Anda di halaman 1dari 13

RESUME

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu: Dra. Rivanti Muslimawaty, M.Ag.

Disusun Oleh :

Soleh Subarjah 12519.0058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SABILI

BANDUNG

2022
KERANGKA BERPIKIR ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua
macam, yaitu kerangka berfikir rasional dan metode berfikir tradisional:

Metode berfikir secara rasional memiliki prinsip-prinsip: hanya terikat dengan


dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebutkan dalam AlQuran dan Hadis
Nabi, yakni ayat yang qath’i ; memberikan kebebasan kepada manusia dalam
berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.

Metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip: terikat pada dogmadogma


dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti
lain selain dari arti harfinya); tidak memberikan kebebasan pada manusia dalam
berkehendak dan berbuat, serta memberikan daya yang kecil kepada akal.

Disamping pengatagorian teologi rasional dan tradisional, dikenal pula


pengatagorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kalam, yaitu:

1. Aliran Antroposentris;
Aliran anroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat
intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos.
Baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya.
Anshari menganggap manusia yang berpandangan antroposentris sebagai sufi
adalah mereka yang berpandangan mistis dan statis. Padahal manusia
antroposentris sangat dinamis karena menganggap realitas transenden yang
bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada manusia dalam bentuk daya
sejak manusia lahir. Daya itu berupa potensi yang menjadikannya mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Manusia yang memilih
kebaikan akan memperoleh keuntungan melimpah (surga), sedangkan manusia
yang memilih kejahatan, ia akan memeroleh kerugian melimpah pula (neraka).
Dengan dayanya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa campur tangan
realitas transenden. Aliran teologi yang termasuk adalah Qadariah, Mu’tazilah
dan Syi’ah.
2. Teolog Teosentris;
Aliran teosentris menganggap daya menjadi potensi perbuatan baik atau jahat
manusia bisa datang sewaktu-waktu dari Tuhan. Oleh sebab itu, ada kalanya
manusia mampu melaksanakan sesuatu perbuatan tatkala ada daya yang datang
kepadanya. Sebaliknya ia mampu melaksanakan suatu perbuatan apapun tatkala
ia ada daya yang datang kepadanya. Dengan perantara daya, Tuhan selalu campur
tangan. Bahkan bisa dikatakan manusia tidak ada daya sama sekali terhadap
segala perbuatannya. Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah
Jabbariyah.
3. Aliran Konvergensi atau Sintesis;
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia merupakan proses kerja
sama antar daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk kebijaksanaan dan
daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia
tidak berpartisipasi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, daya yang
transendental yang memproses suatu peristiwa yang terjadi pada dirinya. Oleh
karena itu, ia tidak memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan. Sebaliknya,
ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya, sementara ia sendiri telah berusaha
melakukannya, maka pada dasarnya kerja sama harmonis antara daya
transendental dan daya temporal. Konsekuensinya, manusia akan memperoleh
pahala atau siksaan dari Tuhan, sebanyak andil temporalnya dalam
mengaktualkan peristiwa tertentu. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke
kategori ini adalah Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis
Aliran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilusi.
Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi
Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam
suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri
manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang
terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang
merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy’ariyah, Maturidiyah, apalagi
Mu’tazilah sama mempergunakan akal dalam menyelesailkan persoalan-
persoalan teologi yang timbul di kalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat
antara aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam derajat kekuasaan yang diberikan
kepada akal. Kalau Mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang
kuat, Asy’ariah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang
lemah.

Semua aliran juga berpegang kepada wahyu. Dalam hal ini, perbedaan yang
terdapat antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai
teks ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis. Perbedaan interpretasi inilah yang
sebenarnya menimbulkan aliran-aliran yang berlainan itu. Hal ini juga tidak
ubahnya sebagai hal yang terdapat dalam bidang hukum Islam atau Fiqih. Disana
juga, perbedaan interpretasilah yang melahirkan mazhab-mazhab seperti yang
dikenal sekarang, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan
mazhab Hambali.

HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF


Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek
kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-
Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan, disamping masalah alam,
manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah
Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan kepada-Nya. Jadi, dilihat dari aspek
objeknya, ketiga ilmu tersebut membahas masalah yang berkaitan dengan
ketuhanan.

Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Kalam


Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan kalam ini
biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasardasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional
yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan
metode berfikir filosopis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi
pada argumentasi dalil-dalil al-qur’an dan Hadits.

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai
berikut:

1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan


yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih
terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf
merupakan penyempurna ilmu kalam.

2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatanperdebatan


kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung
menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan
naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu
Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan
sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan
atau sentuhan hati.

Hubungan Ilmu Kalam Dengan Filsafat Islam


Banyak para ahli yang berpendapat bahwa ilmu kalam dan filsafat Islam memiliki
hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan dan
keagamaan. Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian intelektual. Seperti
halnya Dr. Fuad Al-Ahwani dalam bukunya filsafat Islam tidak setuju kalau sama
dengan ilmu kalam. Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu
agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual.
Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. Dan
sifatsifatnya serta hubungannya dengan alam dan manusia yang berada di bawah
syari’at-Nya. Obyek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang
prinsip wujud dan sebab-sebabnya.
Ilmu kalam dan filsafat tidak memiliki hubungan karena obyek kajiannya
berbeda. Kalam obyek kajiannya lebih mendasar pada ketuhanan sedangkan
filsafat Islam objek kajiannya tentang alam manusia yang berada pada syari’at-
Nya.
KHAWARIJ DAN MURJI’AH

Khawarij berasal dari kata kharaja, artinya keluar. Nama Khawarij disematkan
kepada kaum yang menyatakan keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib setelah
peristiwa tahkim/arbitrase.

Menurut Basri dkk, Khawarij disebut juga haruriyyah, berasal dari kata harura
yang merupakan nama sebuah desa didekat kota Kufah, Irak. Di desa tersebut
pada masa itu sejumlah sekitar 12.000 orang yang memisahkan diri dari
Ali bin Abi Thalib, berkumpul.

Khawarij adalah kelompok yang keluar dari golongan Ali bin Abi Thalib setelah
peristiwa tahkim. Khawarij disebut juga dengan al-muhakkimah, almariqah,
syurah dan al-haruriyyah. Mayoritas pengikut Khawarij adalah orang-orang Arab
pegunungan yang memiliki ketulusan dalam beragama, namun berpikiran
dangkal dan jauh dari ilmu agama, mereka memahami lafadz secara tekstual,
bersikap zuhud pada dunia, berani menghadapi resiko kematian atas hal-hal yang
tidak prinsip, fanatik berlebihan sebagai akibat dari pola pikir picik. Kondisi
tersebut kemudian melahirkan faham takfir.

Pokok-pokok pemikiran Khawarij diantaranya adalah : jabatan khalifah bukan


monopoli bangsa Arab, khalifah sah jika dipilih seluruh muslim dan tetap pada
jabatannya selama adil dan tidak menyimpang, jika menyimpang wajib
diturunkan atau dibunuh. Orang-orang yang mengikuti perang Jamal, mengikuti
tahkim dan orang-orang berdosa semuanya kafir, apabila mati sebelum bertaubat
maka kekal di neraka.
Sekte-sekte dalam Khawarij yaitu : Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, AnNajdah,
Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, Al-Ibadiyah, Yazidiyah dan Maimuniyah.

Term Murji’ah berasal dari term bahasa Arab yaitu “al-irja’”, yang
bermakna; pertama, “al-ta’khir” yang artinya pengakhiran atau penundaan,
kedua, “i‘ta al-raja’” yang artinya memberi pengharapan. Penggunaan kata
murji’ah sebagai suatu kelompok atau sekte sebagaimana ditunjukkan pada
makna yang pertama itu benar dan sesuai. Sebab, dalam paham sekte ini,
mengakhirkan amal dari pada niat dan aqidah. Adapun dengan makna yang kedua
juga tepat.
Murji’ah adalah kaum yang berpendapat, kemaksiatan tidak akan
membahayakan iman, sebagaimana ketaatan tidak akan berfaedah bagi orang
kafir.
Menurut al-Syahristani, Murji’ah adalah suatu kelompok yang berbicara
tentang iman dan amal (hubungan iman dan amal), tetapi mereka ada kesamaan
dengan Khawarij. pada beberapa hal dalam persoalan imamah (kepemimpinan).

