DOSEN PEMBIMBING
Ustadz Khairil Muzakki Lc
DI SUSUN
Arif Zamroni
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya yang begitu luar biasa sehingga kita tidak mampu berkata apa apa selain
mengucapkan “Alhamdulillah” dari karunia-Nya kami menyelesaikan tugas Makalah Tauhid
yang Berjudu “ Hukum Menyembelih Tanpa Menyebut Asma Allah SWT secara tepat waktu
meskipun dalam pengerjaannya dan pelaksanaannya mengalami berbagai macam halangan.
Dan tak lupa sholawat beserta salam kita haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafaatnya pada akhir zaman
Namun taklupa sebagai manusia yang tempa salah dan khilaf begitupun dalam makalah ini
pasti ada ketidak sempurnaan, oleh karena itu jika dalam makalah ini ini ada kesalahan
mohon dimaafkan dan kami sebagai penulis meminta saran dan kritik agar kedepannya bisa
menjad lebih baik lagi
Terima kasih,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Penyembelihan.........................................................................................3
B. Dasar Hukum Menyembelih.....................................................................................4
C. Rukun dan Syarat penyembelihan...........................................................................6
D. Adab dalam Menyembelih.........................................................................................7
E. Hukum Menyembelih Tanpa Menyebut Nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala................................................................................................................................10
BAB III...............................................................................................................12
PENUTUP DAN SIMPULAN............................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk kelangsungan hidup, makan merupakan kebutuhan biologis setiap insan disamping
minum. Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi memperkenankan kepada hamba-Nya
untuk menikmati segala rizki yang baik (at-t}ayyibah) dan mengharamkan yang buruk (al-
khabi>s}ah), seperti bangkai, darah, babi dan lain-lain. Islam telah mengatur cara untuk
memenuhi kebutuhan pangan, dimana ada pangan yang dihalalkan dan ada pula pangan yang
diharamkan. Bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, salah satunya protein yang bisa diperoleh dari ikan dan daging hewan. Islam
mempunyai garis tegas yang menyatakan bahwa diharamkan memakan hewan halal tanpa
disembelih secara syara’ terlebih dahulu.
Dalam Islam, penyembelihan hewan ternak sebelum dikonsumsi merupakan salah satu hal
yang sangat penting, karena binatang yang disembelih bukan atas nama Allah SWT menjadi
haram hukumnya untuk dimakan. Karena pentingnya makanan dan sembelihan bagi manusia,
maka hendaknya kita selalu memberikan perhatian penuh pada makanan dari sumber hewani
yang akan kita konsumsi, terutama bagaimana proses penyembelihan dan pengolahannya.
Perhatian ini dianggap perlu karena semakin banyak dan kompleksnya jenis makanan yang
menurut sebagian orang dianggap modern dan memenuhi syarat kesehatan, tetapi tidak jelas
halal-haramnya karena tidak jelas penyembelihannya. Sebab makanan yang masuk ke tubuh
seseorang mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Hewan yang boleh dimakan dagingnya
oleh manusia tidak halal dimakan kecuali dengan penyembelihan secara syara’ atau dengan
cara yang semakna dengannya kecuali ikan dan belalang.1
Penyembelihan adalah sengaja memutus saluran makanan, tenggorokan dan dua pembuluh
darah hewan dengan alat yang tajam selain kuku dan gigi. Penyembelihan dilakukan untuk
melepaskan nyawa binatang dengan jalan paling mudah, yang kiranya meringankan dan tidak
menyakiti.2
1
