Anda di halaman 1dari 17

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ALQUR’AN: STUDI TAFSIR

MAUDHU’I II

Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Tafsir Maudhu’i II

Oleh:

LU’LU’UL FATHIYAH (E93218104)


MOHD. REZA FAHLEVI (E93218113)
OKTIANA KHOIRUN NISA’ S (E93218124)

Dosen Pengampu:

Robii’atul Mariyah, S.Th.I, M.H.I

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“makanan dan minuman dalam alqur’an: studi tafsir maudhu’iy II”

sesuai waktu yang telah ditetapkan. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Maudhu’iy II yang diampu oleh ibu Robii’atul
Mariyah, S.Th.I, M.H.I

Kami memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam pembuatan makalah ini

Surabaya, 24 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai seorang muslim yang ingin mendekatkan diri, atau berusaha


untuk taat kepada Allah Sang Maha Pencipta, tentulah kita harus
menjalankan ibadah kepada Allah, baik itu yang wajib maupun yang sunnah
agar Allah ridho kepada kita. Namun ada hal lain yang tak boleh kita abaikan
dalam usaha memperoleh ridho Allah, yaitu makanan dan minuman
Agama Islam memandang bahwa makanan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena makanan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani dan rohani
manusia. Maka dari itu di dalam ajaran Islam banyak peraturan yang
berkaitan dengan makanan dari mulai mengatur etika makan, mengatur
idealitas kuantitas makanan di perut, bahkan yang terpenting adalah
mengatur makanan yang halal dan haram untuk dimakan.
Halal dan haram bagi seorang muslim merupakan suatu prinsip yang
harus dijaga dengan baik, karena menjauhi keharaman merupakan kewajiban
bagi semua orang Islam. Selain itu halal dan haram bukan hanya menyangkut
hubungan antar manusia saja tapi juga hubungan dengan Allah. Seorang
muslim tidak dibenarkan mengkonsumsi suatu makanan sebelum ia tahu
benar akan kehalalannya. Mengkonsumsi yang haram, atau yang belum
diketahui kehalalannya akan berakibat buruk baik di dunia maupun di
akhirat.
Apabila makanan dan minuman kita terjaga dari yang diharamkan
Allah, atau dengan kata lain kita hanya makan atau mengkonsumsi yang
dihalalkan Allah, niscaya ridho Allah itu tidak mustahil kita peroleh jika kita
taat kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, meskipun kita taat, namun kita makan
dan minum dari yang haram, maka akan sia-sialah usaha kita. Untuk itu,
makalah ini disusun untuk mengupas tentang makanan dan minuman yang
halal dan yang haram dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnnya, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah:
1. Bagaimana konsep makanan dan minuman yang halal dan haram dalam Islam?
2. Bagaimana penafsiran ayat makanan dan minuman?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dijabarkan tujuan dari
penelitian ini:
1. Untuk mengetahui konsep makanan dan minuman yang halal dan haram dalam
Islam.
2. Untuk mengetahui penafsiran ayat makanan dan minuman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Q.S Al-Ma’idah Ayat 1

‫ل َ كُ ْم ب َ ِه ي َم ة ُ ا ْْل َنْ ع َ ا ِم إ ِ ََّّل َم ا ي ُت ْ ل َ ٰى‬ ‫ت‬ ْ َّ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُوا أ َ ْو ف ُوا ب ِ الْ ع ُ ق ُو ِد ۚ أ ُ ِح ل‬


ُ ‫ّللاَّ َ ي َ ْح كُ مُ َم ا ي ُ ِر ي د‬ ‫ح ُر مٌ ۗ إ ِ َّن‬ ُ ‫ص يْ ِد َو أ َنْ ت ُ ْم‬
َّ ‫عَ ل َ يْ كُ ْم غَ ي َْر ُم ِح ل ِ ي ال‬
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian
itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”

1. Munasabah1
Ayat ini mempunyai korelasi dengan ayat ketiga Q.S Al-Maidah, yaitu
berkenaan tentang ketentuan makanan yang diharamkan oleh Allah SWT, seperti
bangkai, darah, babi dll.