Pokok ajaran dari Murji’ah diantaranya: orang yang berbuat dosa besar tetap
mukmin selama ia telah beriman, dan bila meninggal dunia dalam keadaan
berdosa, maka segala ketentuannya tergantung Allah di akhirat kelak. Perbuatan
kemaksiatan tidak berdampak apa pun terhadap orang bila telah beriman.
Sekte Murji’ah ekstrim yaitu al-Jahamiyyah, al-Shalihiyyah, alYunusiyyah, al-
Ubaidiyyah dan al-Gassaniyyah.

JABARIAH DAN QADARIAH


Nama Jabariyah berasal dari kata ‫ َجبَ َر‬yang mengandung arti “memaksa” atau ‫َجبَ ٌر‬
yang mengandung arti “terpaksa”. Di dalam Al-Munjid dijelaskan bahwa nama
Jabariah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskan melakukan sesuatu.
Jabariyah adalah paham yang menganut bahwa hidup manusia ditentukan oleh
Allah dan manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai
daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Manusia
dalam perbuatan adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan
pilihan baginya perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam dirinya.

Menurut Asy-Syahrastani, Jabariah itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,


yaitu ekstrem dan moderat:

1. Doktrin Ekstrem
Menurut pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya, melainkan perbuatan yang dipaksakan
atas dirinya. Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukan
terjadi atas kehendaknya sendiri, melainkan karena qadha dan qadar Tuhan yang
menghendaki demikian. Golongan ini memahami manusia tidak mempunyai
kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya,
tetapi terikat kepada kehendak mutlak Tuhan. Perbuatan-perbuatan diciptakan
Tuhan di dalam diri manusia, tak obahnya dengan gerakan yang diciptakan dalam
benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti
sebenarnya, melainkan dalam arti majazi atau kiasan, tak obahnya sebagaimana
disebut air mengalir, batu bergerak, matahari terbit, dan sebagainya. Segala
perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya, termasuk
di dalam perbuatan-perbuatan seperti mengerjakan kewajiban, menerima pahala,
dan siksa. Singkatnya, manusia tidaklah punya andil dalam perbuatannya.
Manusia tidak obahnya bagaikan wayang yang dikendalikan oleh dalangnya.
Pemuka Jabariah ekstrem adalah: Jahm bin Shafwan dan Ja’d bin Dirham.

2. Doktrin Moderat
Jabariah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia,
baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian
di dalamnya, tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya.inilah yang dimaksud dengan kasab (ecquistion).
Menurut paham kasab, manusia tidak majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti
wayang yang terkendali di tangan dalang dan tidak pula menjadi pencipta
perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.
Pemuka Jabariah moderat ialah: Al-Najjar dan Adh-Dhirar.

Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara ( ‫در‬JJ‫ )ق‬yang artinya
kemampuan (‫ )استطاع‬dan kekuatan (‫)قوي‬. Nama Qadariyah berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrah atau kemampuan untuk melakukan
kehendaknya, Dalam istilah Inggrisnya, paham ini dikenal dengan nama free will
dan free act. Kelompok Qadariyah juga percaya kepada taqdir. Akan tetapi taqdir
bagi mereka bukanlah bermakna “nasib” melainkan bermakna kemampuan,
kekuatan, atau kekuasaan.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah adalah ketentuan Allah yang
diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah Al-
qur’an adalah sunatullah , yaitu hukum-hukum Tuhan yang diciptakan-NYA,
dan hukum-hukum itu berlaku untuk alam semesta beserta isinya. Alam semesta
beserta segala isinya tentulah berjalan menurut sunnatullah yang telah ditetapkan
oleh Allah. Sunnatullah menunjukkan perjalanan sebab akibat. Manusia mampu
mengetahui dan membuat rencana untuk melaksanakan pilihan dalam hidupnya.
Bahkan manusia harus mampu menguak rahasia sunnatullah yang amat banyak
dan rumit itu. Apalagi sesuai dengan yang dinyatakan oleh Allah sendiri bahwa
sunnatullah itu tidaklah akan pernah berubah.

Ajaran Aliran Qadariyah


Di antara ciri-ciri paham Qadariyah adalah sebagai berikut.
a. Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka
perbuatan dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya
sendiri, tanpa ada campur tangan Allah SWT.
b. Iman adalah ma’rifah serta mengetahui dengan lisan adanya Allah dan Rasul-
NYA, yakni dengan hati dan lisan saja. Sedangkan amalan itu bukan bagian dari
iman. Amalan menduduki tempat kedua setelah iman. Artinya, apabila seseorang
yang telah menyatakan imannya dengan pengakuan hati dan ucapan lisan, maka
dia tidak lagi dituntut sesudahnya untuk beramal.
c. Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan
amal-amal kebajikan lainnya.
Adapun pokok-pokok ajaran Qadariyah Menurut Dr. Ahmad Amin dalam
kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, adalah sebagai berikut:
a. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik
dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
b. Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia
lah yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima
pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk
(siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa karena itu
pula, maka Allah berhak disebut adil.
c. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati
bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka
Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan
zatnya sendiri.
d. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana
yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama.
Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik
atau buruk.

Dasar Al-Qur’an yang Sejajar dengan Aliran Qadariah :


a. Dalam surat al-Ra’ad Ayat 11:
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
b. Dalam Surat al-Kahfi ayat 29:
Artinya; “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang
orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.”
c. Dalam surat Ali Imran ayat 165:
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya
(kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
d. Dalam surat Fushilat ayat 40
Artinya: (sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat ayat Kami, mereka
tidak tersembunyi dari kami. Maka apakah orang orang yang dilemparkan ke
dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman Sentosa
pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Dia
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

MU’TAZILAH

Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah
adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan
filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar
argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-kira pada permulaan abad pertama
Hijriyah, di kota Basrah (Irak).

Menurut istilah mu’tazilah adalah sebuah firqoh / kelompok dari para


mutakallimin yang dibentuk atas dasar ketidakpuasaan terhadap paham aliran
khawarij dan murjiah dan berselisih pendapat dari Ahlus Sunnah di sebagai
aqidah, didirikan dan diketahui oleh Wasil bin Atho’.

Mu’tazilah ini diberikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendiriannya
wasihil bin atha’ tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Asan al-
basihiri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian disetujui oleh
pengikut mu’tazilah dan digunakan sebagai nama dari aliran teologi mereka.
Menurut Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang
mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan mukmin, juga bukan
kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah bainal
manzilatain).

Sedangkan Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih
100 tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin Atha
dengan Hasan Basri di mesjid Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah pada
waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian.
Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada
pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah,
sekurangkurangnya tidak jelas siapa yang benar. Sedangkan agama hanya
memerintahkan memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua
golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).

Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah:


At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah)
Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah AtTauhid atau keMaha
Esaan Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia
merupakan zat yang usik, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.

Al-Adl (Keadilan)
Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika perbuatan
Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang berbuat
adil seadil-adilnya.Tuhan tidak mungkin berbuat zalim.

Al-Wa’d wal alWa’id (Janji dan ancaman)


Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan akan
menjatuhkan siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka Tuhan tidak
dikatakan adil jika Ia tidak member pahala kepada orang yang berbuat baik dan
tidak menghukum orang jahat. Keadilan meghendaki supaya orang bersalah
diberi hukuman berupa neraka dan orang yang berbuat baik diberi hadiah berupa
surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.

Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi diantara dua posisi)


Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.
Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada
Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka
tidak lagi sempurna.

Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah


tentang iman. Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga
perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman, tidak juga kafir
seperti disebut terdahulu.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)
Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat golongan-
golongan umat Islam lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari segi
pelaksanaannya, apakah seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat buruk
itu dilakukan dengan lunak atau dengan kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai