Anda di halaman 1dari 14

FIQIH KURBAN

Disusun oleh: Roni Patihan, Lc

Definisi Kurban
Jika merujuk kepada bahasa Arab, yang merupakan asal dari istilah ini, sebenarnya
“kurban” kurang tetap dijadikan istilah tentang ibadah ini. Orang Melayu sudah terbiasa
mengatakan penyembelihan yang dilakukan di pagi hari raya Idul Adha dan hari – hari
tasyriq sebagai kurban, meski kurban dalam bahasa Arab maknanya lebih luas dari hanya
sekedar penyembelihan. Dalam kitab – kitab fiqih, kita hanya akan menemukan bab “Al
ِ ْ‫)اُألض‬, yang dalam bahasa Indonesia bermakna kurban.
Udhhiyah” (‫حيّة‬
Secara bahasa udhiyyah berarti kambing yang disembelih pada waktu dhuha atau
pada pagi hari raya Idul Adha. Sedangkan secara istilah udhiyah adalah:

َ ْ‫هللا فِ ْي َأي َِّام النَّحْ ِر بِ َش َراِئطَ َم ْخصُو‬


‫ص ٍة‬ ِ ‫َما يُ َذ َّكى تَقَرُّ بًا ِإلَى‬
Binatang ternak yang disembelih pada hari – hari kurban dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah dengan syarat – syarat tertentu. 1
Defenisi ini memberi batasan bahwa hewan ternak yang disembelih bukan dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah (beribadah), atau disembelih bukan pada hari – hari
penyembelihan, maka itu tidak disebut kurban. Seperti seseorang yang menyembelih untuk
kepentingan makannya sendiri atau keluarganya atau menjamu tamu atau untuk acara
pesta, atau untuk keperluan aqiqahah, maka semua ini bukan disebut kurban.

Sementara istilah “kurban” ( ‫ )قُرْ بَان‬secara bahasa adalah mashdar dari kata qarraba (
‫ قُرْ بَانًا‬- ُ‫َّب – يُقَرِّب‬
َ ‫)قَر‬,
yang akar katanya adalah qariba (‫ب‬ َ ‫)قَ ِر‬, yang berarti dekat.
Sedangkan secara istilah kurban adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik dengan penyembelihan atau ibadah – ibadah
lainnya.2 Jadi kurban di sini bukan hanya dalam bentuk penyembelihan, bisa saja dalam
bentuk shalat, dzikir, puasa dan ibadah lainnya yang dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Dari definisi ini jelas terlihat bahwa kurban memiliki makna yang lebih umum dan luas
dari udhhiyah (penyembelihan). Jika kurban itu berbentuk penyembelihan yang dilakukan
pada hari – hari nahr, maka maknanya sama dengan udhiyyah dalam istilah fikih. Akan
tetapi jika kurban itu dalam bentuk ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan lainnya, ini
tidak disebut dengan udhhiyah.

Sejarah Kurban
Ibadah kurban adalah ritual yang sudah berlangsung lama, ritual yang ada sejak
ribuan tahun lalu. Di dalam Al Quran, Allah menceritakan kisah dua putra nabi Adam as yang

1
Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, juz 5, hal. 74.
2
Ibid.

1|Page
melaksanakan ibadah kurban buat pertama kalinya. Di antara keduanya, ada yang
kurbannya diterima Allah dan satunya lagi ditolak. Allah SWT berfirman:

ِ ‫ ِد ِه َما َولَ ْم يُتَقَبَّلْ ِمنَ اآلخ‬1‫ا فَتُقُبِّ َل ِمن َأ َح‬1ً‫ا قُرْ بَان‬1َ‫ق ِإ ْذ قَ َّرب‬
‫ر‬1َ ْ 1ِ‫َوا ْت ُل َعلَ ْي ِه ْم نَبََأ ا ْبن َْي آ َد َم ب‬
ِّ ‫ال َح‬1
﴾٢٧﴿ َ‫ال َأَل ْقتُلَنَّكَ قَا َل ِإنَّ َما يَتَقَبَّ ُل هّللا ُ ِمنَ ْال ُمتَّقِين‬ َ َ‫ق‬
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut
yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban. Maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata
(kabil), 'Aku pasti membunuhmu!' Berkata Habil, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima
(kurban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maidah: 27)

Allah juga menceritakan pelaksanaan kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim as.

‫ي ِإنِّي‬ َّ ُ‫ ه‬1‫ َغ َم َع‬1َ‫َربِّ هَبْ لِي ِمنَ الصَّالِ ِحينَ فَبَ َّشرْ نَاهُ بِ ُغاَل ٍم َحلِ ٍيم فَلَ َّما بَل‬
َّ َ‫ا بُن‬11َ‫ا َل ي‬11َ‫ ْع َي ق‬1‫الس‬
‫ت ا ْف َعلْ َما تُْؤ َم ُر َستَ ِج ُدنِي ِإن َشاء‬ ِ َ‫َأ َرى فِي ْال َمن َِام َأنِّي َأ ْذبَحُكَ فَانظُرْ َما َذا ت ََرى قَا َل يَا َأب‬
َ ‫ين َونَا َد ْينَاهُ َأ ْن يَا ِإب َْرا ِهي ُم قَ ْد‬
‫ا ِإنَّا‬11َ‫ص َّد ْقتَ الرُّ ْؤ ي‬ ِ ِ‫هَّللا ُ ِمنَ الصَّابِ ِرينَ فَلَ َّما َأ ْسلَ َما َوتَلَّهُ لِ ْل َجب‬
‫ ِه فِي‬1‫ا َعلَ ْي‬1َ‫َظ ٍيم َوت ََر ْكن‬ِ ‫ْح ع‬ ُ ِ‫ك نَجْ ِزي ْال ُمحْ ِسنِينَ ِإ َّن هَ َذا لَهُ َو ْالبَاَل ء ْال ُمب‬
ٍ ‫ َوفَ َد ْينَاهُ بِ ِذب‬ ‫ين‬ َ ِ‫َك َذل‬
َ‫اآْل ِخ ِرين‬
"Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang
yang shaleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata. 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar'. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). dan Kami
panggillah dia, 'Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di
kalangan orang-orang yang datang kemudian." (QS. Ash-Shaaffat: 100-108)

Dari ayat di atas, kita mendapat penjelasan bahwa Nabi Ibrahim as yang sudah tua
dan sudah lama berumah tangga, sangat menginginkan seorang anak yang shaleh, beliau
kemudian berdoa kepada Allah, dan Allah kabulkan dengan hadirnya seorang anak yang
kemudian diberi nama Ismail. Ada yang mengatakan bahwa Ismail berasal dari kata sami’a (
‫) َس ِم َع‬, yang berarti mendengar. Allah mendengar doa – doa yang tak pernah bosan
dilafadzkan Ibrahim.

Allah kemudian memerintahkan Ibrahim, lewat mimpinya, untuk menyembelih


anaknya Ismail untuk menguji Ibrahim. Pada saat akan menyembelih, Allah mengantinya

2|Page
dengan seekor domba besar berwarna putih. Ibadah kurban inilah yang sampai hari ini kita
warisi sebagai bentuk kesyukuran akan nikmat – nikmat Allah SWT.

Pensyariatan Kurban
Ibadah kurban disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, sama dengan perintah zakat
dan shalat ‘Id yang juga disyariatkan pada tahun yang sama. Pensyari’atan ibadah kurban
berdasarkan firman Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:

ْ‫ص ِّل لِ َربِّكَ َوا ْن َحر‬


َ َ‫ف‬
“Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)

‫ِإ َذا‬1 َ‫اف ف‬


َّ ‫ َو‬1 ‫ص‬َ ‫ا‬11َ‫َو ْالبُ ْدنَ َج َع ْلنَاهَا لَ ُك ْم ِم ْن َش َعاِئ ِر هَّللا ِ لَ ُك ْم فِيهَا خَ ْي ٌر فَ ْاذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيه‬
ْ ‫ت ُجنُوبُهَا فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوَأ‬
َ‫ط ِع ُموا ْالقَانِ َع َو ْال ُم ْعتَ َّر َك َذلِكَ َس َّخرْ نَاهَا لَ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬ ْ َ‫َو َجب‬
“Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu
terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan
menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat).
Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang
merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar
kamu bersyukur.” (QS. Al Hajj: 36)
Terkait kurban, Rasulullah SAW bersabda:
‫ َذا َأ ْن‬1َ‫ ه‬1‫ا‬1َ‫ َدُأ فِي يَوْ ِمن‬1‫ا نَ ْب‬11‫ «ِإ َّن َأ َّو َل َم‬:‫لَّ َم‬1‫ ِه َو َس‬1‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
َ َ‫ ق‬:‫ قَا َل‬،‫ب‬ ٍ ‫َاز‬ ِ ‫َع ِن البَ َرا ِء ْب ِن ع‬
ُ‫ هُ َو لَحْ ٌم قَ َّد َمه‬1‫صالَ ِة فَِإنَّ َما‬
َّ ‫ َو َم ْن ن ََح َر قَ ْب َل ال‬،‫اب ُسنَّتَنَا‬ َ ‫ص‬ ‫َأ‬ َ ِ‫ فَ َم ْن فَ َع َل َذل‬،‫ ثُ َّم نَرْ ِج َع فَنَ ْن َح َر‬،‫صلِّ َي‬
َ ‫ك فَقَ ْد‬ َ ُ‫ن‬
»‫ْك فِي َش ْي ٍء‬ ِ ‫ْس ِمنَ النُّس‬ َ ‫ لَي‬،‫َأِل ْهلِ ِه‬
“Dari Al Barrak bin ‘Azib berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya hal
pertama yang kita lakukan pada hari ini adalah melaksanakan shalat ‘Id, kemudian kita
pulang dan melaksanakan penyembelihan. Siapa yang mengerjakan yang demikian itu
maka sudah melaksanakan Sunnah kita. Akan tetapi siapa yang melakukan penyembelihan
sebelum shalat ‘Id, maka sesugguhnya itu hanyalah sepotong daging biasa yang
disajikannya untuk keluarga dan bukan termasuk ke dalam ibadah kurban sedikitpun.” 1
Bahkan Rasulullah menyembelih hewan kurban dengan tangannya sendiri.
1‫ َّمى‬1 ‫ َو َس‬،‫ ِد ِه‬1 َ‫ا بِي‬11‫ َذبَ َحهُ َم‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َك ْب َش ْي ِن َأ ْملَ َحي ِْن َأ ْق َرنَ ْي ِن‬َ ‫«ضحَّى النَّبِ ُّي‬
َ :‫ال‬ ٍ َ‫ع َْن َأن‬
َ َ ‫ ق‬،‫س‬
»‫اح ِه َما‬ ِ ‫ض َع ِرجْ لَهُ َعلَى‬
ِ َ ‫صف‬ َ ‫ َو َو‬،‫َو َكب ََّر‬
“Dari Anas berkata, ‘Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor
domba jantan putih kehitaman lagi bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan
tangannya, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir, dan beliau meletakkan kakinya di
antara leher dan badan kedua hewan tersebut.” 2
1
HR. Bukhari pada Bab Sunnah Kurban dan beberapa bab yang lain, hadits no. 5545. Imam Muslim
juga meriwayatkan hadits ini pada Bab Waktu Penyembelihan, hadits no. 1961. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh An Nasa’I no. 1777, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Baihaqi dalam Sunan Al
Kubra dalam beberapa bab.
2
HR. Bukhari pada Bab Melafadzkan Takbir ketika Penyembelihan dan beberapa bab lain, hadits no.
5565. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini pada bab Anjuran untuk Melakukan Penyembelihan dan

3|Page
Hukum Berkurban
Ulama madzhab sepakat bahwa kurban nazar hukumnya adalah wajib bagi setiap
muslim mukallaf, baik kaya ataupun miskin. Kurban nazar maksudnya adalah seseorang
bernazar kepada Allah jika Allah melapangkan urusannya atau Allah kabulkan
permohonannya maka ia bernazar untuk melaksanakan kurban. Orang yang bernazar untuk
kurban, maka kurban adalah wajib baginya.
Sedangkan kurban yang bukan karena nazar, maka ulama berbeda pendapat
tentangnya, apakah ia wajib atau Sunnah. Agaknya perbedaan pendapat ini disebabkan dua
hal:
1. Apakah kurban yang dilakukan Nabi SAW mengarah kepada wajib atau Sunnah? Dan
Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sekalipun.
2. Perbedaan ulama dalam memahami hadits – hadits Rasulullah yang berkaitan dengan
kurban. 1
Pendapat pertama, jumhur ulama dari kalangan Syafi’iyyah, Hanabilah dan pendapat
yang kuat dari Malikiyah berpendapat bahwa kurban hukumnya Sunnah muakkadah.
Artinya mengerjakan kurban mendaptakan pahala dan tidaklah berdosa bagi yang
meninggalkannya. Asyyafiiyah mengatakan bahwa kurban hukumnya Sunnah ‘ain untuk
pribadi masing – masing muslim, dan Sunnah kifayah bagi seluruh penghuni rumah.
Maksudnya jika satu orang sudah berkurban dalam satu rumah itu sudah memadai.
Dalil mereka, antara lain:
1. Hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ummu Salamah, Rasulullah SAW bersabda:
»‫ فَاَل يَ َمسَّ ِم ْن َش َع ِر ِه َوبَ َش ِر ِه َش ْيًئا‬،‫حِّي‬
َ ‫ُض‬ َ ‫ َوَأ َرا َد َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن ي‬،ُ‫ت ْال َع ْشر‬
ِ َ‫«ِإ َذا َد َخل‬
“Jika sudah masuk 10 pertama dzulhijjah sedang diantaran kalian ada yang ingin
berkurban, maka janganlah ia mencukur rambut dan kulitnya sedikitpun.” 2
Hadits ini menunjukkan bahwa kurban lebih bersifat anjuran dari Nabi SAW dan
tidak mengarah kepada wajib, karena di situ ada kata “bagi siapa yang mau”.
2. Hadits Jabir, beliau berkata:
‫زَ َل ِم ْن‬11َ‫هُ ن‬1َ‫طبَت‬ ْ ‫ ُخ‬1‫ى‬1‫ض‬ َ ‫ بِ ْال ُم‬1‫ َحى‬1‫ض‬
َ َ‫ فَلَ َّما ق‬،‫لَّى‬1‫ص‬ ْ ‫لَّ َم اَأْل‬1‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
َ ِ ‫ت َم َع َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫َش ِه ْد‬
،ُ‫ر‬1َ‫ َوهَّللا ُ َأ ْكب‬،ِ ‫ ِم هَّللا‬1‫ «بِ ْس‬:‫ال‬1
َ 1َ‫ َوق‬،‫ ِد ِه‬1َ‫لَّ َم بِي‬1‫ ِه َو َس‬1‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬ َ ِ ‫ش فَ َذبَ َحهُ َرسُو ُل هَّللا‬ ٍ ‫ِم ْنبَ ِر ِه وُأتِ َي بِ َك ْب‬
»‫ضحِّ ِم ْن ُأ َّمتِي‬ َ ُ‫ َو َع َّم ْن لَ ْم ي‬،‫هَ َذا َعنِّي‬
“Saya bersama Rasulullah melaksanakan shalat Idul Adha di lapangan. Ketika
Rasulullah SAW menyelesaikan khutbahnya, Rasulullah turun dari minbarnya, dan
didatangkan kepadanya seekor domba lalu Rasulullah menyembelihnya dengan
tangannya, dan berkata: ‘Bismillah wallahu Akbar, ya Allah inilah kurbanku dan
siapapun dari umatku yang belum berkurban.” 3
Jelas terlihat dari hadits bahwa Rasulullah mewakilkan kurban umatnya dengan
kurban yang beliau lakukan. Ini menunjukkan bahwa kurban hukumnya Sunnah.
Pendapat kedua, Abu Hanifah mengatakan bahwa kurban hukumnya wajib. Pendapat
ini dikuatkan dengan beberapa dalil, diantaranya:

Menyembelihnya langsung tanpa diwakilkan ke orang lain, hadits no. 1966. Juga diriwayatkan oleh
An Nasa’I dan lainnya.
1
Lihat Bidayatul Mujtahid, juz 4, hal. 70.
2
HR. Muslim no 1977, Ibnu Majah no. 3149, Al Baihai no. 1816. Syaikh Al Bani berkata hadits ini
shahih.
3
HR. Abu Daud no. 2810, dan Ahmad no. 14893. Syaikh Al Arnauth berkata hadits ini shahih lighairihi.

4|Page
1. Firman Allah SWT:

ْ‫صلِّ لِ َربِّكَ َوا ْن َحر‬


َ َ‫ف‬
“Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
Sepertimana shalat hukumnya wajib, maka kurban juga wajib hukumnya. Karena
perintah menunjukkan akan wajib, kecuali ada hal yang memalingkannya dari wajib.
2. Hadits Abu Hurairah, berkata, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
َ ‫ُض ِّح فال يَ ْق َربَ َّن ُم‬
‫صالَّنا‬ َ ‫َمن َو َج َد َس َعةً فلم ي‬
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan harta, namun tidak berkurban, maka jangan
dekati tempat shalat kami.” 1
Menurut Hanafiyah, hadits ini mengandung ancaman serius bagi yang tidak
melaksanakan kurban, padahal dia mampu melaksanakannya. 2

Jika dilihat dan dibandingkan kedua pendapat ini, jelas pendapat pertama yang lebih
kuat. Ini karena terang dan jelasnya dalil yang mereka gunakan.
Terkait surat Al Kautsar ayat 2 yang dijadikan dalil oleh Hanafiyah, perintah berkurban
pada ayat ini tidaklah menunjukkan kepada wajib, jika disandingkan dengan hadits – hadits
lain yang menunjukkan akan sunnahnya berkurban. Sementara hadits dari Abu Hurairah
dengan jelas disebutkan “bagi yang memiliki kelapangan harta”. Dan tidak semua umat
memiliki kelapangan harta pada saat hari kurban dan hari – hari tasyriq. Lagipula hadits ini
dihukum dhaif oleh beberapa ulama, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.

Maqashid Syari’ah Kurban


Maqashid artinya adalah maksud/tujuan atau hikmah atau rahasia Allah dibalik
pensyariatan kurban. Kurban adalah ibadah yang agung, yang di dalamnya mengandung
banyak hikmah dan rahasia, diantaranya:
1. Kurban adalah wujud kejernihan tauhid seorang muslim, dan wujud keikhlasan seorang
hamba kepada Allah. Itu terlihat ketika seorang yang berkurban dan akan menyembelih
hewan sembelihannya dia melafadzkan asma Allah dan mengagungkan nama-Nya. Allah
SWT berfirman:
‫َك َذلِكَ َس َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم‬
“Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu
mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu.” (QS. Al Hajj: 37)
َ ‫َو ْالبُ ْدنَ َج َع ْلنَاهَا لَ ُك ْم ِم ْن َش َعاِئ ِر هَّللا ِ لَ ُك ْم فِيهَا َخ ْي ٌر فَ ْاذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬
ّ ‫ص َو‬
‫اف‬
“Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu
terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan
menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat).
(QS. Al Hajj: 36)
2. Berkurban merupakan perwujudan syukur seorang hamba kepada Allah SWT.
Allah telah memberi kita nikmat yang begitu banyak sepanjang waktu, sepanjang tahun.
Dari nikmat iman, nikmat sehat, nikmat rizki yang penuh berkah, nikmat kemerdekaan
1
HR. Ahmad no 8273. Syaikh Al Arnauth berkata bahwa isnad hadits ini dha’if.
2
Lihat Bidayatul Mujtahid, juz 4, hal. 70, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 3, hal. 595, Al Mausu’ah
Al Fiqhiyah, juz 5, hal. 76.

5|Page
dan banyak lagi. Maka sebagai wujud syukur atas nikmat Allah, salah satunya, adalah
dengan berkurban. Allah SWT berfirman:
)2( ْ‫ك َوا ْن َحر‬ َ َ‫) ف‬1( ‫ك ْال َكوْ ثَ َر‬
َ ِّ‫صلِّ لِ َرب‬ َ ‫ِإنَّا َأ ْعطَ ْينَا‬
“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang begitu banyak.
Maka shalatlah karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 1 – 2)
3. Berkurban sebagai jalan menuju takwa
Kurban adalah salah satu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lebih dari itu kurban juga jalan menuju pribadi yang bertakwa. Allah SWT berfirman:
‫ َّخ َرهَا لَ ُك ْم لِتُ َكبِّرُوا‬1 ‫َال هَّللا َ لُحُو ُمهَا َواَل ِد َماُؤ هَا َولَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َوى ِم ْن ُك ْم َك َذلِكَ َس‬
َ ‫لَ ْن يَن‬
َ‫هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم َوبَ ِّش ِر ْال ُمحْ ِسنِين‬
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-
orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj: 37)
4. Sebagaimana disebutkan, ibadah kurban ini erat kaitannya dengan Nabi Ibrahim dan
Ismail as. Melaksanakan ibadah kurban, tujuannya adalah agar kita mengingat
pengorbanan, ketaatan dan kesabaran Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah.
Meski perintah mengorban Ismail adalah perintah yang berat, ujian yang berat, namun
Ibrahim bersama Ismail mampu lulus dari ujian ini. Allah mengganti ketaatan Nabi
Ibrahim dengan seekor domba besar untuk dikurbankan. Bukan hanya itu saja, ibadah
kurban kemudian diwarisi umat sesudahnya sampai hari ini. Begitulah kebaikan, dia akan
terus tumbuh dan berkembang.

Hewan yang Boleh Dikurbankan


Binatang yang boleh disembelih untuk ibadah kurban hanyalah binang ternak dari
jenis unta, sapi dan domba. Allah SWT berfirman:

ٍ ‫ا‬11‫ َم هَّللا ِ فِي َأي ٍَّام َم ْعلُو َم‬1 ‫اس‬


‫ ِة‬1‫ا َر َزقَهُ ْم ِم ْن بَ ِهي َم‬11‫ت َعلَى َم‬ ْ ‫ذ ُكرُوا‬1ْ 1َ‫افِ َع لَهُ ْم َوي‬11َ‫هَ ُدوا َمن‬1 ‫لِيَ ْش‬
َ ِ‫س ْالفَق‬
‫ير‬ ْ ‫اَأْل ْن َع ِام فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوَأ‬
َ ‫ط ِع ُموا ْالبَاِئ‬
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al
Hajj: 28)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
bahimatul an’am adalah unta, sapi dan domba. 1 Ini berarti kurban tidak sah selain dari
ketiga jenis binatang ternak ini.

Waktu Penyembelihan
Waktu penyembelihan kurban dimulai pada hari kesepuuh Dzulhijjah, setelah
pelaksanaan shalat Idul Adha. Melaksanakan penyembelihan sebelum pelaksanaan shalat

1
Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim juz 5, hal. 416.

6|Page
Idul Adha tidak dianggap kurban, hanya sebagai sembelihan biasa. Rasullullah SAW
bersabda:

‫ َدُأ فِي‬1‫ا نَ ْب‬11‫ «ِإ َّن َأ َّو َل َم‬:‫لَّ َم‬1‫ ِه َو َس‬1‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬1‫ص‬ َ ‫ا َل النَّبِ ُّي‬11َ‫ ق‬:‫ال‬1 َ 1َ‫ ق‬،‫ب‬ ِ 1‫ع َِن البَ َرا ِء ْب ِن َع‬
ٍ ‫از‬1
‫ َل‬11ْ‫ َو َم ْن ن ََح َر قَب‬،‫اب ُسنَّتَنَا‬ َ ‫ص‬ َ ‫ك فَقَ ْد َأ‬ َ ُ‫يَوْ ِمنَا هَ َذا َأ ْن ن‬
َ ِ‫ فَ َم ْن فَ َع َل َذل‬،‫ ثُ َّم نَرْ ِج َع فَنَ ْن َح َر‬،‫صلِّ َي‬
»‫ْك فِي َش ْي ٍء‬ ِ ‫ْس ِمنَ النُّس‬ َ ‫ لَي‬،‫صالَ ِة فَِإنَّ َما هُ َو لَحْ ٌم قَ َّد َمهُ َأِل ْهلِ ِه‬
َّ ‫ال‬
“Dari Al Barrak bin ‘Azib berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya hal
pertama yang kita lakukan pada hari ini adalah melaksanakan shalat ‘Id, kemudian kita
pulang dan melaksanakan penyembelihan. Siapa yang mengerjakan yang demikian itu
maka sudah melaksanakan Sunnah kita. Akan tetapi siapa yang melakukan penyembelihan
sebelum shalat ‘Id, maka sesugguhnya itu hanyalah sepotong daging biasa yang
disajikannya untuk keluarga dan bukan termasuk ke dalam ibadah kurban sedikitpun.” 1
Waktu penyembelihan terus berlangsung sampai berakhirnya hari – hari tasyriq. Hari
tasyriq adalah ke- 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫« ُكلُّ َأي َِّام التَّ ْش ِر‬


»ٌ‫يق َذ ْبح‬
“Seluruh hari – hari tasyriq adalah hari penyembelihan.” 2

ُ ‫ )التَّ ْش ِر ْي‬adalah mashdar dari syarraqa (‫ق‬


Tasyriq (‫ق‬ َ ‫ ) َش َّر‬yang berarti mendendeng
atau menjemur daging pada terik matahari. Hal ini biasa dilakukan orang Arab di masa lalu
pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Hari – hari tasyriq adalah hari makan dan minum,
dimana puasa pada hari – hari itu dilarang. Rasulullah SAW bersabda:

‫يق َأيَّا ُم َأ ْك ٍل‬


ِ ‫ «َأيَّا ُم التَّ ْش ِر‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ قَا َل‬
ٍ ْ‫َو ُشر‬
»‫ب‬
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW berdabda, “Hari – hari tasyriq adalah hari
makan dan minum.” 3
Dan hari – hari tasyriq di dalam Al Qur’an disebut sebagai “Ayyam ma’dudat”, hari –
hari yang ditentukan, dimana kita diperintahkan untuk bertakbir dalam rangka mengingat
Allah pada hari – hari tersebut, utamanya setelah shalat fardhu. Allah SWT berfirman:

ٍ ‫َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ فِي َأي ٍَّام َم ْع ُدودَا‬


‫ت‬
“Dan ingatlah Allah pada hari – hari tertentu..” (QS. Al Baqarah: 103)

Syarat Sahnya Kurban


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kurban dinggap sah, diantaranya:

1
HR. Bukhari pada Bab Sunnah Kurban dan beberapa bab yang lain, hadits no. 5545. Imam Muslim
juga meriwayatkan hadits ini pada Bab Waktu Penyembelihan, hadits no. 1961. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh An Nasa’I no. 1777, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Baihaqi dalam Sunan Al
Kubra dalam beberapa bab.
2
HR. Ad Daruquthni dari Jubair bin Muth’im no. 4758, Baihaqi, no 19243, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya, no. 3854. Syaikh Al Bani berkata hadits ini shahih.
3
HR. Muslim pada bab Haramnya berpuasa pada hari – hari tasyriq no. 1141. Juga diriwayatkan oleh
An Nasa’I pada bab Larangan berpuasa pada hari – hari tasyriq no. 4168.

7|Page
1. Kurban mestilah dari jenis binatang ternak dari unta, sapi, domba dan sejenisnya.
Berkurban dengan selain ketiga jenis binatang di atas berakibat kurban tidak sah. Allah
SWT berfirman:
‫َولِ ُكلِّ ُأ َّم ٍة َج َع ْلنَا َم ْن َس ًكا لِيَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَى َما َرزَ قَهُ ْم ِم ْن بَ ِهي َم ِة اَأْل ْن َع ِام‬
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka…” (QS. Al Hajj: 34)
2. Hewan yang akan disembelih telah sampai berumur dewasa dan sudah tanggal gigi
serinya. Untuk unta di atas lima tahun, sapi dan kerbau di atas dua tahun,
kambing/domba/biri – biri biasanya setelah satu tahun. Menyembelih hewan kurban
yang belum cukup umur untuk disembelih dan belum berganti gigi serinya tidak
memenuhi syarat sah kurban. Ini berdasarkan hadits Rasullullah SAW:
»‫ضْأ ِن‬
َّ ‫ َج َذ َعةً ِمنَ ال‬1‫ فَت َْذبَحُوا‬،‫ ِإاَّل َأ ْن يَ ْعس َُر َعلَ ْي ُك ْم‬،ً‫«اَل ت َْذبَحُوا ِإاَّل ُم ِسنَّة‬
“Janganlah kalian menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu
menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” 1
Musinnah maksudnya adalah cukup umur; unta 5 tahun, sapi 2 tahun dan kambing
1 tahun. Sedang jadza’ah maksudnya adalah domba yang baru berumur 6 bulan atau 8
bulan. Menyembelih jadza’ah dibolehkan, jika musinnah sulit ditemukan.
3. Hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Cacat pada hewan kurban bisa
berupa buta sebelah, sakit, pincang, sangat kurus dan tidak mempunyai sumsum tulang,
terpotong ekornya, terputus sebelah telinganya dan kondisi lainnya yang
mengindikasikan hewan yang akan dikurbankan tidak dalam kondisi sehat atau ada
cacatnya. Rasulullah SAW bersabda:
‫ ا ُء‬1‫ َو ْال َعرْ َج‬،‫هَا‬1‫ض‬
ُ ‫ةُ ْالبَيِّنُ َم َر‬1‫يض‬
َ ‫ َو ْال َم ِر‬،‫ا‬11َ‫ ْال َعوْ َرا ُء ْالبَيِّنُ َع َو ُره‬:‫اح ِّي‬
ِ ‫ض‬ َ ‫َأرْ بَ َعةٌ اَل يُجْ ِزُئ فِي اَأْل‬
‫ َو ْال َك ِسي َرةُ الَّتِي اَل تُ ْنقِي‬،‫ْالبَيِّنُ ظَ ْل ُعهَا‬
“Empat cacat yang tidak memadai dalam berkurban; buta yang jelas, sakit yang
nyata, pincang yang jelas dan kurus yang tidak ada lagi sumsumnya.” 2
4. Penyembelihan dilakukan pada waktu yang disyariatkan untuk penyembelihan. Yaitu
mulai dari setelah shalat Idul Adha sampai berakhirnya hari tasyriq tanggal 13 Dzulhijjah,
sebelum matahari tenggelam.

Hal – Hal yang Harus Dihindari oleh Orang yang Berkurban


Ada beberapa hal yang mesti dihindari dan tidak dilakukan bagi yang akan berkurban.
Hal itu agar kurbannya sah dan tidak sia – sia serta mendapatkan pahala dan keberkahan.
Diantanya adalah:
1. Mencukur rambut dan memotong kuku.

َ ‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬،َ‫لَ َمة‬1 ‫ع َْن ُأ ِّم َس‬


،‫ « َم ْن َرَأى ِهاَل َل ِذي ْال ِح َّج ِة‬:‫ا َل‬11َ‫لَّ َم ق‬1 ‫ ِه َو َس‬1 ‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬1 ‫ص‬
ْ ‫ َواَل ِم ْن َأ‬،‫ْر ِه‬ ‫ْأ‬
»‫ِّي‬ َ ُ‫ار ِه َحتَّى ي‬
َ ‫ضح‬ ِ َ ‫ظف‬ ِ ‫ فَاَل يَ ُخ ْذ ِم ْن َشع‬،‫ِّي‬
َ ‫ضح‬َ ُ‫فََأ َرا َد َأ ْن ي‬
1
HR. Muslim pada bab Umur binatang ternak untuk kurban no 1963, Ibnu Majah, Abu Daud, An
Nasa’I, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan Ahmad.
2
HR An Nasa’I no 4444, Abu Daud no 785, Ibnu Majah pada bab Cacat yang dilarang untuk kurban no
3144, dan Baihaqi no 19097. Hadits terkait ini banyak diriwayatkan oleh Imam hadits, dengan redaksi
yang berbeda – beda. Syaikh Al Bani menshahihkan hadits ini.

8|Page
“Dari Ummu Salamah, dari Nabi SAW, bersabda: ‘Siapa yang sudah melihat hilal
bulan Dzulhijjah sedang ia ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambutnya
dan kukunya sampai ia berkurban.” 1
2. Menjual daging kurban atau beberapa bagian darinya
Kurban adalah dalam rangka taqarrub kepada Allah, mendekatkan diri kepada
Allah. Daging hewan kurban hanya dibolehkan dikonsumsi untuk orang yang berkurban,
dibagikan kepada fakir miskin dan diberikan kepada sahabat dan karib kerabat untuk
menyambung tali silaturahim. Menjual daging hewan kurban dapat menghilangkan
manfaat dan maqashid dari disyariatkannya kurban.
Termasuk dilarang adalah menjual kulit hewan kurban. Rasulullah tegas melarang
itu dalam haditsnya, dari Abu Hurairah:
»ُ‫« َم ْن بَا َع ِج ْل َد ُأضْ ِحيَّتِ ِه فَاَل ُأضْ ِحيَّةَ لَه‬
“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan kurban, maka tidak ada kurban
baginya.” 2
Hadits ini mengandung pegertian bahwa dilarang menjual kulit hewan kurban, dan
jika itu dilakukan dapat berakibat tidak sahnya atau berkurangnya pahala kurban.
Kulit hewan kurban bisa dimanfaatkan oleh orang yang berkurban atau dibagikan
kepada yang mau mengolahnya dan tidak dijual. Wallahu a’lam.
3. Memberi upah tukang daging yang memotong hewan kurban dari daging kurban. Hal itu
berdasarkan hadits dari Ali ra., berkata:

،‫ا‬11َ‫ا َو ِجاَل لَه‬11َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْن َأقُو َم َعلَى بُ ْدنِ ِه َوَأ ْق ِس َم ُجلُو َده‬
َ ِ ‫َأ َم َرنِي َرسُو ُل هَّللا‬
»‫ «نَحْ ُن نُ ْع ِطي ِه ِم ْن ِع ْن ِدنَا‬:‫ال‬ َ َ‫ َوق‬،‫َوَأ َم َرنِي َأ ْن اَل ُأ ْع ِط َي ْال َج َّزا َر ِم ْنهَا َش ْيًئا‬
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk menyembelih
hewan kurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk
melindungi tubuhnya, dan tidak memberi tukang potong sedikitpun dari kurban tersebut.
Tetapi kami memberinya dari harta kami” 3
Upah untuk tukang jagal tidak diambilkan dari daging kurban atau kulitnya atau
bagian lainnya dari hewan kurban. Upah jagal diambilkan dari orang yang berkurban.
Akan tetapi tukang jagal boleh mendapatkan bagian dari hewan kurban sebagai bagian
pemberian yang diberikan oleh orang yang berkurban.
4. Mengambil manfaat dari hewan yang sudah diniatkan untuk berkurban. Seperti dijadikan
hewan tunggangan, atau diambil susunya, atau menyewakannya untuk membajak sawah
atau keperluan lainnya. Kurban tujuannya adalah dalam rangka taqarrub kepada Allah.
Itu berarti bahwa hewan itu sudah kita berikan kepada Allah untuk dikurbankan pada
hari penyembelihan.

Lemah Lembut dan Kasih Sayang kepada Hewan Kurban


Islam adalah agama rahmah dan kasih sayang. Kasih sayang yang dianjurkan Islam
tidak hanya sesama muslim dan sesama manusia, terhadap hewan dan tumbuhanpun kita
dianjurkan untuk berlaku lemah lembut dan cinta kasih. Oleh karenanya dalam berkurban,

1
HR. An Nasa’I dalam Kitab Al Adhahi no 4361, Ibnu Hibban no 5917, dan Ath Thabrani no 562. Syaikh
Al Bani berkata hadits ini shahih.
2
HR. Baihaqi pada bab Tidak menjual dari hewan kurban sedikitpun no. 19233, dan Al Hakim dalam Al
Mustadrak, no 3468. Al Hakim berkata hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.
3
HR. Abu Daud no. 1769. Syaikh Al Bani berkata hadits ini shahih.

9|Page
kaitannya dengan sikap lemah lembut terhadap hewan sembelihan, hendaklah
memperhatikan hal – hal berikut:
1. Hendaklah menyembelih dengan pisau yang tajam dan dilakukan dengan cepat.
Rasululah SAW bersabda:
‫ َوِإ َذا َذبَحْ تُ ْم‬،َ‫ة‬11َ‫نُوا القِ ْتل‬11‫ِإ َذا قَت َْلتُ ْم فََأحْ ِس‬11َ‫ ف‬،‫ ْي ٍء‬11‫انَ َعلَى كُلِّ َش‬11‫َب اِإل حْ َس‬ َ ‫«ِإ َّن هَّللا َ َكت‬
»ُ‫ َو ْلي ُِرحْ َذبِي َحتَه‬،ُ‫ َو ْليُ ِح َّد َأ َح ُد ُك ْم َش ْف َرتَه‬،َ‫فََأحْ ِسنُوا ال ِّذ ْب َحة‬
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berlaku baik) terhadap segala
sesuatu. Maka jika kalian membunuh (hewan yang dibolehkan untuk dibunuh), berlaku
baiklah dalam membunuh. Jika kalian menyembelih, maka berlaku baiklah dalam
menyembelih. Hendaklah kalian menajamkan mata pisau kalian, hingga menenangkan
(tidak menyakiti) hewan sembelihannya.” 1
2. Tidak mengasah pisau di dekat hewan yang akan disembelih. Ini dapat menakutinya dan
membuatnya stres. Rasulullah pernah mengingatkan hal ini kepada salah seorang
sahabatnya, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra.,:
‫ذبَ ُحهَا‬1ْ 1َ‫ ُد َأ ْن ي‬1‫اةً ي ُِري‬1‫ َج َع َش‬1‫ض‬ ْ ‫ا َأ َّن َر ُجاًل َأ‬11‫ َي هَّللا ُ َع ْنهُ َم‬1‫ض‬
ِ ‫ َر‬،‫س‬ ٍ ‫ ِد هَّللا ِ ب ِْن َعبَّا‬1ْ‫ع َْن َعب‬
ٍ ‫ا‬11َ‫ا َموْ ت‬11َ‫ ُد َأ ْن تُ ِميتَه‬1 ‫ «َأتُ ِري‬:‫لَّ َم‬1 ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
‫ت هَاَّل‬ َ َ‫ فَق‬،ُ‫َوهُ َو يَ ُح ُّد َش ْف َرتَه‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
»‫ك قَ ْب َل َأ ْن تُضْ ِج َعهَا‬ َ َ‫َح َددْتَ َش ْف َرت‬
Dari Abdullah bin Abbas ra., bahwa ada seorang laki – laki yang membaringkan
seekor domba ingin menyembelihnya, sementara dia mengasah pisaunya. Maka
bersadalah Rasulullah SAW, “Apakah engkau akan membuatnya mati berkali – kali?
Bukankah lebih baik engkau mengasah pisaumu sebelum engkau membaringkannya?” 2
3. Yakin bahwa hewan yang sudah disembelih telah benar – benar mati, baru kemudian
diolah dagingnya.

Hal – hal yang Disunnahkan bagi yang akan Berkurban


Ada beberapa Sunnah bagi yang akan berkurban, agar kurban bernilai ibadah dan
meraih pahala dan keberkahan dari Allah, diantaranya:
1. Berkurban yang terbaik sesuai kemampuan harta dan rizki yang dikarunai Allah.

2. Tidak memotong rambut dan kuku sampai hari penyembelihan. Ini berdasarkan hadits
dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫ع‬1111‫ ْك ع َْن َش‬1111‫ فَ ْليُ ْم ِس‬،‫ِّي‬


‫ْر ِه‬ َ ‫ ُد ُك ْم َأ ْن ي‬1111‫ َوَأ َرا َد َأ َح‬،‫«ِإ َذا َرَأ ْيتُ ْم ِهاَل َل ِذي ْال ِح َّج ِة‬
َ ‫ح‬1111‫ُض‬
»‫ار ِه‬ ْ ‫َوَأ‬
ِ َ ‫ظف‬
“Jika kalian telah melihat hilal awal Dzulhijjah, sementara ada di antara kalian
yang ingin melaksanakan kurban, maka hendaklah dia membiarkan (tidak memotong)
rambut dan kukunya.” 3

1
HR. Abu Daud no. 2815, Ibnu Majah pada bab Jika kalian menyembelih maka berbuat baiklah dalam
menyembelih no. 3170, At Tirmidzi no. 1409, An Nasa’I, Ibnu Hibban dan Ahmad. Syaikh Al Bani
menshahihkan hadits ini.
2
HR. Al Hakim dalam Kitab Adz Dzabaih (hewan – hewan sembelihan) no. 7570 dan berkata hadits ini
shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari akan tetapi Imam Bukhari tidak memasukkannya dalam
Kitab Shahihnya. Juga diriwayatkan oleh Baihaqi no. 19141.
3
HR. Muslim no. 41.

10 | P a g e
3. Memotong sendiri hewan yang akan dikurbankan. Itu karena Rasulullah SAW
menyembelih hewan kurbannya dengan tangannya sendiri. Hal itu seperti hadits dari
Anas bin Malik, beliau berkata:
‫ َّمى‬1 ‫ َو َس‬،‫ ِد ِه‬1 َ‫ا بِي‬11‫ َذبَ َحهُ َم‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َك ْب َش ْي ِن َأ ْملَ َح ْي ِن َأ ْق َرنَ ْي ِن‬
َ ‫ضحَّى النَّبِ ُّي‬
َ «
»‫اح ِه َما‬ ِ َ ‫صف‬ِ ‫ض َع ِرجْ لَهُ َعلَى‬ َ ‫ َو َو‬،‫َو َكب ََّر‬
“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing yang putih
kehitaman (bercampur hitam pada sebagian anggota tubuhnya), bertanduk, beliau
menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah
serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan tersebut.” 1

Beberapa Permasalahan terkait Kurban


Masalah pertama, bolehkan menghadiahkan pahala kurban untuk orang yang sudah
mati?
Ulama bersepakat jika si mayyit berwasiat agar dikurban untuknya atau mayyit
mewakafkan hewan untuk dikurbankan atas namanya atau pernah bernadzar untuk
berkurban sebelum meninggal dunia, maka ahli waris wajib melaksanakannya.
Akan tetapi bila si mayyit tidak pernah berwasiat untuk berkurban dengan namanya,
juga tidak bernadzar untuk melaksanakan kurban, sedang ahli waris ingin melaksanakan
kurban atas nama keluarganya yang sudah meninggal dari harta ahli waris, maka terkait ini
ulama tidak sepakat tentangnya.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa boleh saja seseorang melaksanakan kurban
atas nama karib kerabatnya yang telah meninggal dan menghadiahkan pahalanya untuknya.
Ini adalah pendapat jumhur dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah.
Pendapat kedua, dari kalangan Syafiiyah mengatakan bahwa tidak sah seseorang
meniatkan kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, kecuali ada wasiat tentangnya
atau wakaf.
Dari kedua pendapat ini, pendapat yang pertama agaknya lebih kuat. Itu karena orang
yang sudah mati dapat terus bisa menikmati limpahan pahala dari orang yang masih hidup,
ketika sanak keluarganya berwakaf atas namanya, atau berhaji yang diniatkan untuknya,
atau ibadah lainnya, sebagaimana dibolehkan oleh ulama masa lalu dan kontemporer.
Bahkan Rasulullah pernah melaksanakan kurban dengan dua ekor domba besar, yang
satu untuk dirinya dan satu lagi diniatkan untuk umatnya yang belum melaksanakan kurban.
Hal itu berdasarka hadits Jabir ra.:
ْ ‫ضى ُخ‬
ُ‫ه‬11َ‫طبَت‬ َ َ‫ فَلَ َّما ق‬،‫صلَّى‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَأْلضْ َحى بِ ْال ُم‬
َ ِ ‫ت َم َع َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫َش ِه ْد‬
:‫ا َل‬11َ‫ َوق‬،‫ ِد ِه‬1َ‫لَّ َم بِي‬1‫ ِه َو َس‬1‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬1‫ص‬ ٍ ‫نَ َز َل ِم ْن ِم ْنبَ ِر ِه وُأتِ َي بِ َك ْب‬
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬1‫ هُ َر ُس‬1‫ش فَ َذبَ َح‬
»‫ُض ِّح ِم ْن ُأ َّمتِي‬
َ ‫ َو َع َّم ْن لَ ْم ي‬،‫ هَ َذا َعنِّي‬،ُ‫ َوهَّللا ُ َأ ْكبَر‬،ِ ‫«بِس ِْم هَّللا‬
“Saya bersama Rasulullah melaksanakan shalat Idul Adha di lapangan. Ketika
Rasulullah SAW menyelesaikan khutbahnya, Rasulullah turun dari minbarnya, dan
didatangkan kepadanya seekor domba lalu Rasulullah menyembelihnya dengan

1
HR. Bukhari dan Muslim.

11 | P a g e
tangannya, dan berkata: ‘Bismillah wallahu Akbar, ya Allah inilah kurbanku dan
siapapun dari umatku yang belum berkurban.” 2

Masalah kedua, bolehkan menggabungkan antara kurban dan aqiqah?


Masalah ini berpangkal jika aqiqah terjadi pada hari – hari nahr (tanggal 10 – 13
dzulhijjah), apakah boleh seorang yang berkurban sekaligus juga diniatkan untuk aqiqah
anaknya yang baru lahir?
Ulama berbeda pendapat terkait masalah ini, terbelah ke dalam dua pendapat.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa aqiqah tidak dapat digabungkan dengan
kurban, karena keduanya memiliki sebab dan maksud yang berbeda. Aqiqah disyariatkan
sebagai bentuk kesyukuran lahirnya seorang anak dan dilaksanakan pada hari ketujuh atau
kelipatannya. Sedangkan kurban disyariatkan untuk mensyukuri nikmat – nikmat Allah dan
dilaksanakan pada hari – hari nahr. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan Malikiyah.
Pendapat kedua, mengatakan boleh digabungkan antara kurban dan aqiqah jika
terjadi pada suatu waktu. Ini adalah pendapat Hanabilah dan sebagian Hanafiyah. Ini seperti
shalat Id dan shalat jum’at yang terjadi pada satu waktu. Seseorang yang sudah
melaksanakan shalat Id pada hari Jum’at, maka boleh meninggalkan shalat Jum’at dan
menggantinya dengan shalat dzuhur.
Saya sendiri lebih memilih untuk menggabungkan antara kedua pendapat di atas.
Manakala kita diberikan kelapangan dan keluasan rizki oleh Allah, alangkah lebih baiknya
kita berkurban, dan di saat yang sama kita juga melaksanakan aqiqah. Hal itu karena sebab
dan maksud dari aqiqah tidaklah sama, meski sama dalam hal penyembelihan. Jika harus
memilih mana yang harus didahulukan, maka berkurbanlah terlebih dahulu karena
waktunya singkat, sementara aqiqah memiliki waktu yang lebih lapang.
Akan tetapi bagi yang tidak memiliki harta yang cukup dan tetap ingin berkurban dan
melaksanakan aqiqah, takut tidak dapat melaksanakan keduanya, maka bagi orang ini
dibolehkan menggabungkan keduanya.

Masalah ketiga, bolehkan orang kafir mendapat daging kurban?


Tentang perkara ini tidak ada larangan mengenai bolehnya muslim membagikan
daging kurban kepada orang kafir, apalagi orang kafir tersebut adalah tetangga kita dan
dalam keadaan fakir pula. Ini dikecualikan bagi kafir harbi (orang kafir yang memerangi
kaum muslimin) dan orang kafir yang murtad.
Dari firman Allah terkait peruntukan dan pembagian hewan yang dikurban, di situ
disebutkan salah satunya dibagikan kepada kaum fakir. Dan orang fakir ini bisa saja muslim
atau kafir. Allah SWT berfirman:
ْ ‫ت ُجنُوبُهَا فَ ُكلُوا ِم ْنهَا َوَأ‬
‫ط ِع ُموا ْالقَانِ َع َو ْال ُم ْعتَ َّر‬ ْ َ‫اف فَِإ َذا َو َجب‬ َ ‫فَ ْاذ ُكرُوا ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْيهَا‬
َّ ‫ص َو‬
“…maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta
itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati),
makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada
padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta…” (QS. Al Hajj: 36)

2
HR. Abu Daud no. 2810, dan Ahmad no. 14893. Syaikh Al Arnauth berkata hadits ini shahih lighairihi.

12 | P a g e
Allah juga tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada
orang kafir, selama orang kafir tersebut tidak memerangi kaum muslimin. Allah SWT
berfirman:

‫رُّ وهُ ْم‬11َ‫ار ُك ْم َأ ْن تَب‬1 ِ ‫د‬1‫اتِلُو ُك ْم فِي ال‬11َ‫ا ُك ُم هَّللا ُ ع َِن الَّ ِذينَ لَ ْم يُق‬11َ‫اَل يَ ْنه‬
ِ 1َ‫ِّين َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُك ْم ِم ْن ِدي‬
َ‫َوتُ ْق ِسطُوا ِإلَ ْي ِه ْم ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِطين‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al
Mumtahanah: 8)
Wallahu a’lam.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdurrahman Al Jaziri, Kitab Al Fiqh ‘ala Al Madzahib Al Arba’ah, Cetakan kedua, 2003/1423
H. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyah.
Abu ‘Abdurrahman Muhammad Al ‘Alawy, Fiqh Al Udhiyah, Cetakan pertama, 1419 H.
Jedah: Dar Majid ‘Asiry.
Andri Yaldi, Lc., MA, Masail Mutafarriqah fi Al Udhiyah, Disampaikan dalam Mudzakarah
MUI Kab. Lima Puluh Kota, tanggal 27 Juni 2021 di Pesantren Al Kautsar Tanjung Pati,
Kab. Lima Puluh Kota.
As Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Cetakan ke-154, 2018/1439 H. Kairo: Dar Al Fatah.
Ibnu Ruysd Al Qurtubi Al Andalusi, Bidayat Al Mujtahid wa Nihayat Al Muqtashid, Cetakan
pertama, 1996/1416 H. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyah.
Muhammad bin Ibrahim Al Hija’, Ahkam Al Udhhiyah fi Al Fiqh Al Islami. Al Alukah.net.

13 | P a g e
Wahbah Az Zuhaily, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Jilid 3, Cetakan Kedua, 1985. Damaskus:
Darul Fikr.
Wizarah Al Awqaf wa Asy Syu’un Al Islamiyah Kuwait, Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, Cetakan
kedua, 1983/1404. Kuwait: Thiba’ah Dzat Al Salasil.
Yendri Junaidi, Lc., MA, Kurban dan Beberapa Masalah Terkait Dengannya, Disampaikan
dalam Mudzakarah MUI Kab. Lima Puluh Kota, tanggal 27 Juni 2021 di Pesantren Al
Kautsar Tanjung Pati, Kab. Lima Puluh Kota.

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai