam
agama Islam. Ini melibatkan pemahaman tentang Allah (Allah), al-Quran sebagai
wahyu ilahi, nabi Muhammad sebagai rasul terakhir, malaikat, hari kiamat, dan
konsep-konsep lainnya dalam Islam. Teologi Islam mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan filosofis dan teologis seperti sifat-sifat Allah, masalah takdir
dan keadilan, serta hubungan manusia dengan Tuhan.
Ada berbagai aliran teologi dalam Islam, seperti Sunni, Syiah, dan Sufi, yang
memiliki interpretasi dan pemahaman yang berbeda terhadap aspek-aspek teologis.
Studi teologi Islam membantu umat Islam memahami dan mendalami keyakinan
mereka serta menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip agama mereka.
Teologi seringkali merupakan bagian dari Aqidah dan Ushuluddin dalam
Islam karena membahas keyakinan fundamental tentang Tuhan. Di antara lain teologi
mencakup pemahaman tentang konsep Tuhan, sifat-sifat, penciptaan, kehidupan
setelah kematian, dan masalah teologis lainnya.

2) Aqidah
Aqidah adalah keyakinan fundamental dalam agama Islam. Ini mencakup
keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir, dan takdir
Allah. Aqidah adalah dasar iman seorang Muslim.

Aqidah adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada keyakinan atau
kepercayaan fundamental yang dimiliki oleh seorang Muslim terhadap ajaran agama
mereka. Ini mencakup keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab suci (seperti
Al-Quran), rasul-rasul, hari kiamat, dan qada dan qadar (ketetapan dan takdir Allah).
Beberapa poin penting dalam aqidah Islam meliputi:

1. Tauhid : Konsep keesaan Allah. Seorang Muslim harus meyakini bahwa Allah
adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki sekutu atau mitra.
2. Nubuwwah : Mengacu pada keyakinan terhadap rasul-rasul Allah yang diutus
untuk membimbing manusia. Rasul terakhir dalam Islam adalah Nabi
Muhammad SAW.
3. Kitab suci : Muslim harus meyakini kitab-kitab suci yang diwahyukan Allah
kepada para rasul, termasuk Al-Quran sebagai kitab terakhir.
4. Malaikat : Keyakinan akan adanya malaikat yang tunduk pada Allah dan
melaksanakan tugas-tugas tertentu.
5. Hari kiamat : Muslim meyakini bahwa akan ada hari kiamat di mana semua
manusia akan dihidupkan kembali untuk pertanggungjawaban akhirat.
6. Qada dan Qadar Ini adalah keyakinan tentang takdir dan ketetapan Allah
terhadap segala hal di alam semesta.

Aqidah sangat penting dalam Islam karena merupakan landasan iman yang
kuat bagi umat Islam. Ini membentuk pemahaman mereka tentang Tuhan, dunia, dan
akhirat, serta mempengaruhi tindakan dan perilaku mereka dalam kehidupan
sehari-hari.

Aqidah sering kali merupakan bagian dari Teologi Islam, karena Teologi
membahas keyakinan terhadap Tuhan dan elemen-elemen yang terkait dengan
Aqidah. Pandangan inti atau keyakinan yang membentuk dasar dari iman seseorang
dan mencakup hal-hal seperti keyakinan pada satu Tuhan, nabi atau rasul tertentu,
kitab suci, dan konsep-konsep agama penting lainnya.

3) Ushuluddin
Ushuluddin adalah cabang studi dalam Islam yang mengkaji prinsip-prinsip
dasar aqidah dan keyakinan agama. Ini termasuk memahami sumber-sumber aqidah,
seperti Al-Quran dan Hadis, serta metodologi penafsiran dan pemahaman agama.
Ushuluddin sangat penting dalam memahami aqidah Islam dan memberikan dasar
bagi pemahaman yang benar tentang keyakinan dalam agama Islam. Itu membantu
umat Islam memahami dasar-dasar keyakinan mereka dan bagaimana
keyakinan-keyakinan ini diterapkan dalam praktik-praktik keagamaan sehari-hari.

Ushuluddin sering terkait erat dengan Aqidah karena membantu


mengembangkan pemahaman yang kuat tentang keyakinan agama. Selain itu,
ushuluddin merupakan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar dalam memahami
sumber-sumber agama Islam dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

4) Keimanan
Keimanan adalah tingkat keyakinan seseorang terhadap aqidah atau doktrin
agama yang mereka anut. Ini mencakup aspek-aspek seperti kepercayaan, keyakinan,
dan pengabdian pribadi kepada Tuhan. Iman dalam Islam adalah keyakinan atau
kepercayaan dalam hati seseorang terhadap Allah, para rasul-Nya, kitab-kitab sucinya,
malaikat-malaikatnya hari akhir, dan takdir Allah. Iman adalah salah satu pilar utama
dalam agama Islam dan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seorang
Muslim.

Iman dalam Islam tidak hanya merupakan keyakinan teoritis, tetapi juga harus
tercermin dalam tindakan sehari-hari. Ini mencakup beribadah, berbuat baik kepada
sesama, menjalankan perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya. Iman juga
mengandung aspek kepasrahan (tawakkul) kepada Allah, di mana seorang Muslim
mengandalkan Allah dalam segala aspek kehidupannya.
Dalam Islam, iman bukanlah sesuatu yang statis; ia dapat tumbuh dan
berkembang seiring dengan pemahaman, amal, dan ketaatan seseorang terhadap
ajaran agama. Oleh karena itu, memperkuat iman dan menjaganya adalah tujuan
penting dalam kehidupan seorang Muslim.
Keimanan adalah hasil dari pemahaman dan penerimaan Aqidah dan Teologi
dalam konteks individu. Dan keimanan bisa menjadi sesuatu yang sangat pribadi dan
mendalam, mencakup perasaan, komitmen, dan hubungan pribadi dengan Tuhan atau
kekuatan spiritual.
C. Sumber-Sumber Pembahasan Teologi Islam
Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam
menggunakan beberapa sumber, yaitu:

a) Sumber yang ideal


Sumber yang dianggap ideal dalam Ilmu Tauhid adalah Qur'an dan Hadits.
Kedua sumber ini mengandung data yang relevan dengan objek kajian Ilmu Tauhid.
Sebagai contoh, dalam ajaran agama, diakui bahwa amal perbuatan yang baik hanya
diterima oleh Allah SWT jika didasari oleh akidah Islam yang benar. Karena adanya
pemalingan dari akidah yang benar akan berarti penyimpangan dari keimanan yang
tulus kepada Allah. Pemalingan dari keimanan juga berarti kemurtadan dari Allah
SWT. Dengan demikian, Allah tidak akan menerima amal baik yang dilakukan oleh
orang kafir, seberapapun banyaknya amal yang mereka lakukan. Ini tercermin dalam
firman Allah SWT: "Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia
mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya." (QS. Al-
Baqarah: 217)

b) Sumber Historik
Sumber historis adalah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek
kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat islam maupun
pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga islam. Scbab. setelah
Rasulullah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini memungkinkan umat islam
berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiran-pemikiran dari luar islam, misalnya
dari Persia dan Yunani. Sumber historik akan menentukan fakta; dan oleh karena fakta
diketahui melalui dokumen-dokumen: metode akan menentukan keotentikan dan
bentuk asli (kritik teks) dari dokumen-dokumen tersebut.

D. Ruang Lingkup Bahasan Teologi Islam


Lapangan pembahasan dalam Ilmu Tauhid atau teologi mencakup keyakinan terhadap
eksistensi Allah Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membawa implikasi bagi seseorang untuk
juga meyakini keberadaan Malaikat, kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah, Nabi-nabi dan
rasul-rasul-Nya, takdir Allah, dan kehidupan setelah mati. Oleh karena itu, jika ruang lingkup
pembahasan Ilmu Tauhid ini dikategorikan, maka dapat dibagi menjadi:

1. Hal-hal yang berhubungan dengan Zat yang pertama dan menjadi sebab pertama
(prima causa) terhadap adanya alam semesta yaitu Allah Swt beserta qadha dan
qadar-Nya. Pembahasan tentang Allah Swt ini dalam Teologi Islam lazim disebut
dengan istilah "al-Mabda" (Zat Pertama atau Sebab Pertama).
2. Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah Swt atau perantara yang dipakai oleh
Allah Swt dalam berhubungan dengan manusia, yang lazim disebut dengan istilah
"al-wasithah". Yang termasuk dalam kelompok pembahasan ini meliputi: Malaikat,
Nabi dan Rasul Allah, dan Kitab-kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada
manusia sebagai petunjuk dan tuntunan dalam mengharungi hidup dan kehidupan di
dunia.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan janji-janji Allah Swt tentang hari yang akan
datang, atau hari dan alam kehidupan yang akan dilalui manusia setelah kehidupan di
dunia, jelasnya alam kehidupan manusia sesudah mati. Bagian ini disebut dengan
istilah "al-ma'ad", yang meliputi: Barzakh, Kiamat, Ba'ats, Hisab, Mizan, Shirath,
Surga dan Neraka. Semua alam ini belum pernah dialami oleh manusia, tetapi semua
orang beriman wajib mempercayainya.Karena itu pembahasan ini disebut juga dengan
istilah "As-sam'iyyat", yaitu suatu ajaran yang wajib dipercayai meskipun
keberadaannya masih sebatas didengar dan belum dialami atau disaksikan.

E. Latar Belakang Lahirnya Teologi Islam


Walaupun ajaran Islam memiliki pokok-pokok ajaran yang berfokus pada tauhid
sebagai inti utama, perpecahan pertama dalam umat Islam tidak disebabkan oleh masalah
teologis atau ketuhanan, melainkan oleh permasalahan politik. Pada masa kehidupan
Rasulullah sendiri, meskipun misi utamanya adalah menyampaikan tauhid, disiplin ilmu
seperti Ilmu Tauhid atau Teologi belum muncul. Ini terjadi karena pada masa Rasul masih
hidup, permasalahan teologis dalam kalangan umat Islam belum muncul.
Ketika Rasulullah masih hidup, kondisi para pengikutnya lebih bersifat pasif, dengan
sikap "sami'na wa atho'na" (kami dengar dan kami taat). Selain itu, segala permasalahan
dapat diselesaikan langsung oleh Rasulullah, baik sebagai pemimpin agama maupun sebagai
pemimpin negara. Umat pada waktu itu belum melakukan interpretasi dan analisis rasional
terhadap ajaran yang disampaikan Rasul. Oleh karena itu, meskipun aqidah umat Islam pada
saat itu sangat kuat, Ilmu Tauhid sebagai disiplin ilmu baru dikenal dalam dunia Islam
ratusan tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW. Ini muncul sebagai hasil dari permasalahan
dan problema teologis yang muncul dalam dunia Islam, yang pada awalnya dipicu oleh isu
politik.
Setelah wafatnya Rasulullah, muncul perbedaan pendapat, paham, dan aliran terkait
agama dan politik di awal masa Khulafa Ar-Rasyidin. Tanpa ada penunjukan pengganti oleh
Rasulullah dalam memimpin umat, terjadi kebingungan di kalangan umat Islam. Persoalan
jabatan khalifah dan siapa yang berhak mengambil peran itu setelah beliau meninggal
menjadi perdebatan yang memicu pro dan kontra terkait kekhalifahan. Dalam situasi krisis
tersebut, pertemuan di Saqifah tanpa rencana sebelumnya diadakan. Kaum Anshar
mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, sementara kaum Muhajirin menolak dengan argumen
bahwa pemimpin harus berasal dari kalangan Muhajirin yang pertama kali merasakan
pahitnya perjuangan Islam. Dalam perdebatan tersebut, Umar menunjuk Abu Bakar sebagai
pemimpin, dengan alasan bahwa Abu Bakar pernah memimpin sholat semasa Rasulullah
hidup. Keputusan ini kemudian disetujui oleh kaum Muslimin, dan Abu Bakar pun menjadi
khalifah yang memimpin dengan konsistensi sesuai praktek Rasulullah.
Setelah wafatnya Abu Bakar, Umar ditunjuk sebagai pemimpin kedua secara langsung
oleh Abu Bakar. Kepemimpinan Umar diwarnai oleh stabilitas dan kemajuan pesat dalam
pemerintahan. Namun, setelah wafatnya Umar, terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah
ketiga melalui proses penunjukan oleh formatur yang dibentuk oleh Umar.
Masa pemerintahan Utsman disertai dengan persoalan politik, terutama terkait
tindakannya yang lebih memprioritaskan keluarganya dalam posisi penting di
pemerintahannya. Kebijakan politik ini memicu pemberontakan, khususnya di Mesir, akibat
pemecatan Amr bin Ash dan pengangkatan Abdullah bin Abi Sarh (saudara sepersusuan
Utsman) sebagai gubernur Mesir. Cara Utsman memerintah, dengan memberikan posisi
penting kepada keluarganya dan alokasi besar dari Bait al-Mal kepada mereka, menimbulkan
ketidakpuasan dan protes di kalangan masyarakat, terutama di kalangan sahabat Nabi SAW.
Pemberontakan ini berakhir dengan pembunuhan Utsman oleh para pemberontak Mesir.
Setelah Khalifah Utsman bin Affan wafat dan terbunuh, proses suksesi kepemimpinan
khalifah menjadi rumit karena kondisi politik yang penuh tekanan dan disertai oleh berbagai
rumor dan fitnah. Kota Madinah menjadi tidak stabil karena umat Islam kehilangan
pemimpinnya. Dalam situasi tersebut, kaum pemberontak memaksa penduduk Madinah
untuk segera mencari khalifah baru.
Dari lima calon yang muncul, dua di antaranya, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Ibnu
Umar, menyatakan ketidak sediaannya. Akhirnya, Thalhah dan Zubair menjadi calon kuat.
Namun, pada akhirnya, Ali terpilih menjadi Khalifah setelah Al–Asytar an-Nakha’I menjadi
orang pertama yang membaiatnya, diikuti oleh khalayak ramai, termasuk Thalhah dan Zubair.
Meskipun demikian, Muawiyah, yang saat itu menjadi Gubernur Syiria, tidak mengakui
kepemimpinan Ali. Muawiyah menuntut Ali untuk menghukum para pembunuh Utsman dan
menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Pertentangan antara Mu'āwīyah bin Abū Sufyān dan Alī bin Abī Ṭālib mencapai
puncaknya dalam Perang Ṣiffin, sebuah perang untuk merebut jabatan khalifah. Pada saat
situasi tidak menguntungkan bagi Mu'awiyah, ia mengajukan arbitrase (tahkim) untuk
mengakhiri pertempuran. Meskipun sebagian pengikut Ali menentang, Ali terpaksa
menerima tahkim tersebut. Keputusan ini memecah pendukung Ali menjadi dua kelompok:
kelompok yang tetap setia pada Ali, dikenal sebagai Syi'ah, dan kelompok yang
menentangnya, yang kemudian dikenal sebagai Khawarij. Kelompok Khawarij tidak setuju
dengan tahkim, menganggapnya sebagai dosa besar, dan menganggap pelaku dosa besar
sebagai kafir yang harus dibunuh.
Pertanyaan mengenai status pelaku dosa besar ini memunculkan tiga aliran teologi
awal dalam Islam. Pertama, Khawarij menyatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan
wajib dibunuh. Kedua, Murji'ah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin dan
bukan kafir. Ketiga, Mu'tazilah menyatakan bahwa pelaku dosa besar berada di antara status
mukmin dan kafir. Aliran Mu'tazilah muncul sebagai reaksi terhadap pandangan Khawarij
dan Murji'ah, membawa istilah "Mu'tazilah" yang berarti orang-orang yang memisahkan diri.
Dalam periode berikutnya, muncul berbagai aliran tambahan selain yang telah
disebutkan sebelumnya, seperti Asy'ariyah, Maturidiyah, dan Syi'ah. Meskipun peran politik
aliran-aliran yang terakhir disebutkan mungkin muncul lebih awal, namun dari segi
pemikiran teologi, tampaknya perkembangan ini terjadi lebih belakangan. Selanjutnya, dalam
perkembangan tersebut, muncul sejumlah sekte dalam satu aliran. Aliran-aliran ini tidak
hanya berfokus pada masalah pelaku dosa besar, melainkan juga melibatkan
pertanyaan-pertanyaan kompleks terkait sifat Tuhan, kedudukan Al-Qur'an, kedudukan akal,
perbuatan manusia, kekuasaan mutlak Tuhan, Anthropomorphisme, keadilan Tuhan, kasab
(perolehan), melihat Tuhan, akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, dan
sebagainya.

Sejarah pemikiran dalam Islam memperlihatkan perjalanan pergumulan pemikiran


Islam, khususnya dalam teologi atau ilmu kalam, secara kronologis. Setiap Muslim yang
ingin memahami agamanya secara mendalam seharusnya mempelajari teologi agamanya,
karena ilmu ini dapat memperkuat keyakinan seorang Muslim dalam menghadapi tantangan
pemikiran di era modern.

Dalam ranah teologi Islam, ada tiga aliran utama: aliran liberal, aliran tradisional, dan
aliran di antara liberal dan tradisional. Ketiga corak teologi ini tidak saling bertentangan
dengan ajaran Islam, karena masih berada dalam batasan pemahaman Al-Qur'an dan
al-Hadis. Setiap aliran teologi memiliki tokoh-tokoh atau pemikirannya sendiri, baik sebagai
pendiri, pembina, atau penerus, yang prinsip-prinsip pemikirannya terwujud dalam
pembahasan lebih lanjut.

F. Macam-Macam Aliran Teologi Islam dan Corak Pemikirannya


1. Khawarij
Secara etimologis, kata "khawarij" berasal dari bahasa Arab, yaitu "kharaja,"
yang memiliki arti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Dalam konteks
pengertian etimologis ini, Syahrastani menjelaskan bahwa orang yang memberontak
terhadap imam yang sah disebut sebagai khawarij.

Doktrin-doktrin utama kelompok Khawarij mencakup beberapa aspek kunci.