2. Penafsiran Ayat2
Allah memulai firman-Nya ini dengan menyeru: Hai orang-orang yang
beriman, untuk membuktikan kebenaran iman kalian, penuhilah akad-akad itu,
yakni baik akad antara kamu dengan Allah yang terjalin melalui pengakuan kamu
dengan beriman kepada Nabi-Nya atau melalui nalar yang dianugerahkan-Nya
kepada kamu, demikian juga perjanjian yang terjalin antara kamu dengan sesama
manusia, bahkan perjanjian antara kamu dengan diri kamu sendiri. Bahkan semua
perjanjian, selama tidak mengandung pengharaman yang halal atau penghalalan
yang haram.
Salah satu akad yang perlu diingat adalah bahwa telah dihalalkan bagi
kamu apa yang sebelum ini diharamkan atas Ahl al-Kitab yaitu binatang ternak,

1
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 3 (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1990), 1595
2
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol 3 (Jakarta: Lentera Hati, 2015), 6-8
setelah disembelih secara sah. Yakni dihalalkan bagi kamu memakannya,
memanfaatkan kulit, bulu, tulang, dan lain-lain dari binatang ternak itu,
kecualiketentuan yang akan diterangkan kepada kamu dalam al-Qur’an surat al-
An‘am dan ayat ketiga surat ini serta yang terdapat dalam sunnah yang shahih,
maka itu adalah haram, antara lain sabda Rasul SAW. yang mengharamkan
semua binatang yang bertaring. Yang demikian itu, dengan tidak menghalalkan,
baik dengan melakukan maupun sekadar meyakini kehalalan berburu ketika
kamu sedang dalam keadaan hurum, yakni berihram untuk melaksanakan haji,
umrah atau memasuki Tanah Haram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-
hukum halal atau haram, boleh atau tidak menurut yang Dia kehendaki, dan
berdasarkan pengetahuan dan hikmah-Nya. Karena itu penuhilah ketentuan-
ketentuan-Nya. Berusahalah mengetahui latar belakangnya. Bila kamu
menemukan hikmah dan rahasianya maka bersyukurlah dan bila tidak atau belum
kamu temukan, maka laksanakanlah dengan penuh ketaatan dan rendah hati.
Yang dimaksud dengan al-an‘am dalam ayat ini adalah unta, sapi dan
kambing. Makna tersebut kemudian diperluas sehingga mencakup semua
binatang atau burung dan unggas yang memakan tumbuh-tumbuhan dan tidak ada
keterangan agama yang mengharamkannya. Ada juga ulamayang membatasi kata
ini dalam pengertian “segala binatang darat dan laut yang berkaki empat.”
Allah SWT mengharamkan berburu bagi yang sedang dalam keadaan
berihram, karena kota Mekah dan sekitarnya adalah kota yang dikehendaki-Nya
menjadi kota yang aman dan tentram, bukan saja bagi manusia, tetapi bagi
seluruh makhluk, baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Sementara itu, Allah
mengarahkan manusia agar selama berihram, hendaknya hati dan pikiran tertuju
sepenuhnya kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan larangan berburu adalah larangan menangkap
binatang yang tidak jinak, baik dengan tangan atau alat, seperti tali, jala, tombak,
panah, dan lain-lain, atau dengan menggunakan binatang terlatih.

B. Q.S Al-Ma’idah Ayat 3


ُ ‫ب ِ هِ َو الْ ُم نْ َخ ن ِ ق َ ة‬ ِ َّ‫ير َو َم ا أ ُهِ َّل لِ غ َ ي ِْر ّللا‬ ِ ‫ت عَ ل َ يْ كُ مُ الْ َم يْ ت َة ُ َو ال د َّ مُ َو ل َ ْح مُ الْ ِخ نْ ِز‬ ْ ‫ح ِر َم‬ ُ
‫َو َم ا ذ ُب ِ َح عَ ل َ ى‬ ‫ط ي َح ة ُ َو َم ا أ َكَ َل ال سَّ ب ُ ُع إ ِ ََّّل َم ا ذ َ كَّ يْ ت ُ ْم‬ِ َّ ‫َو الْ َم ْو ق ُ و ذ َ ة ُ َو الْ ُم ت َ َر دِ ي َ ة ُ َو ال ن‬
... ِ‫ال ن ُّ صُ ب‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala....”

1. Asbabun Nuzul3
Ibnu Mindah meriwayatkan dalam kitab, ash-Shahaabah, melalui jalur
Abdullah bin jabalah bin Hibban bin Hujr dari ayahnya dari kakeknya, Hibban
berkata, "Kami bersama-sama Rasulullah SAW. ketika aku menyalakan api di
bawah periukyang di dalamnya terdapat daging bangkai, lalu turunlah ayat
tentang pengharaman bangkai,lalu aku pun membalik dan menumpahkan periuk
itu."

2. Munasabah4
Setelah Allah menerangkan pada ayat 1 tentang makanan yang halal
dimakan yaitu binatang ternak seperti sapi, unta, kambing, domba , ayam , itik ,
dll. maka pada ayat ke 3 ini Allah menerangkan makanan apa saja yang haram
dimakan.

3. Penafsiran Ayat5
Allah SWT mengabarkan kepada para hamba-Nya dengan sebuah
informasi yang berisikan larangan mengonsumsi hal-hal yang diharamkan secara
global pada ayat-ayat sebelumnya yaitu pada Q.S Al-Baqarah ayat 173 dan Q.S
An-Nahl ayat 115. Sementara dalam ayat ini, hal-hal yang diharamkan berjumlah
sepuluh yang detailnya sebagai berikut:

3
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 2013), 406
4
Hamka, Tafsir Al-Azhar..., 1603
5
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir..., 406-412
a. Al-Maitah (Bangkai)
Al-Maitah adalah hewan yang mati dengan sendirinya secara alami tanpa
disebabkan oleh suatu tindakan berupa penyembelihan atau perburuan.
Sedangkan secara syariat, Al-Maitahadalah hewan yang mati tanpa disembelih
dengan penyembelihan yang sah secara syariat.
Bangkai diharamkan karena bangkai adalah kotor dan mengandung
mudharat atau bahaya disebabkan masih adanya beberapa zat atau unsur
berbahaya yang terdapat dalam tubuhnya. Bisa juga disebabkan oleh penyakit
atau disebabkan tertahannya darah dalam tubuhnya. Oleh karena itu, jika
binatang disembelih, darah yang berbahaya hilang dari tubuhnya. Bangkai
berbahaya bagi agama dan tubuh sehingga Allah SWT mengharamkannya.
Sementara itu ada dua jenis binatang yang dikecualikan dari keharaman
bangkai, yaitu ikan dan belalang. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar,
“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah, dua bangkai itu adalah
bangkai ikan dan belalang, sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa”.

b. Darah
Yang dimaksud adalah darah yang mengalir, darah cair yang mengalir
dari binatang, bukan darah yang berbentuk padat seperti hati, limpa, dan sisa-
sisa darah yang biasanya terdapat pada daging setelah penyembelihan.
Sebab diharamkan darah yang mengalir (darah berbentuk cair) adalah
darah merupakan tempat yang menjadi habitat berbagai bakteri, kuman dan
racun, serta darah kotor dan menjijikkan, dan juga termasuk residu tubuh yang
berbahaya seperti tinja. Selain itu golongan darah berbeda-beda dan golongan
darah tertentu tidak cocok dengan golongan darah yang lain. oleh karena itu,
darah adalah kotoran yang berbahaya bagi tubuh.

c. Daging Babi
Ini mencakup seluruh bagian babi, hingga lemak dan kulitnya. Alasan
yang disebutkan secara khusus disini adalah daging karena daging merupakan
bagian terpenting yang diinginkan. Syari’at melarang pemanfaatan semua
bagian tubuh babi dalam ayat,”Daging babi karena itu semua kotor”(Al-
An’Am: 145)
Sebab diharamkan daging babi adalah karena daging babi berbahaya dan
kotor karena binatang babi suka kotoran dan binatang yang identik dengan
kotoran. Selain itu, karena daging babi mengandung berbagai jenis cacing,
seperti cacing pita dan cacing rambut spiral. Daging babi juga sukar dicerna
karena terlalu banyak mengandung lemak pada urat-urat ototnya dan terlalu
banyak mengandung zat minyak.

d. Hewan yang disembelih dengan menyebut selain Nama Allah SWT.


Maksudnya yaitu mengumandangkan selain nama Allah SWT ketika
menyembelih hewan, seperti: “Bismil Masiih” (dengan menyebut nama al-
Masih) atau ”Bismi Fulaan” (dengan menyebut nama Fulan), maupun
menggabungkan antara penyebutan nama Allah SWT dengan cara meng-athaf-
kannya, seperti perkataan, “Bismillaahi wasmi Fulaan”(dengan menyebut
nama Allah dan nama si Fulan).
Sebab pengharaman hewan yang disembelih dengan menyebut selain
nama Allah adalah karena hal itu merupakan bentuk mengagungkan selain
Allah SWT serta menyerupai orang-orang kafir dalam penyembahan mereka
kepada selain Allah SWT dan usaha mereka mendekatkan diri kepada tuhan-
tuhan mereka dengan mempersembahkan hewan kurban. Dulu, masyarakat
jahiliyyah ketika menyembelih hewan di hadapan berhala-berhala, mereka
mengumandangkan ucapan "Bismi al-Laatawa al-'Uzza" (dengan menyebut
nama al-Lata dan al-Uzza) atau "Bismi Hubal," (dengan menyebut nama
Hubal)
Oleh karena itu, Islam mengharamkan hal tersebut, Allah SWT
mewajibkan. jika menyembelih hewan, harus disembelih dengan menyebut
nama-Nya yang agung.

e. Al-Munkhaniqah
Adalah hewan yang mati karena tercekik, adakalanya dengan disengaja
atau tidak disengaja dan kebetulan seperti tercekik oleh tali pengikatnya
sendiri atau tercekik oleh tali jerat, jaring atau yang lainnya. Oleh kerena itu,
binatang yang mati tercekik adalah masuk kategori bangkai yang tidak
disembelih dengan penyembelihan yang sah secara syari’at, dan mudaharatnya
sama seperti mudharat yang terdapat pada bangkai.

f. Al-Mauquudzah
Adalah binatang yang mati karena kena pukulan benda tumpul, seperti
balok kayu, batu atau kerikil hingga menyebabkannya mati tanpa
penyembelihan yang sah secara syari'at, baik dilempar dengan tangan atau
dengan alat seperti ketapel atau yang lainnya. Al-Mauquudzah adalah
termasuk bangkai.
Dalam Islam, perbuatan al-Waqdz (melempar atau memukul dengan
benda tumpul) adalah haram. Hal itu merupakan bentuk penyiksaan terhadap
binatang dan tanpa ada proses penyembelihan.

g. Al-Mutaraddiyah
adalah hewan yang mati karena terjatuh dari ketinggian seperti dari atas
bukti atau dari atas atap rumah, atau terjerembab ke dalam sumur. Hewan yang
mati seperti ini adalah tidak halal sama sepertibangkai. Tidak halal
memakannya tanpa ada penyembelihan yang sah secara syari'at.

h. An-Nathiihah
adalah hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lain, meskipun
tandukan itu melukainya dan ada darah yang mengalir dari tubuhnya.
Hukumnya sama seperti bangkai, yaitu haram dan tidak boleh dikonsumsi
menurut syari'at.

i. Hewan mati karena dimangsa binatang buas


adalah hewan yang mati karena dimangsa oleh binatang buas seperti
singa, serigala, harimau, macan, dan lain sebagainya. Hewan tersebut tidak
halal dikonsumsi berdasarkan ijma, meskipun hewan tersebut mengeluarkan
darah, sekalipun dari bagian tubuhnya yang menjadi tempat penyembelihan.
Kemudian dari semua hewan Yang diharamkan tersebut selain bangkai,
darah, dan babi, Allah SWT mengecualikan hewan yang disembelih secara sah
menurut syari'at, yaitu dalam kalimat ( ْ‫ ) إ ِ ََّّل َم ا ا ذ َ ك َّ ي ْاات ُم‬yaitu kecuali hewan-hewan
tersebut kamu dapati ternyata masih hidup,lalu kamu pun menyembelihnya
dengan penyembelihan yang sah menurut syari'at.
Untuk mengetahui hewan tersebut memang masih hidup adalah jika
hewan tersebut masih menggerak-gerakkan mata atau ekornya' Ali bin Abu
Thalib berkata, "jika kamu masih sempat menyembelih hewan al-
Mauquudzah, al-Mutaraddiyah, dan an-Nathiihah ketika hewan itu masih
menggerak-gerakkan kakinya, makanlah."

j. Maa dzubiha ‘alan nushubi (hewan yang disembelih di an-Nushub)


An-Nushub adalah batu yang dulu berada di sekitar Ka'bah. jumlahnya
mencapai tiga ratus enam puluh batu yang diletakkan dalam posisi berdiri di
sekitar Ka'bah. Pada masa jahiliyyah, masyarakat Arab biasa menyembelih
hewan di bebatuan tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada berhala-
berhala yang mereka puja dan agungkan. Mereka melumuri berhala-berhala
dengan darah hewan yang disembelih. Seakan-akan dengan hal itu, mereka
ingin menegaskan bahwa hewan sembelihan itu sebagai tanda untuk
mendekatkan diri kepada sesembahan-sesembahan mereka. An-Nushub
bukanlah berhala atau arca karena an-Nushub hanya berbentuk batu tanpa
dibentuk atau dipahat sementara berhala atau arca adalah batu yang dibentuk
dan dipahat.
Lalu Allah SWT melarang kaum mukmin melakukan perbuatan tersebut
dan mengharamkan bagi mereka mengonsumsi hewan sembelihan yang
disembelih di an-Nushub, sekali pun ketika menyembelih membaca dan
menyebut nama Allah. Hal ini sebagai langkah antisipasi untuk menghindari
kesyirikan yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

C. Al-Baqarah ayat 219

َ‫اس َواِثْ ُم ُه َما ٓ ا َ ْكبَ ُر ِم ْن نَّ ْف ِع ِه َم ۗا َويَسْـَٔلُ ْونَك‬


ِۖ ِ َّ‫ع ِن ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْيس ۗ ِِر قُ ْل فِ ْي ِه َما ٓ اِثْ ٌم َكبِي ٌْر َّو َمنَافِ ُع ِللن‬
َ َ‫يَسْـَٔلُ ْونَك‬
َ‫ت لَعَلَّكُ ْم تَتَفَ َّك ُر ْون‬ ِ ‫اَّل ٰي‬ ‫َماذَا يُ ْن ِفقُ ْونَ ەۗ قُ ِل ْالعَ ْف ۗ َو َك ٰذلِكَ يُبَيِنُ ه‬
ٰ ْ ‫ّللاُ لَكُ ُم‬
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan
judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.”
Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka
infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,”

a. Makna mufradat
1. Kata maisir terambil dari akar kata yusrun berarti “kemudahan”. Kata
kerja yang terbentuk dari ya’ , sin, dan ra’ menunjukkan arti “membuka”
dan “meringankan sesuatu”. Dari arti ini lahir beberapa istilah yang
masing-masing membawa perkembangan makna, seperti kata al-yusr
dengan arti “mudah/kemudahan” kebalikan dari “sulit/kesulitan”.
2. Kata maysir kemudian digunakan al-qur’an yang diterjemahkan sebagai
“judi” hal ini karena judi merupakan sarana termudah untuk mendapatkan
harta benda, namun bersifat negatif.
ٌ ‫ اِثْاا ٌم َك ِب ْيا‬menunjuk pada pengertian bahwa kedua perbuatan tersebur
3. Kata ‫اار‬
mempunyai dampak yang sangat buruk bagi diri pelakunya dan kepada
orang lain.

b. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang
bersumberdari Ibnu ‘Abbas Bahwa segolongan shahabat, ketika diperintah
untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap Rasulullah
‫ ﷺ‬dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infak yang bagaimana dan
harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?” Maka Allah menurunkan
ayat….(wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa)……dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, katakanlah: (Yang lebih
dari keperluan) yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya
itu ialah selebihnya dari keperluan sehari-hari. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim yang bersumber dari Yahya.
Bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah menghadap Rasulullah ‫ ﷺ‬dan
bertanya: “Ya Rasulallah, kami mempunyai banyak hamba sahaya
yaitu,…wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa……dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”

c. Isi Kandungan
Ayat ini merupakan sistem pertahapan dalam melarang suatu perbuatan
seperti halnya khamr dan judi. Hal ini karena sifat dasar al-Qur’an yang
selalu mempertimbangkan kebiasaan masyarakat yang menganggap kedua
perbuatan itu baik, juga karena al-qur’an menghargai aspek psikologis
manusia yang memang berat meninggalkan perbuatan yang menjadi
kebanggaan pribadi, walau buruk. Penyebutan khamr dan judi (maisir) secara
bergandengan pada ayat 219 QS Al-Baqarah di atas disebakan keduanya
banyak menimbulkan persengketaan, caci-mencaci, dan kata-kata yang tidak
senonoh, ( dan beberapa manfaat bagi manusia) dengan meminum-minuman
keras akan menimbulkan rasa senang (diluar kendali), dan dengan berjudi
akan mendapatkan uang (dengan jalan mendzalimi orang lain), dan dosa
keduanya atau bencana-bencana yang timbul sangat buruk daripada
manfaatnya. Kita dapat berkata, bahwa mengkonsumsi khamr sangat
berdampak buruk bagi manusia.
Sudah tidak diragukan bahwa minum khamar itu berbahaya bagi
kesehatan, akal pikiran dan urat syaraf, serta harta benda dan keluarga.
Minum khamar sama dengan menghisap candu, narkotika dan obat-obatan
terlarang (narkoba) yang menimbulkan ketagihan. Seseorang yang telah
ketagihan minum khamar, baginya tidak ada nilainya harta benda, berapa saja
harga khamar itu akan dibelinya.
Dengan demikian, khamar membahayakan dalam pergaulan masyarakat,
menimbulkan permusuhan, perkelahian dan sebagainya. Rumah tangga akan
kacau, tetangga tidak aman dan masyarakat akan rusak, karena minum
khamar.
D. Al-Ma’idah ayat 90

َ‫شي ْٰطنِفَاجْ تَنِب ُْوهُلَعَلَّكُ ْمت ُ ْف ِل ُح ْون‬ َ ْ ‫صاب َُو‬


َّ ‫اَّل ْز ََّل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِِلل‬ َ ْ ‫ْسِر َو‬
َ ‫اَّل ْن‬ ْ ‫ٰيٓاَيُّ َهاالَّ ِذ ْين َٰا َمنُ ْٓوا ِانَّ َم‬
ُ ‫اال َخ ْم ُر َو ْال َمي‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban


untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu
beruntung.”

Imam Bukhori menjelaskan bahwa peraturan terhadap larangan-larangan


tentang minuman keras merupakan salah satu cara yang paling banyak menghilangkan
harta,kemudia disusul lagi dengan larangan meminum khamr dan perjudian. Karena
perjudian juga salah satu cara yang menyebabkan hilangnya harta. Begitu juga dengan
pengagungan berhala, karena itu juga merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan
Allah).

Dalam menafsirkan ayat ini, Prof. Muhammad Qurisy Syihab menjelaskan


mengenai makna khmar dan perselisihan ulama tentang bahan mentahnya. Abu Hanifah
membatasinya pada air anggung yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan
mengeluarkan busa, kemudian dibiarkan hingga menjernih. Hukumnya haram untuk
diteguk sedikit maupun banyak baik itu memabukkan atau tidak. Sedangkan seperti
perasan aneka buah lainnya yang berpotensi memabukkan atau mengandung alkohol,
dalam pandangan Abu Hanifah tidak namai khamr dan tidak haram untuk diminum,
kecuali jika secara faktual memabukkan. Namun pendapat ini ditolak oleh ulama-ulama
mazhab lainnya. Karena bagi mayoritas ulama, apabila yang diminum atau digunakan
dalam kadar normal oleh seseorang yang normal lalu mabuk maka ia adalah khamr dan
itu hukumnya haram, baik sedikit atau banyak.

Kata )‫(ميسر‬maysir, jika dari segi hukum adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh dua pihak untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang
atau materi sebagai taruhan. Kata )‫(فاجتنبوه‬maka hindarilah, Menurut pendapat Imam
Alqurtubi mengandung kewajiban menjauhinya dari segala aspek pemanfaatn. Bukan
saja tidak boleh dijual, dan tidak boleh dijadikan obat.

Ibnu Asyur mengatakan bahwa ulama berbedap pendapat mengenai masalah khmar
yang mengenai pakaian. Ada yang memahami kata rijs dalam arti najis lahir dan batin,
sehingga sesuatu yang dikotori oleh khamr harus dibersihkan sebagaimana halnya najis.
Ini adalah pendapat ulama-ulama bermazdhab Maliki. Tetapi mereka tidak berpendapat
demikian menyangkut hal-hal lain yang termasuk terlarang diatas. Mereka tidak
mengharuskan membersihkan sesuatu yang menyentuh atau disentuh berhala atau anak-
anak panah yang digunakan menentukan pilihan, tidak juga pada alat yang digunakan
berjudi. Karena itu sewajarnya khamr tidak dibedakan dari ketiga hal diatas. Boleh jadi
mereka membedakan atas dasar bahwa khamr adalah cairan. Namun sebagian ulama
menilai khmar yang berbentuk cair yang najis dan yang berbentuk padat seperti ekstasi
dan narkotika adalah sesuatu yang tidak najis. Thahir Ibnu Asyur menyimpulkan bahwa
khmar tidak najis. 6

E. Al-Ma’idah ayat 91

ِ ‫ع ْن ِذ ْك ِر ه‬
‫ّللا َوعَ ِن‬ َ ‫صدَّكُ ْم‬ َ ‫شي ْٰطنُ ا َ ْن ي ُّْوقِ َع بَ ْينَكُ ُم ْالعَدَ َاوة َ َو ْالبَ ْغ‬
ُ َ‫ض ۤا َء فِى ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر َوي‬ َّ ‫اِنَّ َما ي ُِر ْيد ُ ال‬
َ‫ص ٰلوةِ فَ َه ْل ا َ ْنت ُ ْم ُّم ْنت َ ُه ْون‬َّ ‫ال‬

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari
mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”

Jika pada ayat sebelumnya secara tegas melarang khamr, perjudian dan lain-
lain, maka ayat ini menjelaskan mengapa khamr dan perjudian dilarang. Melalui ayat ini
dipahami bahwa khamr dan perjudian mengakibatkan aneka keburukan besar.
Keduannya adalah rijs yaitu sesuatu yang kotor dan buruk. Banyak segi keburukannya
pada jasmani dan ruhani manusia, akal serta pikirannya. Khmar dan narkotika pada
umumnya menyerang bagian-bagian otak yang dapat mengakibatkan sel-sel otak tidak
berfungsi untuk sementara atau selama-selamannya dan mengakibatkan peminumnya
tidak dapat memelihara keseimbangan pikiran dan jasmaninya. Apabila keseimbangan
tidak terpelihara, maka mudah terjadi permusuhan dll. Setan yang memperindah khamr
dan judi, menggoda manusia sehingga ia lupa diri dan melupakan Allah baik dengan
berdzikir memohon ampunan-NYA maupun sholat kepadaNYA. Begitu juga yang
dimaksud dengan menghalangi kamu dari mengingat Allah adalah melupakan zikir atau
peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Adapun penyebutan kata sholat

6
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta:Lentera Hati, 2001), 193-194.
secara khusus menunjukkan bahwa shalat adalah salah satu hal yang terpenting dalam
beragama. 7

7
Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta:Lentera Hati, 2001), 196.
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish, 2001, Tafsir Al-Misbah (Jakarta:Lentera Hati:Jakarta)

Az-Zuhaili, Wahbah, 2013, Tafsir Al-Munir.(Gema Insani:Jakarta)

Az-Zuhaili, Wahbah, 2013, Tafsir Al-Munir, Jilid 3 (Gema Insani: Jakarta)

Hamka, Tafsir Al-Azhar.

Anda mungkin juga menyukai