“Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian, kehormatan kalian, haram atas kalian seperti
terlarangnya di hari ini, bulan ini dan negeri ini.”
(HR. Bukhari, no. 67, 105, 1741 dan Muslim, no. 30, dari sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu)
Bahkan darah seorang muslim lebih mulia daripada Kabah. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no.
3420, riwayatnya hasan menurut Syaikh Al-Albani.
Ats-tsayyib az-zaani adalah siapa saja yang telah menikah dengan pernikahan yang sah lantas berzina.
Hukumannya adalah rajam, dilempari batu sampai mati.
Jiwa dibalas dengan jiwa yaitu ketika muslim membunuh muslim. Yang tidak termasuk dalam bahasan
ini adalah jika muslim membunuh kafir (misal ketika peperangan) dan orang yang merdeka dengan
seorang budak sebagaimana pendapat dalam madzhab Syafi’iyah dan Hanafiyah.
Meninggalkan agama maksudnya adalah murtad. Sedangkan mufariq lil jama’ah maksudnya adalah
memberontak dari kepemimpinan yang sah.
Faedah Hadits
Pertama: Terhormatnya darah seorang muslim.
Kedua: Halalnya darah seorang muslim karena tiga sebab sebagaimana disebutkan dalam hadits ini:
1. Yang sudah menikah lantas berzina dihukumi rajam sampai mati.
2. Jika seorang muslim membunuh muslim lainnya dan telah terpenuhi syarat qishash.
3. Murtad keluar dari Islam.
Ketiga: Para ulama berselisih pendapat mengenai hukuman bagi pezina yang sudah menikah apakah
dihukum dengan cambuk terlebih dahulu lalu rajam ataukah rajam saja. Kebanyakan ulama memilih
hanya dikenakan hukuman rajam saja.
Keempat: Ats-tsayyib az-zaani dikenakan hukuman rajam jika terbukti dengan empat orang saksi
atau ia mengakuinya sendiri.
Kelima: Meninggalkan jamaah yang dimaksud dalam hadits adalah (1) meninggalkan agama yang
benar, (2) memberontak pada pemerintahan yang sah.
Keenam: Yang boleh menjalankan eksekusi mati ini adalah imam kaum muslimin, tidak bisa dijalankan
serampangan oleh lainnya.
Kisah Wanita Juhainah dan Ma’iz yang Menjalani
Hukuman Rajam
Dari Abu Nujaid ‘Imran bin Al-Hushain Al-Khuza’i, ia berkata,
ت يَا ْ َالزنَى فَقَال ِّ َو ِه َى ُح ْبلَى ِم َن- صلى هللا عليه وسلم- ِ ى هَّللا َّ ِت نَبْ ََأ َّن ا ْم َرَأةً ِم ْن ُجهَ ْينَةَ َأت
َولِيَّهَا فَقَا َل « َأحْ ِس ْن-صلى هللا عليه وسلم- ِ ى فَ َد َعا نَبِ ُّى هَّللا َّ َْت َح ًّدا فََأقِ ْمهُ َعل َ ى هَّللا ِ َأ
ُ صب َّ ِنَب
ت ْ فَ ُش َّك- صلى هللا عليه وسلم- ِ فَفَ َع َل فََأ َم َر ِبهَا نَبِ ُّى هَّللا.» ت فَاْئتِنِى بِهَا ْ ض َع َ ِإلَ ْيهَا فَِإ َذا َو
ِ ى هَّللا
َّ ِصلِّى َعلَ ْيهَا يَا نَب َ ُصلَّى َعلَ ْيهَا فَقَا َل لَهُ ُع َم ُر ت َ ت ثُ َّم ْ ُج َم ِ َعلَ ْيهَا ثِيَابُهَا ثُ َّم َأ َم َر بِهَا فَر
ْين ِم ْن َأ ْه ِل ْال َم ِدينَ ِة لَ َو ِس َع ْتهُ ْم َوهَل ْ ت تَ ْوبَةً لَ ْو قُ ِس َم
َ ت بَي َْن َس ْب ِع ْ َت فَقَا َل « لَقَ ْد تَاب ْ ََوقَ ْد َزن
»ت بِنَ ْف ِسهَا هَّلِل ِ تَ َعالَىْ ض َل ِم ْن َأ ْن َجا َدَ ت تَ ْوبَةً َأ ْف َ َو َج ْد
“Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedangkan ia dalam keadaan hamil karena zina. Wanita ini lalu berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan
tersebut layak mendapatkan hukuman rajam. Laksanakanlah hukuman hadd atas diriku.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memanggil wali wanita tersebut, lalu beliau berkata pada walinya,
“Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah
padaku (dengan membawa dirinya).”
Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah itu, beliau meminta wanita tersebut dipanggil, lalu diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak
terbuka auratnya ketika menjalani hukuman rajam, -pen.). Kemudian saat itu diperintah untuk
dilaksanakan hukuman rajam. Wanita itu pun meninggal dunia, lantas beliau pun menyolatkannya.
Ketika itu ‘Umar berkomentar pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau menyolatkan dirinya,
wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?” Beliau bersabda, “Wanita ini telah bertaubat
dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah
maka itu bisa mencukupi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih baik dari seseorang
mengorbankan jiwanya karena Allah Ta’ala?” (HR. Muslim, no. 1696).
Pada pertemuan yang terakhir telah kita bahas bersama hadits Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah beriman seseorang diantara kalian sampai dia mencintai untuk
saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” Ini adalah sebuah hadits yang
menjelaskan kepada kita bahwasannya iman kita tidak sempurna, yang dinafikan
dalam hadits ini adalah kesempurnaan iman yang wajib. Artinya kalau kita belum
sampai derajat itu berarti kita masih kurang, iman kita masih belum sempurna,
masih kurang, bahkan kita masih berdosa. Dan yang dimaksud bukanlah membagi
apa yang kita miliki, memberikan kepada saudara kita apa yang Allah berikan
kepada kita, tapi yang dimaksud adalah amalan hati. Bahwasannya ketika kita
memiliki suatu nikmat akhirat atau di dunia, maka hendaknya kita juga berharap
saudara kita sesama Muslim juga bisa memiliki nikmat tersebut. Dan ini yang
dituntut dari kita.
Adapun hari ini maka insyaAllah kita akan mempelajari hadits yang selanjutnya.
Yaitu hadits nomor 14 yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
‘Anhu. Imam An-Nawawi mengatakan:
ِ قَا َل َرس ُْو ُل هللا:ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل ِ َع ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َم ْسعُو ٍد َر
ٍ َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الَ يَ ِحلُّ َد ُّم ا ْم ِرٍئ ُم ْسلِ ٍم ِإالَّ بِِإحْ َدى ثَال
:ث َ
ق لِ ْل َج َما َع ِة ِ َك لِ ِد ْينِ ِه ال ُمف
ُ ار ُ ار ِ َوالنَّ ْفسُ بِالنَّ ْف،الثَّيِّبُ ال َّزانِي
ِ َّ َوالت،س
“Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasannya beliau
berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: tidak halal darah seorang
pribadi muslim kecuali dengan tiga perkara; yang pertama adalah orang yang sudah
menikah kemudian berzina, yang kedua adalah jiwa dengan jiwa, pembunuhan yang
dilakukan dengan syarat tertentu, kemudian orang yang meninggalkan agamanya
dan meninggalkan jamaah umat Islam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Baca Juga:
Nama-Nama Allah Menunjukkan Sifat-SifatNya
ضا َك َما ُأ ْن ِز َل فَ ْليَ ْق َرْأ قِ َرا َءةَ اب ِْن ُأ ِّم َ َْم ْن َأ َحبَّ َأ ْن يَ ْق َرَأ ْالقُر
ًّ آن َغ
َع ْب ٍد
“Barangsiapa yang ingin membaca Al-Qur’an yang segar sebagaimana saat
diturunkan, maka hendaklah dia membacanya dengan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd.”
Yang beliau maksud adalah Abdullah bin Mas’ud ini.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu wafat pada tahun 32 Hijriyah setelah
sebelumnya beliau sempat ikut hijrah ke Habasyah dan juga ikut Hijrah ke Kota
Madinah. Maka itulah sekelumit tentang sirah dan manaqib Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu ‘Anhu.
Dan dalam hadits ini beliau meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: “Tidak halal darah seorang pribadi muslim kecuali dengan
salah satu dari tiga perkara: berzina dalam keadaan sudah menikah, membunuh
orang lain dan yang ketiga adalah meninggalkan agamanya dan berpisah dari jamaah
umat Islam.”
Hadits ini memiliki hubungan yang erat dengan hadits nomor 8 dalam rangkaian
Arbain An-Nawawiyah, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اس َحتَّى يَ ْشهَ ُدوا َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوَأ َّن َ َّت َأ ْن ُأقَاتِ َل الن ُ ُْأ ِمر
فَِإ َذا فَ َعلُوا،َصالَةَ َويُْؤ تُوا ال َّزكاَة َّ َويُقِ ْي ُموا ال،ُِم َح َّمداً َرس ُْو ُل هللا
ق اِإل ْسالَ ِم َو ِح َسابُهُ ْم ِّ ص ُموا ِمنِّي ِد َما َءهُ ْم َوَأ ْم َوالَـهُ ْم ِإالَّ بِ َح َ ك َع َ َِذل
َِعلَى هللا
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi
bahwasannya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam adalah hamba dan utusanNya. Dan mereka menegakkan shalat, menunaikan
zakat, maka kalau mereka lakukan itu berarti mereka telah menjaga dariku darah
dan harta mereka kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka ada di tangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari Muslim)
ُال َّش ْي ُخ َوال َّش ْي َخةُ ِإ َذا َزنَيَا فَارْ ُج ُموهُ َما ْالبَتَّةَ نَ َكااًل ِم َن هللاِ َوهللا
َع ِزي ٌز َح ِكي ٌم
“Dan seorang pria yang sudah tua, seorang wanita yang sudah tua (maksudnya
adalah yang sudah pernah menikah) kalau keduanya berzina, maka rajamlah
keduanya sebagai hukuman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ini adalah salah satu ayat yang pernah ada dalam Al-Qur’an. Tapi kemudian ayat ini
dihapuskan tilawahnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya redaksi ayat ini
sudah tidak lagi dalam Al-Qur’an. Awalnya ada kemudian dihapuskan. Dia termasuk
bagian dari surat Al-Ahzab yang ayat ini dahulu disebutkan panjangnya seperti surat
Al-Baqarah. Namun ada banyak redaksinya yang dihapuskan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tentunya dengan kebijaksanaan kehendak dariNya. Allah ingin seperti itu.
Jadi redaksi ayat ini sudah dihapus, tidak ada lagi kalau kita mencari di surat Al-
Azab, kita tidak akan temukan ayat ini. Tapi hukumnya masih berlaku sampai
sekarang.
Maka dalam agama kita, kalau ada orang yang berzina sementara dia sudah pernah
menikah, maka hukumannya adalah dirajam, dilempar dengan batu sampai
meninggal. Itu adalah aturan Islam. Yaitu ketika seseorang sudah melakukan hal ini
dalam keadaan dia sudah pernah menikah, kemudian perkaranya sudah diangkat
kepada Waliyul ‘Amr (pemimpin umat Islam), disitu wajib bagi pemimpin Muslim
untuk menegakkan hukuman atas orang yang telah berzina ini.
Adapun kalau kita diuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebagian maksiat
dan dosa besar ini kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup aib kita, maka
hendaknya kita menutup diri dengan penutupan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Dan demikianlah, kita banyak dosa, tapi Allah menutup dosa-dosa kita sehingga
orang tidak mengetahui apa yang kita lakukan. Orang lain tidak mengetahui
maksiat-maksiat kita dalam keadaan kita tersembunyi. Maka kalau Allah menguji
kita dengan jatuh dalam suatu maksiat atau maksiat besar, dalam perkara keji
seperti zina seperti ini kemudian Allah tutup itu, maka hendaklah kita bersyukur
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tidak membongkar aib kita sendiri. Tapi
kita memanfaatkan penutupan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Biar
semuanya ditutupi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kita jangan bongkar.
Kemudian setelah itu kita bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka hal ini menunjukkan bahwasannya objek dari perintah ini adalah para Waliyul
‘Amr. Ini adalah hukum yang merupakan wewenang pemerintah. Ini adalah hukum
yang merupakan domainnya pemerintah. Tidak boleh bagi umat Islam untuk main
hakim sendiri. Mengklaim ini adalah aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian
dia tegakkan terserah dia tanpa melalui prosedur yang telah dijelaskan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena kalau sedemikian rupa, maka akan
terjadi banyak kerusakan.
Maka penegakan hudud, qishash, ini yang berwenang adalah Waliyul ‘Amr agar tidak
terjadi kekacauan. Kita tidak perlu untuk melakukan sesuatu yang bukan menjadi
wewenang kita. Ini termasuk penafsiran dari:
ِم ْن ُحس ِْن ِإ ْسالَ ِم ال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما الَ يَ ْعنِ ْي ِه
“Diantara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak
penting bagi dia (termasuk apa-apa yang bukan menjadi wewenang dia).” Hadits no
12 yang baru saja kita pelajari juga.
Maka -sekali lagi- perintah dalam ayat ini diberikan kepada para Waliyul ‘Amr. Jadi
kapan mereka mendapatkan kasus seperti ini, ada laporan, ada saksi, ada yang
mengaku berbuat zina dalam keadaan sudah pernah menikah, maka hukumannya
adalah dirajam dalam Islam sampai dia meninggal.
Dan ini yang dipraktikkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
beberapa kasus yang terjadi pada zaman beliau. Diantaranya dalam kasus Al-
Ghamidiyah. Seorang wanita dari kabilah Ghamid yang mengaku telah berzina.
Hadits ini menunjukkan bahwasannya yang terbaik adalah menutup diri dengan
penutupan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak kita bongkar. Tapi kalau itu sudah
terjadi, orang bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia tahunya dengan
mengaku, padahal yang dituntut bukan seperti itu. Tapi kalau seandainya
perkaranya sudah sampai kepada Waliyul ‘Amr, maka wajib bagi Waliyul ‘Amr untuk
menegakkan hukuman ini dan mereka juga akan dihadapkan pada hidab dihadapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka akan ditanya apakah mereka sudah menegakkan
syariat ini di atas bumi yang mereka kuasai atau belum?
Jadi inilah hukum Islam itu. Inilah hukum yang diturunkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala kepada kita sebagai umat Islam. Dan juga telah dipraktikkan langsung oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam beberapa kasus yang terjadi pada
zaman beliau. Maka dalam agama kita, orang yang berzina dalam keadaan sudah
pernah menikah, maka hukumannya adalah dirajam.
Adapun kalau seorang muslim berzina dalam keadaan belum pernah menikah, maka
yang berlaku adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Maka Islam membedakan antara keduanya. Karena faktor yang mendorong orang
untuk berbuat maksiat juga berbeda. Dan semakin besar dorongan untuk berbuat
maksiat seperti yang terjadi pada orang yang masih muda, kemudian dia bisa
bertahan untuk tidak jatuh dalam maksiat, maka semakin hebat orang tersebut di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan semakin ringan godaan untuk melakukan suatu
dosa, semakin kecil drongan untuk melakukan suatu dosa kemudian ternyata orang
tersebut masih jatuh juga dalam dosa itu, maka yang demikian ini juga semakin
membuat hukumannya besar, dosanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala semakin
besar dan juga hukumannya di dunia juga lebih berat daripada orang yang
melakukan dosa dengan faktor pendorong yang lebih besar. Seperti anak-anak muda
belum pernah menikah.
2. MELAKUKAN PEMBUNUHAN
Hak Islam yang kedua yang menghalalkan darah seorang muslim adalah melakukan
pembunuhan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Kalau ada orang yang membunuh suatu jiwa, maka hukumannya adalah dia
dibunuh. Ini makna dari ayat ini dan ini menunjukkan bahwasanya ini adalah syariat
Nabi Musa ‘Alaihis Salam untuk umat beliau yaitu orang-orang Yahudi.
Hukumannya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dibunuh. Dan hal ini
ditegaskan juga oleh Islam. Islam tidak mengingkari hukum ini, tapi hukumannya
adalah sama. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Jadi yang dimaksud dengan qishash adalah kalau seorang muslim membunuh
muslim yang lainnya dengan sengaja dan dengan alat yang mematikan. Kemudian
ditambah satu lagi bahwasannya ahli waris orang yang terbunuh tidak mau
memaafkan. Adapun kalau ahli warisnya memaafkan, maka hukumannya berpindah
dari qishash menjadi membayar diyat. Demikian juga kalau seorang muslim
membunuh orang lain dengan tidak sengaja atau menyerang orang tersebut tapi
dengan alat yang tidak mematikan, ini juga tidak terjadi qishash, tapi yang terjadi
adalah diyat sebagaimana telah di atur dalam agama kita.
Dan dari apa yang kita sampaikan di depan kita bisa simpulkan bahwasannya
qishash adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Allah turunkan untuk Nabi
Musa ‘Alaihi Salam, bagi umat beliau orang-orang Yahudi, kemudian hal ini ditaqrir
(dikuatkan) oleh Islam, jadi hukumnya sama antara syariat Nabi Musa dengan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu diwajibkannya qishash untuk kasus
pembunuhan.
Dan karena ini adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tentunya itu adalah
hukum yang terbaik. Ini yang dipilihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
orang-orang Yahudi, ini yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
kita umat Islam. Penegakan qishash di masyarakat kita. Dan ini sama dengan yang
sebelumnya, domainnya adalah dominan pemerintah/Waliyul ‘Amr, tidak boleh
orang melakukan main hakim sendiri dalam kasus-kasus seperti ini. Wewenangnya
milik pemerintah.
Dan insyaAllah dengan penegakan syariat ini akan didapatkan kehidupan bernegara
yang baik, akan didapatkan keseimbangan sosial yang bagus, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwasannya dibalik qishash ini ada
kehidupan. Karena dengan mengorbankan satu orang yang nakal, yang dzalim
kepada saudaranya dengan syarat-syarat yang telah kita sebutkan tadi itu, maka
orang akan takut. Dan saat terjadi qishash ini di syariatkan agar disaksikan oleh
orang lain, demikian juga dengan rajam disyariatkan agar dilakukan di depan
khalayak. Sehingga orang-orang takut, saya kalau membunuh saya akan
diperlakukan dengan cara yang sama, saya akan dibunuh, saya nggak mau itu.
Sehingga orang berpikir untuk tidak membunuh, orang lebih hati-hati. Dan salah
satu negara yang masih mempraktekkan hukum qishash ini adalah kerajaan Arab
Saudi. Dan kita bisa menyaksikan qishash ini di sana dan juga buah dari qishash ini.
Dimana akhirnya tercipta masyarakat yang aman, masyarakat yang relatif tidak
banyak masalah, masyarakat yang relatif terjaga hak-hak manusia di sana, harta
orang terjaga, jiwa orang terjaga, meskipun tentunya mereka tidak maksum. Masih
terkadang ada pembunuhan, masih kadang-kadang ada pencuri, tapi intensitasnya
sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara yang tidak menerapkan
syariat Islam dan syariat yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini adalah yang kedua, yaitu jiwa dengan jiwa, pembunuhan dibalas dengan
pembunuhan.
“Dan orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari Jamaah.” Jadi
orang yang meninggalkan agamanya otomatis dia meninggalkan jamaah, tidak lagi
jamaah bersama umat Islam yang lain. Dia sudah keluar dari agama ini. Dan kalau
kita merenungi lebih dalam, tidaklah orang jatuh dalam kesalahan seperti ini kecuali
jika dosanya sudah parah. Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan
hambaNya dengan cara seperti ini kecuali kalau sebelumnya hambaNya sudah
menyesatkan dirinya sendiri. Ada banyak dosa-dosa yang telah dia lakukan, ada
banyak maksiat yang telah dilakukan sehingga akhirnya Allah hukum dia dengan
keluar dari Islam. Karena Islam adalah nikmat yang paling besar, Islam adalah
jaminan keselamatan kita di akhirat. Ini adalah sebuah nikmat yang tidak ada
bandingannya dibanding nikmat yang lain. Maka kalau sampai kita kehilangan
nikmat besar ini berarti kita sudah parah sekali, kita sudah jauh dari hidayah Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dan itu semuanya karena dosa-dosa kita sendiri. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلَ َّما َزا ُغوا َأ َزا َغ اللَّـهُ قُلُوبَهُ ْم
“Dan ketika mereka menyimpang, maka Allah buat hati mereka menyimpang.”
Jadi mereka dulu yang menyimpan, mereka dulu yang banyak berbuat maksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Allah simpangkan hati mereka.
Kemudian sebagian dari mereka sampai keluar dari ajaran agama Islam yang pernah
mereka rasakan nikmatnya, yang pernah mereka rasakan manisnya. Maka kalau ada
seseorang yang pernah mengenyam nikmat Islam kemudian ditinggalkan nikmat itu
dengan meninggalkan Islam, keluar dari ajaran agama ini, maka sungguh dia telah
jatuh dalam sesuatu yang sangat parah. Dan pasti ada banyak hal-hal besar sebelum
kejadian itu. Na’udzubillahimin dzalik.
Kita berdoa semoga kita bisa istiqomah di atas jalan Islam dan kalau sampai terjadi
ada orang yang keluar dari Islam, maka inilah hukumannya dalam agama kita. Kita
berbicara tentang hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.