Anda di halaman 1dari 152

Buku Ajar Bahasa Indonesia

@ Tim Dosen Bahasa Indonesia

Hak cipta dilindungi undang-undang


All rights reserved

Cetakan pertama Syawal 1438 H / Juli 2017 M


Cetakan Kedua Muharram 1440 H / September 2018 M

Diterbitkan oleh:
Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Universitas Islam Bandung
Anggota IKAPI Nomor: 219/JBA/2012

Gedung Rektorat Unisba


Jl. Tamansari No. 20 Lt. 4 Bandung 40116
Telp: 022-4203368; Fax : 022-4263895; e-mail : lsipk_unisba@yahoo.co.id

Desain Sampul dan Tata Letak :


Hendriyana Jatnika, S.ST

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Tim Dosen Bahasa Indonesia

Bandung; LSIPK Unisba, 2017

Diterbitkan LSIPK Unisba


Anggota IKAPI Nomor: 219/JBA/2012

ISBN: 978-602-71823-7-0
I. Buku Ajar – Bahasa Indonesia 1 Judul
II. Seri.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Pasal 72

(1) : Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) : Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

i
Tim Penyusun
Buku Ajar Bahasa Indonesia

Penanggungjawab: Rektor Universitas Islam Bandung


Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H. (Ex Officio)

Anggota:
Wakil Rektor I (Ex Officio)
Wakil Rektor II (Ex Officio)
Wakil Rektor III (Ex Officio)

Ketua Tim: Dr. H.M. Wildan Yahya, Drs., M.Pd.


Wakil Ketua: Anneke Iswani Achmad, Dra., M.Si.
Sekretaris I: H. Aep Saepudin, Drs., M.Ag.
Sekretaris II Iyan Bachtiar, Ir., MT.

Bendahara: Ayip Saiful Bahri, S.Kom.I

Penulis:
Koordinator Merangkap Penyunting:
Hj. Anita Puspawati, Dra., M.Hum

Anggota:
Ririn Sri Kuntorini, Dra., M.Hum.
Andalusia Neneng Permatasari, S.S., M.Hum.
Dheka Dwi Agustiningsih, S.S.,M.Hum.
Yulianti, S.Sos., M.Si.
Parihat, Dra., M.Si.

Desain Cover dan Layout:


Hendriyana Jatnika, S.ST

Sekretariat:
Ayip Saiful Bahri, S.Kom.I.
Hendriyana Jatnika, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur sudah selayaknya kita


dipanjatkan ke Hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat
dan perkenan-Nya Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian
(LSIPK) dapat menyelesaikan Buku Ajar Bahasa Indonesia sebagai bahan
ajar dalam perkuliahan Pancasila di lingkungan Universitas Islam Bandung
(UNISBA).

UNISBA merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang


berasaskan Islam. Salah satu tujuan pendidikan di Unisba adalah
mewujudkan konsep mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti), dan mujadid
(pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami. Salah satu
upaya untuk mencapai tujuan tersebut UNISBA telah menetapkan
Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) sebagai
organisasi pendukung yang berfungsi mengembangkan konsep-konsep
keislaman. Pengembangan konsep-konsep keislaman ini dilakukan melalui
bidang-bidang yang dibentuk di bawah LSIPK, yaitu bidang PAI dan
Pesantren, Bidang Fatwa Kajian Islam dan Mesjid, dan Bidang Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang


Pendidikan Tinggi, mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah
rumpun MPK ditujukan untuk memberikan keterampilan berbahasa
Indonesia, karena sangat diperlukan dalam menjalankan berbagai
aktivitas. Dalam menjalankan aktivitas, dibutuhkan empat keterampilan
berbahasa, yaitu: membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan syarat mutlak bagi
mahasiswa agar mampu mengutarakan pikirannya kepada pihak lain
secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia di Unisba diharapkan
menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan komunikasi yang baik
dalam ranah keilmuan, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan
berbicara dalam bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik.

iii
Sesuai dengan tujuan Unisba, untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah sebagai
mujahid, mujtahid, dan mujadid, maka dibutuhkan tuntunan agama Islam
untuk membentuk keahlian berbahasa Indonesia Islami yang terintegrasi
dalam buku ajar Bahasa Indonesia. Selain itu keunikan buku ajar Bahasa
Indonesia yang disusun oleh UNISBA memasukkan nilai-nilai Islami yang
tergambar dalam bab Etika Bahasa dalam Al-Qur’an. Hal itu sebagai
wujud dari hakikat seorang manusia beriman yang berfungsi sebagai
khalifah di muka bumi dengan tugas menyampaikan ajaran Islam yang
rahmatan lil ‘alamin. Buku ajar bahasa Indonesia ini merupakan buku
wajib bagi mahasiswa Unisba yang mengambil mata kuliah Bahasa
Indonesia, sehingga semua mahasiswa Unisba mampu menulis dan
berbicara dalam bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik serta Islami.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan


penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
turut membantu dan mendorong terbitnya buku ini. Secara khusus,
ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penulis, Pimpinan UNISBA dan Fakultas. Hanya kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala kami mohonkan, semoga karya ini menjadi salah satu sumber
ilmu yang bermanfaat, mengalirkan pahala tiada henti bagi
bapak/ibu/saudara yang telah berjasa mewujudkannya.

Akhirnya kami menyadari bahwa tidak ada karya yang sempurna,


untuk itu kami membuka lebar-lebar sumbang saran konstruktif dari
mana saja datangnya demi kesempurnaan Buku ajar ini ke depan.

Bandung, September 2018


Rektor UNISBA

Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H.

iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................ iii

Daftar Isi ................................................................................. v

BAB I SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA


INDONESIA .............................................................. 1

1.1 Deskripsi Singkat ............................................... 1

1.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 1

1.3.1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia .... 1

1.3.2 Fungsi Bahasa................................................. 6

1.3.2.1 Fungsi Bahasa secara Umum ....................... 6

1.3.2.2 Fungsi Bahasa secara Khusus ..................... 9

1.4 Perlatihan .......................................................... 9

1.5 Ringkasan Materi ............................................... 10

1.6 Daftar Pustaka ................................................... 10

BAB II RAGAM DAN LARAS BAHASA .................................. 11

2.1 Deskripsi Singkat ............................................... 11

2.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 11

2.3.1 Ragam Bahasa ................................................ 11

2.3.1.1 Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi


Pemakaiannya ......................................................... 13

2.3.1.2 Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya .... 14

2.3.2 Laras Bahasa .................................................. 15

2.4 Perlatihan .......................................................... 18

v
2.5 Ringkasan Materi ............................................... 18

2.6 Daftar Pustaka ................................................... 18

BAB III EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) .................... 21

3.1 Deskripsi Mata Kuliah ........................................ 21

3.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 21

3.3 Pengertian ......................................................... 22

3.3.1 Ejaan di Indonesia .......................................... 22

3.3.1.1 Ejaan van Ophuijsen .................................... 22

3.3.1.2 Ejaan Soewandi ........................................... 22

3.3.1.3 Ejaan Melindo .............................................. 23

3.3.1.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan ....................................................... 23

3.3.2 Lingkup Pembahasan Ejaan ........................... 23

3.3.2.1 Huruf Kapital ............................................... 24

3.3.2.2 Huruf Miring ................................................ 25

3.3.2.3 Penulisan Kata ............................................. 26

3.3.3 Penulisan Unsur Serapan ............................... 29

3.3.4 Pemakaian Tanda Baca .................................. 30

3.4 Perlatihan .......................................................... 31

3.5 Ringkasan Materi ............................................... 36

3.6 Daftar Pustaka ................................................... 37

BAB IV TATA KATA .............................................................. 39

4.1 Deskripsi Mata Kuliah ........................................ 39

4.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 39

vi
4.3 Pengertian ......................................................... 39

4.3.1 Pembentukan Kata dengan Pengimbuhan ..... 40

4.3.2 Hukum dalam Pembentukan Kata .................. 42

4.3.3 Ketidakajegan Kata ........................................ 43

4.3.4 Perbedaan Penggunaan Awalan ber- dan

ter- ........................................................................... 44

4.3.5 Rumus Pembentukan Kata ............................. 44

4.3.6 Perubahan Bunyi ............................................ 44

4.3.7 Kata Majemuk ................................................ 45

4.3.7.1 Batasan dan Ciri-ciri Kata Majemuk ............ 45

4.3.7.2 Sifat Kata Majemuk ..................................... 45

4.3.7.3 Kata Majemuk dan Frasa ............................. 46

4.3.8 Proses Pengulangan (Reduplikasi) ................ 46

4.3.8.1 Pengulangan Seluruh .................................. 46

4.3.8.2 Pengulangan Sebagian ................................ 46

4.3.8.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan


Proses Pembubuhan Afiks ....................................... 47

4.3.8.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem ..... 47

4.4 Perlatihan .......................................................... 48

4.5 Ringkasan Materi ............................................... 51

4.6 Daftar Pustaka ................................................... 51

BAB V TATA KALIMAT ........................................................ 53

5.1 Deskripsi Singkat ............................................... 53

5.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 53

vii
5.3 Pengertian Kalimat ............................................ 53

5.4 Unsur Kalimat .................................................... 55

5.5 Jenis Kalimat ..................................................... 58

5.5.1 Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis . 58

5.5.1.1 Kalimat Deklaratif ....................................... 59

5.5.1.2 Kalimat Imperatif ........................................ 59

5.5.1.3 Kalimat Interogatif ...................................... 59

5.5.1.4 Kalimat Eksklamatif .................................... 60

5.5.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Pola

Pembentuknya ......................................................... 60

5.5.2.1 Kalimat Tunggal .......................................... 60

5.5.2.2 Kalimat Majemuk ........................................ 61

5.6 Kalimat Efektif ................................................... 62

5.7 Perlatihan .......................................................... 63

5.8 Ringkasan Materi ............................................... 63

5.9 Daftar Pustaka ................................................... 63

BAB VI WACANA ................................................................. 67

6.1 Deskripsi Singkat ............................................... 67

6.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 67

6.3 Wacana .............................................................. 67

6.3.1 Wacana dan Konteks ...................................... 68

6.3.2 Kepaduan Wacana: Kohesi dan Koherensi ..... 68

6.3.3 Jenis Wacana .................................................. 73

6.4 Perlatihan .......................................................... 79

viii
6.5 Ringkasan Materi ............................................... 79

6.6 Daftar Pustaka ................................................... 79

BAB VII SILOGISME .............................................................. 81

7.1 Deskripsi Singkat ............................................... 81

7.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 81

7.3 Silogisme ........................................................... 81

7.4 Pengertian Silogisme ......................................... 81

7.5 Syarat Penyusunan Simpulan ............................ 82

7.6 Perlatihan .......................................................... 83

7.7 Ringkasan Materi ............................................... 84

7.8 Daftar Pustaka ................................................... 84

BAB VIII TOPIK, PROPOSAL, DAN KARYA TULIS ILMIAH ...... 85

8.1 Deskripsi Singkat ............................................... 85

8.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 85

8.3 Topik .................................................................. 85

8.3.1 Pengertian Topik ............................................ 86

8.3.2 Cara Menyusun Topik ..................................... 86

8.3.3 Pengertian Judul ............................................ 87

8.3.4 Cara Menulis Judul ......................................... 87

8.4 Kerangka Karya Tulis Ilmiah ............................. 89

8.4.1 Pengertian Kerangka ...................................... 89

8.4.2 Cara Menulis Kerangka Karya Tulis Ilmiah .... 89

8.5 Proposal Penelitian ............................................ 93

8.6 Karya Tulis Ilmiah ............................................. 94

ix
8.7 Perlatihan .......................................................... 99

8.8 Ringkasan Materi ............................................... 100

8.9 Daftar Pustaka ................................................... 100

BAB IX SISTEM RUJUKAN DAN KUTIPAN ........................... 103

9.1 Deskripsi Singkat ............................................... 103

9.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 103

9.3 Untuk Apa Daftar Pustaka? ............................... 103

9.4 Pokok-Pokok Daftar Pustaka............................. 104

9.5 Daftar Pustaka Gaya MLA, APA, dan Harvard .... 105

9.6 Pengutipan ........................................................ 109

9.7 Perlatihan .......................................................... 110

9.8 Ringkasan Materi ............................................... 111

9.9 Daftar Pustaka ................................................... 111

BAB X SISTEMATIKA KARYA TULIS ILMIAH ..................... 113

10.1 Deskripsi Singkat ............................................. 113

10.2 Capaian Pembelajaran..................................... 113

10.3 Sistematika Karya Tulis Ilmiah ....................... 113

10.4 Sistematika Penulisan ..................................... 113

10.5 Penjelasan Singkat Komponen Karya

Tulis Ilmiah .............................................................. 116

10.6 Perlatihan ........................................................ 119

10.7 Ringkasan Materi ............................................. 119

10.8 Daftar Pustaka ................................................. 120

x
BAB XI RINGKASAN DAN ABSTRAK .................................... 121

11.1 Deskripsi Singkat ............................................. 121

11.2 Capaian Pembelajaran..................................... 121

11.3 Pengertian Ringkasan ..................................... 121

11.4 Tujuan Menyusun Ringkasan .......................... 122

11.5 Cara Menulis Ringkasan .................................. 122

11.6 Pengertian Abstrak .......................................... 123

11.7 Struktur dan Cara Menulis Abstrak ................. 124

11.8 Perlatihan ........................................................ 125

11.9 Ringkasan Materi ............................................. 128

11.10 Daftar Pustaka ............................................... 128

BAB XII RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN .................. 131

12.1 Deskripsi Singkat ............................................. 131

12.2 Capaian Pembelajaran..................................... 131

12.3.1 Pendahuluan ................................................. 131

12.4 Ragam Etika Berbahasa Al-Qur’an .................. 134

12.5 Perlatihan ........................................................ 137

12.6 Ringkasan ........................................................ 138

12.7 Daftar Pustaka ................................................. 138

xi
BAB I
SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI
BAHASA INDONESIA

1.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi sejarah, kedudukan, dan fungsi


bahasa Indonesia yang dapat digunakan sebagai acuan pentingnya
mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
resmi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
persatuan karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan beraneka
ragam suku, budaya, dan bahasa. Untuk menyatukan dan mempermudah
komunikasi antarsuku yang memiliki beragam bahasa, ditetapkanlah
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Keberadaan bahasa
Indonesia mengalami banyak perkembangan sejak awal terbentuk sampai
saat ini. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat
untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan
atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

1.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sejarah bahasa


Indonesia.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kedudukan bahasa


Indonesia.

3) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami fungsi bahasa


Indonesia.

1.3.1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Pada tanggal 28 Oktober 1928 diikrarkan Sumpah Pemuda


berbunyi: ―Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa

1
persatoean, bahasa Indonesia‖, dinyatakan bahwa kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa Nasional memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut:

a. Bahasa sebagai identitas nasional.

b. Bahasa sebagai kebanggaan bangsa.

c. Bahasa sebagai alat komunikasi.

d. Bahasa sebagai pemersatu bangsa yang berbeda suku, ras, agama,


dan budaya.

e. Bahasa sebagai bahasa negara.

Dalam UUD 1945 Bab XV, Pasal 36, telah ditetapkan bahasa negara
adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian, selain berkedudukan sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa
negara. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan. Bahasa
Indonesia sebagai pengantar dalam dunia pendidikan. Bahasa Indonesia
sebagai penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Bahasa
Indonesia sebagai pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan
teknologi.

Penggunaan bahasa Indonesia diresmikan setelah Proklamasi


Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan
mulai berlakunya konstitusi.

Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah ejaan atau


edjaan Soewandi. Ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia ini berlaku
sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan Soewandi.
Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang
mulai berlaku sejak tahun 1901. Perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan
Van Ophuijsen:

2
a. Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan


dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata tak, pak, maklum,
rakjat.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2,


ke-barat2-an.

d. Awalan 'di-' dan kata depan 'di' keduanya ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah,
disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli,
dimakan.

Ejaan ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan
Yang Disempurnakan pada masa Menteri Mashuri Saleh. Pada masa
jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei
1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan
dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai
menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama
jalan yang melintas di depan kantornya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi
Jl. Cilacap.

Bahasa Indonesia digunakan dalam ragam kebudayaan nasional


yang berasal dari beragam masyarakat Indonesia. Dalam penyebarluasan
ilmu dan teknologi modern, baik melalui buku pelajaran, buku populer,
majalah ilmiah maupun media cetak lain, semuanya menggunakan
bahasa Indonesia. Hal ini karena ilmu dan teknologi dapat terjangkau ke
seluruh pelosok Indonesia.

Perkembangan bahasa Indonesia merupakan perkembangan


konseptual yang memiliki tiga bentuk, yaitu: perkembangan bahasa yang
dipengaruhi oleh interaksi antardaerah; perkembangan bahasa daerah
yang lain; dan perkembangan bahasa yang diakibatkan oleh pertemuan
bahasa Indonesia dalam konteks yang lebih luas. Bahasa Indonesia
berkembang berdasarkan interaksi dengan lingkungan sosial yang

3
bersinggungan antarruang dan waktu. Hal ini mempengaruhi penggunaan
bahasa. Sejarah tersebut dapat dilihat dari asal-usul bahasa yang
merupakan awal komunikasi antarorang yang menggunakan bahasa
isyarat ke kata-kata yang semakin komunikatif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2001: 88),


bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri; 2. Percakapan (perkataan yang baik; tingkah
laku yang baik; sopan santun; baik budi--nya; --menunjukkan bangsa, pb
budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat
seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau
keturunan). Beberapa pengertian bahasa menurut para ahli, antara lain:
Harimurti Kridalaksana (1984:19) menyatakan bahwa bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.

Abdul Chaer (1994: 33) menyatakan bahwa bahasa mempunyai


sifat atau ciri, antara lain:

a. Bahasa itu sebuah sistem.

b. Bahasa itu berwujud lambang.

c. Bahasa itu berupa bunyi.

d. Bahasa itu bersifat arbitrer.

e. Bahasa itu bermakna.

f. Bahasa itu bersifat konvensional.

g. Bahasa itu bersifat unik.

h. Bahasa itu bersifat universal.

i. Bahasa itu bersifat produktif.

j. Bahasa itu bervariasi.

4
k. Bahasa itu bersifat dinamis.

l. Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial.

m. Bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Secara umum, bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat


untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep, dan perasaan. Bahasa diartikan sebagai sebuah sistem
lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis dan beragam.
Bahasa merupakan sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem
bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bunyi itu
memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna. Jadi, setiap suatu
ujaran bahasa memiliki makna.

Ada beberapa aspek dalam bahasa yaitu aspek fisik dan aspek
sosial. Aspek fisik bahasa, yaitu bahasa merupakan alat komunikasi
manusia berupa lambang bunyi melalui alat ucap dan setiap suara yang
dikeluarkannya memiliki arti. Aspek fisik bahasa pada dasarnya mencakup
tiga aspek, yaitu: bagaimana bunyi itu dihasilkan (aspek produksi);
bagaimana ciri bunyi bahasa yang diujarkan (aspek akustis); dan
bagaimana bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran (aspek
persepsi bunyi bahasa). Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang benar
diperlukan alat bicara yang normal, keterampilan dan kemampuan organ
alat bicara dalam melakukan artikulasi, serta kemampuan mengatur
pernapasan. Perubahan proses produksi bunyi menghasilkan perubahan
kualitas bunyi (aspek produksi). Sebagai akibat proses artikulasi yang
berbeda pada bahasa-bahasa di dunia ini.

Aspek sosial bahasa, yaitu bahasa mempunyai variasi dan memiliki


ragam. Di dalam lingkungan masyarakat, ada bahasa yang digunakan dan
memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman. Ragam berikutnya adalah
ragam konsultatif, yaitu ragam bahasa yang digunakan pada saat guru
mengajar di kelas. Cirinya berbeda dengan ragam formal atau resmi.

5
Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ujaran-ujaran baku dan beku
sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial.

1.3.2 Fungsi Bahasa

Menurut Hasan Alwi, dkk. (2000: 14), ada empat fungsi bahasa,
yaitu: 1. fungsi pemersatu; 2. fungsi pemberi kekhasan; 3. fungsi
pembawa wibawa; dan 4. fungsi sebagai kerangka acuan.

Secara umum, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai alat


komunikasi sosial. Aktivitas manusia sebagai anggota masyarakat sangat
bergantung pada penggunaan bahasa. Gagasan, ide, pikiran, harapan,
dan keinginan dapat disampaikan melalui bahasa.

1.3.2.1 Fungsi Bahasa secara Umum

1. Bahasa sebagai alat pengekspresian diri.

Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan perasaan atau


mengekspresikan diri. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara
terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita.
Seorang anak sejak dilahirkan di bumi menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya kepada kedua orang
tuanya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan
bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, tetapi untuk
berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah dewasa, kita
menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk
berkomunikasi.

Bahasa sebagai pengekspresian diri dapat dilakukan dari tingkat


yang paling sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat
kesulitan yang sangat tinggi. Ekspresi sederhana, contohnya, untuk
menyatakan cinta (kita akan senantiasa setia, bangga dan perhatian),
untuk menyatakan lapar (kita makan).

6
2. Bahasa sebagai alat komunikasi.

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan


maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita
menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai
macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa
depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran maksud


seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat
untuk bekerja sama. Pada saat menggunakan bahasa dalam
berkomunikasi, berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau
pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Manusia
memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan nonverbal.
Berkomunikasi secara verbal menggunakan alat/media (lisan dan tulisan),
sedangkan berkomunikasi secara nonverbal dilakukan menggunakan
media berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi, seperti: tanda lalu
lintas, sirene dan setelah itu diterjemahkan ke dalam bahasa manusia.

Pada saat kita menggunakan bahasa, kita sudah memiliki tujuan


tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan
gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang
lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain.
Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi,
pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian
utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan
kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.

Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita


rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain. Dengan komunikasi kita
dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek
moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sezaman kita.

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa


primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan

7
(dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk simbol bunyi.
Setiap simbol bunyi memiliki ciri khas. Suatu simbol bisa terdengar sama
di telinga kita, tetapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya
kata ‘gedang‘ dalam bahasa Jawa artinya pisang, sedangkan dalam
bahasa Sunda artinya pepaya.

3. Bahasa sebagai alat integrasi atau penyatuan dan adaptasi sosial.

Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Manusia


memanfaatkan pengalaman-pengalaman, mempelajari, dan mengambil
bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan
dengan orang lain. Semua masyarakat dapat dipersatukan melalui
bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, memungkinkan setiap orang
untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,
serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan
menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh
efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi
(pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya
(Gorys Keraf, 1997 : 5).

Bahasa selain berfungsi sebagai alat komunikasi, juga sebagai alat


integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial,
seseorang akan memilih bahasa yang digunakan bergantung pada situasi
dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang
nonformal pada saat berbicara dengan teman dan menggunakan bahasa
formal pada saat berbicara dengan orang tua/yang dihormati atau
berbicara dalam situasi ilmiah.

4. Bahasa sebagai alat kontrol sosial.

Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif mempengaruhi


sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial ini dapat
diterapkan pada diri kita atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan,
informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku
pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan

8
bahasa sebagai alat kontrol sosial. Salah satu fungsi bahasa sebagai alat
kontrol sosial adalah sebagai alat peredam rasa marah. Contohnya, untuk
meredam rasa amarah, menulis merupakan salah satu cara yang sangat
efektif.

1.3.2.2 Fungsi Bahasa secara Khusus

1. Bahasa merupakan penghubungan dalam pergaulan sehari-hari.


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari hubungan
komunikasi dengan makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung
dapat menggunakan bahasa formal dan nonformal.

2. Bahasa dapat mewujudkan seni. Bahasa yang dapat dipakai untuk


mengungkapkan perasaan melalui media seni khususnya dalam hal
sastra. Bahasa yang digunakan terkadang memiliki makna konotasi
atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang
mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan.

3. Bahasa dapat mempelajari bahasa kuno. Dengan mempelajari bahasa


kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian di masa lampau.
Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi
kembali di masa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi
rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal.

4. Bahasa dapat mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu didokumentasikan
supaya manusia lainnya dapat mempergunakan dan melestarikannya
demi kebaikan manusia.

1.4 Perlatihan

1. Jelaskan sejarah perkembangan bahasa Indonesia!

2. Jelaskan kedudukan bahasa Indonesia!

3. Sebutkan beberapa definisi bahasa menurut ahli bahasa!

4. Jelaskan fungsi bahasa secara umum dan secara khusus!

9
1.5 Ringkasan Materi

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi bangsa Indonesia.


Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan karena Indonesia
adalah negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, budaya, dan
bahasa. Dalam UUD 1945 Bab XV, Pasal 36, telah ditetapkan bahasa
negara adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian, selain berkedudukan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai
bahasa negara. Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah
ejaan atau edjaan Soewandi. Ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia ini
berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan
Soewandi. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901. Ejaan ini berlaku sampai
tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan. Bahasa
Indonesia mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Aktivitas
manusia sebagai anggota masyarakat sangat bergantung pada
penggunaan bahasa. Gagasan, ide, pikiran, harapan, dan keinginan dapat
disampaikan melalui bahasa.

1.6 Daftar Pustaka

Buku:

Alwi, Hasan dkk..2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

___________dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

Kamus:

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

10
BAB II
RAGAM DAN LARAS BAHASA

2.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi ragam dan laras bahasa yang
dapat digunakan sebagai arahan untuk menentukan pemakaian bahasa
menurut golongan penutur bahasa, corak bahasa, variasi bahasa, dan
lain-lain. Ragam bahasa dalam berkomunikasi perlu memperhatikan
aspek situasi yang dihadapi, permasalahan yang hendak disampaikan,
latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan medium atau
sarana bahasa yang digunakan. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang
digunakan untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras
dan ragam bahasa merupakan suatu kesatuan dalam kehidupan sehari-
hari.

2.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami ragam bahasa.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami laras bahasa.

2.3.1 Ragam Bahasa

Menurut Hasan Alwi (2000:3), ragam bahasa dapat kita kenal


menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian
bahasa. Ragam yang ditinjau dari sudut pandang penutur dapat diperinci
menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur.

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak


bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap
pemakai bahasa (langgam/gaya) (Hasan Alwi, 2000:5).

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik


yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium
pembicaraannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2005:920). Pengertian

11
ragam bahasa ini dalam berkomunikasi perlu memperhatikan aspek (1)
situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak disampaikan, (3)
latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium
atau sarana bahasa yang digunakan.

Ragam bahasa berbeda dengan dialek. Dialek merupakan variasi


sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek,
aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk
variasi bahasa baku. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot,
sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu,
meskipun penggunaannya kadang dianggap sebagai suatu variasi atau
ragam tersendiri. Ragam bahasa yang kita gunakan untuk berbicara
dengan orang lain berbeda. Contohnya, apabila kita berbicara dengan
teman, kita menggunakan ragam bahasa bisa sedikit akrab, tetapi sopan.
Namun, apabila berbicara dengan orang yang lebih tua, seperti orang
tua, guru, dosen, kita menggunakan ragam bahasa yang sopan dan
halus.

Contoh :

i. Ragam formal (Saya, Anda, Bapak, Ibu dan Saudara).

ii. Ragam semiformal (Aku, Kamu, Bung, Mas, dan Mbak).

iii. Ragam nonformal (Gue, Ane, Lu, Neng, dan Situ).

Ragam Bahasa terdiri atas :

a. Ragam baku

Ragam baku merupakan ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui


oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi
dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Ragam bahasa baku memiliki sifat, yaitu: kemantapan dinamis,
cendekia, dan seragam. Kemantapan adalah kesesuaian dengan
kaidah bahasa; dinamis adalah tidak kaku; cendekia adalah ragam
baku dipakai pada situasi resmi; dan seragam adalah pembakuan

12
bahasa agar dapat dipakai dan dimengerti oleh setiap orang yang
memakainya. Ragam baku terdiri atas:

i. Ragam baku tulis merupakan ragam yang dipakai dengan resmi


dalam buku-buku pelajaran dan karya ilmiah. Ragam baku tulis
berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Tata
Bahasa Bahasa Indonesia, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

ii. Ragam baku lisan merupakan ragam bahasa baku dalam situasi
lisan. Hal yang menentukan baik tidaknya ragam baku lisan
seseorang adalah banyak sedikitnya pengaruh dialek atau logat
bahasa daerah pembicara. Jika bahasa yang digunakan atau logat
yang digunakan masih sangat menunjukkan bahasa atau logat
bahasa daerah, dapat dikatakan bahasa baku lisan pembicara
tersebut masih kurang baik.

b. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan


ditandai oleh ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Contoh ragam bahasa yang ada di Indonesia: bahasa Sunda, Betawi,
dan Jawa.

1. Bahasa Sunda (Nami abdi teh Rosa, abdi teu boga imah).

2. Bahasa Betawi (Name aye Rosa, aye kaga punya rumah).

3. Bahasa Jawa (Jenengku Rosa, aku ora duwe rumah).

2.3.1.1 Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga


bagian, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan
ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa dari sudut pandang yang
lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam situasi
pemakaiannya. Contohnya, ragam bahasa lisan diidentifikasikan sebagai
ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal.

13
1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku,
tetapi lebih luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan
istilah dengan benar.

2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit.

3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.

4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten.

5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang
baku pada ragam bahasa lisan.

Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal, perbedaan antara


ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal
berikut :

1. Pokok masalah yang sedang dibahas.

2. Hubungan antara pembicara dan pendengar.

3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis.

4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi.

5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.

2.3.1.2 Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya

Berdasarkan mediumnya, ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,


yaitu :

a. Ragam bahasa lisan.


b. Ragam bahasa tulis.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh
penuturnya kepada pendengar. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh
intonasi dalam pemahaman maknanya. Contohnya :

a) Ayam/makan cacing mati.


b) Ayam makan/cacing mati.
c) Ayam makan cacing/mati.

14
Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang ditulis atau dicetak
dengan memerhatikan penempatan tanda baca dan ejaan secara benar.
Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal, semiformal, dan nonformal.
Dalam penulisan makalah seminar dan skripsi, penulis harus
menggunakan ragam bahasa formal, sedangkan ragam bahasa
semiformal digunakan dalam perkuliahan, dan ragam bahasa nonformal
digunakan keseharian secara informal.

Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan


karangan ilmiah harus mengacu pada :

(1) ragam bahasa formal;

(2) ragam bahasa tulis;

(3) laras bahasa ilmiah; dan

(4) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

2.3.2 Laras Bahasa

Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu


tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras dan ragam bahasa
merupakan suatu kesatuan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita
menggunakan laras dan ragam bahasa yang baik dan benar, orang akan
mengerti. Contoh, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua dengan
bahasa yang sopan dan laras yang digunakan tidak baik, tutur bahasanya
pun akan berantakan. Jadi, kita harus bisa memadukan laras dan ragam
bahasa yang baik dan benar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laras bahasa (bahasa


Inggris: register) adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu
tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang
dapat diidentifikasi tanpa batasan yang jelas di antara mereka. Definisi
dan kategorisasi laras bahasa pun berbeda antara para ahli linguistik.
Salah satu model pembagian laras bahasa yang paling terkemuka
diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras bahasa menurut

15
derajat keformalannya, yaitu (1) beku (frozen), (2) resmi (formal), (3)
konsultatif (consultative), (4) santai (casual), dan (5) akrab (intimate).
Ragam beku digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan,
dan upacara pernikahan. Ragam resmi digunakan dalam komunikasi
resmi, seperti pada pidato resmi, rapat resmi, dan jurnal ilmiah. Ragam
konsultatif digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi
atau pertukaran informasi, seperti dalam percakapan di sekolah dan di
pasar. Ragam santai digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat
digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
Ragam akrab digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang
sangat akrab dan intim.

Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi


pemakaiannya. Laras bahasa terkait langsung dengan selingkung bidang
(home style) dan keilmuan, sehingga dikenal laras bahasa ilmiah dengan
bagian sub-sub larasnya. Pembedaan di antara sub-sublaras bahasa
seperti dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari :

(1) Penggunaan kosa kata dan bentukan kata.

(2) Penyusunan frasa, klausa, dan kalimat.

(3) Penggunaan istilah.

(4) Pembentukan paragraf.

(5) Penampilan hal teknis.

(6) Penampilan kekhasan dalam wacana.

Hal-hal yang berhubungan dengan ragam dan laras bahasa adalah:

1. Hal yang berhubungan dengan penutur/ragam dapat dibedakan


sebagai berikut:

a. Latar belakang daerah penutur. Ragam bahasa Indonesia yang


dipengaruhi oleh latar belakang daerah penuturnya menimbulkan

16
ragam daerah atau dialek. Dialek adalah cara berbahasa
Indonesia yang diwarnai oleh karakter bahasa daerah yang masih
melekat pada penuturnya.

b. Latar belakang pendidikan penutur. Berdasarkan latar belakang


pendidikan penutur, timbul ragam yang berlafal baku dan yang
tidak berlafal baku khususnya dalam pengucapan kosakata yang
berasal dari unsur serapan asing. Kaum berpendidikan umumnya
melafalkan sesuai dengan lafal baku. Namun, untuk yang kurang
atau tidak berpendidikan, pelafalan diucapkan tidak tepat atau
tidak baku.

c. Situasi pemakaian, sikap, dan hubungan sosial penutur.


Berdasarkan hal ini, timbul ragam formal, semiformal, dan
nonformal. Ragam formal digunakan pada situasi resmi atau
formal, seperti di kantor, dalam rapat, seminar, atau acara-acara
kenegaraan. Ragam formal menggunakan kosakata baku dan
kalimatnya terstruktur lengkap. Ragam formal juga dipakai jika
penutur berbicara pada orang yang disegani atau dihormati,
misalnya pimpinan perusahaan. Ragam semiformal dan
nonformal biasa dipakai pada situasi tidak resmi seperti di
warung, di kantin, di pasar, pada situasi santai, dan akrab.

d. Ruang lingkup pemakaian atau pokok persoalan yang dibicarakan


di lingkungan kelompok penutur. Banyak persoalan yang dapat
menjadi topik pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Saat
membicarakan topik tertentu, seseorang akan menggunakan
kosakata kajian atau khusus yang berhubungan dengan topik
pembicaraan tersebut.

2. Beberapa contoh ragam yang merupakan laras bahasa:

a. Wacana tentang teknologi komunikasi

b. Wacana yang berhubungan dengan persoalan kesehatan.

17
c. Wacana surat kabar.

d. Wacana bergaya

Jadi, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena


pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu dibedakan berdasarkan media
yang digunakan, topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya. Laras
bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Konsepsi antara ragam bahasa dengan laras bahasa saling terkait dalam
perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa akan memanfaatkan
ragam bahasanya.

2.4 Perlatihan

1) Jelaskan pengertian ragam bahasa!

2) Jelaskan pengertian laras bahasa!

3) Jelaskan hubungan ragam bahasa dan laras bahasa!

2.5 Ringkasan Materi

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik


yang dibicarakan, hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium
pembicaraannya. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan
untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras bahasa yang
paling terkemuka diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras
bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu (1) beku ( frozen), (2) resmi
(formal), (3) konsultatif (consultative), (4) santai (casual), dan (5) akrab
(intimate).

2.6 Daftar Pustaka

Buku:

Alwi, Hasan dkk..2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

18
___________dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.

Joos, M. 1961. The Five Clocks, New York: Harcourt, Brace and World.

Kamus:

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

19
20
BAB III
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

3.1 Deskripsi Mata Kuliah

Keterampilan berbahasa, salah satunya keterampilan bahasa


Indonesia, sangat diperlukan seorang muslim di Indonesia dalam
menjalankan aktivitas keagamaannya. Dalam menjalankan aktivitas
keagamaannya, seorang muslim memerlukan keempat keterampilan
berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
Keterampilan berbahasa Indonesia pun merupakan syarat mutlak bagi
mahasiswa Indonesia agar mampu mengutarakan pikirannya kepada
pihak lain secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia di Unisba
diharapkan menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan komunikasi
yang baik dalam ranah keilmuan sekaligus untuk menjalankan aktivitas
keagamaannya. Dengan penguasaan atas pengetahuan fungsi-fungsi
bahasa serta ragamnya, keterampilan ejaan-tanda baca, kalimat,
paragraf, dan jenis wacana, serta mengkritisi dan memproduksi teks-teks
berdasarkan aneka sumber, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan
berbicara dalam Bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik sebagai
wujud dari hakikat seorang muslim, yaitu khalifah di muka bumi yang
bertugas menyampaikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‗alamin.

3.2 Capaian Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan ejaan berupa


pemakaian huruf kapital dan huruf miring yang benar, penulisan kata,
singkatan, angka, dan lambang bilangan yang benar.

2. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan tanda baca yang


benar.

21
3.3 Pengertian

Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan


bunyi-bunyi ujaran melalui huruf, menetapkan tanda-tanda baca,
memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata. Jadi, bagaimana
menuliskan bahasa lisan dengan aturan-aturan tersebut itulah yang
berhubungan dengan ejaan (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah, 2017: 10).
Dari segi bahasa, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi bahasa (kata, kalimat) dalam bentuk pemakaian huruf,
penulisan huruf kapital dan miring, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca.

3.3.1 Ejaan di Indonesia

3.3.1.1 Ejaan van Ophuijsen

Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang
disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh
van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini
adalah sebagai berikut:

a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.

b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.

c. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.

3.3.1.2 Ejaan Soewandi

Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan


menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi
nama Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pergantian ejaan itu adalah:

a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.

22
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-
kata tak, pak, maklum, rakjat.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2,


ke-barat2-an.

d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan


kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun,
disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.

3.3.1.3 Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet


Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail sebagai ketua) menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-
Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
mengurungkan peresmian ejaan itu.

3.3.1.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia


meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru
itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan
pemakaian ejaan itu serta memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah (Depdikbud, 1988: 158).

3.3.2 Lingkup Pembahasan Ejaan

1. pemakaian huruf kapital

2. pemakaian huruf miring

3. penulisan kata

4. penulisan unsur serapan

5. pemakaian tanda baca

23
3.3.2.1 Huruf Kapital

Huruf kapital tidak identik dengan huruf besar meskipun istilah ini
biasa diperlawankan dengan huruf kecil. Istilah huruf kapital digunakan
untuk menandai satu bentuk huruf yang karena memiliki fungsi berbeda
dalam kata atau kalimat menjadi berbeda dari bentuk huruf lain meskipun
secara fonemis sebunyi. Huruf A (kapital) secara fonemis sebunyi dengan
a (kecil), tetapi karena fungsinya berlainan maka penampilan grafisnya
berbeda. Huruf kapital digunakan pada awal kalimat, nama tempat, nama
orang, dan lain-lain. Secara umum, penggunaan huruf kapital tidak
menimbulkan permasalahan. Kesalahan penulisan sering terjadi pada
penulisan kata Anda. Kata Anda harus selalu ditulis dengan (A) kapital
meskipun terletak di tengah atau di akhir kalimat.

Kesalahan yang banyak terjadi dalam penggunaan huruf kapital:

1. Dipakai untuk menuliskan pangkat, jabatan, gelar jika diikuti oleh


nama atau menjadi kata ganti atau menjadi sapaan.

Contoh :

Ia telah menjadi jenderal.

Ia adalah Profesor Sahlan.

2. Dipakai untuk menuliskan kata ganti Tuhan.

Contoh :

Kepada-Mu kami menyembah.

kepada Yang Mahakuasa

3. Dipakai untuk kata ganti kerabat bila diikuti nama, kata ganti, dan
sapaan.

Contoh :

Surat itu untuk ibu Lintang. (ibunya Lintang)

Surat itu untuk Ibu Lintang. (namanya Lintang)

24
Catatan : kamu, kami, kita memakai huruf kecil apabila bukan di awal
kalimat karena merupakan kata ganti sejati.

4. Dipakai untuk singkatan nama lembaga, gelar, dan dokumen resmi.

Contoh :

awal kata : DPR, MPR, UUD ‘45, ITB

suku kata : Puskesmas, Unisba, Unpad

gelar : Dr., Prof., S.H., dr., S.E., Prof.Dr. Miftah Faridl.

5. Kata Anda harus selalu menggunakan huruf kapital.

6. Istilah geografi yang diikuti nama harus menggunakan huruf kapital.

Contoh :

Pulau Bidadari

Di Pulau Jawa banyak sungai, misalnya, Sungai Bengawan Solo.

3.3.2.2 Huruf Miring

Sebuah huruf, kata, atau kalimat ditulis dengan huruf miring untuk
membedakan dari huruf, kata, atau kalimat lain dalam sebuah kata,
kalimat, paragraf, atau karangan utuh. Huruf yang dicetak miring adalah
penanda yang mengacu ke beberapa informasi, antara lain sebagai
penekanan, kutipan dari bahasa asing, istilah latin, nama penerbitan
(koran, majalah, dan lain-lain). Jika ditulis dengan menggunakan mesin
tik manual atau tulisan tangan, huruf miring diganti dengan garis bawah.
Garis bawah hendaknya ditulis per kata, bukan per kalimat.

Penggunaan huruf miring:

1. Judul buku

Mahasiswa diwajibkan membaca ―Political Policy‖ dari Kekerasan


Politik.

25
2. Alamat artikel

Kuntorini, Ririn Sri dan Mahaputra Aditya Pradana. 2014.


―Penggunaan Flouting dalam Tayangan Humor Opera van Java
sebagai Cermin Budaya Komunikasi Kontemporer‖ dalam
http://dx.doi.org/10.5614%2Fsostek.itbj.2014.13.3.7 (Kuntorini dan
Pradana, 2014: 228).

3. Kata asing

Setiap mahasiswa Unisba harus tawadhu ‗rendah hati‘.

3.3.2.3 Penulisan Kata

Beberapa hal yang termasuk ke dalam pembahasan tentang


penulisan kata adalah penulisan (1) kata dasar, (2) kata turunan, (3)
bentuk ulang, (4) gabungan kata, (4) kata ganti ku, mu, kau, dan nya,
(5) partikel, (6) singkatan dan akronim, dan (7) angka dan bilangan.
Kecuali gabungan kata (3), penulisan kata umumnya tidak menimbulkan
permasalahan.

Kesalahan penulisan gabungan kata umumnya ditemukan pada


istilah khusus yang salah satu unsurnya hanya digunakan dalam
kombinasi. Unsur gabungan kata yang demikian sering ditulis terpisah,
padahal seharusnya disatukan.

1. Tidak boleh ada satu huruf (fonem) yang terpencil pada awal atau
akhir baris.

Contoh yang salah:

…………………………i-

kan……………………..a-

sin……….dibungkus-

i………………………..

26
2. Bila pada suatu kata terdapat dua konsonan atau lebih yang
berurutan, pemenggalannya setelah konsonan yang pertama.

Contoh : ab-strak vk-kkkvk

ak-rab vk-kvk

in-stan-si vk-kkvk-kv

3. Imbuhan (awalan dan akhiran) merupakan suku tersendiri.

Contoh : tu-lis-an

peng-ha-pus-an

4. Penggalan paling sedikit satu suku kata.

Contoh : dan, yang

eks-po-nen

eks-pan-si

trans-mi-gra-si

5. (di, ke) + (k. tempat) penulisannya terpisah

Contoh : di rumah ke luar x ke dalam

ke rumah keluar x masuk

di mana

dirumahkan

6. (per = tiap, melalui, demi) penulisannya terpisah

Contoh : per bulan

per bank

satu per satu

per- yang berupa awalan dituliskan bersambung dengan kata


dasarnya

27
7. kata majemuk + (awalan dan akhiran) penulisannya disatukan

Contoh : diserahterimakan

bertanggung jawab

8. pun = juga penulisannya terpisah

Contoh : Kami pun datang.

Akan tetapi, walaupun/sekalipun ditulis disatukan.

Sekalipun dapat dipisah atau disatukan.

Sekalipun = walaupun penulisannya disatukan

sekali pun = satu kali juga penulisannya dipisah

9. Morfem terikat ditulis menjadi satu.

Contoh : maha- (mahasiswa, mahaluas)

tuna- (tunawisma, tunanetra)

swa- (swasembada, swalayan)

pra- (prasarana, prasejarah)

non- (nonaktif, non-Indonesia)

10. pukul 8.30, pukul 15.12

11. Rp 1.000.000,00

Rp 1.365.250,00

12. diindonesiakan

kebelanda-belandaan

13. se-Bandung Raya

14. Awal kalimat tidak boleh menggunakan angka.

Contoh : 25 orang mahasiswa……………(x)

Dua puluh lima orang mahasiswa….

28
Catatan : Apabila letaknya di tengah, boleh dengan angka. Apabila
terdiri dari tiga kata atau lebih, boleh ditulis dengan angka. Akan
tetapi, bila bilangan tersebut terdiri atas dua kata atau kurang, harus
ditulis dengan huruf.

15. Kata ulang secara resmi harus menggunakan tanda hubung.

Contoh : kupu-kupu

rumah-rumah

16. ke-2 = kedua = II

50-an = lima puluhan

3.3.3 Penulisan Unsur Serapan

Sebagaimana diketahui, bahasa Indonesia diangkat dari bahasa


Melayu. Di dalam perkembangannya bahasa ini banyak menyerap dari
bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun asing. Bahasa Sunda, Jawa,
dan Batak adalah tiga contoh bahasa daerah yang banyak memperkaya
bahasa Indonesia. Sementara itu, bahasa asing yang banyak diserap
adalah bahasa Belanda, Inggris, Portugis, Sanskerta, Arab, dan Cina.

Secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia adalah


bahasa yang menulis bunyi. Artinya, pelafalan kita terhadap sebuah kata
asing, itulah yang ditulis dalam bahasa Indonesia meskipun tidak sama
(sebunyi) betul. Penulisan unsur serapan yang benar:
1. asas 16. kuitansi 33. praktik
asasi kuintal praktek
2. sah ekuivalen praktikum
syah 17. frekuensi 34. standar
3. saraf konsekuen standardisasi
4. syarat trotoar 35. impor
sarat 18. manajemen ekspor
5. rahmat manajer importir
6. ahli 19. sistem 36. hierarki

29
7. hewan sistematis 37. anarki
8. akhlak sistematika 38. karisma
makhluk 20. analisis kromosom
akhir menganalisis 39. materialistis
khusus penganalisisan idealistis
9. hadir 21. hipotesis 40. realita
10. pikir 22.hipotesis realistis
pihak 23. pasien 41. metode
pasal 24. protein katode
paham 25. aero 42. psikologi
11. saat aerobik psikolog
doa 26. hemoglobin 43. psikiatri
Jumat 27. objek psikiater
12. izin subjek 44. jadwal
13. ijazah 28. struktural 45. fungsi
jenazah formal fitnah
14. nikmat 29. aktif faedah
maklum aktivitas formalitas
makmur 30. produktif formalistis
15. kualitas produktivitas 46. primer
kuantitas 31. magnet sekunder
kuadrat planet tersier
32. apotek

3.3.4 Pemakaian Tanda Baca

Kalimat yang baik harus didukung oleh penggunaan tanda baca


yang tepat. Para penulis sering tidak memperhatikan hal ini. Akibatnya,
masih banyak ditemukan kesalahan dalam pemakaian tanda baca
tersebut (Kabar Pendidikan, 2011: 1).

Pemakaian tanda baca dalam kalimat sangat penting bukan


hanya untuk ketertiban gramatikal, melainkan juga bagaimana gagasan

30
yang dikemukakan bisa tersampaikan dengan baik. Manusia memahami
sesuatu dengan bahasa, tetapi karena bahasa pula manusia bisa salah
paham. Pemakaian tanda baca adalah salah satu cara untuk menghindari
kesalahpahaman tersebut.

3.4 Perlatihan

(i) Pemakaian Huruf yang Benar

1. Yang membedakan dari tahun sebelumnya barangkali hanya faktor


terkait seperti Fase bulan pada tiap hujan meteor dan waktu
berlangsungnya oposisi planet Supermoon dan Minimoon

2. Direktorat jenderal mineral dan batubara minerba kementerian


energi dan sumber daya mineral ESDM memperkirakan kinerja
Perusahaan pertambangan batubara di Indonesia belum membaik
tahun depan harga yang masih rendah membuat Pemerintah
memperkirakan target produksi batubara tahun depan sebesar 413
juta ton terlampau tinggi untuk diraih

3. Pantai santolo adalah salah satu destinasi wisata jawa barat yang
cantik

4. Dalam buku marketing hermawan menjelaskan prediksi


Perekonomian Indonesia mendatang

5. Artikel mahasiswa berkompetensi sebagai salah satu pemrakarsa


tegaknya kurikulum dalam proses pbm mendapat juara pertama
Lomba Essai dikti 2016

6. Silakan anda menuju meja pendaftaran untuk mengisi Formulir yang


disediakan

7. Durian Montong banyak dibuat dalam berbagai bentuk penganan

8. Mesjid di semarang adalah salah satu replika Mesjid di mekah

9. Minggu lalu Ketua Komisi telah digantikan oleh pak saluto

31
10. Sinar Matahari sangat baik untuk pertumbuhan tulang jika belum
sampai pukul 10 pagi

11. Jarak gunung utara dan selatan mencapai 17.000.000 Kilometer

12. Menjelang tahun baru 2017 tol cisomang mengalami pergeseran


kedudukan

13. Generasi z banyak mengalami Duplikasi Sindrom

14. Beberapa bulan belakangan ini banyak terjadi Fenomena


Kebhinekaan di Negara kita

15. Sudahkah kamu mendatangi ibumu di jawa timur?

(ii) Penulisan Kata


1. 2. 3.
a) multifungsi a) kemudian a) lima kantong baju
b) pasca sarjana b) kedua puluh lima b) baju lima kantong
c) saptakrida c) ke-3000 c) kantong baju ada
d) purna bakti d) di antaranya lima
e) antarpartai e) diluar kota d) lima kantong-baju
e) lima-kantong-baju
4. 5. 6.
a) maha pengampun a) mesin sidik jari a) ke luar-masuk
b) maha sempurna b) mesin sidik-jari b) kesinikan
c) maha esa c) tanya-jawab c) di mana
d) Tuhan itu d) ketidak d) di luar negeri
mahaesa sempurnaan e) keluar negeri
e) Tuhan Yang Maha e) sambung
Bijaksana menyambung

32
7. 8. 9.
a) pukul 11.30.09 a) d/a a) Rp 20.000,-
b) pukul 11:30 b) d.a. b) Rp 20.000,00
c) di semua propinsi c) hlm. c) A.L. Maharani
d) non Indonesia d) hal. d) Sdr./i.
e) nonpendatang e) h. e) Afrah.Lintang.M.
10. 11. 12.
a) Ia menangis, lalu a) 80 orang dosen a) seperempat
tertawa melakukan b) sepertiga puluh
b) Ia sedang pengabdian. c) dua per tiga
membuka buka b) Delapan puluh d) dua-puluh-sembilan
buku orang dosen perenam
c) sekalipun melakukan e) dua-puluh dua-
d) sekali pun pengabdian. perenam
e) diendorse c) 11 orang
mendapat
penghargaan
dari Ridwan
Kamil.
d) Sebelas orang
mendapat
penghargaan
dari Ridwan
Kamil.
e) Unisba
memperoleh
subsidi Jabar
sebesar 690 juta.

33
13. 14. 15.
a) kutulisi a) menghancur- a) pendayaan guna
b) dia kirim leburkan b) pendayagunaan
c) kosponsor b) ketidak-pekaan c) pendayaan guna
d) kesini c) selarik d) pemberiampunan
e) per kapita d) rata-rata e) pemberi ampunan
e) rerata

(iii) Penulisan Unsur Serapan


1. 2. 3.
a) aselerasi a) legalisir a) teoritis
b) akselerasi b) legalisasi b) teoritis
c) kharakter c) infokus c) anulir
d) karakter d) infocus d) ralat
4. 5. 6.
a) kualitas a) analisis a) kompleks
b) kwalitas b) analisa b) komplek
c) jadwal c) standardisasi c) resiko
d) jadual d) standarisasi d) risiko
7. 8. 9.
a) varitas a) survey a) mikrosoft
b) varietas b) survey b) microsoft
c) hirarki c) polio c) paham
d) hierarki d) folio d) faham
10. 11. 12.
a) pikir a) aeromodeling a) ijasah
b) fikir b) eromodeling b) ijazah
c) pihak c) automotif c) jenasah
d) fihak d) otomotif d) jenazah

34
13. 14. 15.
a) personil a) syarat a) praktek
b) metodologi b) sarat b) praktik
c) sistem c) sah c) apotek
d) sistimatis d) syah d) apotik
16. 17. 18.
a) kurikuler a) kartun a) dialektik
b) koordinasi b) karton b) dialektika
c) kaidah c) materil c) hipotesa
d) kaedah d) material d) hipotesis
19. 20. 21.
a) fisik a) propinsi a) pul
b) fisika b) provinsi b) pool
c) donlot c) konferensi c) pruf
d) unggah d) konperensi d) proof
22. 23. 24.
a) asasi a) hidraulik a) sekira
b) azazi b) hidrolik b) kiranya
c) fase c) haemoglobin c) terdiri atas
d) pase d) hemoglobin d) terdiri dari
25.
a) akhirat
b) akherat
c) makhluk
d) khalik

(iv) Pemakaian Tanda Baca yang Tepat

1. Penelitian modern menggunakan biologi neurologi ilmu kognitif dan


teori informasi untuk mempelajari cara otak memroses bahasa.

2. Jusuf Sjarif Badudu -lahir di Gorontalo Keresidenan Celebes en


Onderhoorigheden 19 Maret 1926 meninggal di Bandung, Jawa
Barat, 12 Maret 2016 pada umur 89 tahun adalah pakar bahasa.

35
3. Jika bahasa Indonesia adalah bahasa ―SOP‖, maka "Adi lantai
menyapu" akan menjadi kalimat yang umum, alih-alih "Adi menyapu
lantai".

4. Di antara bahasa-bahasa alami yang mementingkan urutan unsur


kalimat karena SOP merupakan jenis urutan yang paling banyak
digunakan, diikuti oleh subjek, predikat, objek (SPO).

5. Pandawa lima adalah sebutan lima bersaudara putra dari Pandu


Dewanata yakni Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

6. Marketing Journal, 2nd edition (2015) 11: 3.

7. Komentar tentang ―Flyover‖ dimuat dalam ―Pikiran Rakyat‖ hari ini.

8. "Flyover lagi testing aja, nanti dibuka permanen hari Sabtu. Hari ini
cuma ngetes saja buka resmi hari Sabtu, ucap Emil, sapaan akrabnya.
Tadi pagi, kata Emil, Dinas Perhubungan bersama aparat kepolisian
telah melakukan uji coba perdana untuk mengecek pola lalu lintas di
jembatan sepanjang 400 meter itu.‖

9. Dalam pengerjaan jembatan layang (flyover) Antapani hanya akan


memakan waktu sekitar enam bulan dengan biaya yang relatif murah
sekitar Rp. 35 miliar.

10. "Kementerian Dalam Negeri belum mengirim blangko e-KTP sejak


Oktober. Jadi sampai sekarang blangko e-KTP kosong," kata Jaka,
Selasa 27/12/2016.

3.5 Ringkasan Materi

Ejaan ialah keseluruhan aturan bagaimana melambangkan bunyi


ujaran melalui huruf, menetapkan fungsi tanda baca, memenggal kata,
dan bagaimana menggabungkan kata. Cakupannya meliputi pemakaian
huruf, penulisan huruf kapital dan miring, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca.

36
3.6 Daftar Pustaka

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia .


Jakarta: Balai Pustaka.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.


Bandung: Humaniora Utama Press.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan


Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan


Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan%20
Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%20-
%20Kabar%20Pendidikan.htm).

37
38
BAB IV
TATA KATA

4.1 Deskripsi Mata Kuliah

Keterampilan berbahasa, salah satunya keterampilan bahasa


Indonesia, sangat diperlukan di Indonesia dalam menjalankan aktivitas.
Dalam menjalankan aktivitas keagamaannya, seseorang memerlukan
keempat keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara,
dan mendengarkan. Keterampilan berbahasa Indonesia pun merupakan
syarat mutlak bagi mahasiswa Indonesia agar mampu mengutarakan
pikirannya kepada pihak lain secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia
di Unisba diharapkan menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan
komunikasi yang baik dalam ranah keilmuan sekaligus untuk menjalankan
aktivitas keagamaannya. Dengan penguasaan atas pengetahuan fungsi-
fungsi bahasa serta ragamnya, keterampilan ejaan tanda baca, kalimat,
paragraf, dan jenis wacana, serta mengkritisi dan memproduksi teks-teks
berdasarkan aneka sumber, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan
berbicara dalam Bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik sebagai
wujud dari hakikat seorang muslim, yaitu khalifah di muka bumi yang
bertugas menyampaikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‗alamin.

4.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat membentuk kata dasar menjadi kata berimbuhan,


kata ulang, dan kata majemuk, serta menggunakannya dan menerapkan
pola pikir pengimbuhan dalam kalimat.

4.3 Pengertian

Berbagai media yang digunakan sebagai sarana penyampaian


informasi, baik secara lisan maupun tertulis, sampai atau tidaknya pesan
yang hendak disampaikan bergantung pada bahasa yang digunakan.
Penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami akan
menjadikan pesan lebih mudah diterima karena bahasa adalah alat

39
komunikasi (Kuntorini dan Pradana, 2014: 228). Tata kata menjadi
perangkat untuk memfungsikan nahasa sebagai alat komunikasi.

Tata kata ialah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsi semantik. Yang dimaksud dengan kata adalah satuan
gramatikal bebas yang terkecil (Kushartanti, 2007:151). Kata disusun oleh
satu atau beberapa morfem. Morfem merupakan satuan hasil abstraksi
wujud lahiriah atau bentuk(-bentuk) fonologisnya (Kushartanti, 2007:
146). Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis, sedangkan kata
bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Dalam kalimat Amin
sedang mempelajari soal itu, misalnya, terdapat empat kata
monomorfemis, yaitu Amin, sedang, soal, dan itu, dan satu kata
polimorfemis, yaitu mempelajari. Penggolongan kata menjadi
monomorfemis dan polimorfemis adalah penggolongan berdasarkan
jumlah morfem yang menyusun kata.

Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis


yang berupa perangkaian modern. Kata seperti Amin, sedang, soal, dan
itu dapat dianggap tidak mengalami proses morfologis, sedangkan kata
seperti mempelajari dan persoalan merupakan kata hasil suatu proses
morfologis.

4.3.1 Pembentukan Kata dengan Pengimbuhan

Salah satu contoh proses morfologis ialah pengimbuhan atau


afiksasi (penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan di depan
(prefiks), di tengah (infiks), di belakang (sufiks), atau di depan dan
belakang (sirkumfiks) morfem dasar. Ada beberapa macam imbuhan
dalam bahasa Indonesia, yaitu:

1. Awalan : ber-, per-, meng-, di-, ter-, se-, peng–

2. Sisipan : -el-, -em-, -er-, -in-

3. Akhiran : -kan, - i, -an , -nya, -is, isme, -wan

40
4. Gabungan imbuhan : ber-kan, ber-an, per–an, pe–an, per-i, me-kan,
memper-, memper–kan, memper–i (Depdikbud, 1988: 70).

Contohnya adalah sebagai berikut:

Awalan berpraktik

menganalisis

penerbit

sebanding

terukur

Sisipan gerigi

gemuruh

gelosok

Akhiran tindaki

tindakan

pagukan

Gabungan penyatuan

persatuan

kesatuan

Afiks selalu merupakan morfem terikat, sedangkan morfem dasar dapat


berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berikut ini beberapa contoh
morfem dasar yang terikat: aju, cantum, elak, genang, giur, huni,
imbang, jelma, jenak, kitar, lancong, paut.

Perulangan atau reduplikasi merupakan contoh proses morfologi yang


lain. Perulangan dapat bersifat penuh atau sebagian. Perulangan dapat
pula disertai perubah fonologis. Contohnya adalah sebagai berikut:

anak-anak, gunung-gunung

sekali-sekali, seorang-seorang

41
sekali-kali, berturut-turut

kehijau-hijauan, berkejar-kejaran

tetamu, lelaki

tali-temali, gilang-gemilang

sayur-mayur, gerak-gerik

Proses morfologis yang membentuk satu kata dari dua (atau lebih dari
dua) morfem dasar disebut pemajemukan atau komposisi. Jika kata
barangkali, hulubalang, jajaran genjang, kaki lima, peribahasa, rajawali
masing-masing dianggap sebagai satu kata, semuanya merupakan hasil
pemajemukan.

Proses morfologis ada yang produktif dan ada yang tidak produktif.
Proses morfologis disebut produktif jika proses itu dapat dijalankan dalam
pembentukan kata-kata baru. Afiksasi dalam bahasa Indonesia pada
umumnya bersifat produktif. Contoh kata: mengorbit, menyandera,
pengelolaan, kesinambungan, dan pemerian memperlihatkan
keproduktifan me-, pe-an, ke-an. Proses morfologis yang tidak produktif
tidak dipakai lagi untuk membentuk kata baru.

4.3.2 Hukum dalam Pembentukan Kata

Dalam tata kata dikenal adanya Hukum Van der Took yang
mengatakan bahwa apabila kata-kata dasar diawali oleh huruf-huruf k, p,
t, dan s mendapat prefiks me- dan pe-, akan mengalami peluluhan.
Peluluhan yang dihasilkan:

/k/ ―› /ng/ /ŋ /

/p/ ―› /m/

/t/ ―› /n/

/s/ ―› /ny/ /ñ /

Berdasarkan hukum tersebut maka muncul beberapa aturan dalam tata


kata:

42
1. me- + kapur = mengapur

kuning = menguning

kecil = mengecil

2. me- + padu = memadu

putar = memutar

pendam = memendam

3. me- + tambah = menambah

tukas = menukas

tembak = menembak

4. me- + silang = menyilang

suap = menyuap

samping = menyamping

Catatan : pada kata kaji, dapat mengaji (mendaras) atau mengkaji


(menelaah).

4.3.3 Ketidakajegan Kata

Ada beberapa ketidakjegan dalam tata kata bahasa Indonesia.


Salah satunya adalah jika kata-kata dasar yang berawalan huruf k, p, t,
dan s yang berupa tumpuan konsonan atau kluster dan mendapat awalan
me- akan mengalami peluluhan, sedangkan jika mendapat awalan pe-
tidak akan meluluh.

1. me- + kristal = mengkristal

standardisasi = menstandardisasikan

protes = memprotes

2. pe- + produksi = pemroduksi

transfer = pentransfer

43
4.3.4 Perbedaan Penggunaan Awalan ber- dan ter-

Awalan ber- dan ter- jika mengimbuhi kata dasar yang memiliki
huruf –er-, akan berbeda dengan kata dasar yang memiliki huruf –ar- dan
–or-.

ber- + derma = bederma

argumen = berargumen

organisasi = berorganisasi

ber - + -er- = be-

-ar- = ber-

-or- = ber-

4.3.5 Rumus Pembentukan Kata

1. Kenali dan pastikan bentuk dasarnya.

2. Kenali dan pastikan bentuk terikat yang mengimbuhinya.

Contoh:

a. kontrakkan : kontrak + -kan

b. kontrakan : kontra + -kan

Perhatikan pula bentuk tumpukan / tumpukkan, pertunjukan /


pertunjukkan.

4.3.6 Perubahan Bunyi

Terdapat beberapa perbedaan perubahan bunyi seperti berikut:

1. Awalan ber- bervariasi menjadi bel- jika diserangkaikan dengan kata


ajar.

2. Awalan me- bervariasi menjadi menge- jika diserangkaikan dengan


bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata.

44
Contoh:

me- + bom = mengebom

me- + tik = mengetik

me- + lap = mengelap

4.3.7 Kata Majemuk

4.3.7.1 Batasan dan Ciri-ciri Kata Majemuk

Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua kata yang
berhubungan secara padu dan hasil penggabungan itu menimbulkan
makna baru. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri:

1. gabungan kata itu menimbulkan makna baru;

2. gabungan kata itu tidak dapat dipisahkan;

3. gabungan kata itu tidak dapat disisipi unsur lain;

4. tidak dapat diganti salah satu unsurnya;

5. tidak dapat dipertukarkan letak unsur-unsurnya.

4.3.7.2 Sifat Kata Majemuk

1. Kata majemuk eksosentris

Adalah kata majemuk yang antarunsurnya tidak saling


menerangkan.

Contoh: laki bini, tua muda, tikar bantal.

2. Kata majemuk endosentris

Adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi inti


sedangkan unsur lain menerangkannya.

Contoh: rumah sakit, panjang tangan, sapu tangan.

45
4.3.7.3 Kata Majemuk dan Frasa

Persamaan kata majemuk dan frasa adalah keduanya merupakan


gabungan kata. Perbedaannya adalah kata majemuk menghasilkan
makna baru, sedangkan pada frasa gabungan kata itu tidak menimbulkan
makna baru. Contoh:

Kata Majemuk Frasa

rumah tangga rumah tembok

rumah sakit orang sakit

sarjana muda orang muda

4.3.8 Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Ramlan (1987: 63) mengatakan bahwa hasil pengulangan disebut


kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.
Apabila tidak ada bentuk dasarnya, maka kata itu bukanlah hasil dari
proses pengulangan atau bukanlah kata ulang. Pemahaman ini penting
dalam menyikapi kasus berikut. Kata gelas-gelas, berjalan-jalan, serba-
serbi merupakan kelompok proses pengulangan karena terdapat bentuk
dasar gelas, jalan, serba. Kata alun-alun, undang-undang, kura-kura, dan
kupu-kupu merupakan kelompok yang tidak melalui proses pengulangan,
atau dengan kata lain kata-kata tersebut tidak memiliki bentuk dasar.

4.3.8.1 Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar,


tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan pembubuhan
afiks. Misalnya, buku menjadi buku-buku, gol menjadi gol-gol, pengajuan
menjadi pengajuan-pengajuan, perkataan menjadi perkataan-perkataan.

4.3.8.2 Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari bentuk


dasarnya. Dengan kata lain, bentuk dasar tidak diulang seluruhnya.
Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk

46
kompleks. Misalnya, membaca menjadi membaca-baca, mengemas
menjadi mengemas-ngemasi, minum menjadi minum-minuman, perlahan
menjadi perlahan-lahan, mencari menjadi mencari-cari. Namun, ada juga
bentuk dasar pengulangan berupa bentuk tunggal. Misalnya, laki menjadi
lelaki, tamu menjadi tetamu, berapa menjadi beberapa, pertama menjadi
pertama-tama, serta segala menjadi segala-gala. Kata pertama dan
segala merupakan bentuk tunggal karena dalam deretan morfologik tidak
ada satuan terkecil dari kedua kata tersebut.

4.3.8.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Proses


Pembubuhan Afiks

Dalam pengulangan jenis ini, pengulangan bentuk dasar disertai


dengan penambahan afiks secara bersama-sama atau serentak dan
bersama-sama pula mendukung satu arti dan fungsi. Misalnya, kata
kapal-kapalan, merupakan hasil pengulangan bentuk dasar dengan
penambahan afiks. Bentuk dasar kata ulang itu adalah kapal, tetapi
bukan *kapalan atau kapal-kapal. Dikatakan demikian karena kapalan
tidak pernah dijumpai dalam pemakaian sehari-hari, sedangkan kapal-
kapal yang berarti ―banyak kapal‖ tidak ada kesinambungan arti dengan
kapal-kapalan yang berarti ―menyerupai kapal‖.

Contoh lain dari pengulangan yang berkombinasi dengan


pembubuhan afiks adalah:

lincah menjadi selincah-lincahnya

baik menjadi sebaik-baiknya

kuning menjadi kekuning-kuningan (Kabar Pendidikan, 2011: 1)

4.3.8.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem

Dalam jenis ini, kata ulang yang pengulangannya termasuk jenis ini
sebenarnya sangat sedikit. Di samping kata bolak-balik, terdapat kata
kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar

47
balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem, yaitu dari /a/
menjadi /o/, dan /i/ menjadi /a/.

4.4 Perlatihan

A. Pilihlah bentukan kata yang benar/dibenarkan!

1. seruan/menyerukan/memperserukan/penyeru/diserukan/penyeruan

2. dicalonkan/mencalonkan/pekerjaan/pengerjaan/pengkerjaan/

pencalonan

3. persamaan/penyamaan/mempersamakan/bersama/menyamakan

4. wartawan/pewarta/ilmuawan/fisikawan/agamawan/sastrawan

5. menukar/menukarkan/pertukaran/penukaran/penukar/ditukar

6. berdebat/memperdebatkan/pemerdebat/perdebatan/pedebat/

pengdebat

7. pengeluaran/mengeluarkan/luaran/luarkan

8. perajin/pengrajin/pelepasan/penglepasan/perusak/pengrusak

9. andal/handal/anutan/panutan/paguyuban/pagelaran/pergelaran

10. beserta/bercermin/terperdaya/terpercaya/tepercik

11. mengkloni/mengklonikan/mencatkan/mengecatkan/pemboran/

pengeboran

12. memodernisasikan/dimodernisir/pemodernan

13. pertanggunganjawab/pertanggungjawaban/menterjemahkan/

menerjemahkan

14. pemrogram/memrogaman/pemrakarsa/penyetabilan/penstabilan

15. menyejajarkan/menyejahterakan/mengeyampingkan/

menyampingkan

48
B. Gunakanlah bentukan kata berikut dalam kalimat dengan tepat!

1. andil; keandilan; keterandilan

2. memberhentikan; menghentikan; perhentian; pemberhentian

3. pemimpin; kepemimpinan; terpimpin; pimpinan

4. pengeras; pengerasan; perkeras; perkerasan; kekerasan

5. memenangi; memenangkan; menugasi; menugaskan

6. penggabungan; penyatuan; gabungan; persatuan; satuan

7. reformis; reformasi; mekanisasi; mekanis; mekanik

8. berterima; keberterimaan; rerata; pemerataan

9. perekayasa; merekayasa; rekayasa; perekayasaan

10. derma; dermawan; kedermawanan; pendermaan; penderma

11. santunan; penyantun; penyantunan; menyantuni; menyantunkan

12. peta; petaan; pemetaan; perpetaan; pemeta

C. Pilihlah bentukan kata yang tepat untuk mengisi bagian yang kosong
pada kalimat berikut!

1. Penduduk Bandung……rata-rata sepertiga waktu malamnya untuk


bermunajat kepada Sang Pencipta.

a. kehabisan b. menghabiskan c. menghabisi

2. Dalam acara yang dihadiri lebih dari 3.000 orang marketer, 500
perusahaan dan 50 pembicara tersebut ………….. sebagai ajang temu
marketer terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara tersebut.

a. mengakui b. memandang c. diakui

3. Pakar ekonomi Hermawan memaparkan, teknologi memang sangat


……….. saat ini, khususnya untuk sebuah trik pemasaran.

a. membutuhkan b. dibutuhkan c. kebutuhan

49
4. Namun, pembenahan perundangan ……….. tidak dengan motivasi
pidana sebab pascareformasi, lahir 600 jenis delik pidana baru.

a. bersemangat b. menyemangati c. disemangati

5. Dinamika hukum yang terjadi dalam rentangan tahun 2016 ini akan
disorot pada dunia peradilan. ……. hukum termasuk lembaga
pemasyarakatan, persoalan peraturan perundang-undangan serta
budaya hukum di masyarakat Indonesia.

a. penegakan b. ditegakkan c. menegakkan

6. Emosi yang biasanya tinggi tersebut pada akhirnya dapat ………….. ke


dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti halnya bingung, emosi
berkobar-kobar ataupun mudah meledak, bertengkar, tidak bergairah,
pemalas, dan juga membentuk self-defense mechanism.

a. dimanifestasikan b. termanifestasikan c. memanifestasikan

7. Perasaan kosong tersebut ……….. seorang yang baru saja beranjak


dewasa akan dituntut untuk berubah dalam bersikap maupun
memposisikan dirinya dalam masyarakat.

a. dikarenakan b. menyebabkan c. berakibat

8. Fenomena langit tahun 2017 bagi pengamat di Indonesia mungkin


tidak akan terlalu menakjubkan karena hampir semuanya adalah
fenomena yang memang setiap tahun bisa ………. seperti hujan
meteor, oposisi planet, supermoon, dan minimoon.

a. teramati b. mengamati c. diamati

9. Rematik adalah penyakit yang menimbulkan rasa sakit akibat otot atau
………….. yang mengalami peradangan dan pembengkakan.

a. sendi b. persendian c. penyendian

50
10. Batubara -bahan bakar fosil- adalah sumber energi terpenting untuk
………… listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk
produksi baja dan semen.

a. pembangkitan b. pembangkit c. Membangkitkan

4.5 Ringkasan Materi

Tata kata atau morfologi ialah ilmu bahasa yang membicarakan


seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap
golongan dan arti kata. Dilihat dari bentuknya, kata dapat digolongkan ke
dalam lima bentuk: kata/bentuk dasar, berimbuhan, ulang, pengimbuhan,
dan majemuk. Kata berimbuhan dapat dibentuk melalui penggunaan
awalan, akhiran, sisipan, dan gabungan awalan dan akhiran.
Pengimbuhan awalan me-/meng- mengalami perubahan bunyi
bergantung pada bunyi awal kata dasar. Demikian pula awalan pe-/peng-
dan ber-. Berikut paradigma pembentukan kata.
Kata dasar diathesis proses ikhwal pelaku hasil
temu menemukan penemuan pertemuan penemu temuan
bertemu

4.6 Daftar Pustaka

Alwi, H. et.al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.

Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT.


Gramedia.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT.
Gramedia.

Depdikbud RI. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Effendi, S. (Ed.) 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:


Pusat Bahasa.

51
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona
Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik . Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia .


Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyono, Iyo. 2016. Bahasa Indonesia: Serba-Serbi Problematik


Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.


Bandung: Humaniora Utama Press.

Ramlan, M. 1987. Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UP


Karyono.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri, Kajian Sastra, Seni,
dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan


Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan


Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan%20
Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%20-%
20Kabar%20Pendidikan.htm).

Kuntorini, Ririn Sri dan Mahaputra Aditya Pradana. 2014. ―Penggunaan


Flouting dalam Tayangan Humor Opera van Java sebagai Cermin
Budaya Komunikasi Kontemporer‖ dalam http://dx.doi.org/10.5614
%2Fsostek.itbj.2014.13.3.7.

52
BAB V
TATA KALIMAT

5.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi paparan mengenai tata kalimat dalam bahasa


Indonesia. Penjelasan mengenai batasan kalimat, unsur kalimat, jenis
kalimat, dan kalimat yang efektif, mahasiswa diharapkan dapat menulis
karya ilmiah atau karya kreatif lainnya dengan tata kalimat yang tepat
dan logis secara struktur bahasa Indonesia.

5.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami unsur-unsur kalimat.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis kalimat.

3) Mahasiswa dapat memahami dan menulis dengan kalimat efektif.

5.3 Pengertian Kalimat

Berdasarkan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, kalimat adalah


satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Kalimat merepresentasikan gagasan
yang terdapat dalam pikiran kita. Kalimat tanya merepresentasikan
sebuah pertanyaan yang ada dalam pikiran kita. Kalimat seruan ataupun
perintah merepresentasikan hal yang kita serukan dan perintahkan dalam
pikiran kita. Oleh karena itu, kalimat dikatakan mengungkapkan pikiran
yang utuh.

Kalimat disebut sebagai satuan bahasa terkecil karena kalimat yang


menjadi satuan dasar pembentuk sebuah wacana. Wacana terbentuk
apabila ada dua kalimat atau lebih yang letaknya berurutan dan sesuai
dengan kaidah wacana. Perhatikan contoh di bawah ini.

(1) Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi


telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,

53
utamanya pendidikan tinggi. Kini, ruang kuliah bukan lagi satu-
satunya tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Mengapa
bisa begitu? Pasalnya, kehadiran internet membuat siapa saja,
termasuk mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai
sumber (Venus, 2002).

Contoh (1) terdiri atas empat kalimat. Jika diuraikan, wacana di atas
terdiri atas kalimat-kalimat sebagai berikut.

(2)

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan


komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia
pendidikan, utamanya pendidikan tinggi.

b. Kini, ruang kuliah bukan lagi satu-satunya tempat berlangsungnya


proses belajar mengajar.

c. Mengapa bisa begitu?

d. Pasalnya, kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk


mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai sumber.

Tiga kalimat diakhiri tanda titik, yaitu kalimat pertama, kedua, dan
keempat. Kalimat yang diakhiri dengan tanda titik biasa disebut kalimat
berita atau kalimat deklaratif. Satu kalimat diakhiri tanda tanya, yaitu
kalimat ketiga. Kalimat yang diakhiri oleh tanda tanya disebut kalimat
interogatif.

Berdasarkan contoh nomor (1) dan (2) terlihat struktur sebuah


kalimat ragam bahasa tulis sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan
predikat. Contoh (2a) menunjukkan kalimat yang terdiri atas subjek,
predikat, dan keterangan. Subjek untuk contoh (2a) adalah ‗globalisasi
yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi‘. Predikatnya
adalah ‗telah menimbulkan pergeseran paradigma‘. Keterangan diisi oleh
‗dalam dunia pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘.

54
Predikat pada kalimat (2a) berupa verba. Pengisi predikat sering
kali ditemukan adalah verba (kata kerja). Namun, tak hanya verba (kata
kerja), nomina (kata benda) atau ajektiva (kata sifat) pun dapat mengisi
predikat.

5.4 Unsur Kalimat

Sebelumnya telah disebutkan, kalimat pada ragam bahasa tulis


minimal terdiri atas subjek dan predikat. Subjek dan predikat adalah
bagian dari unsur-unsur kalimat. Kedua unsur tersebut merupakan unsur
yang wajib ada pada sebuah kalimat. Selain subjek dan predikat, unsur-
unsur lain dapat dihilangkan tanpa mengganggu keutuhan sebuah kalimat
dan maknanya.

Seperti contoh (2a) yang terdiri atas unsur subjek, predikat, dan
keterangan. Unsur keterangan pada contoh (2a), yaitu ‗dalam dunia
pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘ dapat dihilangkan tanpa
mengganggu bagian yang tersisa dalam kalimat tersebut. Perhatikan
penjelasan di bawah ini.

(3)

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan


komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia
pendidikan, utamanya pendidikan tinggi.

b. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan


komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma.

c. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan


komunikasi.

d. Telah menimbulkan pergeseran paradigma.

Kalimat (3b) dihilangkan unsur keterangannya. Baik makna


ataupun strukturnya masih dapat diterima dan dipahami. Gagasan dari
kalimat itu pun tersampaikan. Berbeda dengan kalimat (3c) yang
dihilangkan unsur predikatnya dan kalimat (3d) yang dipisahkan dari

55
subjek, walaupun berterima tetapi gagasan dari kedua kalimat tersebut
tidak tersampaikan dengan sempurna.

Hal tersebut membuktikan bahwa unsur keterangan dalam sebuah


kalimat dapat dihilangkan tanpa mengganggu unsur yang lainnya.
Berbeda ketika unsur subjek dan predikat yang dihilangkan, gagasan utuh
sebuah kalimat menjadi tidak jelas.

Tersampaikan atau tidaknya sebuah gagasan pada kalimat menjadi


salah satu indikator efektif atau tidaknya sebuah kalimat. Untuk
membentuk kalimat yang efektif, seluruh unsur yang dibutuhkan untuk
membangun sebuah kalimat harus ada. Unsur-unsur kalimat tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Subjek

Untuk mengetahui unsur kalimat yang disebut subjek dapat dilakukan


dengan cara mengajukan pertanyaan siapa atau apa berdasarkan
predikat. Contohnya kalimat ‗Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi
informasi dan komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma
dalam dunia pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘. Kita ajukan
pertanyaan apakah yang menimbulkan pergeseran paradigma?
Jawabannya adalah globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi
dan komunikasi. Frasa globalisasi yang diiringi lompatan teknologi
informasi dan komunikasi inilah yang mengisi unsur subjek.

2. Predikat

Unsur predikat dalam kalimat diketahui dari jawaban atas pertanyaan


bagaimana dan mengapa. Dalam contoh kalimat sebelumnya, predikat
adalah ‗telah menimbulkan pergeseran paradigma‘. Hal tersebut
berdasarkan jawaban atas pertanyaan ‗bagaimana globalisasi yang diiringi
lompatan teknologi informasi dan komunikasi?‘

56
3. Objek

Unsur objek hanya muncul pada kalimat yang berbentuk transitif. Kalimat
transitif adalah kalimat yang memerlukan kehadiran objek untuk
menyampaikan gagasannya. Contohnya adalah kalimat ‗setiap kalimat
yang dituliskan hendaknya memiliki satu makna‘. Satu makna adalah
pengisi unsur objek. Kehadiran objek dapat dikatakan penting karena
apabila dihilangkan gagasan kalimat tidak sepenuhnya tersampaikan.
Misalnya, jika dihilangkan unsur objek, yaitu satu makna, kalimat hanya
berupa ‗setiap kalimat yang dituliskan hendaknya memiliki‘. Apa yang
harus dimiliki pun menjadi tidak jelas. Unsur objek pun dapat ditemukan
dengan cara mengubahnya menjadi bentuk kalimat pasif. Apabila
dipasifkan unsur objek akan berubah menjadi pengisi unsur subjek,
contohnya:

a. Setiap kalimat yang dituliskan hendaknya memiliki satu makna.

b. Satu makna hendaknya dimiliki oleh setiap kalimat yang dituliskan.

Setelah diubah ke dalam bentuk pasif, satu makna yang merupakan


unsur pengisi objek pada kalimat (a) menjadi pengisi unsur subjek pada
kalimat (b). Itulah salah satu cara menemukan dan mencantumkan objek
pada sebuah kalimat.

4. Pelengkap

Unsur pelengkap pada sebuah kalimat seringkali tertukar dengan unsur


objek. Cara membedakannya adalah unsur pelengkap tidak dapat
dijadikan subjek apabila dipasifkan. Berbeda dengan unsur objek yang
dapat mengisi unsur subjek apabila kalimat diubah ke dalam bentuk pasif.
Contohnya adalah ‗Kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk
mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai sumber.‘ Pelengkap
pada kalimat tersebut siapa saja (yang mendapat keterangan tambahan
‗termasuk mahasiswa‘). Jika hanya berupa ‗kehadiran internet membuat‘,
gagasan kalimat tersebut akan sulit untuk dipahami. Pelengkap siapa saja

57
tidak dapat diubah menjadi subjek apabila kalimat tersebut diubah ke
dalam bentuk pasif.

5. Keterangan

Ciri khas dari unsur keterangan adalah posisinya dapat diubah-ubah


letaknya. Misalnya, jika awalnya berada pada akhir kalimat, unsur
keterangan dapat dipindahkan ke awal kalimat. Contoh kalimat
‗Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi
telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,
utamanya pendidikan tinggi‘ memiliki keterangan dalam dunia pendidikan.
Jika dalam dunia pendidikan tinggi dipindahkan ke depan, makna dan
gagasan kalimat tidak berubah dan tetap dapat tersampaikan.

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi


telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,
utamanya pendidikan tinggi.

b. Dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi, globalisasi yang


diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi telah
menimbulkan pergeseran paradigma.

5.5 Jenis Kalimat

5.5.1 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis

Perbedaan dalam susunan kata atau frasa menyebabkan


perbedaan pada kalimat. Sebelumnya telah dijelaskan, perbedaan tanda
baca titik (.) dan tanda baca tanya (?) menyebabkan perbedaan pada
kalimat juga. Itulah yang disebut dengan bentuk sintaksis. Berdasarkan
perbedaan bentuk sintaksisnya, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
membagi kalimat menjadi empat jenis: kalimat deklaratif atau kalimat
berita; kalimat imperatif atau kalimat perintah; kalimat interogatif atau
kalimat tanya, dan kalimat eksklamatif atau kalimat seru.

58
5.5.1.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif biasa disebut dengan kalimat berita. Hal itu


disebabkan oleh isi dari kalimat deklaratif adalah berita atau informasi
bagi pendengar atau pembaca. Secara bentuk sintaksisnya, kalimat
deklaratif ada yang berbentuk aktif, pasif, dan sebagainya. Secara
penulisan, kalimat deklaratif ditandai oleh tanda titik (.) di akhirnya.

5.5.1.2 Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif disebut juga kalimat perintah, permintaan, atau


suruhan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menyebutkan ada enam
golongan kalimat imperatif, yaitu sebagai berikut:

1. Perintah atau suruhan, contoh: Bacalah contoh bentuk frasa di bawah


ini!

2. Perintah halus, contoh: Tolong kirimkan berkas ini ke bagian


kemahasiswaan.

3. Permohonan, contoh: Mohon memperhatikan peraturan perkuliahan.

4. Ajakan dan harapan, contoh: Mari kita biasakan membaca buku


selama 10 menit awal jam kuliah.

5. Larangan atau perintah negatif, contoh: Jangan sampai ketidakhadiran


di kelas kurang dari 80%.

6. Pembiaran, contoh: Biarkanlah saya yang mendapat giliran


mewawancarai ketua BEM Universitas.

5.5.1.3 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif disebut juga kalimat tanya. Secara penulisan,


kalimat tanya diakhiri oleh tanda tanya (?) pada bagian akhir kalimat.
Kalimat tanya dapat langsung disadari karena memiliki kosa kata khusus,
yaitu kata-kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana.

59
5.5.1.4 Kalimat Eksklamatif

Kalimat eksklamatif sering kali disalahkaprahi dengan kalimat


imperatif. Kalimat eksklamatif biasa dikenal dengan kalimat seru. Ciri khas
dari kalimat eksklamatif adalah adanya beberapa kosa kata seperti
alangkah, betapa, atau bukan main. Akibat ciri khas kosa kata tersebut,
kalimat eksklamatif seringkali juga disebut kalimat interjeksi yang biasa
digunakan untuk menyatakan kekaguman dan keheranan. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia memaparkan formula pembentukan kalimat
eksklamatif dari kalimat deklaratif dengan langkah sebagai berikut.

1. Balikkan urutan unsur kalimat dari S-P menjadi P-S.

2. Tambahkan partikel –nya pada P.

3. Tambahkan kata (seru) di depan P jika diperlukan.

5.5.2 Jenis Kalimat berdasarkan Pola Pembentuknya

Jenis kalimat berdasarkan pola pembentuknya ada dua jenis, yaitu


kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Berikut akan dijelaskan kalimat
tunggal dan kalimat majemuk.

5.5.2.1 Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang terdiri atas satu
pola dasar (Sugihastuti dan Saudah, 2016). Pola dasar tersebut dapat
dimiliki oleh kalimat yang panjang ataupun yang pendek. Pola dasar itu
seperti SP, SPO, SPOK, SPPel, atau SPOPel.

Contoh:

(4) Penelitian itu dilaksanakan di daerah Kabupaten Bandung.

S P Ket

(5) Tumbuhan menghasilkan makanan dasar bagi semua mahluk hidup.

S P O Ket.

60
Dari kedua contoh di atas, terlihat satu kalimat terdiri atas satu
pola. Itulah yang disebut kalimat tunggal.

5.5.2.2 Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk sebaliknya dari kalimat tunggal. Kalimat majemuk


adalah kalimat yang memiliki dua pola atau lebih. Ada dua jenis kalimat
majemuk, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

1. Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah penggabungan dua kalimat atau lebih,


tetapi masing-masing kalimat tersebut kedudukannya sederajat atau
sejajar. Konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan setiap kalimat
pada kalimat majemuk setara adalah dan, lalu, atau, tetapi, kemudian,
melainkan, dan sedangkan.

Contoh:

4) Dosen bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan tetapi


pengetahuan itu bisa berasal dari berbagai sumber yang terserak di
mana saja (multi-knowledge provider).

2. Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih


yang setiap klausanya berhubungan tidak setara atau tidak sederajat.
Jadi, ada yang bertindak sebagai klausa atas dan klausa bawahan. Kita
biasa mengenal induk kalimat dan anak kalimat. Konjungsi yang
digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat adalah jika, andaikata,
supaya, kalau, sebab, meskipun, ketika, bahwa, walaupun, apabila, agar,
dan karena.

Contoh:

(7) Mahasiswa yang mengandalkan pemerolehan pengetahuan dari


ruang kuliah semata akan menjadi makhluk yang ketinggalan zaman,

61
apabila dibandingkan dengan rekan mereka yang proaktif terhadap
segala sumber informasi.

5.6 Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang berhasil mengirimkan pesan


pada pendengar atau pembaca sebagaimana maksud dari pembicara atau
penulis. Ketika menulis karya tulis ilmiah, kalimat efektif adalah hal yang
penting. Karya tulis ilmiah yang logis dan sistematis dapat menyampaikan
gagasan dengan baik, apabila kalimat efektif terpenuhi.

Kalimat efektif memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut.

1. Kelogisan.

2. Keparalelan.

3. Ketegasan.

4. Kehematan.

5. Kesepadanan.

6. Kecermatan.

7. Kesejajaran.

Beberapa kesalahan yang umum terjadi pada penulisan sehingga


menyebabkan kalimat tidak menjadi efektif adalah sebagai berikut.

1. Kalimat terpengaruh struktur bahasa daerah.

2. Kalimat terpengaruh struktur bahasa asing.

3. Kalimat mubazir atau berlebihan.

4. Kalimat menimbulkan makna ganda (taksa/ambigu).

5. Kalimat rancu maknanya.

6. Kalimat tidak lengkap secara struktur.

7. Kalimat tidak logis.

8. Kalimat terlalu panjang.

62
5.7 Perlatihan

1. Buatlah lima contoh kalimat majemuk setara!

2. Tulislah kriteria dari kalimat efektif!

3. Tuliskan contoh dari kalimat interogatif!

4. Jelaskan konsep kesejajaran pada kalimat efektif!

5. Tuliskan contoh untuk kalimat deklaratif sesuai dengan bidang studi


masing-masing!

5.8 Ringkasan Materi

Dari penjelasan pada bab ini, kita memperoleh wawasan


mengenai tata kalimat dalam bahasa Indonesia. Ada dua jenis kalimat:
pertama berdasarkan bentuk sintaksis dan kedua berdasarkan pola
pembentukannya. Jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya adalah
kalimat deklaratif, afirmatif, eksklamatif, dan introgratif. Adapun
berdasarkan pola pembentuknya ada kalimat tunggal dan kalimat
majemuk. Dalam penulisan karya tulis ilmiah diperlukan adanya kalimat
efektif. Ada 8 aspek yang membuat sebuah kalimat menjadi tidak efektif,
yaitu (1) kalimat terpengaruh struktur bahasa daerah; (2) kalimat
terpengaruh struktur bahasa sing; (3) kalimat mubazir; (4) kalimat taksa;
(5) kalimat rancu makna; (6) kalimat tidak lengkap struktur; (7) kalimat
tidak logis; dan (8) kalimat terlalu panjang.

5.9 Daftar Pustaka

Alwi, H. et.al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.

Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT.


Gramedia.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT.
Gramedia.

63
Depdikbud RI. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Effendi, S. (Ed.) 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:


Pusat Bahasa.

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona


Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyono, Iyo. 2016. Bahasa Indonesia: Serba-Serbi Problematik


Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.


Bandung: Humaniora Utama Press.

Ramlan, M. 1987. Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UP


Karyono.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri, Kajian Sastra, Seni,
dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Siti Saudah. 2016. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:


PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan


Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Venus, Antar. 2002. ―SDM Komunikasi di Era Kompetisi Global‖. Jurnal


MediaTor.

64
Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan


Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan
%20Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%
20-%20Kabar%20Pendidikan.htm).

65
66
BAB VI
WACANA

6.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi wacana yang terdiri atas konteks
wacana, kohesi dan koherensi dalam kepaduan wacana, dan jenis-jenis
wacana. Pengetahuan wacana berguna agar mahasiswa paham bahwa
karya tulis ilmiah adalah salah satu bentuk dari wacana. Sebagaimana
halnya wacana, sebuah karya tulis ilmiah pun tak bisa lepas dari konteks
dan dituntut untuk memiliki kepaduan. Oleh karena itu, dengan dibekali
pengetahuan wacana, mahasiswa diharapkan mampu menuangkan
gagasannya dengan padu, utuh, dan dapat dipahami.

6.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat memahami konsep wacana.

2) Mahasiswa dapat memahami kaitan antara konteks dan wacana.

3) Mahasiswa dapat memahami kepaduan wacana dan menggunakannya


dalam tulisan.

4) Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis wacana dan menggunakannya


dalam tulisan.

6.3 Wacana

Dalam sebuah percakapan, sering terdengar ―ah, itu sekadar


wacana‖. Ada juga yang mengatakan ―masalah keberagaman menjadi
wacana yang menarik saat ini‖. Kedua contoh pernyataan tersebut adalah
pemaknaan pada konsep wacana. Wacana pada kalimat pertama
diartikan sesuatu yang memiliki nilai rasa ‗sesuatu yang sepele, ringan,
dan tidak penting‘. Adapun pernyataan kedua diartikan sesuatu yang
tidak memiliki nilai rasa, yang artinya ‗topik pembicaraan atau topik
diskusi‘.

67
Wacana dalam kajian linguistik (kebahasaan) adalah kesatuan
makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa (Yuwono,
2007: 92). Wacana adalah sebuah bangun bahasa yang utuh. Frasa
kesatuan makna menunjukkan berbagai unsur makna bahasa yang
dimiliki sebuah kata bersatu secara padu dan utuh sehingga membentuk
sebuah wacana.

6.3.1 Wacana dan Konteks

Pemaknaan setiap orang pada wacana dipengaruhi oleh konteks.


Wacana memang sangat terikat konteks. Konteks lah yang membedakan
wacana untuk keperluan komunikasi dengan wacana yang bukan untuk
kepentingan komunikasi.

Hymes (1974) merumuskan sebuah konsep yang dinamai


SPEAKING. Konsep Hymes (1974) merupakan konteks atas suatu tuturan
dalam wacana lisan. Berbeda dengan wacana tulis, konteksnya dibentuk
oleh kalimat-kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya. Beberapa ahli
linguistik menyebut konteks pada wacana tulis dengan ko-teks.
Contohnya adalah sebagai berikut.

(1) Pengumuman tanggal 20 Oktober 2016 yang telah kami baca.


Berdasarkan pengumuman tersebut, acara peringatan Sumpah
Pemuda seluruh karyawan wajib menggunakan busana kasual
seperti kaos berkerah dan celana jeans.

Pada contoh nomor (1) di atas, kalimat pengumuman tanggal 20 Oktober


2016 yang telah kami baca menjadi koteks atas kalimat selanjutnya.

6.3.2 Kepaduan Wacana: Kohesi dan Koherensi

1. Kohesi

Dalam sebuah wacana, unsur-unsur bahasa saling merujuk dan


berkaitan. Tidak terpisah-pisah dan berdiri sendiri-sendiri. Keadaan
saling merujuk dan berkaitan itulah yang dinamakan kohesi. Akibat
adanya kohesi inilah, setiap bagian wacana mengikat bagian yang lain

68
secara mesra (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Kohesi pada
wacana diciptakan oleh alat bahasa yang disebut pemarkah kohesi
(cohesive marker), antara lain kata ganti (pronomina), kata tunjuk
(demonstrativa), kata sambung (konjungsi), dan kata yang diulang.

Pemarkah-pemarkah kohesi tersebut dalam penggunaannya


pada wacana menyebabkan kohesi memiliki jenis-jenisnya. Jenis-jenis
kohesi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kohesi gramatikal

Kohesi gramatikal adalah hubungan semantis antarunsur yang


dimarkahi alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata
bahasa (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Dengan kata lain,
ada suatu pemarkah kohesi digunakan untuk membentuk sebuah
makna baik di luar ataupun di dalam wacana. Perhatikan contoh
berikut.

(2) Saya tidak terbiasa dengan keadaan yang tidak rapi.

(3) Saya pergi ke perpustakaan kampus. Di sana buku-buku yang


tersedia sangat lengkap.

(4) Putra berasal dari Bengkulu. Hanum pun berasal dari daerah yang
sama dengan Putra.

Pada contoh nomor (2) terdapat kata saya yang mengacu pada
sesuatu di luar kalimat. Kata saya mengacu pada diri penutur/penulis.
Pada contoh nomor (3), kata sana mengacu pada frasa perpustakaan
kampus pada kalimat sebelumnya. Adapun contoh nomor (4), kata
sama mengacu pada kata Bengkulu yang merupakan asal daerah
subjek Putra dan Hanum. Pemarkah kohesi yang digunakan pada
contoh nomor (2), (3), dan (4) adalah referensi. Referensi adalah
hubungan kata dengan acuan dari kata tersebut.

Selain referensi, alat pemarkah untuk kohesi gramatikal adalah


substitusi. Substitusi adalah pemarkah kohesi yang digunakan untuk

69
menghubungkan suatu kata dengan kata lain yang menggantikannya.
Dalam kalimat substitusi biasanya menggunakan kata-kata
demonstrativa, seperti ini, itu, begitu, demikian, di bawah ini, di atas,
dan berikut. Perhatikan contoh-contoh di bawah ini!

(5) Rakyat mulai yakin bahwa kemajuan ekonomi dapat dicapai dan
ini sangat menguntungkan (Wardhani, 2002).

(6) Gonzalez mengungkapkan ideologi pembangunan yang dominan


dapat dijabarkan dengan lebih jelas dalam model ―tetesan ke
bawah‖. Menurut model tersebut, manfaat program-program
intervensi sosial di negara-negara dunia ketiga akan menetes ke
bawah kepada setiap orang (Wardhani, 2002).

(7) Dalam sejarah, cikal bakal fotografi sudah ada sejak zaman
Aristoteles. Pada masa itu, telah diketahui bahwa sinar yang
melewati sebuah lubang kecil dapat membuat bayangan atau
image (Darmawan, 2002).

Pada contoh nomor (5) terdapat kata ini yang menjadi substitusi
untuk menggantikan klausa kemajuan ekonomi. Inilah yang disebut
substitusi klausal. Pada kalimat nomor (6) terdapat kata tersebut yang
menggantikan frasa model tetesan ke bawah. Pada kalimat nomor (7)
terdapat kata itu yang menggantikan frasa zaman Aristoteles.
Substitusi yang digunakan pada contoh (6) dan (7) adalah substitusi
nominal.

Sebelumnya, pada bab Tata Kata terdapat kata yang disebut


konjungsi. Konjungsi atau kata hubung memiliki peranan dalam
mewujudkan kohesi gramatikal pada wacana. Konjungsi berfungsi
menyambungkan gagasan, baik antarkalimat ataupun intrakalimat.
Berikut contoh konjungsi dapat digunakan sebagai pemarkah kohesi
gramatikal.

70
(8) Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja kerja dari otak
kanan, sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja
keras dari otak kiri (Surana, 2002).

(9) Ajaran Islam berhubungan erat dengan soal-soal kejiwaan dan


kesehatan mental. Oleh karena itu, kesehatan mental dalam
Islam identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri
yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah
(Asikin, 2002).

Penggunaan konjungsi intrakalimat ditunjukkan oleh nomor (8)


Kata sedangkan menjadi penghubung antara klausa pertama dan
klausa kedua. Contoh (9) menunjukkan konjungsi antarkalimat yang
ditunjukkan dengan penggunaan oleh karena itu untuk menyatukan
gagasan kalimat pertama dengan gagasan pada kalimat kedua.

b. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antarunsur


pembentuk wacana dengan memanfaat unsur leksikal, yaitu kata
(Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Kohesi leksikal biasanya
ditandai dengan sinonimi, repetisi, hiponimi, metonimi, dan antonimi,
yang disebut dengan reiterasi.

Sinonimi adalah hubungan antarkata yang memiliki kesamaan


makna (Yuwono, 2007). Berikut penggunaan sinonimi pada wacana.

(10) Keberadaan manusia di alam dunia membawa amanat Allah


untuk memakmurkan bumi. Sejalan dengan tugas yang
diembannya, Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang
memiliki kesempurnaan (Sasmita, 2002).

Sinonimi yang menciptakan kepaduan wacana pada contoh (10)


adalah amanat dan tugas. Kata amanat pada kalimat pertama sama
posisinya dengan kata tugas pada kalimat kedua. Sinonimi biasa
digunakan dalam wacana agar pilihan kata bervariasi dan menarik.

71
Selain sinonimi ada juga repetisi. Repetisi adalah pengulangan kata
yang sama (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Perhatikan
contoh penggunaan repetisi pada wacana.

(11) Sebagaimana dikemukakan Allah SWT, kehidupan manusia


memiliki keberagaman baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Berdasarkan keberagaman itu manusia diseru untuk saling
berlomba dalam melakukan kebajikan (Sasmita, 2002).

Repetisi pada contoh (11) terjadi pada kata keberagaman.


Repetisi biasanya dilakukan untuk menandai kata yang dipentingkan
atau mengarahkan pembaca fokus pada kata yang mengalami repetisi
tersebut.

2. Koherensi

Selain kohesi, kepaduan wacana didukung juga oleh


koherensi. Apabila kohesi memadukan seluruh perangkat bahasa
sehingga wacana padu, koherensi menunjukkan adanya hubungan
wacana dengan sesuatu di luar wacana. Singkatnya, koherensi adalah
hubungan antara wacana dan faktor di luar wacana berdasarkan
pengetahuan seseorang (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007).

Perhatikan contoh berikut.


(12) Rahmat : Tugas mata kuliah Bahasa Indonesia sudah
sampai mana?
Dian : Bab niat.
Rahmat : Haha…belum sama sekali.

Percakapan yang ditunjukkan oleh nomor (12) adalah contoh


apa yang dimaksud pengetahuan bersama dalam sebuah wacana.
Respons Rahmat yang mengatakan ―haha…belum sama sekali‖
menunjukkan bahwa Rahmat memahami jawaban Dian, yaitu ―bab
niat‖ ketika ditanya tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Rahmat dan
Dian telah memiliki pengetahuan bersama bahwa frasa bab niat
menunjukkan tugas yang sama sekali belum selesai. Apabila hal itu

72
didengar atau dibaca oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan
mengenai bab niat, tentu saja tidak akan terjadi kesepahaman. Inilah
yang dimaksud koherensi.

Ketika menulis karya tulis ilmiah, penulis dituntut untuk bisa


menuliskan kata-kata yang telah dipahami bersama. Penggunaan
istilah khas suatu bidang ilmu pun dalam karya tulis ilmiah harus
dijelaskan dengan gamblang. Hal ini bertujuan untuk mencapai
kesepahaman bersama antara penulis dan pembaca. Kesepahaman itu
tercipta dengan kohesi dan koherensi. Kepaduan wacana adalah salah
satu indikator karya tulis ilmiah yang baik.

6.3.3 Jenis Wacana

Wacana merupakan satuan bahasa yang padu dan utuh untuk


berkomunikasi. Wacana dikatakan sebagai satuan bahasa untuk
berkomunikasi karena baik wacana lisan ataupun tulis sama-sama
mengujarkan gagasan penutur atau pembaca. Karya tulis ilmiah pun
termasuk wacana, yaitu wacana tulis. Pada karya tulis ilmiah, kita
mengutarakan gagasan secara tertulis. Gagasan akan dipahami pembaca
tatkala seluruh unsur wacana bersatu secara padu.

Gagasan pada sebuah wacana diutarakan dengan berbagai cara.


Itulah sebabnya wacana dapat diklasifikasikan pada beberapa jenis
wacana. Pertama, wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi
bahasa. Kedua, wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan pemaparan.

1) Klasifikasi Wacana berdasarkan Fungsi Bahasa

Leech (1974) menyebutkan beberapa fungsi bahasa, yaitu untuk


mengekspresikan gagasan, memperlancar komunikasi, menyampaikan
pesan, memengaruhi atau mengarahkan suatu hal, dan terakhir untuk
kepentingan estetika. Kushartanti, Yuwono, dan Lauder (2007)
mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa yang dicetuskan
Leech (1974) tersebut.

73
(a) Wacana ekspresif adalah wacana yang bersumber pada gagasan
penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, contohnya adalah
pidato.

(b) Wacana fatis adalah wacana yang bersumber pada saluran untuk
memperlancar komunikasi, contohnya ungkapan ―hai, apa kabar?‖
atau ―selamat pagi‖, dan lain-lain.

(c) Wacana informasional adalah wacana yang bersumber pada pesan


atau informasi, contohnya berita di media massa, baik cetak
ataupun elektronik.

(d) Wacana estetetik adalah wacana yang bersumber pada pesan


namun tekanannya pada keindahan, seperti lagu dan puisi.

(e) Wacana direktif adalah wacana yang mengarahkan pada tindakan,


biasanya digunakan untuk memengaruhi mitra tutur atau pembaca,
contohnya propaganda.

Berdasarkan pemaparan, secara umum wacana dikelompokkan


atas wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris, wacana
argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana
prosedural.

(a) Wacana naratif dicirikan oleh adanya alur, peristiwa, dan tokoh.

(b) Wacana deskriptif ditunjukkan oleh adanya detail suatu hal.

(c) Wacana ekspositoris dicirikan oleh kuatnya paparan informasi.

(d) Wacana argumentatif dicirikan oleh kuatnya argumentasi didukung


eksplorasi bukti dan prosedur metodologis.

(e) Wacana persuasif ditonjolkan oleh rangsangan dan bujukan dari


penutur atau penulis agar mitra tutur atau pembaca mengikuti apa
yang diharapkan penutur atau penulis.

(f) Wacana hortatoris dicirikan oleh kuatnya amanat yang dikandung


dalam bahasa.

74
(g) Wacana prosedural dicirikan oleh menonjolnya proses, langkah,
atau tahap.

Karya tulis ilmiah jika dilihat berdasarkan fungsi bahasa termasuk


wacana informasional. Adapun berdasarkan cara pemaparannya, karya
tulis ilmiah tidak terpaku pada satu jenis wacana. Cara pemaparan
argumentatif, deskriptif, ekspositoris, dan naratif dapat digunakan pada
penulisan karya tulis ilmiah. Perhatikanlah contoh berikut.

(13) Pascamantan presiden Indonesia, Soeharto, ―lengser ke perabon‖


–meminjam istilah Ardianto– begitu banyak permasalahan
kemanusiaan, politik, ekonomi, dan permasalahan sosial lainnya
yang entah kapan terselesaikan. Permasalahan tersebut di
antaranya adalah pengusutan kekayaan keluarga Cendana,
kontroversi vonis terhadap Tommy Soeharto, deadline
pembayaran utang negara yang semakin ―membengkak‖, dan
konflik Aceh serta Poso yang tetap memanas.
(Khotimah, 2002)

Wacana pada contoh nomor (13) menunjukkan deskripsi terhadap


permasalahan-permasalahan yang muncul setelah Presiden Soeharto
lengser dari kursi presiden. Wacana deskriptif adalah wacana yang
memiliki ciri-ciri penjelasan detail terhadap suatu hal. Pada karya tulis
ilmiah, wacana deskriptif berwujud seperti contoh nomor (13).

Pada contoh nomor (13) tersebut deskripsi ditunjukkan pada


kalimat kedua. Kalimat kedua memperinci secara detail apa yang
dimaksud permasalahan kemanusiaan, sosial, politik, dan ekonomi pada
kalimat pertama.
(14) Zaman tulisan dimulai pada 4000 tahun sebelum Masehi, ketika
bangsa Sumeria menulis di tanah liat. Selama ribuan tahun,
tulisan memiliki peran yang penting dalam berkomunikasi,
sekurangnya sampai abad ke-15 ketika ditemukan mesin cetak.
Zaman cetakan dimulai saat mesin cetak ditemukan oleh

75
Gutenberg pada tahun 1456, sekalipun teknologi percetakan di
Cina sudah dikenal sejak tahun 1000. Sebelum zaman Gutenberg,
seorang penulis buku yang terampil hanya mampu
menggandakan buku sebanyak 2 buah dalam satu tahun. Dengan
mesin cetak yang baru ditemukan Gutenberg, orang mampu
memproduksi satu buku dalam satu hari. Begitu pentingnya
temuan mesin cetak ini sehingga tahap ini dianggap sebagai awal
dari terjadinya renaissance (Ratnasari, 2004).

Contoh nomor (14) menunjukkan bahwa paparan secara naratif


dapat dilakukan pada penulisan karya tulis ilmiah. Wacana naratif
ditandai dengan adanya alur, peristiwa, dan tokoh. Labov (1999)
mengatakan bahwa naratif adalah suatu kaitan peristiwa. Dengan kata
lain, peristiwa adalah aspek utama dalam wacana naratif.

Naratif pada contoh (14) ditunjukkan oleh paragraf pertama. Pada


paragraf pertama terdapat peristiwa yang diceritakan oleh penulis, yaitu
kisah seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW menceritakan sikap
istrinya. Terlihat adanya peristiwa dan tokoh yang menjadi unsur naratif.

Dalam karya tulis ilmiah, pemaparan secara naratif sering


digunakan ketika menuliskan sejarah instansi tempat melakukan
observasi atau penjelasan mengenai observasi yang dilakukan. Paparan
secara naratif pada karya tulis ilmiah dapat mengurangi kesan kaku pada
karya tulis ilmiah sehingga menjadi lebih nyaman dibaca.

(14) Di Indonesia kemampuan baca dan tulis sangat rendah dan


memprihatinkan. Menurut data United Nations Educational
Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi
Pendidikan Ilmiah dan Kebudayaan PBB pada tahun 2012, indeks
minat membaca masyarakat Indonesia baru mencapai angka
0,001. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada 1
orang saja yang memiliki minat membaca. Adapun rata-rata
indeks baca negara maju berkisar antara 0.45 sampai 0,62. Hasil

76
tersebut membuktikan bahwa Indonesia menjadi peringkat ketiga
dari bawah untuk minat baca (Dwi Puji, 2013).
(Inten, Permatasari, dan Mulyani, 2016)

Wacana pada contoh (15) memaparkan secara argumentatif.


Wacana argumentasi memiliki ciri khas, yaitu adanya gagasan yang
diperkuat oleh eksplorasi data atau bukti. Kuat atau tidaknya gagasan
pada sebuah wacana argumentatif tergantung pada kemampuan
memaparkan data yang valid dan memiliki korelasi dengan gagasan yang
diajukan.

Contoh nomor (15) mengajukan sebuah pendapat bahwa


kemampuan membaca dan menulis di Indonesia sangat memprihatinkan.
Pendapat yang diajukan pada kalimat pertama diperkuat dengan bukti
atau data yang mendetail mengenai survei yang dilakukan UNESCO
terhadap minat baca masyarakat Indonesia. Data pun diperkuat dengan
menghadirkan peringkat membaca rakyat Indonesia.

Paparan secara argumentatif seperti menjadi konvensi sebuah


karya tulis ilmiah. Hal tersebut karena karya tulis ilmiah harus mampu
memunculkan gagasan penulis secara ilmiah yang disertai data hasil
observasi dan landasan teori yang digunakan.

(15) Di banyak negara, promosi kesehatan dilakukan dalam berbagai


aktivitas dan bentuk. Di antara berbagai aktivitas promosi
kesehatan, menurut Parrot (2004) ialah mengembangkan
perspektif kesehatan masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari
yang menyangkut hal-hal sepert: adolescent health, aging and
elderly health, bone health, breastfeeding, men‘s health, women‘s
health, school health, minority health, and reproductive health .

Aktivitas promosi kesehatan memiliki banyak bentuk. Bentukan


fear appeals juga termasuk dalam ruang lingkup promosi
kesehatan. Misalnya, menurut Parrot (2004), upaya mendesain
pesan yang strategis dengan berbagai pesan yang bertujuan

77
untuk mendapat berbagai respons afektif melalui berbagai pesan
―motivator kognitif‖ atau perancangan berbagai atribut pesan
yang dirancang dan menyentuh ― perceived risk‖ atau berbagai
persepsi susceptibility, severity, dan efficacy.

Yzer (dalam Cho, 2012: 21) menemukan bentuk rancang pesan


kesehatan dalam kajian health interventions dalam terpaan
berbagai populasi. Memakai kajian Fishben dan Ajzen, Yzer
melihat adanya beberapa variabel untuk memprediksi,
mengubah, atau menguatkan sebagian perilaku di berbagai
populasi.
(Santana, 2015)

Contoh nomor (15) adalah gaya memaparkan yang paling sering


digunakan juga dalam penulisan karya tulis ilmiah, yaitu secara
ekspositoris. Wacana ekspositoris adalah wacana yang memiliki ciri
berupa paparan informasi. Seperti halnya teks berita, pada karya tulis
ilmiah juga informasi harus muncul dan diterima oleh pembaca. Biasanya,
paparan secara ekspositoris dilakukan ketika memaparkan teori yang
digunakan dalam karya tulis ilmiah.

Contoh nomor (15) memaparkan informasi-informasi mengenai


bentuk aktivitas promosi kesehatan. Bentuk-bentuk aktivitas promosi
kesehatan tersebut dipaparkan pada paragraf pertama, paragraf kedua,
dan paragraf ketiga, yaitu bentuk menurut Parrot mengenai kesehatan
dalam kehidupan sehari-hari pada paragraf pertama. Informasi kedua
terletak pada paragraf kedua, yaitu bentuk fear appeals. Informasi ketiga
disebutkan pada paragraf ketiga, yaitu bentuk rancang pesan kesehatan
dalam kajian health interventions.

78
6.4 Perlatihan

1. Jelaskan perbedaan wacana deskriptif dan ekspositoris!

2. Buatlah sebuah uraian sejarah perusahaan/riwayat sebuah


sekolah/sepak terjang sebuah media massa dengan jenis wacana
yang tepat!

3. Apakah yang dimaksud dengan kohesi? Berikan contohnya!

4. Apakah yang dimaksud dengan koherensi? Berikan contohnya!

5. Buatlah sebuah wacana persuasif baik berupa iklan, sayembara


lomba, ataupun pengumuman layanan kesehatan!

6.5 Ringkasan Materi

Dari penjelasan pada bab ini, kita memperoleh gambaran atau


wawasan bagaimana mengungkapkan sebuah gagasan dalam sebuah
karya tulis. Kepaduan gagasan ditentukan juga oleh kepaduan unsur
bahasa. Selain itu, dengan mengetahui jenis-jenis wacana, baik
berdasarkan fungsi bahasa ataupun cara pemaparan, menambah
wawasan mengenai gaya pemaparan yang terbaik untuk karya tulis
bergantung pada kebutuhan masing-masing. Akhirnya, dapat disimpulkan
bahwa karya tulis ilmiah adalah wacana yang terdiri atas unsur bahasa
dan gagasan yang bersatu dengan padu dan utuh.

6.6 Daftar Pustaka

Asikin, Ikin. 2002. ―Akhlak Karimah sebagai Perwujudan Mental Sehat ‖.


Jurnal Ta‘dib, (2)1.

Darmawan, Ferry. 2002. ―Nude Photography, Seni atau Pornografi?‖.


Jurnal MediaTor, (3)2.

Inten, Dinar Nur, Andalusia Neneng Permatasari, dan Dewi Mulyani.


2016. ―Literasi Dini melalui Teknik Bernyanyi ‖. Jurnal Al-Murabbi,
(3)1.

79
Khotimah, Emma. 2002. ―Bezoek Politik dalam Perspektif Dramaturgis‖.
Jurnal MediaTor, (3)2.

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona


Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Leech, Geofrey. 1974. Semantics. Harmondsworth: Penguin Books.

Ratnasari, Anne. 2004. ―Perkembangan Teknologi komunikasi dan


Kesenjangan Informasi‖. Jurnal Mediator.

Santana, Septiawan. 2015. Narrative dalam Jurnalisme Kesehatan:


Sebuah Pengantar. Makalah disampaikan pada Seminar Ilmiah Intern
Fikom Unisba 2015. Rabu, 30 September 2015.

Sasmita, Ramlan. 2002. ―Dimensi Akhlak dalam Ajaran Islam‖. Jurnal


Ta‘dib.

Surana, Dedih. 2002. ―IQ, EQ, dan SQ dalam Pembinaan Akhlak


Karimah‖. Jurnal Ta‘dib.

Wardhani, Andy Corry. 2002. ―Kontribusi Komunikasi pada Teori


Pembangunan‖. Jurnal Mediator.

80
BAB VII
SILOGISME

7.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi silogisme yang dapat digunakan


untuk memandu mahasiswa mampu menyusun silogisme. Silogisme akan
berhubungan dengan logika berpikir dan dalam pengemukaan gagasan.

7.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat menyusun simpulan yang benar dari dua premis yang
memenuhi syarat silogisme.

7.3 Silogisme

Subbab ini berisi panduan bagi mahasiswa untuk menyusun


simpulan dari dua pernyataan atau premis.

7.4 Pengertian Silogisme

Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha


menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi
ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut juga premis. Kata premis
berasal dari kata praemissus yang merupakan bentuk partisipium
perfektum dari kata praemittere; prae ‗sebelum‘, ‗lebih dahulu‘; mittere
‗mengirim‘ (Keraf, 2007: 58).

Dalam setiap silogisme hanya terdapat tiga proposisi, yaitu dua


proposisi yang disebut premis, dan sebuah proposisi yang disebut
konklusi. Sehubungan dengan istilah-istilah yang ada, maka nama
proposisi-proposisi itu diberi nama sesuai dengan istilah yang
dikandungnya, yaitu ada premis mayor dan premis minor, dan konklusi.

1. Premis mayor adalah premis yang mengandung istilah mayor dari


silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar baik

81
semua anggota kelas tertentu. Misalnya: ‗semua buruh adalah
manusia pekerja‘ disebut sebagai premis mayor karena ia
mengandung istilah mayor yang nantinya akan muncul sebagai
predikat dalam konklusi. Sebaliknya dari segi isinya proposisi ini
disebut premis mayor karena ‗manusia pekerja‘ dianggap benar bagi
seluruh anggota ‗buruh‘.

2. Premis minor adalah premis yang mengandung istilah minor dari


silogisme itu. Premis minor adalah proposisi yang mengidentifikasi
sebuah peristiwa (fenomena) yang khusus sebagai anggota dari kelas
tadi. Misalnya ‗semua tukang batu adalah buruh‘, karena ia
mengandung istilah minor (tukang batu) yag akan muncul sebagai
subjek dalam konklusi. Premis ini mengindentifikasi tukang batu
sebagai anggota dari kelas buruh.

3. Kesimpulan adalah proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar


tentang seluruh kelas, juga akan benar atau berlaku bagi anggota
tertentu. Dalam hal ini, kalau benar semua buruh adalah manusia
pekerja, maka semua tukang batu -yang adalah anggota dari buruh-
juga harus merupakan manusia pekerja.

7.5 Syarat Penyusunan Simpulan

Syarat-syarat agar simpulan dapat dibuat:

1) Kedua pernyataan atau salah satu dari kedua pernyataan itu berlaku
umum (biasanya menggunakan kata semua).

2) Kedua pernyataan atau salah satu dari kedua pernyataan itu positif.

3) Kedua pernyataan itu mempunyai bagian yang sama.

Contoh:

(1) Semua manusia normal tahu tentang baik dan buruk. (umum,
positif)

82
(2) Pada umumnya manusia normal tidak menyukai kecurangan.
(sebagian, negatif)

Bagian yang sama: manusia normal

(1) Semua orang yang berakhlak luhur tidak suka minuman keras.
(umum, negatif)

(2) Semua orang yang suka minuman keras tidak baik menjadi guru.
(umum, negatif)

Tidak ada bagian yang sama dan keduanya negatif

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menarik kesimpulan:

1) simpulan harus positif jika kedua pernyataan positif;

2) simpulan harus negatif jika salah satu dari pernyataan itu negatif;

3) simpulan berlaku untuk sebagian jika salah satu pernyataan itu


berlaku untuk sebagian;

4) bagian yang sama dari kedua pernyataan itu tidak dicantumkan


dalam simpulan.

Contoh:

1) Setiap warga negara Indonesia tahu tentang Pancasila.

2) Beberapa orang dari kelompok itu tidak tahu tentang Pancasila

Simpulan: Beberapa orang dari kelompok itu bukan warga negara


Indonesia.

7.6 Perlatihan

1) Manusia adalah mahluk berakal budi. Alibaba adalah seorang


manusia.

2) Semua calon mahasiswa yang berusia di atas tiga puluh tahun tidak
mengikuti perpeloncoan. Nina adalah calon mahasiswa yang berusia
31 tahun.

83
3) Semua calon mahasiswa yang berusia di bawah tiga puluh tahun
harus mengikuti perpeloncoan. Nina adalah calon mahasiswa yang
tidak berusia di bawah 30 tahun.

4) Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal. Hujan tidak turun.

5) Jika tidak turun hujan, panen akan gagal. Hujan turun.

7.7 Ringkasan Materi

Dalam proses mengemukakan gagasan salah satu hal harus


diperhatikan adalah pernyataan. Pernyataan dihasilkan dari penarikan
simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan dari dua pernyataaan atau
premis yang memenuhi syarat silogisme yaitu: (1) kedua pernyataan atau
salah satu dari kedua pernyataan itu berlaku umum (biasanya
menggunakan kata semua); (2) kedua pernyataan atau salah satu dari
kedua pernyataan itu positif, dan; (3) kedua pernyataan itu mempunyai
bagian yang sama.

7.8 Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

84
BAB VIII
TOPIK, PROPOSAL, DAN KARYA TULIS ILMIAH

8.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi topik dan karya tulis ilmiah yang
dapat digunakan sebagai arahan bagi penulis menyusun karya tulis ilmiah
terutama pada langkah-langkah awal. Langkah awal yang ditempuh
sebelum penelitian dilakukan adalah menentukan topik dan membuat
kerangka. Dalam praktik menulis karya ilmiah berbagai permasalahan
dapat diangkat menjadi topik. Topik akan berhubungan dengan
pembuatan judul karya yang berfungsi mengomunikasikan inti
permasalahan yang akan dibahas. Judul akan berhubungan dengan
langkah selanjutnya yaitu menyusun kerangka isi karya tulis ilmiah yang
mengacu pada konvensi atau kerangka organisasi karya tulis ilmiah.
Perencanaan ini tidak terlepas dari metode penelitian yang harus dimuat
dalam karya tulis ilmiah. Sementara itu, metode penelitian merupakan
bidang ilmu tersendiri. Penggunaan metode penelitian disesuaikan
dengan topik dan bidang ilmu yang dikaji.

8.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat menentukan topik yang layak untuk dijadikan karya


tulis.

2) Mahasiswa dapat menyusun kerangka karya tulis ilmiah.

3) Mahasiswa dapat memahami dan menyusun proposal penelitian.

4) Mahasiswa dapat memahami karya tulis ilmiah.

8.3 Topik

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa dalam menentukan topik dan
membuat judul yang merupakan langkah awal dari menulis karya ilmiah.

85
8.3.1 Pengertian Topik

Penelitian ilmiah adalah upaya menjelaskan fenomena nyata yang


dialami dengan menetapkan prinsip umum untuk menerangkannya.
Menyusun karya tulis ilmiah haruslah terencana, sistematis, dan terukur.
Untuk itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih topik dan
menetapkan judul.

Topik penelitian dapat diartikan sebagai kejadian atau peristiwa


(fenomena) yang akan dijadikan lapang penelitian (Tanjung dan Ardial,
2005: 14). Oleh sebab itu, topik masih bersifat umum dan luas. Hal ini
juga senada dengan yang dikemukakan Keraf bahwa ‗topik‘ berasal dari
kata dalam bahasa Yunani ‗ topoi‘ yang berarti wilayah atau tempat (2007:
107). Topoi inilah yang dapat memberikan fakta-fakta bagi sebuah
argumentasi dalam penelitian.

8.3.2 Cara Menyusun Topik

Terdapat setidaknya empat hal yang harus diperhatikan saat


memilih topik. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi (1984) sebagaimana
dikutip oleh Tanjung dan Ardial (Tanjung dan Ardial, 2005: 14). Keempat
hal tersebut yaitu: (1) topik berada dalam jangkauan kemampuan peneliti
(manageable topic); (2) data dari topik mudah didapat (obtainable data);
(3) topik cukup penting untuk diteliti (significance of topic), dan; (4)
menarik untuk diteliti (interested topic).

Topik dapat disusun menggunakan sejumlah kata. Topik dapat


disusun menggunakan minimal dua kata yang masing-masing berfungsi
sebagai pusat (D= diterangkan) dan satu kata lagi sebagai atribut (M=
menerangkan) (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah, 2015: 79). Contoh
topik: industri hijab, bahan halal, sistem informasi akuntansi.

Setelah ada topik maka hal lain yang dapat disusun adalah tema.
Tema berfungsi menjadi jembatan antara topik dan judul. Sifat topik yang
luas dan judul yang sempit ditengahi oleh tema. Tema merupakan topik
yang mengandung tujuan. Dengan menambahkan beberapa kata yang

86
menandakan tujuan pada topik maka tema pun dapat disusun dan
berfungsi untuk menentukan arah dan tujuan penulisan (Pengajar Tata
Tulis Karya Ilmiah, 2015: 79). Jika contoh topik di atas dijadikan tema,
akan menjadi pengembangan industri hijab, penggunaan bahan halal ,
perancangan sistem informasi akuntansi penjualan.

8.3.3 Pengertian Judul

Setelah ada, maka judul dapat disusun. Judul penelitian dapat


berupa kalimat, bentuknya satu kalimat pernyataan dan bukan kalimat
pertanyaan. Judul terdiri atas kata-kata yang bersifat denotatif, singkat,
dan deskriptif. Judul harus merupakan pencerminan dari seluruh isi karya
tulis. Judul menurut Tanjung dan Ardial (2005: 20) harus menjadi
identitas dari isi tulisan, dapat menjelaskan dan menarik pembaca
sehingga dapat menduga materi dan permasalahan serta kaitannya,
menunjukkan objek dan metode, maksud dan tujuan, serta wilayah dan
kegunaan penelitiannya.

8.3.4 Cara Menulis Judul

Judul dapat disusun dengan menambahkan kata yang berupa


keterangan yang dapat membatasi tema. Keterangan tersebut dapat
berupa tempat, waktu, alat, dan tujuan (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah,
2015: 79). Oleh sebab itu, judul bersifat sempit dan fokus. Contohnya:

1. Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung Tahun 2016

2. Analisis Penggunaan Bahan Halal dalam Kosmetika

3. Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Berbasis Komputer


di Koperasi Syariah Al-Basith

Namun, bisa jadi judul yang telah disusun itu bersifat sementara.
Pada akhir kegiatan ada kalanya judul tersebut dianggap kurang tepat
dan beberapa katanya perlu diubah untuk lebih menepatkan dan
memantapkannya. Ketepatan ini harus didasarkan kepada beberapa hal
yang bersangkutan dengan arti dan fungsi judul tersebut secara hakiki.

87
Namun, judul hendaknya juga jangan terlalu panjang, misalnya
―Pengaruh Kebiasaaan Menunaikan Salat di Awal Waktu pada Mahasiswa
Mahasiswi di Kampus-kampus di Kota Bandung terhadap Konsentrasi
Mahasiswa, Nilai Mata Kuliah, dan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa‖.
Judul ini bisa diperpendek menjadi: ―Pengaruh Salat di Awal Waktu
terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa di Bandung‖.

Judul juga tidak boleh mengandung singkatan. Judul ―PKM Berbasis


Masjid di Desa Jagabaya Kabupaten Bandung Tahun 2015‖ mengandung
singkatan. Judul ini harus ditulis lengkap. ―Potensi dan Kendala
Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Masjid di Desa Jagabaya
Kabupaten Bandung Tahun 2015‖.

Kata yang tersusun dalam kalimat judul merupakan istilah ilmiah


atau konsep yang disebut variabel. Susunan variabel harus
memproyeksikan keseluruhan isi karya tulis. Oleh sebab itu, menetapkan
judul suatu penelitian biasanya dapat dinyatakan dengan menggunakan
kata kunci tertentu yang tersusun dalam kalimat judul. Tanjung dan
Ardial (2005: 21) mengemukakan beberapa kata kunci untuk judul
penelitian yang bersifat korelasional, yaitu sebagai berikut.

1) Pengaruh X terhadap Y

2) Efek X terhadap Y

3) Respons X terhadap Y

4) Dampak X terhadap Y

5) Beberapa faktor yang memengaruhi Y, dan sebagainya

6) Peranan X dalam Y

7) Partisipasi X dalam Y

8) Integrasi X dalam Y

9) Fungsi X dalam Y

10) Hubungan X dengan Y, dan sebagainya

88
Selain itu, ada pula kata kunci yang digunakan untuk penelitian
yang langsung menunjuk kepada proses kerja atau metode penelitiannya
(Tanjung dan Ardial, 2005: 22). Kata kunci tersebut adalah sebagai
berikut.

1) Analisis X dalam upaya Y di Z

2) Studi X dalam rangka Y

3) Deskripsi tentang X di Y

4) Dinamika X dalam rangka Y

5) Perbandingan antara X dengan Y di Z

6) Kecenderungan X di Y, dan sebagainya.

8.4 Kerangka Karya Tulis Ilmiah

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa untuk dalam menyusun


kerangka karya tulis ilmiah.

8.4.1 Pengertian Kerangka

Apabila topik, tema, dan judul sudah ditentukan, hal lain yang dapat
dilakukan adalah menyusun kerangka karangan. Kerangka karangan
adalah rencana karangan secara garis besar yang memuat pokok-pokok
bahasan. Kerangka karangan berfungsi menyusun karangan secara
teratur, memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda,
menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, dan
memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu (Keraf, 1997: 133-
134). Dalam konteks ini, kerangka karangan adalah pedoman dalam
menyusun karya tulis ilmiah mulai dari mengumpulkan data hingga
membuat simpulan dan saran.

8.4.2 Cara Menulis Kerangka Karya Tulis Ilmiah

Apabila judul penelitian telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah


menentukan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu, kerangka

89
karangan juga berisi aspek-aspek yang diteliti, metode, dan teknik
penelitian.

Rumusan masalah dikemukakan secara tersurat dan jelas dalam


bentuk pertanyaan yang hendap dicarikan jawabannya. Rumusan
masalah disusun secara singkat, padat, dan jelas. Rumusan masalah
menampakkan variabel yang diteliti, jenis, sifat hubungan antara variabel
tersebut, dan subjek penelitian. Misalnya, jika judul seperti Analisis
Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung Tahun 2016, rumusan
masalahnya adalah Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di kota
Bandung pada tahun 2016? dan Metode apa yang perlu digunakan agar
produksi dan konsumsi hijab di kota Bandung mencapai titik optimal?

Setelah rumusan masalah yang perlu dikemukakan adalah tujuan


penelitian. Tujuan yang dimaksud bukan tujuan akademis misalnya,
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tertentu, untuk
persyaratan sidang sarjana. Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran
yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi tujuan penelitian mengacu pada
rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara
merumuskannnya. Rumusan masalah penelitian menggunakan kalimat
tanya, sedangkan tujuan penelitian menggunakan kalimat pernyataan.
Misalnya,

Judul : Analisis Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung


Tahun 2016

Rumusan : 1) Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di kota


Bandung pada tahun 2016?

2) Metode apa yang perlu digunakan agar produksi dan


konsumsi hijab di kota Bandung mencapai titik
optimal?

Tujuan : 1) Menjelaskan produksi dan konsumsi hijab di kota


Bandung pada tahun 2016.

90
2) Menemukan metode yang tepat digunakan agar
produksi dan konsumsi hijab di kota Bandung
mencapai titik optimal.

Dari rumusan masalah dan tujuan penelitian dapat diturunkan aspek


yang akan diteliti agar tujuan dapat dicapai. Aspek ini yang menjadi
pokok bahasan yang dapat dituangkan dalam bentuk bab atau pasal
dalam karya ilmiah. Jika yang dibahas adalah pengembangan industri
hijab di kota Bandung, aspek yang diteliti berupa hijab, industri hijab,
produsen, jumlah produksi, konsumen, jumlah konsumsi, kota Bandung,
dan sebagainya.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah metode dan teknik
penelitian. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2015: 18).
Berdasarkan definisi tersebut, cara meneliti harus berdasarkan pada ciri-
ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sitematis. Rasional berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal
sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang
dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain
dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis
berarti proses yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan
langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Metode penelitian tersebut
bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data dengan baik dari literatur
maupun lapangan kemudian dianalisis, sehingga sering disebut deskriptif
analitis.

Sementara itu, teknik penelitian terdiri atas teknik pengumpulan


data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Untuk
mengumpulkan data dapat digunakan berbagai cara di antaranya studi
literatur, survei, observasi, wawancara, kuesioner. Untuk mengenal
metode dan teknik penelitian secara lengkap, diperlukan ilmu khusus
yaitu Metodologi Penelitian.

91
Contoh kerangka karangan:

Topik : Industri Hijab

Judul : Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung


Tahun 2016

Rumusan masalah : 1) Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di


kota Bandung pada tahun 2016?

2) Metode apa yang perlu digunakan agar


produksi dan konsumsi hijab di kota
Bandung mencapai titik optimal?

Tujuan : 1) Menjelaskan produksi dan konsumsi hijab di


kota Bandung pada tahun 2016.

2) Menemukan Metode yang tepat digunakan


agar produksi dan konsumsi hijab di kota
Bandung mencapai titik optimal.

Aspek yang diteliti : a. hijab


b. industri
c. industri hijab
d. produksi: produsen, jumlah produksi,
e. konsumsi: konsumen, jumlah konsumsi,
f. kota Bandung, dan sebagainya.
Metode yang : deskriptif analitik
digunakan

Teknik yang : pengumpulan data: studi literatur, observasi


digunakan lapangan, wawancara, penyebaran kuesioner

Sumber bahan : a. Buku


penulisan b. Jurnal penelitian
c. Informasi dari media masa

92
8.5 Proposal Penelitian

Proposal penelitian merupakan rencana kegiatan dan langkah


sistematis yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian. Proposal juga
menjadi pedoman bagi peneliti. Dalam menyusun proposal perlu
dicermati berbagai sumber yang dapat mendukung dan yang
menghambat terlaksananya penelitian.

Penelitian dilakukan dari adanya suatu potensi (segala sesuatu


yang bila diberdayakan akan mendapat nilai tambah) atau permasalahan.
Masalah merupakan ―penyimpangan‖ antara apa yang seharusnya
dengan apa yang terjadi, penyimpangan antara teori dengan praktik, dan
penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan. Sistematika dan pola
proposal bergantung pada jenis penelitian yang akan digunakan.

Proposal atau rencana penelitian harus ditulis secara sistematis dan


logis, sehingga dapat dijadikan pedoman untuk diikuti. Proposal penelitian
paling sederhana terdiri atas tiga bagian, yaitu Pendahuluan, Landasan
Teori, dan Metode dan Teknik Penelitian. Proposal dapat dilengkapi
dengan menambahkan Biaya dan Jadwal Penelitian.

Sistematika Proposal

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.2 Teknik Penelitian :Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pemilihan


Data, Teknik Analisis Data, Teknik Penyajian Analisis

93
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya

4.2 Jadwal penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

8.6 Karya Tulis Ilmiah

Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu kegiatan pokok di


perguruan tinggi. Karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang telah
diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karya tulis
ilmiah disusun sesuai dengan kaidah dan tata cara ilmiah, serta mengikuti
pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.

Melalui karya tulis ilmiah, masyarakat akademik dapat


mengomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan hasil penelitian.
Dalam menyusun karya tulis ilmiah dapat dilakukan dengan menulis (1)
pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah penelitian; rumusan
masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian (2) teori yang
digunakan (kepustakaan), (3) metode dan teknik penelitian, (3) hasil dan
pembahasan, (4) penutup: simpulan dan saran.

a) Bagian Pendahuluan

Bagian Pendahuluan merupakan bagian pertama. Tujuan utama


bagian ini adalah menyajikan suatu alasan penelitian, bergerak dari
pembahasan yang umum tentang topik penelitian ke pertanyaan-
pertanyaan atau hipotesis yang khusus diteliti. Selain itu, bagian ini juga
berfungsi untuk menarik pembaca terhadap topik yang dibahas.

Bagian ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan


bagian awal dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan manfaat atau signifikansi penelitian, serta
metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian.

94
b) Latar Belakang Masalah Penelitian

Latar belakang digunakan untuk mengemukakan motivasi dan


rasionalisasi yang melatarbelakangi penelitian tertentu perlu dilakukan.
Permasalahan merupakan hal yang utama dalam bagian ini. Menurut The
Little Redschoolhouse (1995), sebuah permasalahan harus mengandung
komponen–komponen: (1) kondisi yang tidak stabil; (2) konsekuensi dari
kondisi yang tidak stabil tersebut, yang dikemas sebagai kerugian dari
kondisi yang tidak stabil dan keuntungan bila kondisi menjadi stabil. Oleh
karena itu, pengantar harus memuat pernyataan masalah yang dibuat
dengan memaparkan keadaan yang tidak stabil dan kerugian dari
membiarkan keadaan tidak stabil tidak teratasi.

Menurut Permatasari, Alhamuddin, dan Agustiningsih (2016) ada


beberapa hal yang harus dimuat dalam latar belakang masalah penelitian,
yaitu: (1) persoalan yang diamati; (2) alasan mengenai persoalan itu
perlu dibacarakan saat ini persoalan yang Anda amati; (3) peristiwa lain
yang juga mendapat perhatian saat ini yang berfungsi untuk
menunjukkan peneliti mengetahui hal lain yang juga terjadi; (4) latar
belakang historis yang mempunyai hubungan langsung dengan persoalan
yang akan diargumentasikan agar pembaca dapat memperoleh
pengertian dasar mengenai hal tersebut; (5) beberapa penelitian serupa
yang pernah dilakukan sebelumnya; (6) metode dan teknik yang akan
digunakan untuk meneliti persoalan tersebut.

c) Rumusan Masalah

Bila kita memikirkan suatu masalah, kita cenderung mencari solusi-


solusinya terlebih dahulu, akibatnya, kita menawarkan banyak solusi,
tetapi lemah dalam hal perumusannya. Oleh karena itu, dalam menulis isi
pengantar, kita harus berlatih untuk berpikir retrospektif, berjalan mundur
dari solusi ke masalah.

Pada suatu penelitian, permasalahan penelitian dapat ditulis pada


subbab tersendiri. Permasalahan penelitian ini merupakan penegasan

95
kembali permasalahan yang ditulis pada pengantar, tetapi lebih lebih
mendetail pemaparannya. Menurut Permatasari, ddk (2016) bagian ini
memuat rumusan masalah penelitian berupa identifikasi spesifik
mengenai persoalan yang akan diteliti dalam bentuk pertanyaan. Jumlah
rumusan ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas penelitian
yang dilakukan. Urutan rumusan disesuaikan dengan mempertimbangkan
alur penelitian.

d) Tujuan Penelitian

Bagian ini menunjukkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian.


Hal ini tercermin dari rumusan masalah penelitian yang telah disampaikan
sebelumnya. Menurut Permatasari, dkk (2016) tujuan inti dari penelitian
ada kalanya tidak terletak pada tujuan pertama karena susunan tujuan
penelitian yang disesuaikan dengan urutan rumusan masalah penelitian.
Rumusan pertama bisa jadi merupakan syarat atau langkah awal yang
mengarahkan penelitian pada pencapaian tujuan yang sesungguhnya.

Menurut Nasution sebagaimana dikutip Santoso (2015: 103)


Tujuan harus memiliki elemen-elemen tersebut: (1) menggambarkan
hasil final yang hendak dicapai; (2) spesifik dan persis; (3)
menggambarkan perubahan yang dapat diukur dan dapat dilihat; (4)
menyatakan standar mutu atau kriteria sebagai patokan mengukur
keberhasilan; (5) menyebutkan segala kualifikasi pokok atau bagaimana
kondisi yang melingkungi pencapaian tujuan; (6) menetapkan titik akhir
yang menunjukkan bahwa tujuan telah dicapai.

e) Manfaat Penelitian

Bagian ini memberikan gambaran mengenai kontribusi yang dapat


diberikan oleh hasil penelitian. Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari
satu atau beberapa aspek, misalnya dari segi teoretis, segi kebijakan,
segi praktik, dan dari segi isu serta aksi sosial.

96
1. Kepustakaan

Kajian pustaka ini memberikan konteks dan kedudukan dari


permasalahan yang diangkat dalam penelitian dalam bidang ilmu. Hal
yang perlu disiapkan adalah konsep-konsep, teori, dalil, hukum-hukum,
model-model dalam bidang yang dikaji. Selain itu, ada pula penelitian
terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti, termasuk subjek,
prosedur, dan temuannya. Menurut Permatasari, dkk (2016) hal lain yang
juga penting pada bagian ini adalah peneliti dapat memosisikan dirinya
berkenaan dengan masalah yang diteliti dengan membandingkan,
mengontraskan, dan memosisikan kedudukan masing-masing penelitian
yang dikaji melalui pengaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Metode dan Teknik Penelitian

Cara penelitian merupakan hal paling mudah untuk menjelaskan


metodologi adalah berdasarkan kronologi penelitian. Metodologi
penelitian yang digunakan harus dipaparkan.

Dalam menjelaskan metodologi penelitian, hal lain yang harus


diperhatikan adalah reliabilitas dan validitas. Reliabilitas adalah
kemampuan mengukur untuk mendapatkan hasil- hasil yang konsisten
sedangkan validitas menunjukan bahwa ukuran pada dasarnya mengukur
apa yang pokok-pokok untuk diukur.

Selain itu, hal lain yang perlu dipikirkan adalah bahan dan cara
penelitian. Bahan yang diperlukan dalam penelitian harus dirinci dan
diperhatikan. Demikian pula dengan cara atau teknik penelitian. Cara
penelitian yang dipilih dan akan dilakukan tentu akan memengaruhi
proses dan hasil penelitian. Hal lain yang harus disebutkan adalah sumber
dari mana bahan penelitian itu didapat dan dari karakteristik khususnya,
seperti umur, seks, status genetika, dan fisiologi (Day, 1979).

Bahan penelitian harus disebutkan dari mana asalnya, berapa


jumlahnya, kapan pendataan bahan dilakukan. Bila penelitian
menggunakan subjek manusia, harus disebutkan apa alasan/ kriteria

97
seleksi dan apakah perlu persetujuan lisan/tertulis ( consent) dari subjek
penelitian. Bila perlu persetujuan subjek, harus dijelaskan apakah hal tu
sudah dilakukan.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian dan pembahasan dalam kerangka laporan skripsi


terdiri atas pemaparan data hasil penelitian dan pembahasan hasil
temuan. Pemaparan data dapat dilakukan sesuai dengan prosedur dan
desain penelitian yang dilakukan. Dalam pemaparan data, penulis sering
memaparkan data yang terlalu banyak, tetapi tidak dibahas dengan baik
dan tidak dianalisis. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa pernyataan
yang dikemukakan oleh Craswell. Mengutip pendapat Craswell (2005:199)
sebagaimana dikutip (Permatasari, dkk. 2015: 32), beliau menyatakan
bahwa dalam pemaparan data perlu dipertanyakan hal-hal berikut ini.

1) Apa yang dianggap paling penting tentang temuan penelitian secara


umum dan mengapa hal itu penting?

2) Temuan mana yang tampaknya yang lebih penting penting dan


kurang penting serta mengapa?

3) Apakah ada temuan khusus yang harus diperhatikan secara khusus


pula dan mengapa?

4) Apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak biasa dalam temuan
penelitian yang perlu disebutkan dan mengapa?

5) Apakah metodologi yang digunakan atau faktor lain telah


mempengaruhi interpretasi tentang penelitian yang dilakukan, dan
apakah ini merupakan sesuatu yang perlu dibahas, semisal biasa yang
bisa muncul dalam desain penelitian.

Pembahasan atau analisis temuan mendiskusikan temuan tersebut


dikaitkan dengan dasar teoretis yang telah dibahas pada bab kajian
pustaka dan temuan sebelumnya. Sternberg (1988:53) sebagaimana
dikutip (Permatasari, dkk. 2015: 33) mengemukakan tahapan-tahapan

98
yang perlu diperhatikan dalam pembahasan temuan penelitian, yaitu
sebagai berikut ini.

a. Menjelaskan bagaimana data cocok dengan hipoteisis awal (penelitian


kuantitatif) atau bagaimana data bisa menjawab pertanyaan penelitian
(penelitian kualitatif).

b. Membuat pernyataan simpulan.

c. Membahas atau mendiskusikan data dengan menghubungkannya


dengan teori dan implikasi hasil penelitian.

4. Simpulan dan Saran

Simpulan dan saran menyajikan pemaknaan peneliti terhadap hasil


temuan penelitian yang dilakukan. Simpulan harus menjawab rumusan
masalah penelitian. Selain itu, simpulan tidak mencantumkan lagi angka-
angka yang diperoleh dalam uji coba produk.

Saran yang ditulis setelah simpulan dapat ditujukan kepada para


pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang
bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk
melakukan penelitian yang sejenis.

8.7 Perlatihan

1. Jelaskan syarat topik yang baik untuk karya tulis ilmiah!

2. Buatlah judul karya tulis dari topik ‗makanan halal‘!

3. Buatlah rumusan dan tujuan penelitian untuk sebuah makalah dengan


topik ‗makanan halal‘!

4. Jelaskan apa saja yang harus terdapat dalam kerangka karya tulis
ilmiah!

5. Jelaskan perbedaan antara proposal dengan karya tulis ilmiah!

6. Jelaskan pasal atau pokok apa saja yang ada pada bab pendahuluan!

99
8.8 Ringkasan Materi

Dalam proses menulis karya ilmiah salah satu hal harus


diperhatikan adalah perencanaan. Perencanaan yang baik akan
menentukan kualitas karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Merencanakan
penulisan karya ilmiah dapat dimulai dengan menemukan berbagai
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari permasalahan tersebut dapat
ditentukan topik. Kemudian, penambahan kata yang berfungsi untuk
membatasi, mempersempit, dan memfokuskan dapat dilakukan.
Penambahan kata tersebut berupa dapat berupa keterangan tempat,
waktu, alat, dan tujuan. Apabila topik dan judul sudah ditentukan maka
hal lain yang dapat dilakukan adalah menyusun kerangka karya tulis
ilmiah yaitu rencana tulisan secara garis besar yang memuat pokok-pokok
bahasan. Kerangka ini berfungsi untuk menyusun tulisan secara teratur,
memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda, menghindari
penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, dan memudahkan
penulis untuk mencari materi pembantu. Menyusun kerangka karya tulis
dapat dilakukan dengan menyusun (1) pendahuluan yang berisi: latar
belakang masalah penelitian; rumusan masalah penelitian; tujuan
penelitian; manfaat penelitian, metode, dan teknik penelitian, (2) teori
yang digunakan (kepustakaan), (3) metode dan teknik penelitian, (4)
pembahasan, dan (5) penutup yang berisi simpulan dan saran.

8.9 Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

__________ . 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. 2015. Metode Penulisan Ilteks.


Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. 2016.


Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi
Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

100
Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Santoso, Urip. 2015. Kiat Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Sugiyono. 2015. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi .


Bandung: Alfabeta.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi
penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

101
102
BAB IX
SISTEM RUJUKAN DAN KUTIPAN

9.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi mengenai daftar pustaka dan


kutipan dalam karya tulis ilmiah. Dengan penjelasan mengenai fungsi dan
kegunaan daftar pustaka dan kutipan, pokok-pokok sebuah daftar
pustaka, dan berbagai gaya penulisa daftar pustaka, mahasiswa
diharapkan mampu memahami bahwa penulisan daftar pustaka dan
kutipan yang konsisten merupakan bagian yang penting dalam sebuah
karya tulis ilmiah.

9.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa mengetahui fungsi dan kegunaan secara filosofis.

2) Mahasiswa mengetahui pokok-pokok dalam sebuah daftar pustaka.

3) Mahasiswa dapat menyusun daftar pustaka untuk sumber rujukan


yang digunakan dalam penyusunan karya tulis.

4) Mahasiswa mengetahui berbagai gaya dalam penyusunan daftar


pustaka.

5) Mahasiswa dapat menyusun kutipan dari sumber rujukan dan catatan


kaki untuk data sumber.

9.3 Untuk Apa Daftar Pustaka?

Salah satu ciri khas dari karya tulis ilmiah adalah adanya daftar
pustaka. Daftar pustaka adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-
buku, artikel-artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang memiliki
pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian tulisan yang sedang
digarap.

Daftar pustaka sama halnya dengan kutipan, yaitu pagar-pagar


yang akan menjaga seorang penulis agar tidak terpeleset dalam tindakan

103
plagiarisme. Dengan menuliskan aneka sumber pustaka yang digunakan
dalam sebuah tulisan, itu berarti telah mengakui bahwa sumber-sumber
itulah yang menjadi acuan dalam tulisan, bahwa ada beberapa gagasan
atau pemikiran orang lain yang dipinjam dalam tulisan yang sedang
digarap.

Atas dasar itulah, daftar pustaka memiliki beberapa fungsi dalam


sebuah karya tulis. Berikut adalah beberapa fungsi daftar pustaka.

1. Melihat kembali kepada sumber aslinya.

2. Mengetahui apakah sumber yang dikutip memiliki pertalian dengan isi


pembahasan

3. Memperluas horizon pengetahuan dengan berbagai macam referensi.

4. Menjaga etika akademis untuk menghormati pemilik karya yang


dikutip.

9.4 Pokok-Pokok Daftar Pustaka

Buku, jurnal, atau artikel yang digunakan sebagai acuan dalam


tulisan tentu memiliki identitasnya masing-masing. Identitas yang dimiliki
sumber-sumber rujukan itulah yang harus dituliskan dalam sebuah daftar
pustaka. Sebagai contoh adalah buku ―Studi Kasus‖ yang ditulis oleh
Robert K. Yin. Identitas dari buku tersebut adalah judul, penulis, penerbit,
serta tahun dan tempat terbit.

Judul : Studi Kasus Desain dan Metode

Penulis : Robert K. Yin

Penerbit : Rajawali Press

Tahun terbit : 2002

Tempat terbit : Jakarta

Identitas dari sebuah buku itulah yang menjadi pokok-pokok


sebuah daftar pustaka. Berikut adalah pokok-pokok daftar pustaka
berserta aturan penulisannya.

104
1. Nama pengarang, ditulis secara lengkap dan dibalikkan penulisannya.

2. Judul buku termasuk judul tambahannya.

3. Data publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan ke-,


nomor jilid, tebal (jumlah halaman) buku.

4. Disusun secara alfabetis berdasarkan nama pengarang.

9.5 Daftar Pustaka Gaya MLA, APA, dan Harvard

Sebagai bagian dari sebuah konvensi naskah, penulisan daftar


pustaka pun memiliki beragam gaya penulisan. Ada tiga asosiasi atau
lembaga yang mengeluarkan aturan penulisan daftar pustaka dan
memiliki cukup banyak pengikut.

1. MLA (Modern Language Association)

2. APA (American Phychology Association)

3. Harvard

Pokok-pokok daftar pustaka yang harus dituliskan ketiganya


memiliki kesamaan. Perbedaan lebih banyak terletak pada gaya penulisan
atau format penulisan. Dalam subbab ini akan diberikan contoh-contoh
penulisan daftar pustaka berdasarkan aturan dari MLA, APA, dan Harvard.

Buku dengan satu orang penulis


1. APA style: Jolley, R. (2010). Children and Pictures: Drawing and
Understanding. Malden, MA: Blackwell.
2. Harvard style: Jolley, R, 2010. Children and Pictures: Drawing and
Understanding. Malden, MA: Blackwell.

3. MLA style: Jolley, R. 2010. Children and Pictures: Drawing and


Understanding. Malden, MA: Blackwell.

Buku dengan 2—3 penulis

1. APA style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J. (2010). The World
Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

105
2. Harvard style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J, 2010. The
World Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

3. MLA style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J. 2010. The World
Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

Buku dengan lebih dari 3 penulis.

1. APA style: Kushartanti, dkk. (2007). Pesona Bahasa. Jakarta:


Gramedia.

2. Harvard style: Kushartanti, dkk, 2007. Pesona Bahasa. Jakarta:


Gramedia.

3. MLA style: Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Buku Terjemahan

1. APA Style: Stokes, Jane, 2009. How to Do Media and Cultural Studies.
Cetakan ke-2. Diterjemahkan oleh Santi Indra Astuti. Yogyakarta:
Bentang.

2. Harvard Style: Stokes, Jane, 2009. How to Do Media and Cultural


Studies. Cetakan ke-2. Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Santi
Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang.

3. MLA Style: Stokes, Jane. 2009. How to Do Media and Cultural Studies.
Cetakan ke-2. Penerjemah: Santi Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang

Buku yang ditulis lembaga

1. APA Style: CIFOR. (2011). Realising REDD National Strategy and Policy
Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

2. Harvard style: CIFOR, 2011. Realising REDD National Strategy and


Policy Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

3. MLA style: CIFOR. 2011. Realising REDD National Strategy and Policy
Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

106
Jurnal Cetak

1. APA Style: Permatasari, A.N. (2015). Konsep Demokrasi pada Babasan


Sunda (Kajian Metafor). Jurnal Lingua Cultura, 2(8), hal 25—35.

2. Harvard Style: Permatasari, A.N, 2015. Konsep Demokrasi pada


Babasan Sunda (Kajian Metafor), Jurnal Lingua Cultura, Vol 2, No 8,
hal 25—35.

3. MLA Style: Permatasari, A.N. 2015. ―Konsep Demokrasi pada Babasan


Sunda (Kajian Metafor)‖, dalam jurnal Lingua Cultura, Volume 2,
Nomor 8, Tahun 2015 (hal 25—35).

Jurnal Elektronik (e-journal)

1. APA style: Permatasari, A.N. (2015). Konsep Demokrasi pada Babasan


Sunda (Kajian Metafor). Jurnal Lingua Cultura, 8(2), hal 25—35.
http://www.ejournal.binus.ac.id

2. Harvard Style: Permatasari, A.N, 2015. Konsep Demokrasi pada


Babasan Sunda (Kajian Metafor), Jurnal Lingua Cultura, [e-jurnal]
8(2), hal 25—35, tersedia di http://www.ejournal.binus.ac.id [diakses
tanggal 15 Desember 2015]

Artikel Koran

1. APA style: Darmono, Sapardi Djoko. (11 Desember 2005). Kematian


Pengarang. Kompas. Hal 1.

2. Harvard style: Darmono, Sapardi Djoko, 2005. Kematian Pengarang.


Kompas, 11 Desember. Hal 1b.

3. MLA Style: Darmono, Sapardi Djoko. 2005. ―Kematian Pengarang‖.


Dalam Kompas. 11 Desember 2005 (hal 1).

E-Book (Buku Elektronik)

1. Harvard style: Aslan, Reza, 2012. No God But God. [e-book] London:
Penguin. Tersedia di http://www.bookdepository.com [diakses 19
Januari 2016].

107
Untuk penulisan sumber yang berasal dari buku elektronik, gaya
MLA dan APA menyamakan dengan penulisan daftar pustaka yang berasal
dari buku seperti biasa. Konvensi penulisan daftar pustaka yang
bersumber dari buku elektronik baru diatur oleh Harvard.

1. APA style: Aslan, Reza. (2012). No God But God. London: Penguin.

2. MLA style: Aslan, Reza. 2012. No God But God. London: Penguin.

Google Books

1. Harvard Style: Sagan, Carl, 2004. The Pale Blue Dot. [ebook]
Cambridge: Cambridge University Press. Tersedia di Google Books
http://www.googlebooks.com [diakses 29 Januari 2016].

Untuk penulisan sumber yang berasal dari Google Books, gaya MLA
dan APA menyamakan dengan penulisan daftar pustaka yang berasal dari
buku seperti biasa. Konvensi penulisan daftar pustaka yang bersumber
dari Google Books baru diatur oleh Harvard.

1. APA style: Sagan, Carl. (2004). The Pale Blue Dot. Cambridge:
Cambridge University Press.

2. MLA style: Sagan, Carl. 2004. The Pale Blue Dot. Cambridge:
Cambridge University Press.

Media Massa Daring (online)

1. APA style: Darmono, Sapardi Djoko. (11 Desember 2005). Kematian


Pengarang. Kompas. Hal 1.

2. Harvard style: Darmono, Sapardi Djoko, 2005. Kematian Pengarang.


Kompas.[daring] 19 Januari. Tersedia di (salin rekatkan tautan media
yang dikutip) [diakses 20 Januari 2015].

3. MLA style: Darmono, Sapardi Djoko. 2005. ―Kematian Pengarang‖,


salin rekatkan tautan media yang dikutip. Tanggal akses 20 Januari
2015. Pukul 14.25 WIB.

108
9.6 Pengutipan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, selain daftar pustaka, ciri khas


dari karya tulis ilmiah adalah adanya pengutipan. Fungsinya pun sama
dengan daftar pustaka, yaitu untuk menjaga etika akademis dan
menghormati pemilik karya yang dikutip.

Salah satu contoh pengutipan, misalnya mengutip dari buku


karangan Alex Sobur, di belakang kalimat yang dikutip ditulis dalam tanda
kurung nama belakang penulis, tahun, dan halaman (Sobur, 2014: 22).
Ada juga yang memasukkan nama belakang penulis pada kalimat yang
dikutip: Sobur (2014: 22) menyatakan … dan seterusnya.

Dua contoh cara menulis kutipan tersebut dikategorikan Swales


(1990: 149—152) dengan information-prominent dan author-prominent.
Information-prominent terjadi ketika nama penulis hanya muncul dalam
tanda kurung setelah pernyataan yang Anda dituliskan. Author-prominent
terjadi ketika nama penulis muncul pada kalimat yang Anda tulis.
Perhatikan contoh di bawah ini!

Tabel 1. Contoh pengutipan author prominent dan sentences


prominent

Author Dalam konteks ini, saya Suryadi (2012: 26)

Prominent memandang relevan mengutip menjelaskan bahwa


―World Declaration on Higher penyebab
Education for The Twenty-First utamanya
Century: Vision and Action‖ terjadinya krisis
tahun 1998 yang moral adalah
mendeklarasikan bahwa dikotomisasi antara
perguruan tinggi memiliki fungsi pendidikan
untuk melindungi nilai-nilai intelektual dan
sosial. pendidikan moral.

109
Information Perguruan tinggi memiliki fungsi Penyebab utama

Prominent untuk melindungi nilai-nilai terjadinya krisis


sosial (World Declaration on moral adalah
Higher Education for The dikotomisasi antara
Twenty-First Century: Vision pendidikan
and Action‖, 1998) intelektual dan
pendidikan moral.
(Suryadi, 2012: 26)

Tabel di atas memperlihatkan pengutipan dengan author-


prominent dan information-prominent. Pilihan kedua bentuk ini memiliki
efeknya masing-masing. Jika menggunakan bentuk author-prominent,
maka pembaca akan memandang bahwa gagasan yang dituliskan pada
suatu karya ilmiah berkorelasi dengan gagasan penulis atau dikutip.
Pembaca akan fokus pada korelasi atau keterkaitan gagasan yang kita
tulis dengan gagasan penulis yang dikutip.

Adapun information-prominent, Swales (1990) menyebutkan posisi


kita seperti ―truth-telling‖. Pembaca akan langsung fokus pada
pernyataan yang dikutip dan menganggap bahwa itu jugalah pendapat
atau gagasan yang kita ajukan. Untuk mengutip dengan cara tersebut,
kita harus sepenuhnya yakin pada teori atau pernyataan yang dikutip
dalam tulisan kita.

9.7 Perlatihan

1. Tuliskan sebuah contoh penulisan daftar pustaka dari buku


terjemahan dengan tiga gaya penulisan daftar pustaka!

2. Apakah yang dimaksud dengan information-prominent?

3. Tuliskan sebuah contoh pengutipan dengan author-prominent!

4. Tuliskan sebuah contoh penulisan daftar pustaka untuk jurnal ilmiah


elektronik dengan tiga gaya penulisan daftar pustaka!

5. Jelaskan pokok-pokok daftar pustaka!

110
9.8 Ringkasan Materi

Dengan paparan pada bab ini, kita dapat mengetahui bahwa


aturan penulisan daftar pustaka dan kutipan itu beraneka ragam.
Beragamnya gaya penulisan untuk daftar pustaka dan kutipan
menunjukkan bukan soal mana gaya yang paling benar, melainkan
bertitik tolak pada kekonsistenan penggunaan salah satu gaya. Jika daftar
pustaka menggunakan gaya Harvard, maka kutipan itu harus
menggunakan gaya Harvard juga. Tidak bisa saling bercampur baur.
Itulah kenapa daftar pustaka selalu menjadi bagian dari selingkung atau
aturan sebuah penulisan.

9.9 Daftar Pustaka

Swales, J. 1990. Genre Analysis: English in Academic and Research


Setting. Cambridge: Cambridge University Press.

111
112
BAB X
SISTEMATIKA KARYA TULIS ILMIAH

10.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan sistematika karya tulis ilmiah yang dapat
digunakan sebagai arahan bagi penulis menyusun karya tulis ilmiah
terutama pada pelaporan. Dalam menulis karya ilmiah ada beberapa
sistematika yang lazim digunakan. Hal ini disesuaikan dengan pedoman
dan konvensi yang disepakati atau ditentukan oleh suatu instansi atau
organisasi.

10.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat menulis karya ilmiah sesuai dengan sistematika.

10.3 Sistematika Karya Tulis Ilmiah

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa untuk dalam menyusun


laporan kegiatan penelitian.

10.4 Sistematika Penulisan

Penelitian yang telah dilakukan dapat dilaporkan. Pelaporan


penelitian dapat disusun dengan menyesuaikan dengan cara yang telah
diatur baik dan teratur menurut sistem. Sistematika yang akan
mempermudah akses informasi bagi pembaca. Pada dasarnya ada tiga
komponen utama dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan konvensi seperti
terlihat tabel di bawah.

Komponen Pelengkap Awal 1. Halaman Judul

2. Halaman Pengesahan (untuk tugas


akhir, bila diperlukan, dan
sebagainya.)

3. Prakata atau Pengantar

113
4. Kata Pengantar (bila perlu)

5. Sari (abstrak dalam bahasa


Indonesia)

6. Abstract (dalam bahasa Inggris)

7. Daftar Isi

8. Daftar Tabel

9. Daftar Gambar

10. Daftar Grafik

11. Daftar Lampiran

12. Daftar Lambang dan Singkatan

13. Daftar Istilah

Komponen Utama 1. Pendahuluan

2. Landasan Teori

3. Metode dan Teknik Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

5. Penutup

Komponen Pelengkap Akhir 1. Daftar Pustaka

2. Lampiran

3. Indeks

4. Riwayat Hidup Penulis

Pada komponen utama susunan bab dapat terdiri atas empat, lima, atau
enam bab. Hal tersebut disesuaikan dari penyusunan bab.

114
Komponen Utama

1. Pendahuluan 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan

2. Landasan Teori 2. Landasan Teori 2. Landasan


Teori
3. Hasil dan 3. Metode dan Teknik
Pembahasan Penelitian 3. Metode dan
Teknik
4. Penutup 4. Hasil dan
Penelitian
Pembahasan
4. Hasil
5. Penutup
Penelitian

5. Pembahasan

6. Penutup

Komponen tersebut dapat disusun dalam beberapa sistematika.

Sistematika A

BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V

PENDAHULUAN LANDASAN METODE DAN HASIL DAN PENUTUP


TEORI TEKNIK PEMBAHASAN
1.1. ... 6.1. ...
PENELITIAN
2.1. ... 4.1. ...
1.2. ... 3.1. ... 6.2. dst.
2.2. ... 4.2. ...
1.3. dst. 3.2. ...
2.2.1. ... 4.2.1. ...
3.2.1. ...
2.2.2. ... 4.2.2. dst.
3.2.2. ...
2.2.2.1. ...
3.3. dst.
2.2.2.2. ...

2.3 dst.

115
Sistematika B

BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V

PENDAHULUAN LANDASAN METODE DAN HASIL DAN PENUTUP


TEORI TEKNIK PEMBAHASAN
A. ... A. ...
PENELITIAN
A. ... A. ...
1. ... A. ... B. dst.
1. ... B. ...
2. ... 1. ...
a. ... C. dst.
B. ... a. ...
b. ...
C. dst. b. ...
1)
1)
2)
2)
2. ...
B. ...
3. ...
C. dst.
B. ...

C. dst.

10.5 Penjelasan singkat komponen karya tulis ilmiah

Halaman Judul

Halaman judul memuat informasi berikut: judul karya tulis,


pernyataan penulisan karya ilmiah sebagai sebagian syarat memperoleh
hal tertentu, nama lengkap dan nomor induk mahasiswa penulis, logo
instansi, nama lembaga, kota, dan tahun penulisan.

Prakata atau Pengantar

Halaman ini memuat pernyataan syukur, latar belakang masalah


yang dibahas disertai tujuan singkat, hambatan yang dialami selama
proses penelitian, bantuan yang diterima, ucapan terima kasih dan
apresiasi penulis kepada pihak-pihak yang telah membantu dan

116
memberikan kontribusi terhadap penyelesaian karya ilmiah, dan
keterbukaan dalam menerima saran.

Kata Pengantar

Kata pengantar dibuat bukan oleh penulis, tetapi oleh pihak lain
yang memiliki otoritas di bidang keilmuan tertentu maupun di
kelembagaan. Kata pengantar berisi rekomendasai dan nilai dan manfaat
dari tulisan. Biasanya kata pengantar ditulis untuk sebuah buku.

Sari

Sari atau abstrak (abstract) merupakan miniatur karya tulis ilmiah.


Abstrak harus berisi hal berikut: (1) informasi umum mengenai penelitian
yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan dilaksanakannya
penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan; (5) temuan
penelitian. Selain itu, abstrak juga dilengkapi dengan kata kunci maksimal
berjumlah lima kata atau kelompok kata. Abstrak ditulis dalam satu
halaman dan diketik dengan satu spasi dan katanya maksimal berjumlah
200 kata.

Daftar Isi

Daftar isi merupakan penyajian sistematika isi secara rinci dari


karya tulis ilmiah. Daftar isi berfungsi untuk mempermudah para
pembaca mencari bab atau subbab yang akan dibaca. Untuk itu, judul
bab atau subbab yang ditulis dalam karya tulis harus disertakan dengan
nomor halaman.

Nomor-nomor halaman awal dalam penulisan daftar isi, sebelum


BAB I menggunakan angka romawi (i,ii, iii dan seterusnya). Selanjutnya,
mulai dari BAB I sampai dengan halaman terakhir dari karya tulis
menggunakan angka arab (1,2,3 dan seterusnya) (contoh terlampir).

Daftar Tabel

Daftar tabel menyajikan secara berurutan mulai dari tabel pertama


sampai dengan tabel terakhir yang tercantum dalam karya tulis. Nomor

117
tabel pada daftar tabel ditulis dengan dua angka, dicantumkan secara
berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut bab dan nomor
urut tabel di dalam karya tulis ilmiah. Contoh: tabel 2.5., artinya tabel
nomor 5 pada bab 2.

Daftar Gambar

Daftar gambar sama seperti fungsi daftar-daftar lainnya, yakni


menyajikan gambar secara berurutan mulai dari gambar pertama sampai
dengan gambar terakhir yang tercantum dalam karya ilmiah. Nomor
gambar pada daftar gambar ditulis dengan dua angka Arab, dicantumkan
dengan secara berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut
bab dan nomor urut gambar di dalam karya tulis ilmiah. Contoh: gambar
2.6., artinya gambar nomor 6 pada bab 2.

Daftar Grafik

Daftar grafik juga sama seperti fungsi daftar-daftar lainnya, yakni


menyajikan grafik secara berurutan mulai dari grafik pertama sampai
dengan grafik terakhir. Nomor grafik pada daftar grafik ditulis dengan dua
angka Arab, dicantumkan dengan secara berurutan yang masing-masing
menyatakan nomor urut bab dan nomor urut grafik di dalam karya tulis
ilmiah. Contoh: grafik 2.7., artinya grafik nomor 7 pada bab 2.

Daftar Lampiran

Daftar lampiran menyajikan lampiran secara berurutan mulai dari


pertama sampai dengan terakhir yang tercantum dalam karya tulis ilmiah,
misalnya peta, gambar, ilustrasi yang berfungsi sebagai penunjang, atau
kuesioner, pedoman wawancara, contoh perhitungan, surat yang memiliki
keterkaitan, dan sebagainya. Nomor lampiran didasarkan pada
kemunculannya dalam laporan skripsi. Lampiran yang pertama kali
disebut dinomori lampiran 1 dan seterusnya.

118
Indeks

Indeks memuat daftar istilah yang disusun secara alfabetis dan


dirujuk ke nomor halaman tempat istilah itu berada. Selain itu, indeks
juga juga dapat memuat nama yang terdapat dalam tulisan.

Daftar Riwayat Hidup

Halaman ini memuat nama lengkap penulis, tempat tanggal lahir,


alamat, riwayat pendidikan dan pekerjaan, pengalaman profesi, dan
sebagainya. Riwayat hidup ini dapat disusun dalam bentuk daftar maupun
bentuk narasi.

10.6 Perlatihan

1. Komponen apa saja yang harus terdapat dalam sebuah karya tulis
ilmiah?

2. Jelaskan perbedaan fungsi dan isi bab pendahuluan dan landasan


teori!

3. Jelaskan perbedaan fungsi dan isi subbab hasil dan pembahasan!

4. Sebutkan apa saja yang termasuk dalam komponen awal karya tulis
ilmiah!

5. Ikhwal apa saja yang harus dimuat dalam sari atau abstrak?

6. Sebutkan apa saja yang termasuk dalam komponen akhir karya tulis
ilmiah!

10.7 Ringkasan Materi

Dalam proses menyusun laporan penelitian atau karya tulis ilmiah


salah satu hal harus diperhatikan adalah sistematika yang digunakan.
Sistematika karya tulis ilmiah ada beragam. Akan tetapi, pada dasarnya
terdiri atas tiga, yaitu komponen pelengkap awal, utama, dan akhir. Pada
komponen utama jumlah bab dan subbab juga beragam bergantung pada
pengklasifikasian bab, tetapi dasarnya adalah terdiri atas pendahuluan,

119
landasan teori, metode dan teknik penelitian, hasil dan pembahasan,
serta simpulan.

10.8 Daftar Pustaka

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. (2015). Metode Penulisan Ilteks.


Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. (2016).


Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi
Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Sugiyono. (2015). Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi.


Bandung: Alfabeta.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. (2005). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi
penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

120
BAB XI
RINGKASAN DAN ABSTRAK

11.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi ringkasan dan abstrak. Materi ini
dapat digunakan untuk menyusun salah satu bagian dari karya tulis
ilmiah yaitu abstrak dan dapat juga digunakan untuk menyusun ringkasan
dari bahan bacaan lainnya termasuk karya ilmiah. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan saat menyusun ringkasan dan abstrak sehingga
dapat menampilkan esensi dari sebuah karya ilmiah.

11.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat menyusun ringkasan karya ilmiah

2) Mahasiswa dapat menulis abstrak karya ilmiah

11.3 Pengertian Ringkasan

Ringkasan adalah karangan singkat. Hal ini sebagaimana


dikemukakan oleh Keraf (1997: 261) bahwa ringkasan ( precis) adalah
suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang
dalam bentuk yang singkat. Keraf juga menerangkan bahwa kata precis
yang dipakai untuk pengertian ini berarti ‗memotong‘ atau ‗memangkas‘
maka dari itu membuat ringkasan atas sebuah karangan yang panjang
dapat diumpamakan sebagai memangkas sehingga tinggal batang,
cabang-cabang, dan ranting-ranting yang terpenting beserta daun-daun
yang diperlukan sehingga tampak bahwa esensi pohon masih
dipertahankan (1997: 261). Walaupun bentuknya ringkas, ringkasan tetap
mempertahankan pikiran pengarang dan pendekatannya yang asli.

Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli


tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang
pengarang asli, perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara
proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu.

121
11.4 Tujuan menyusun ringkasan

Tujuan membuat ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi


sebuah buku atau karangan. Oleh sebab itu, latihan untuk maksud
tersebut perlu dilakukan karena akan membimbing dan menuntun
seseorang agar dapat membaca karangan asli dengan cermat dan
bagaimana harus menulisnya kembali dengan tepat. Penulis tidak akan
membuat ringkasan yang baik bila ia kurang cermat membaca dan tidak
sanggup membedakan gagasan utama-dari gagasan tambahan.
Kemampuan membedakan tingkat-tingkat gagasan itu akan membantu
mempertajam gaya bahasa serta menghindari uraian-uraian panjang
dalam karangan tersebut.

11.5 Cara menulis ringkasan

Beberapa patokan yang dapat digunakan untuk kegiatan meringkas


adalah sebagai berikut (Keraf, 1997: 263).

1. Membaca naskah asli. Penulis ringkasan harus membaca naskah asli


seluruhnya beberapa kali untuk mengetahui kesan umum dan maksud
pengarang serta sudut pandangnya.

2. Mencatat gagasan utama. Semua gagasan utama atau gagasan yang


penting dicatat atau digarisbawahi.

3. Membuat reproduksi. Menyusun kembali suatu karangan singkat


berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana yang dicatat
dalam langkah kedua.

Selain ketiga cara di atas, ada beberapa catatan tambahan yang


menurut Keraf (1997: 265-266) perlu diperhatikan dalam menyusun
ringkasan. Hal ini perlu diperhatikan agar ringkasan tersebut diterima
sebagai suatu tulisan yang baik.

a. Sebaiknya menggunakan kalimat tunggal daripada kalimat majemuk


karena kalimat majemuk menunjukkan ada dua gagasan atau lebih

122
yang bersifat paralel. Bila masih ada kalimat majemuk telitilah kembali
apakah mungkin dijadikan kalimat tunggal.

b. Rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu


gagasan sentral dan diwujudkan dalam bentuk kalimat.

c. Paragraf yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, termasuk


kutipan, dsb. dapat dihilangkan kecuali yang dianggap penting. Yang
dianggap penting dapat dipertahankan tetapi harus tetap dipersingkat.

d. Pertahankan susunan gagasan asli serta ringkaskanlah gagasan-


gagasan itu dalam urutan seperti urutan naskah asli.

11.6 Pengertian Abstrak

Secara harfiah, abstrak (abstract) bermakna ―ditarik dari‖ atau


proses pemisahan yang menghasilkan pandangan ringkas (Wibowo,
2013: 59). Hal ini didasarkan pada asal kata ‗abstrak‘ dalam bahasa
Inggris. Dalam bahasa Inggris, abstract dipungut dari bahasa Latin,
abstracus atau abstrahere, yang bermakna ―ditarik dari‖ (Wibowo, 2013:
59). Dalam teks abstrak disajikan secara padat dan ringkas intisari hasil
penelitian.

Pada karya tulis ilmiah lazim disertakan sebuah abstrak.


Bergantung pada kebutuhan, panjang sebuah abstrak berkisar antara 100
hingga 200 kata. Abstrak memudahkan pembaca melakukan skimming
dan scanning. Bila pembaca tertarik kepada abstrak anda, mereka
cenderung akan membaca karya anda leih lanjut. Oleh karena itu, abstrak
perlu disusun sedemikian rupa sehingga menarik dan mudah dipahami.
Umumnya, terdapat dua macam abstrak: (1) result-driven, yakni yang
mendemonstrasikan temuan penelitian dan apa saja yang disimpulkan
dari penelitian, dan; (2) summary, yakni yang menyajikan satu-dua
kalimat sinopsis.

123
11.7 Struktur dan Cara Menulis Abstrak

Struktur abstrak terdiri atas beberapa bagian. Paltridge dan


Starfield (2007: 156) berpendapat bahwa secara struktur, abstrak
umumnya terdiri atas bagian-bagian berikut ini: (1) informasi umum
mengenai penelitian yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan
dilaksanakannya penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan;
(5) temuan penelitian. Dengan membaca abstrak diharapkan calon
pembaca dapat memperoleh gambaran umum masalah yang dibahas
dalam artikel. Ciri-ciri umum artikel konseptual yang bersifat kritis dan
provokatif hendaknya juga terlihat di dalam abstraknya.

Abstrak dan kata kunci harus selalu ada dalam setiap artikel yang
ditulis untuk dimuat dalam jurnal. Menurut Tanjung dan ardial (2005:
151) kata kunci ditulis dan ditempatkan setelah kata abstrak (sebelum
uraian isi abstrak). Namun, ada beberapa jurnal yang memandu
penulisnya untuk menulis dan menempatkan kata kunci setelah uraian isi
abstrak. Penulis dapat mencari keterangan pada hasil penelitian yang
serupa dalam bidang yang sama untuk mendapatkan kata kunci
tambahan yang dapat digunakan selain yang terdapat dalam judul. Ide
untuk memilih kata kunci yang digunakan dengan layanan indexing yang
relevan. Pada tahap ini, penulis hendaknya mempertimbangkan kembali
tentang siapa pembaca tulisannya dan apa minat mereka dan kemudian
mencoba untuk memprediksi kata kunci yang tepat yang akan digunakan.

Kata kunci terdiri atas beberapa kata, Bahdin Nur Tanjung dan
Ardial (2005: 52-53) menjelaskan bahwa dalam jumlah kata kunci dalam
abstrak berkisar antara tiga sampai lima kata. Pemilihan kata dianggap
kunci didasarkan atas keperluannya untuk komputerisasi sistem informasi
ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul skripsi dan tesis
abstraknya dengan mudah. Kata kunci berisikan istilah-istilah yang
mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasar yang terkait dengan ranah
permasalahan yang dibahas dalam artikel penelitian.

124
Penulisan abstrak sesungguhnya dilakukan setelah seluruh tahapan
penelitian diselesaikan. Oleh karena itu abstrak kemudian menjadi
ringkasan dari keseluruhan isi penelitian. Terkait format penulisannya,
abstrak dibuat dalam satu paragraf dengan jumlah kata antara 200 – 250
kata, diketik dengan satu spasi, dengan jenis huruf Times New Roman
ukuran 11. Bagian margin kiri dan kanan dibuat menjorok ke dalam.
Bahasa yang digunakan untuk penulisan abstrak adalah yakni bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.

Contoh abstrak:

Abstrak

Tulisan ini membahas argumen dalam tulisan akademik berupa skripsi.


Penelitian ini berusaha menunjukkan bagaimana argumen dibangun pada
skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Bandung dengan
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Toulmin (2003). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa ayat, hadits, dan tafsir menjadi titik
tolak untuk argumen yang hendak disampaikan dalam skripsi. Namun,
terdapat ketidaksesuaian antara ayat yang digunakan sebagai
warrant/penjamin untuk claim dan data pada skripsi tersebut. Akibatnya,
argumen yang diutarakan pun menjadi tidak ajek karena
ketidakkonsistenan antar elemen argumen.

Kata kunci: argumen, skripsi, klaim, data, dan penjamin

11.8 Perlatihan

1. Ringkaslah kutipan berikut menjadi 100 kata!

Contoh teks:

Bahasa Indonesia terdapat pada setiap jenjang pendidikan, dari


bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain sebagai bahasa
pengantar pendidikan, Bahasa Indonesia juga merupakan mata pelajaran
atau mata kuliah.

125
Bahasa Indonesia dipelajari di tingkat sekolah selama 12 tahun
dengan porsi jam pelajaran yang besar. Di tingkat perguruan tinggi
khususnya bagi program sarjana dan diploma, Bahasa Indonesia
merupakan salah satu mata kuliah umum yang wajib ada dalam
kurikulum sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 35 ayat (3). Adapun dalam kurikulum
baru tahun 2006 sesuai SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No.
43/DIKTI/Kep/2006, Bahasa Indonesia termasuk dalam Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). Dengan demikian, pencantuman mata
kuliah Bahasa Indonesia dalam kurikulum Perguruan Tinggi itu
dimaksudkan sebagai: (1) media pembelajaran kemampuan berbahasa
Indonesia para mahasiswa, dan (2) salah satu sarana pengembangan
kepribadian para mahasiswa.

Jadi, idealnya perkuliahan Bahasa Indonesia bertujuan untuk


membantu mahasiswa menguasai kaidah bahasa dan mampu
menerapkannya dalam komunikasi lisan dan tulis. Selain itu, ditujukan
pula untuk mengembangkan diri dan pribadi mahasiswa. Kedua hal
tersebut jika dikaitkan dengan ilmu Linguistik sebagaimana yang digagas
oleh Saussure (1993) maka akan berkaitan dengan bahasa dalam tataran
langue dan parole.

Penguasaan dan kemampuan mahasiswa dalam menggunakan


kaidah bahasa dalam komunikasi lisan dan tulis berkaitan dengan tataran
parole sebagai bahasa dalam wujud yang konkret. Tataran parole
merupakan bahasa yang diucapkan dan digunakan anggota masyarakat
dalam kegiatan sehari-hari (Chaer, 2004). Dalam konsep parole,
penggunaan ragam bahasa baku dalam penulisan karya ilmiah
merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari. Salah satu bentuk yang
dapat menunjukkan penguasaan dalam kompetensi ini yaitu
dihasilkannya karya ilmiah.

Praktik menulis dapat dijadikan kompetensi prioritas yang harus


dicapai dari perkuliahan Bahasa Indonesia. Karya tulis ilmiah dapat

126
menjadi wahana mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas.
Kreativitas merupakan suatu kemampuan untuk menciptakan suatu yang
baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru
yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur
yang sudah ada (Munandar, 2004) Melalui karya tulis ilmiah, ide, ilmu,
rasa ingin tahu, kreativitas, dan energi dapat bermuara.

Tulisan ilmiah, makalah, proposal dan laporan penelitian, laporan


buku atau bab buku, resensi buku, dan artikel opini di media massa
merupakan jenis-jenis karya ilmiah yang dibutuhkan mahasiswa. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Alwasilah (2000: 678-679) bahwa analisis
kebutuhan perlu dilakukan untuk menentukan apa yang sebenarnya
harus dipelajari oleh mahasiswa dan jawabannya adalah menulis,
mahasiswa perlu piawai menghasilkan tulisan dan kompetensi bahasa
yang perlu diajarkan untuk mengisi mata kuliah ini adalah menulis.
Menulis perlu dilakukan untuk mengartikulasikan berbagai pengalaman,
dalam hal ini khususnya pengalaman ilmiah.

Karya ilmiah dapat menjadi ―telaga pengetahuan‖ yang dapat


membawa bangsa ini menemukan berbagai solusi bagi permasalahan
yang terjadi. Hal ini sekaligus menjadi ―sarang‖ bagi lahir dan
bermukimnya berbagai ide baru yang segar dan visioner.

Sementara itu, kreativitas dapat menjadi salah satu aspek


pengembangan kepribadian yang dapat dikaitkan dengan langue. Langue
adalah keseluruhan kekayaan bahasa, seperti kosakata dan tata bahasa
(Saussure, 1993). Melalui langue, kreativitas seorang manusia dapat
dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan relasi sintagmatik dan asosiatif
sebagaimana yang diungkapkan Saussure (1993: 219).

2. Tulislah sebuah abstrak dari sebuah artikel ilmiah!

127
11.9 Ringkasan Materi

Ringkasan adalah karangan singkat. Meskipun bentuknya ringkas,


ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang dan pendekatannya
yang asli. Pembuatan ringkasan bertujuan untuk memahami dan
mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun ringkasan yaitu: (1) membaca naskah asli;
(2) mencatat gagasan utama; (3) menyusun kembali suatu karangan
singkat berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana yang dicatat
dalam langkah kedua; (4) sebaiknya menggunakan kalimat tunggal
daripada kalimat majemuk; (5) rangkaian gagasan yang panjang
hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral berbentuk kalimat; (6)
paragraf yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, termasuk kutipan,
dsb. dapat dihilangkan atau dipersingkat; (7) pertahankan susunan
gagasan asli seperti urutan naskah asli.

Adapun abstrak merupakan teks yang disajikan secara padat dan


ringkas (intisari) dari hasil penelitian. Jumlahnya berkisar dua ratus kata.
Struktur abstrak umumnya terdiri atas: (1) informasi umum mengenai
penelitian yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan
dilaksanakannya penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan;
(5) temuan penelitian. Selain itu, abstrak juga memuat kata kunci yang
berkisar antara tiga sampai lima kata. Pemilihan kata dianggap kunci
didasarkan atas keperluannya untuk komputerisasi sistem informasi
ilmiah

11.10 Daftar Pustaka

Indriati, Etty. 2006. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

__________ .2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

128
Paltridge, B., Starfield, S. 2007. Thesis and Disertation Writing in A
Second Language: A Handbook for Suvervisors. London: Routledge

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. 2015. Metode Penulisan Ilteks.


Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. 2016.


Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi
Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Santoso, Urip. 2015. Kiat Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi
penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wibowo, Wahyu. (2013). Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif.


Jakarta: Bumi Aksara.

129
130
BAB XII

RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

12.1 DESKRIPSI SINGKAT

Bab ini berisi pemaparan materi Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an


yang terdiri atas Qaulan ma‘rûfan, membangun tutur kata yang baik,
Qaulan sadîdan, penyusunan kata dengan benar dan tepat, Qaulan
balîghan, menyampaikan pesan dengan kata-kata yang efektif dan
memberikan bekas, Qaulan karîman, tutur bahasa yang mulia dan sopan
santun, Qaulan layyinan, budi bahasanya lembut dan halus, Qaulan
Maisûran , perkataan yang pantas, sederhana dan mudah dicerna
maknanya dan Qaulan Tsaqîlan, perkataan yang berat (berbobot) dan
bermutu. Pengetahuan Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an berguna agar
mahasiswa dapat memahami kalimat dalam Al-Qur‘an, dan membuat
kalimat yang baik. Oleh karena itu, dengan dibekali pengetahuan Ragam
Etika Berbahasa Al-Qur‘an mahasiswa diharapkan mampu menuangkan
gagasannya dengan padu, utuh, dan dapat dipahami. Dengan etika
bahasa yang baik, diharapkan akan melahirkan para orator yang mampu
mengubah sejarah. Perhatikan pendapat KH.M. Isa Anshari (1995: 27)
mengungkapkan: ―Layar sejarah bangsa-bangsa pada umumnya
mementaskan peranan penting dan utama dari juara mimbar, jago
pidato. Dengan kuasa dan kekuatan lisan yang dimilikinya, para orator
berhasil menegakkan kembali kepala bangsanya yang sudah terbenam
dalam lumpur kehinaan dan kerendahan‖.

12.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN

1) Mahasiswa dapat memahami konsep Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an

2) Mahasiswa dapat mengaplikasikan jenis-jenis Ragam Etika Berbahasa


Al-Qur‘an

131
12.3 RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

12.3.1 Pendahuluan

Perlu dipahami betapa manusia diciptakan Allah Swt dalan keadaan


sempurna (At-Tin: 4), artinya dilengkapi dengan segala kemampuan atau
potensi sehingga manusia mampu berbuat (An-Nahl: 78). Potensi yang
mendorong perbuatan adalah pertama keinginan atau nafs. Tetapi
dengan nafs saja manusia dapat celaka atau tidak berfungsi seperti
direncanakan Sang Khaliq (Yusuf: 53). Maka akal, potensi pokok kedua
yang mengarahkan keinginan tadi. Belum cukup sampai di situ, karena
manusia tidak hidup sendirian. Dia disediakan untuk hidup berkelompok
atau bermasyarakat (Al-Hujurat: 13). Karena itu bibir dua dan lidahnya
membunyikan suara khas, yaitu bahasa, potensi ketiga untuk
berkomunikasi. Ketiga potensi itu dapat kita sebut prasarana. Inilah
disediakan bagi manusia. Kualitasnya bergantung kepada pengembangan
manusia sendiri (Ar-Ra‘du: 11). Penelatarannya akan berakibat lemah
sampai tidak berfungsi sama sekali (Al-A‘raf: 179); kebalikannya yang
mesti diusahakan seorang Muslim; sejak lahir sampai mati, sejak tahap
terendah sampai yang tertinggi, yang dapat dijangkau manusia. Ini
berarti melahirkan ulul-albab (intellektual).

Akal manusia secara filosofis terlihat dalam kemampuan bahasa,


sehingga ilmu logika di dalam bahasa Arab disebut Ilmu Manthiq, yaitu
ilmu untuk berbahasa atau bercakap-cakap. Akal adalah kapasitas untuk
menangkap secara peka dan tajam, dalam keadaan berkembang dan
untuk melakukan aktivitas mental lainnya. Bukan saja menangkap dan
mengolah, melainkan juga untuk mengekspresikan lewat bahasa dan
memanfaatkannya dalam tindakan. Bentuk berbagai kapasitas itu sangat
bergantung pada peningkatan dzikir (penghayatan), fikir (rasio) dan sikap
bathin (iman) yang biasa disebut ranah kemanusiaan (Ali Imran; 190-
191). Inilah hakekatnya yang menjadi tugas pendidikan. Singgungan
semacam itu yang diperlukan dalam tulisan ini.

132
Menurut Prof. Ahmad Sadali, Pada tahun 1976 saya sempat
mengapungkan gagasan ETI (Education Through the Teaching of Islam),
yaitu pendidikan melalui Ajaran Islam, dalam Confrensi MSA (Muslim
Student Association) Amerika dan Kanada, di Bloomington Amerika
Serikat. Gagasan ini berpangkal pada kesadaran, bahwa Islam adalah
‗an all-embracing mode of live‖ dan penganutnya mesti kaffah atau
menyeluruh di dalam segala sektor kehidupannya. Juga disadari bahwa
ilmu berasal dari Allah Swt dengan dua kategori: yang diwahyukan dan
yang diperoleh dari universum manusia (al-kaun) (Fushshilat: 53).
Komponen yang satu harus ada pertalian dengan yang lain, khususnya
karena Al-Quran (wahyu) adalah Petunjuk bagi kehidupan (Al-Baqarah:
2). Penemuan-penemuan pakar mutakhir sering menunjukkan pada
indikasi kemukjizatan Al-Quran. Lima belas abad yang lalu, tentang
kebenaran saintifik, yang memporak-porandakan cemoohan dunia
sekuler, bahwa Al-Quran buatan Muhammad. Sebab tidak mungkin
ungkapakan canggih, prediktif dan profetis, yang tersebar dalam Kitab
Suci orang Islam itu, terungkap dalam masa perkembangan ilmu abad ke
enam Masehi.

Salah satu ciri dari Kemukijizatan Al-Quran adalalah ketinggiannya


bahasanya. Menurut Manna‘ Al-Qathan keunggulan Al-Quran di bidang
bahasa disebut i‘jâz lughawi. Bahasa Al-Quran seperti permata, setiap
sudutnya memancarkan cahaya yang tiada henti-hentinya, semakin
dipandang memberikan warna yang berbeda. Oleh karena itu, Allah Swt
menantang siapa saja yang tidak percaya bahwa Al-Quran itu wahyu,
untuk membuat tandingan satu surat saja kalau ragu. Maka, kalau tidak
bisa dan pasti tidak mampu, berimanlah: ―

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar

133
12.4 2 RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar menjadi modal


utama di dalam meyampaikan kebenaran yang diturunkah Allah Swt. Al-
Quran telah menuntun kita di dalam membangun seni berbicara (retorika)
agar efektif dan menarik. Cara-cara yang disampaikan Al-Quran adalah
dengan memberikan petunjuk tentang ragam etika berbahasa (M. Wildan
Yahya, 2004, hal: 307-360) bagi seorang mukmin sebagai berikut:

1. Qaulan ma‘rûfan, membangun tutur kata yang baik, yaitu


menggunakan bahasa yang cocok dan mudah dimengerti, yaitu
bahasa yang digunakan masyarakat sesuai dengan budaya dan adat
istiadat yang berlaku. Perhatikan firman Allah pada QS Al-Nisâ`(4):
5:

   …


 

...dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

2. Qaulan sadîdan, artinya penyusunan kata dengan benar dan tepat.


Tidak dibenarkan menggunakan kata dengan penuh emosi, makian
atau cacian. Jadi ungkapan bahasa yang digunakan selalu terkendali,
dengan memerhatikan dampak dan resikonya dengan matang. Setiap
kata-kata yang meluncur dari lisannya berdasarkan kebenaran dan
dicarikan bahasa yang tepat. Perhatikan firman Allah Swt pada QS Al-
Nisâ`(4): 9:

 …
 
...hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

3. Qaulan balîghan, artinya menyampaikan pesan dengan kata-kata yang


efektif dan memberikan bekas. Perkataan yang berbekas adalah
perkataan merespons situasi dan memberikan jalan keluar terhadap

134
persoalan yang sedang dihadapi masyarakatnya. Perhatikan firman
Allah Swt, dalam QS Al-Nisâ`(4): 63:

   …


  


...dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada


jiwa mereka.

4. Qaulan karîman, artinya tutur bahasa yang mulia dan sopan santun
budi bahasanya. Pilihan kata yang indah, menentramkan, menciptakan
perdamaian adalah tutur kata yang mulia, tinggi budi bahasanya.
Perhatikan firman Allah Swt, QS Al-Isrâ` (17): 23:

    …




...ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

5. Qaulan layyinan, artinya budi bahasanya lembut dan halus.


Ungkapan bahasa seperti itu akan sangat efektif untuk meluluhkan
hati yang keras, menyadarkan manusia dari kesesatannya.
Perhatikan firman Allah Swt, QS Thâhâ (20): 44

…    

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang


lemah lembut ...

6. Qaulan Maisûran, artinya perkataan yang pantas, sederhana dan


mudah dicerna maknanya. Sebaliknya, perkataan yang asing atau sulit
dicerna, akan mengganggu konsentrasi dan memutus mata rantai
pembicaraan. Oleh karena itu apabila ada kata-kata asing dijelaskan
dengan baik, agar mudah dimengerti artinya. Perhatikan firman Allah
Swt, QS Al-Isrâ` (17): 28:

135
    …


...maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

7. Qaulan Tsaqîlan, artinya perkataan yang berat (berbobot) dan


bermutu. Perkataan yang berbobot dan bermutu adalah perkataan
yang padat dengan pesan penting dari Allah Swt atau Rasulullah Saw
dalam menanamkan ketaqwaan dan keimanan. Perhatikan firman
Allah Swt, QS Al-Muzammil (73): 5:
   
 

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang


berat.

Tujuh etika bahasa yang dituntunkan Al-Quran kepada orang yang


beriman, menjadi panduan di dalam mengisi nilai kepribadian yang mulia.
Kemampuan berbahasa yang dapat mengajak manusia ke dalam iman
dan amal shaleh, dipuji oleh Allah Swt sebagaimana diungkapkan dalam
sebuah ayat:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru


kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS
Fushshilat [41]: 33).

Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni berbahasa dapat


dicapai melalui: pengembangan, argumentasi, strategi persuasi, problem
solving, melalui bahasa yang mengesankan (Devito, 1984: 4).

Kemampuan berbahasa yang baik adalah untuk mengajak orang ke


dalam Islam (dakwah). Untuk untuk diperlukan di perlukan langkah-
langkah berikut:

136
1. Inventio, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi yang
mencangkup: menemukan, mengumpulkan, menganalisa, memilih
materi yang cocok untuk mengajak.

2. Dispositio, yaitu penyusunan dan pengurutan materi (argumen)


dalam sebuah ajakan kemudian mengorganisasikan dan membaginya.

3. Elocutio, yaitu gaya pengungkapan atau penyajian gagasan dalam


bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar pengungkapan
gagasan: komposisi, kejelasan, langgam bahasa dari pidato; kerapian,
kemurnian, ketajaman dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan,
hiasan pikiran dengan upaya retorika.

4. Memoria, yaitu mengingat dan atau menguasai materi seruan, yaitu


latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam penuturan yang
sudah disusun.

5. Actio, yaitu menyampaikan atau menyajikan materi. Penyajian yang


efektif dari sebuah percakapan akan ditentukan juga oleh suara, sikap
dan gerak-gerik.

Oleh karena itu setiap muslim diharapakan menjadi da‘i, dengan


ungkapan bahasa yang baik agar bisa mengajak orang ke dalam iman
dan amal shaleh.

12.5 Perlatihan

1. Buatlah kalimat sehari-hari berkaitan dengan Qaulan ma‘rûfan,


membangun tutur kata yang baik sesuai dengan adat yang berlaku !

2. Paparkan kalimat dengan Qaulan sadîdan, kata yang benar dan tepat!

3. Susunlah kalimat dengan Qaulan balîghan, menyampaikan pesan


dengan kata-kata yang efektif dan memberikan pesan!

4. Ungkapkan kalimat dengan Qaulan karîman, tutur bahasa yang mulia


dan sopan santun!

137
5. Ketengahkan kalimat Qaulan Maisûran, perkataan yang pantas,
sederhana, dan mudah dicerna maknanya!

6. Berikan Contoh Qaulan layyinan, budi bahasa yang lembut dan halus!

7. Buatlah kalimat dengan Qaulan Tsaqîlan, perkataan yang berat


(berbobot) dan bermutu!

12.6 Ringkasan

Ragam etika bahasa Al-Qur‘an terdiri dari tujuh ragam yaitu:


Qaulan ma‘rûfan, Qaulan sadîdan, Qaulan balîghan, Qaulan karîman,
Qaulan layyinan, Qaulan Maisûran, dan Qaulan Tsaqîlan. Untuk mampu
berbahasa yang baik, yaitu dapat mengajak umat berbuat kebaikan
(dakwah), diperlukan lima langkah sebagai berikut : Inventio, Dispositio,
Elocutio, Memoria, dan Actio.

12.7 Daftar Pustaka

Aqr-Rahib Al-Asgfani (tt), Mu‘jam Mufradat li Al-Fadzil Qur‘an, Beirut.

Devito (2010), Komunikasi Antar Manusia, Karisma Publishing, Jakarta.

Anshari Isa (1967), Mujahid Dakwah, Bulan Bintang, Jakarta.

Kementrian Agama Republik Indonesia (2002), Al-Qur‘an dan


Terjemahnya, Penerbit Pustaka Agung Harapan, Surabaya

Wildan Yahya, M (1986), Intelektual Muslim, Karya Kita, Bandung.

138
LSIPK Universitas Islam Bandung

Buku Ajar
Bahasa Indonesia

Oleh:
Tim Dosen Bahasa Indonesia
Universitas Islam Bandung

Seri Penerbitan Lembaga Studi Islam dan


Pengembangan Kepribadian (LSIPK)
Universitas Islam Bandung

Anda mungkin juga menyukai