Pertama, mereka berpendapat bahwa khalifah atau imam harus dipilih secara bebas
oleh seluruh umat Islam, tanpa memandang keturunan Arab. Selain itu, setiap Muslim
berhak menjadi khalifah asalkan memenuhi syarat. Mereka juga memandang bahwa
khalifah harus dipilih secara permanen, selama ia bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam; dalam hal sebaliknya, mereka bahkan melegitimasi penggulingan atau
pembunuhan khalifah yang zalim. Kelompok ini juga memandang kontroversial
bahwa khalifah Utsman setelah masa awalnya telah menyeleweng, begitu juga dengan
Khalifah Ali setelah arbitrase. Mereka menganggap Mu’awiyah dan Abu Musa
Al-Asy’ari sebagai orang-orang yang menyeleweng dan bahkan mengkafirkan
mereka. Selain itu, mereka menyatakan bahwa pasukan yang berpartisipasi dalam
pertempuran Jamal melawan Ali adalah kafir. Kelompok ini juga memiliki pandangan
ekstrim tentang hukuman bagi mereka yang berdosa besar, yaitu harus dibunuh, dan
menganggap mereka yang tidak bersedia membunuh muslim lain yang dianggap kafir
sebagai kafir juga. Khawarij mendorong setiap Muslim untuk berhijrah dan
bergabung dengan golongan mereka, menganggap yang tidak mau bergabung wajib
diperangi karena dianggap hidup dalam dar al harb (Negara musuh), sementara
mereka menganggap golongan mereka berada dalam dar al Islam (Negara Islam).
Kelompok ini juga menekankan pentingnya menghindari pemimpin yang
menyeleweng. Doktrin lainnya yang mereka pegang mencakup konsep wa'ad dan
wa'id, amar makruf nahi mungkar, pemalingan dari ayat-ayat Al-Qur'an yang tampak
mutasyabihat, pandangan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, dan keyakinan bahwa
manusia memiliki kebebasan dalam perbuatan mereka yang tidak berasal dari Tuhan.
Ini adalah pandangan-pandangan yang membentuk identitas dan pemikiran kelompok
Khawarij.

2. Murji’ah
Murji'ah berasal dari kata irja' atau arja'a yang memiliki arti penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Ini mengindikasikan pemberian harapan kepada
pelaku dosa besar bahwa mereka dapat memperoleh pengampunan dan rahmat dari
Allah.

Corak pemikiran aliran Murji'ah menekankan pentingnya tawakal, yaitu


keyakinan sepenuhnya pada Allah, dan menganggap bahwa penghakiman akhir hanya
hak prerogatif Allah untuk menentukan keimanan seseorang. Kedua, mereka
memisahkan antara iman dan amal perbuatan, dengan melihat iman sebagai keyakinan
dalam hati dan amal perbuatan sebagai tindakan fisik yang berbeda. Ketiga, aliran ini
cenderung memiliki sikap yang lebih toleran terhadap perbedaan pandangan dalam
agama, menghindari mengkafirkan sesama Muslim. Keempat, mereka menghargai
prinsip keadilan Allah dan meyakini bahwa hanya Allah yang memiliki pengetahuan
yang benar tentang iman dan akhirat, sehingga pertanyaan mengenai status akhir
seseorang harus diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Terakhir, walaupun mereka
menganggap iman penting dalam mencapai kebahagiaan di akhirat, mereka
menekankan bahwa hanya Allah yang berhak menentukan status seseorang sebagai
mukmin atau bukan. Pandangan-pandangan ini mencerminkan sikap yang lebih
toleran dalam pemahaman mereka tentang hubungan antara iman dan amal perbuatan
dalam Islam.

3. Mu’tazilah
Secara etimologi dan bahasa, kata "Mu'tazilah" berasal dari kata Arab
"i'tazala" yang berarti "berpisah" atau "meninggalkan." Nama ini diberikan kepada
mereka karena mereka awalnya berpisah dari dukungan politik untuk Imam Ali dalam
pertempuran awal Islam, meskipun seiring waktu, istilah ini lebih terkait dengan
pandangan teologis dan filosofis mereka yang khas daripada konflik politik awal.

Corak pemikiran aliran Mu'tazilah menekankan peran penting akal dan


pemikiran rasional dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam, menganggap akal
sebagai sarana untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep
agama. Kedua, Mu'tazilah memandang tauhid (keyakinan dalam satu Allah) sebagai
prinsip mendasar dalam Islam dan menegakkan keadilan Allah, meyakini bahwa
Allah selalu bertindak sesuai dengan prinsip keadilan yang mutlak, termasuk dalam
penilaiannya terhadap manusia di akhirat. Ketiga, mereka menggunakan metode qiyas
(analogi) dan ijma' (konsensus) sebagai alat untuk menginterpretasikan hukum Islam,
dengan keyakinan bahwa hukum-hukum Islam dapat diakses melalui akal dan
pemikiran rasional dengan menggunakan metode-metode tersebut. Keempat,
Mu'tazilah meyakini bahwa manusia tidak dapat melihat Allah di dunia ini atau di
akhirat, sebuah perbedaan mendasar dibandingkan dengan pandangan lain dalam
Islam. Kelima, mereka mendukung prinsip keadilan sosial dan menentang tindakan
sewenang-wenang dari penguasa atau kelompok elit, dengan pandangan bahwa setiap
individu memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam Islam. Keenam, mereka
memiliki pandangan yang berbeda tentang takdir, yaitu bahwa manusia memiliki
kebebasan untuk memilih tindakan mereka sendiri, berbeda dengan pandangan yang
lebih umum dalam ahlus sunnah wal jama'ah. Terakhir, mereka memahami iman
sebagai keyakinan dalam hati dan tidak mengkafirkan seseorang berdasarkan
perbuatan dosa, melainkan lebih memandang iman sebagai aspek keyakinan pribadi.
Corak pemikiran Mu'tazilah mencerminkan pendekatan yang rasional dan teologis
terhadap Islam, yang menghasilkan pandangan yang berbeda dalam beberapa isu
kunci dibandingkan dengan aliran-aliran lain dalam Islam.

4. Asy’ariyah
Aliran Asy'ariyah merupakan sebuah aliran dalam Islam yang menekankan
penerapan hukum Islam secara ketat dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka
cenderung mengadopsi interpretasi konservatif terhadap Quran dan Hadis, serta
mendorong pengikutnya untuk mematuhi ketentuan-ketentuan agama dengan ketat.
Aliran ini juga sangat memperhatikan moralitas dan etika, dengan menekankan
pentingnya menjauhi perilaku yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Pemahaman tentang peran gender dalam aliran ini cenderung konservatif, dengan
adanya pembagian peran yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Mereka juga
sangat berhati-hati dalam menghindari hal-hal yang dianggap haram dalam Islam dan
berusaha untuk mematuhi ketentuan halal. Beberapa kelompok yang mengikuti aliran
Asy'ariyah bisa bersikap skeptis terhadap pengaruh budaya Barat dan modernisme
dalam masyarakat Islam, serta aktif dalam upaya dakwah dan mendorong peran
pemimpin agama yang kuat dalam masyarakat. Corak pemikiran aliran ini dapat
bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan budaya, dengan beberapa negara
menerapkan aliran ini secara sangat ketat, sementara ada variasi dalam tingkat
konservatifnya di negara lain.

5. Maturidiyah
Aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari dua aliran utama dalam teologi
Islam Sunni, yang disebut sebagai aliran Asy'ari dan Maturidi. Corak pemikiran
Maturidiyah berakar pada ajaran Abu Mansur al-Maturidi (wafat tahun 944 M),
seorang cendekiawan teologi Sunni. Maturidiyah menyoroti pentingnya akal
(rasionalitas) dalam pemahaman terhadap ajaran Islam, sambil memandang wahyu
(penyampaian ilahi) sebagai sumber utama kebenaran. Mereka mempunyai
pandangan khas terkait sifat-sifat Allah dan berupaya menghindari penafsiran yang
bisa mengarah pada antropomorfisme atau tajsim. Maturidiyah mendukung gagasan
bahwa iman melibatkan keyakinan dalam hati, pengakuan lisan, dan perbuatan yang
sesuai, dan juga memiliki pandangan tengah mengenai takdir. Mereka mengakui
Al-Quran dan Hadis sebagai sumber otoritas utama dalam Islam, sambil memberi
tempat penting pada akal sebagai alat yang relevan dalam memahami agama. Aliran
Maturidiyah juga condong menerima perbedaan pandangan dalam Islam dengan sikap
yang inklusif.

6. Syiah
Aliran Syiah, yang merupakan salah satu dari dua aliran utama dalam Islam
bersama dengan aliran Sunni, memiliki pandangan teologis yang didasarkan pada
keyakinan bahwa kepemimpinan spiritual dan politik dalam umat Islam harus
diturunkan secara langsung dari keturunan Nabi Muhammad melalui Ahlul Bait
(keluarga Nabi). Titik sentral dalam pandangan Syiah adalah konsep Imamah, yang
menekankan peranan penting imam-imam yang dianggap tak bisa melakukan
kesalahan dan sebagai pemimpin spiritual utama umat Islam setelah Nabi
Muhammad. Aliran ini juga memiliki sejarah perbedaan politik dengan pemerintah
yang berkuasa, yang berasal dari keyakinan bahwa kepemimpinan politik harus
dipegang oleh imam-imam Syiah yang dianggap sebagai perwakilan Allah di dunia.
Di samping itu, Syiah mengobservasi perayaan Muharram, terutama hari-hari Ashura,
untuk mengenang peristiwa tragis di Karbala pada tahun 680 M, di mana Imam
Husain, cucu Nabi Muhammad, dan pengikutnya terbunuh. Praktik ibadah Syiah juga
memiliki perbedaan dalam segi shalat, doa, dan amalan keagamaan khusus seperti
ziarah dan doa kepada Imam-imam. Konsep taqlid, yaitu mengikuti panduan
ulama-ulama terkemuka dalam menjalankan agama, merupakan aspek penting dalam
pemahaman agama Syiah. Ahlul Bait, keluarga Nabi, memiliki peran yang sentral
dalam penghormatan dan interpretasi agama Syiah, dianggap sebagai sumber otoritatif
dalam ajaran Islam. Perlu diperhatikan bahwa terdapat variasi dalam corak pemikiran
dalam aliran Syiah, termasuk aliran Ithna Ashari, Ismaili, dan Zaidi, yang
masing-masing memiliki perbedaan dalam pandangan teologis dan praktik
keagamaan.

7. Jabariyah dan Qadariyah


Aliran Jabariyah dan Qadariyah adalah dua aliran teologis dalam Islam yang
memiliki pandangan berbeda tentang masalah takdir dan kehendak manusia. Jabariyah
meyakini determinisme mutlak, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu telah
ditentukan oleh Allah dan manusia tidak memiliki kehendak atau kebebasan sejati.
Dalam pandangan Jabariyah, manusia dianggap sebagai makhluk yang sepenuhnya
tunduk pada takdir Allah, tanpa memiliki peran dalam tindakan mereka sendiri.
Sebaliknya, aliran Qadariyah meyakini bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan
kemampuan untuk membuat pilihan dalam hidup mereka. Mereka berpendapat bahwa
manusia dapat memilih tindakan mereka sendiri, meskipun Allah telah mengetahui
pilihan-pilihan tersebut, dan pandangan Qadariyah menekankan pentingnya
pertanggungjawaban manusia atas perbuatan mereka di akhirat.
Kedua aliran ini telah menimbulkan banyak perdebatan dan kontroversi dalam
sejarah Islam, dengan mayoritas ulama Islam Sunni mengikuti pandangan Qadariyah,
sementara Jabariyah merupakan pandangan minoritas dalam sejarah Islam. Namun,
penting untuk dicatat bahwa baik Jabariyah maupun Qadariyah memiliki variasi
dalam pandangan mereka, dan tidak semua pengikut aliran ini memiliki pemahaman
yang sama.

8. Ahlussunnah wal jama’ah


Ahlussunnah wal Jama'ah, atau yang lebih dikenal sebagai aliran Sunni,
adalah salah satu aliran utama dalam Islam yang bersandar pada ajaran dan teladan
Nabi Muhammad sebagai sumber utama pedoman agama. Mereka menegaskan
pentingnya Hadis sebagai sumber otoritatif kedua setelah Al-Quran serta
mengedepankan keyakinan dalam satu Allah, kenabian Muhammad, hari kiamat,
malaikat, kitab suci, dan takdir. Sunni juga memahami konsep ijma' (konsensus umat)
dan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum agama. Prinsip-prinsip yang dianut
oleh aliran ini meliputi kesederhanaan dalam praktik agama, implementasi syariat
Islam, dan mengikuti panduan ulama. Terdapat berbagai madzhab seperti Hanafi,
Maliki, Syafi'i, dan Hanbali yang memberikan pedoman dalam tafsir dan aplikasi
hukum Islam dalam konteks Sunni. Sunni juga menekankan persatuan umat Muslim
di bawah prinsip dasar aqidah dan praktik umum, dan sebagian dari mereka juga
terlibat dalam tasawuf atau sufisme sebagai dimensi spiritual dalam Islam.

G. Tema - Tema Utama Yang Dibicarakan Dalam Teologi Islam


1. Al - Kabair
Adalah istilah dalam Islam yang merujuk kepada dosa-dosa besar atau
dosa-dosa utama yang dianggap sangat serius dan berat dalam pandangan agama.
Konsep Al-Kabair memiliki akar dalam ajaran Islam dan digunakan untuk
mengingatkan umat Muslim tentang tindakan-tindakan yang harus dihindari karena
memiliki konsekuensi yang serius dalam kehidupan akhirat. Beberapa penjelasan rinci
dalam Al -Kabair:
1) Murtad (Meninggalkan Islam): ketika seorang Muslim dengan sengaja
meninggalkan Islam dan menerima agama lain atau menjadi tidak beragama
sama sekali.
2) Shirk (Penyekutuan dengan Allah): ketika seseorang menyekutukan Allah
dengan entitas atau objek lain dalam ibadah atau menganggap ada ilah (tuhan)
selain Allah.
3) Pembunuhan atau penganiayaan: Membunuh atau menganiaya seseorang
tanpa alasan yang sah dan sesuai dengan hukum Islam adalah dosa besar.
Islam menghormati nyawa manusia dan mengatur hukuman bagi mereka yang
melakukan pembunuhan tanpa alasan yang sah.
4) Zina (Perzinahan): adalah tindakan seksual di luar pernikahan yang dianggap
sebagai dosa besar. Ini mencakup hubungan seksual pranikah dan
perselingkuhan. Islam mendorong pernikahan sebagai cara sah untuk
menjalani hubungan intim.
5) Mencuri: Mencuri adalah dosa besar yang melibatkan mengambil harta atau
properti orang lain tanpa izin atau hak yang sah. Islam menghukum pencuri
dengan hukuman yang tegas.
6) Pemfitnah (Pengadu Domba): Pemfitnah adalah orang yang memfitnah atau
membuat tuduhan palsu terhadap kehormatan seseorang dengan tuduhan zina
tanpa bukti yang kuat. Ini dianggap sebagai tindakan yang sangat keji dalam
Islam.
7) Minum Khamr (Minuman Keras): Mengkonsumsi minuman keras atau alkohol
adalah dosa besar dalam Islam. Alkohol dianggap dapat mengganggu akal
sehat dan perilaku seseorang, dan oleh karena itu diharamkan.
8) Mengambil Riba (Bunga): Mengambil atau membayar riba (bunga) dalam
transaksi keuangan adalah dosa besar dalam Islam karena bertentangan dengan
prinsip keadilan dalam Islam.
9) Durhaka kepada Orang Tua: Durhaka kepada orang tua, terutama ketika
melibatkan penolakan terhadap kewajiban dan hak mereka, dianggap sebagai
dosa besar dalam Islam. Islam sangat menekankan penghormatan terhadap
orang tua.
10) Berbohong tentang Nabi Muhammad: Berbohong atau membuat klaim palsu
terkait dengan Nabi Muhammad atau agama Islam adalah dosa besar yang
dapat mengganggu kepercayaan dan integritas agama.
11) Menghindari Kewajiban Keagamaan: Menolak untuk menjalankan kewajiban
keagamaan seperti shalat, puasa, zakat, atau haji tanpa alasan yang sah adalah
dosa besar karena mengabaikan kewajiban fundamental dalam agama Islam.

2. Al - Hurriyyah
Istilah "Al-Hurriyah" dalam bahasa Arab merujuk kepada konsep kebebasan
atau kemerdekaan dalam konteks teologi Islam. Ini merujuk kepada kemerdekaan dan
kebebasan yang dimiliki oleh manusia dalam memilih antara taat kepada Allah atau
maksiat (perbuatan dosa). Meskipun manusia memiliki kebebasan, mereka juga
bertanggung jawab atas tindakan mereka di akhirat. Beberapa penjelasan rinci dalam
Al - Hurriyyah:
1) Kebebasan dari Allah: Dalam teologi Islam, kebebasan (Al-Hurriyah) adalah
salah satu sifat manusia yang diberikan oleh Allah. Ini berarti manusia
memiliki kebebasan dalam membuat pilihan dan tindakan mereka. Namun,
kebebasan ini tetap terbatas oleh kehendak dan ketentuan Allah.
2) Penggunaan Kebebasan: Manusia diberikan kebebasan untuk membuat pilihan
dalam hidup mereka, termasuk dalam hal beragama, moral, dan tindakan
sehari-hari.
3) Ujian dan Pertanggungjawaban: Konsep Al-Hurriyah juga mencakup
pemahaman bahwa Allah menguji manusia melalui kebebasan mereka.
4) Kehendak Allah: Meskipun manusia memiliki kebebasan untuk membuat
pilihan, kebebasan ini tidak berarti mereka bebas dari kehendak Allah.
5) Kesadaran dan Akal: Al-Hurriyah dalam Islam juga berkaitan dengan akal dan
kesadaran. Manusia dianggap sebagai makhluk yang diberi akal dan kesadaran
untuk dapat memahami perbedaan antara baik dan buruk.
6) Panduan dan Petunjuk: Dalam Islam, Allah memberikan panduan dan
petunjuk kepada manusia Al-Quran dan ajaran Nabi Muhammad. Ini
membantu manusia dalam menggunakan kebebasan mereka dengan cara yang
benar dan beragama.
7) Batas-batas Moral: Walaupun manusia memiliki kebebasan, dalam Islam
terdapat batasan moral yang harus diikuti.
8) Ketaatan kepada Allah: Dalam kerangka Al-Hurriyah, kebebasan tertinggi
adalah ketaatan kepada Allah. Umat Islam diajarkan bahwa dengan tunduk
kepada kehendak Allah dan menjalankan perintah-Nya.

3. Al - ‘Adalah
Adalah konsep keadilan atau sikap adil dalam Islam. Konsep ini memiliki arti
yang mendalam dalam agama Islam dan mencakup berbagai aspek dalam kehidupan,
termasuk hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antara manusia dengan
sesama manusia.
Beberapa penjelasan rinci dalam Al - ‘Adalah:

1) Keadilan Allah (Al-'Adalah Allah)


Dalam konteks keadilan Allah, Al-'Adalah merujuk pada sifat Allah
yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Allah dianggap sebagai hakim yang
sempurna, yang selalu bertindak dengan keadilan dalam memutuskan nasib
manusia di dunia dan di akhirat. Konsep ini mencerminkan keyakinan bahwa
segala sesuatu yang Allah perintahkan atau yang Ditetapkan adalah adil dan
sesuai dengan hikmah-Nya yang mendalam.

2) Keadilan Manusia (Al-'Adalah al-Insaniyyah)


Dalam konteks hubungan antara manusia, Al-'Adalah merujuk kepada
kewajiban manusia untuk bersikap adil dan memperlakukan orang lain dengan
adil. Ini mencakup hubungan sosial, hukum, bisnis, dan interaksi manusia
sehari-hari.

Manusia diajarkan untuk memegang teguh prinsip keadilan dalam


semua tindakan mereka, termasuk dalam pengadilan, perlakuan kepada
keluarga, tetangga, dan semua anggota masyarakat.

3) Keadilan dalam Hukum (Al-'Adalah fi al-Qadha' wal-Qada'):


Al-'Adalah juga berlaku dalam sistem hukum Islam. Ini menekankan
perlunya sistem peradilan yang adil dan tidak memihak dalam menangani
perkara hukum. Hakim dan pengadilan diharapkan untuk memutuskan perkara
secara adil dan berdasarkan hukum Islam, tanpa tekanan atau diskriminasi.

4) Keadilan Sosial (Al-'Adalah al-Ijtima'iyyah)


Al-'Adalah juga mengacu pada keadilan sosial dalam Islam. Ini
mencakup distribusi kekayaan, kesetaraan hak dan peluang, serta perhatian
terhadap kaum miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Konsep zakat (sumbangan amal) adalah contoh nyata dari keadilan


sosial dalam Islam, di mana orang-orang yang mampu diharapkan untuk
memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada mereka yang
membutuhkan.

5) Keadilan dalam Hubungan Internasional


Al-'Adalah juga berlaku dalam hubungan antar negara atau dalam
konteks hubungan internasional. Prinsip ini menekankan pentingnya
negara-negara bersikap adil dalam hubungannya dengan negara lain,
menghindari agresi, penjajahan, atau perlakuan tidak adil terhadap negara lain.

4. Al - Shifat
Adalah istilah dalam teologi Islam yang merujuk kepada sifat-sifat Allah
(Asma' al-Sifat) yang diungkapkan dalam Al-Quran dan Hadis. Ini adalah salah satu
aspek penting dalam pemahaman teologi Islam, karena memungkinkan umat Muslim
untuk mendekati pemahaman tentang Allah dan hubungan antara manusia dan Allah.
Beberapa penjelasan rinci dalam Al – Shifat:

1) Definisi Sifat-sifat Allah: Al-Shifat adalah istilah kolektif yang mengacu


kepada atribut atau sifat-sifat Allah yang digambarkan dalam Al-Quran dan
Hadis. Ini mencakup sifat-sifat yang menjelaskan kekuatan, pengetahuan,
kasih sayang, dan karakteristik lain yang dimiliki oleh Allah.
2) Sifat-sifat Esensial (Dzatiyyah): Beberapa sifat-sifat Allah adalah sifat-sifat
esensial yang melekat padanya, dan mereka adalah sifat-sifat yang tidak bisa
diubah atau dilepaskan. Contohnya adalah sifat-sifat seperti Maha Kuasa
(Al-Qadir), Maha Tahu (Al-Alim), dan Maha Hidup (Al-Hayy).
3) Sifat-sifat Perbuatan (Fi'liyah): Sifat-sifat perbuatan adalah sifat-sifat yang
mencerminkan aktivitas atau tindakan Allah dalam dunia. Contohnya adalah
sifat Rahmat (Al-Rahman), Penyayang (Al-Rahim), dan Pemberi Rezeki
(Al-Razzaq).
4) Sifat-sifat yang Bersifat Positif: Sifat-sifat Allah selalu bersifat positif dan
sempurna. Mereka menggambarkan Allah sebagai yang Maha Baik, Maha
Adil, Maha Bijaksana, dan lain sebagainya. Ini berarti bahwa tidak ada
kekurangan atau cacat dalam sifat-sifat Allah.
5) Penyelarasan dengan Prinsip Tauhid: Konsep Al-Shifat harus selalu
disesuaikan dengan prinsip tauhid (keesaan Allah). Artinya, sifat-sifat Allah
tidak boleh diinterpretasikan atau dijelaskan secara berlebihan sehingga
mengaburkan atau meragukan kesatuan Allah.
6) Penafsiran dan Perselisihan: Beberapa sifat Allah, seperti Wajah (wajh),
Tangan (yad), atau Mata (ain), telah menjadi subjek perselisihan di antara
teolog Islam. Beberapa kelompok cenderung menafsirkan sifat-sifat ini secara
harfiah, sementara yang lain menganggapnya sebagai metafora atau simbolis.
Ini telah menyebabkan berbagai pandangan di antara berbagai tradisi Islam.
7) Taubat (Pengampunan) dan Kehendak Allah: Dalam Islam, ada keyakinan
bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.
8) Keterbatasan Manusia: Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami
sifat-sifat Allah secara penuh karena sifat-sifat Allah bersifat ilahi dan luar
biasa. Oleh karena itu, pemahaman manusia terhadap sifat-sifat Allah selalu
terbatas.

5. Al - Imamah
Adalah konsep penting dalam Islam, dalam hal ini juga disebut dengan
kepemimpinan dalam islam atau biasa disebut dengan khalifah, tetapi perannya dan
pemahamannya berbeda antara kelompok Sunni dan Syiah.

a. Al - Imamah menurut kelompok Sunni


Konsep kepemimpinan dan otoritas agama lebih berfokus pada
khilafah (kepemimpinan politik) daripada pada imamah. Sunni mengakui
bahwa pemimpin umat Islam (khalifah) adalah orang yang dipilih oleh
komunitas Muslim berdasarkan kualitas kepemimpinan dan kemampuan
mereka untuk mengatur urusan umat. Khalifah pertama setelah kematian Nabi
Muhammad adalah Abu Bakar, kemudian Umar, Utsman, dan Ali.
Dalam pemahaman Sunni, khilafah adalah tanggung jawab pemimpin
untuk memimpin negara Islam, menjaga ketertiban, dan menerapkan hukum
syariah. Khalifah tidak dianggap sebagai pemimpin spiritual yang memiliki
otoritas ilahi. Sunni juga memiliki berbagai mazhab hukum dan teologi yang
berbeda dalam hal pemahaman imamah dalam konteks hukum Islam.

b. Al - Imamah menurut kelompok Syiah


Imamat dalam kelompok Syiah berarti kepemimpinan spiritual dan
otoritas yang diberikan oleh Allah kepada para imam yang dipilih. Syiah
menganggap bahwa imam-imam yang dipilih secara ilahi memiliki otoritas
spiritual dan otoritas kebijakan yang tinggi dalam umat Islam setelah Nabi
Muhammad urusan agama. Imamat dianggap sebagai suksesi spiritual yang
sah setelah Nabi Muhammad, dan imam-imam dianggap sebagai pemimpin
yang harus diikuti oleh kelompok Syiah.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teologi Islam adalah cabang studi yang memahami konsep-konsep ilahi,
sifat-sifat Allah, hubungan manusia dengan Allah, dan masalah-masalah keagamaan
lainnya dalam Islam. Aspek teologi dalam Islam mencakup berbagai aliran teologi
dan corak pemikirannya yang merupakan langkah penting dalam pemahaman Islam
yang mendalam. Setiap aliran teologi Islam mencerminkan corak pemikiran yang
berbeda. Ini memungkinkan kita untuk menghargai keragaman intelektual dalam
Islam dan mendukung dialog antaragama yang harmonis. Dengan pemahaman yang
lebih baik tentang keragaman ini, kita dapat berkontribusi pada perdamaian, toleransi,
dan pemahaman antara berbagai kelompok agama dan budaya di dunia.

Unsur sumber-sumber teologi Islam memberikan pemahaman bahwa teologi


dalam Islam sangat penting dalam membentuk keyakinan dan praktek umat Muslim.
Sumber-sumber teologi Islam, seperti Al-Quran, Hadis, Ijma', dan Qiyas, menjadi
pijakan utama dalam membentuk ajaran dan hukum agama Islam. Sedangkan, ruang
lingkup dari teologi Islam meliputi bidang studi yang luas dan mendalam, mencakup
berbagai aspek penting dalam pemahaman agama Islam. Ruang lingkup teologi Islam
melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid (konsep tentang Allah), nubuwwah
(prophethood), kitabullah (Al-Quran), akhirat (kehidupan setelah kematian), dan
qadar (ketentuan Allah). Selain itu, dengan latar belakang lahirnya teologi Islam
memberikan pemahaman bahwa teologi Islam tidak dapat dilepaskan dari konteks
historis yang melatarbelakanginya. Sejarah perkembangan Islam memiliki peran
sentral dalam membentuk teologi Islam yang ada saat ini.

B. Saran
Dalam menjalani kehidupan, satu hal yang menjadi dasar adalah keyakinan
terhadap Allah SWT. Aktivitas sehari-hari terasa kurang bermakna jika tidak didasari
oleh keimanan yang kuat. Dalam kajian ini, kita telah mengenal Teologi Islam yang
membahas pemikiran dan kepercayaan terkait ketuhanan. Pengetahuan tentang
Teologi Islam penting agar kita dapat menjalani kehidupan sesuai dengan idealisme
seorang Muslim.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi perbedaan pemikiran


dan keyakinan, dan kita perlu bijaksana dalam menjaga keimanan dengan merujuk
pada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Perbedaan pemikiran ini sering kali menyebabkan
saling tuduh-menyuduh di antara mereka yang berbeda pandangan. Setiap orang
memiliki pendapatnya sendiri mengenai keyakinan atau aspek ketuhanan. Sebagai
orang yang memegang agama Allah, penting bagi kita untuk mengetahui mana
pemikiran yang benar dan yang salah. Dalam menilainya, kita harus kokoh pada
landasan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Hal ini sangat penting untuk dipelajari agar
keyakinan kita tentang Allah tidak keliru, karena jika keyakinan kita salah, kita dapat
dianggap keluar dari agama.

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Phillip C. and Wilfred Cantwel Smith. 1983. As Theologian of Religions.


Havard, Theological Review. No. 76.
Asyari, Zul. 1990. Pelaksanaan Musyawarah dalam Pemerintahan al-khulafa
al-Rasyidin. Jakarta: Kalam Mulia.

Nasution, Harun. 2002. Teologi Islam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Purba, Hadis dan Salamuddin. 2016. Teologi Islam: Ilmu Tauhid. Medan: Perdana
Publishing.

Rusli, Ris’an. 2014. TEOLOGI ISLAM: Telaah Sejarah dan Pemikiran


Tokoh-Tokohnya. Jakarta: Kencana.

Thaba, Abdul Aziz. 1996. Islam dan Negara. Jakarta: Gema Insani Press.

Anda mungkin juga menyukai