Abu Sari Muhammad Abdul Hadi, Hukum Makanan dan Sembelihan, Terj.Al-Ath’imah Wadz Dzabaa-ih fil
Fiqhil Islam oleh Sofyan Suparman, (Bandung: Trigenda Karya, 1997), 194
2
Yuauf Qordhowi-Maulana Abul Kalam Azad, Halal dan Haram, Terj.Halal wal Haram fil Islam oleh Tim
Kuadran, (Bandung: Jabal, 2007), 67
1
Adapun yang menjadi dasar peraturan mengenai penyembelihan terhadap binatang yang
hendak dimakan adalah firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3
َ ةُ َوالنَّ ِطEَو َذةُ َو ْال ُمت ََر ِّديEEُةُ َو ْال َموْ قEَ ِه َو ْال ُم ْن َخنِقEِر هَّللا ِ بE ُأ
ُ ةEيح ِ Eير َو َما ِه َّل لِ َغ ْي ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز
ْ حُرِّ َم
رُواE َس الَّ ِذينَ َكف َ ق ْاليَوْ َم يَِئ ٌ بِاَأْل ْزاَل ِم َذلِ ُك ْم فِ ْسEب َوَأ ْن تَ ْستَ ْق ِس ُموا ِ ص ُ َُّو َما َأ َك َل ال َّسبُ ُع ِإاَّل َما َذ َّك ْيتُ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى الن
اEEًاَل َم ِدينEيت لَ ُك ُم اِإْل ْس
ُ Eض ِ ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر ُ م َوَأ ْت َم ْمEْ ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ُ وْ َم َأ ْك َم ْلEEَوْ ِن ْاليEاخ َشْ م َوEُْوْ هEِم ْن ِدينِ ُك ْم فَاَل ت َْخ َش
)3( ف ِإِل ْث ٍم فَِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم ٍ ِص ٍة َغ ْي َر ُمتَ َجان َ فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِي َم ْخ َم
Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kalian menyembelihnya, dan (diharamkan
bagi kalian) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang
kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agama kalian, sebab itu janganlah kalian takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian,
dan telah Kucukupkan kepada kalian NikmatKu. dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi
kalian. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa.
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Berdasarkan ayat di atas, jelas dihalalkan bagi manusia untuk memakan hewan yang matinya
karena disembelih dan diharamkan bagi manusia untuk memakan hewan yang matinya karena
tercekik, dipukul, terjatuh, diterkam binatang buas dan ditanduk kecuali yang sempat disembelih. Di
zaman modern sekarang ini yang ditandai semakin pesatnya industrialisasi dan teknologi mutakhir,
maka segala sarana yang diperlukan manusia juga semakin canggih dan kompleks. Hal ini juga
berpengaruh terhadap perkembangan tata cara penyembelihan hewan, sehingga muncul beragam
model penyembelihan. Ada dua teknik penyembelihan hewan, yaitu:
Tetapi, ada juga cara penyembelihan mekanik yang tetap menggunakan tenaga manusia sebagai
pemotongnya, hanya penanganan pra dan pasca penyembelihan yang menggunakan mesin. Di
tengah meningkatnya kebutuhan akan daging, khususnya daging ayam, banyak orang melirik usaha
penyembelihan, karena dianggap menguntungkan serta pemotongannya sederhana, apalagi banyak
rumah makan dan restauran yang memasok daging ayam dari para supplier ayam. Namun banyak
pengelolah rumah potong ayam tidak mengetahui secara pasti tata cara penyembelihan sesuai
dengan syari’at Islam. Bagi mereka yang terpenting hewan sudah disembelih dan setelah itu mati
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyembelihan
Menurut Bahasa ialah menyempurnakan kematian Menurut Isti’lah ialah memutus jalan
makan, minum,nafas,& urat nadi pada leher hewan dengan alat tajam, selain
gigi,kuku,tulang, dan sesuai syariat.
Penyembelihan halal Al zabilah adalah perkara yang sangat penting dalam syariat islam
dan dari segi bahasa yaitu potong atau menyembelih bagi menghilangkan nyawa binatang.
Dari segi syarat pula ialah menyembelih binatang yang mampu di kuasai dan harus dimakan
dengan memutuskan urat darah dikiri dan kanan leher binatang dengan alat yang tajam
karena Allah.
Penyembelihan dibagikan kepada tiga bagian:
1. Al-Zabhu yaitu memotong batang leher sebelah atas hewan yang bisa ditangkap
oleh manusia untuk disembelih dengan syarat tertentu.
2. Al-Nahru yaitu memotong batang leher sebelah bawah hewan. Cara ini
disunatkan untuk menyembelih unta. Sedangkan hewan lainnya seperti sapi,
kambing dan sejenisnya harus disembelih pada batang leher sebelah atas.
Ulama sepakat bahwa setiap benda yang dapat digunakan untuk mengalirkan darah dan
memutuskan urat leher hewan dapat digunakan untuk menyembelih, baik besi (seperti pisau
dan golok), Batu, Kayu, maupun dati kaca. Namun, para ulam berbeda pendapat (Iktilaf)
tentang tiga benda yang digunakan untuk menyembelih seperti gigi, kuku dan tulang. Ulama
Hanafiyah dan malikiyah berpendapat bahwa menyembelih hewan boleh dengan
mengunakan gigi, kuku, dan tulang, sedangkan Syafi’iyah dan Hanabillah berpendapat
3
sebaliknya yaitu gigi,kuku, dan tulang tidak boleh untuk menyembelih.
Cara islam mengatur hubungan manusia sesama manusia, malah juga dengan binatang
dan seluruh ala ini, adalalah bukti kerahmatan itu. Ini termasuklah cara melakukan
penyembelihan binatang. Islam telah memberi garis panduan yang lengkap bagaimana
untuk melakukannya.
Menyembelih binatang dengan aturan yang ditetapkan oleh hukum syara adalah satu
jalan yang menyebabkan daging binatang itu halal untuk dimakan disamping itu memenuhi
syarat yang lain.
a. Al Qur’an
Penyembelihan adalah syarat halalnya memakan hewan darat yang boleh dimakan.
Artinya tidak halal memakan hewan apa pun yang boleh dimakan tanpa melakukan
penyembelihan yang sesuai aturan syariat. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
ُة-َو َذةُ َوا ْل ُمتَ َر ِّدي--ُةُ َوا ْل َم ْوق-َ ِه َوا ْل ُم ْن َخنِق-ِ ِر هَّللا ِ ب- َّل لِ َغ ْي-ا ُأ ِه-- ِر َو َم- َّد ُم َولَ ْح ُم ا ْل ِخ ْن ِزي-ُح ِّر َمتْ َعلَ ْي ُك ُم ا ْل َم ْيتَةُ َوال
َ ق ا ْليَ ْو َم يَِئ
س ٌ س ْ ِس ُموا بِاَأْل ْزاَل ِم َذلِ ُك ْم ف ْ َب َوَأنْ ت
ِ ستَ ْق ِ ص ُ سبُ ُع ِإاَّل َما َذ َّك ْيتُ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى ال ُّن َّ يحةُ َو َما َأ َك َل ال َ َوالنَّ ِط
ِ و َم َأ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر-
يتُ لَ ُك ُم- ض ْ -َ ْو ِن ا ْلي- ش ْ الَّ ِذينَ َكفَ ُروا ِمنْ ِدينِ ُك ْم فَاَل ت َْخش َْو ُه ْم َو
َ اخ
)3( ف ِإِل ْث ٍم فَِإنَّ هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم َ اضطُ َّر فِي َم ْخ َم
ٍ ِص ٍة َغ ْي َر ُمت ََجان ْ ساَل َم ِدينًا فَ َم ِن
ْ اِإْل
4
Terlihat jelas bahwa dalam ayat ini Allah SWT mengaitkan kehalalan memakan hewan
hewan tersebut dengan penyembelihan Syariat Islam membolehkan manusia memakan
hewan.Kebolehan itu bukan semata mata berdasarkan logika biasa,melainkan kebolehan itu
datang dari Allah SWTsebagai Pencipta alam semesta sebagaimana Allah berfirman di
dalam al Qur‟an surah Al Anam Ayat 142
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang
untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.
Perintahnya jelas, makanlah dari rezki yang telah Allah berikan kepadamu. Maka tidak
ada larangan bagi manusia untuk membunuh hewan yang memang tujuannya untuk
dimakan.Bahwa kita diharamkan menyiksa hewan, memang dibenarkan di dalam syariat
Islam. Namun menyiksa itu berbeda dengan memakan. Menyiksa itu adalah menyakiti,
memeras tenaga, tidak memberi makan, atau melakukan hal yang membuat hewan merasa
sakit.
b. Al Hadits
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata.
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian
membunuh (dalam qishah,-pent) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika
kalian menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah
seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya”
5
C. Rukun dan Syarat penyembelihan
Adapun rukun menyembelih ada empat perkara yaitu penyembelihan atau sembelihan,
penyembelih, hewan yang disembelih dan alat penyembelihan. Sehubungan dengan itu,
penyembelihan diangap sah apabila dilakukan dengan sengaja dan putus saluran pernafasan
dan saluran makanan dileher hewan yang disembelih.
a. Niat untuk menyembelih seekor hewan yang tertentu atau jenis tertentu. apabila
tidak ditunjukan niat itu pada diri hewan atau jenisnya tidak halal hasil
penyembelihan itu. Sebagai contoh, apabila katuh pisau dari tangan seseorang
dan tiba-tiba terkena leher seekor binatang, lalu mati, tidak lah halal binatang
itu, karena tidak ada niat atau tujuan untuk menyembelih.
b. Menyegerakan keluar roh binatang dengan memutuskan halqum dan mari’.
d. Binatang yang disembelih hendeklah dari apayang halal dimakan, tidak harus
menyesahatkan.
6
h. Penyembelihan harus dilakukan oleh orang islam atau ahli kitab. Tidak sah
sembelihan dalam islam tidak dilihat sebagai aktifitas yang menyiksa binatang secara kejam
kaidah hari ini membuktikan kaedah penyembelihan Islam adalah yang terbaik. Seterusnya
menunjukan Islam amat mementingkan kebersihan dan kesehatan. Pemilihan makanan halal
dan bersih adalah penting dalam memastikan tahap kesehatan berada ditahap yang
memuaskan agar memperoleh tenaga yang secukupnya untuk beribadah. Oleh itu orang
islam perlu menilai dan meneliti sumber-sumber yang halal lagi baik tidak meragukan,
1) Menajamkan Pisau
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata.
Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh
(dalam qishah,-pent) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika kalian
menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah
seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.an
Kambing Ketika Menajamkan Pisauanya.3
7
Dalam hal ini ada beberapa hadits di antaranya.
قام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم على رجل واضع رجله على صفحة: عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال
أفال قبل أتريد أن تميتها: شاة وهو يحد شفرته وهي تلحظ إليه ببصرها فقال
عن محمد بن سيرين أن عمر رضي هللا عنه رأى رجالً يجر شاة ليذبحها فضربه بالدرة وقال سقها ال أم لك
ًإلى الموت سوقا ً جميال
Dari Muhammad bin Sirin mengatakan bahwa Umar Radhiyallahu anhu melihat
seseorang menyeret kambing untuk disembelih lalu ia memukulnya dengan pecut,
maka Umar berkata dengan mencelanya : Giring hewan ini kepada kematian dengan
baik.5
Berkata Imam Nawawi dalam Syarhus Shahih Muslim (13/130) : Hadits ini
menunjukkan sunnahnya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak
boleh disembelih dalam keadaan kambing itu berdiri atau berlutut tetapi dalam
keadaan berbaring karena lebih mudah bagi kambing tersebut dan hadits-hadits yang
ada menuntunkan demikian juga kesepakatan kaum muslimin. Ulama sepakat dan juga
amalan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan pada sisi
kirinya karena cara ini lebih mudah bagi orang yang menyembelih dalam mengambil
pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan kiri.
8
Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : Penyembelihan dilakukan di sekitar
kerongkongan dan labah. Labah adalah lekuk yang ada di atas dada dan unta juga
disembelih di daerah ini.6
Nafi’ menyatakan
ابن عمر رضي هللا عنهما كان يكره أن يأكل ذبيحة لغير القبلة
Bahwa Ibnu Umar tidak suka memakan sembelihan yang ketika disembelih tidak
diarahkan kearah kiblat7
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih hewan kurban dengan dua domba
jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelihnya
dengan tangan beliau, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau
meletakkan satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut”
“Dan janganlah kalian memakan hewan-hewan yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaithan itu mewahyukan kepada wali-walinya (kawan-kawannya) untuk
membantah kalian”. [Al-An’am/6 : 121]
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah menyembelih hewan kurban
dengan dua domba jantan. Beliau mengucap bismillah dan bertakbir.
9
Beliau mengatakan Bismillah wallahu Akbar
Ya Rasulullah, kami tidak memiliki pisau besar (untuk menyembelih). Maka beliau
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. “Hewan yang telah dialirkan darahnya dengan
menggunakan alat selain dzufur (kuku) dan sinn (taring) maka makanlah. Adapun
dzufur merupakan pisaunya bangsa Habasyah sedangkan sinn adalah idzam”8
Di sini ada dua pendapat yang masyhur, yaitu Jumhur (mayoritas ulama, dalam hal ini
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) dan Hanafiyah. Jumhur berpendapat bahwa hukumnya
sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi:
“Lima perkara yang disunnahkan ketika menyembelih. Pertama, menyebut nama Allah.
Artinya, si penyembelih menyebut ‘bismillah’, dan paling sempurnanya adalah
'bismilLahirrahmanirrahim'; seandainya dia tidak menyebut nama Allah maka tetap halal
sembelihannya. (Syekh Muhammad bin Qasim, Fathul Qarîb al-Mujîb fî Syarh Alfâdhit
Taqrîb, Beirut, Daar Ibn Hazm, 2005, halaman 313)
Berbeda dari Hanafiyah, mereka berpendapat bahwa menyebut nama Allah dalam
sembelihan hukumnya wajib. Hal ini mereka dasarkan pada Surat al-An’am ayat 121:
ق
ٌ س ْ َواَل تَْأ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم يُ ْذ َك ِر ا
ْ ِس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َوِإنَّهُ لَف
Artinya: “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan.” (Q:S Al-An’am: 121) Hanafiyah tidak men-takhsish (merinci penjelasan) ayat di
atas dengan hadits ahad, yaitu:
س َم هللاِ َأ ْو لَ ْم يَ ْذ ُك ْر
ْ سلِ ِم َحاَل ٌل َذ َك َر ا َ ِ َذب:سلَّ َم
ْ يحةُ ا ْل ُم َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو ُ قَا َل َر
َ ِسو ُل هللا
Rasulullah Saw bersabda: “Sembelihan Muslim halal, dengan menyebut nama Allah
(ketika menyembelih) maupun tidak.” (Sunan al-Baihaqi)
8
Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (9/630-31-633-638-Fathul Bari), Muslim (13/1966-Nawawi), Abu Daud (2821), Al-
Baihaqi (9/281) dan Abudrrazzaq (8618), Ath-Thahawi dalam Maanil Atsar (4/183)
10
dari boleh tidaknya men-takhsish dalil qath’i seperti Al-Qur’an dengan dalil dhannî seperti
hadits ahad yang belum mencapai derajat mutawatir.
Sebagaimana disebutkan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitab Ushûl al-Fiqh al-
Islâmy:
سنَّ ِة ِ َوقَ ْط ِع ُّي ا ْل ِكتَا، َأِلنَّ ِداَل لَةَ ال َع ِام َعلَى َأ ْف َرا ِد ِه قَ ْط ِعيَّة:ص ا ْل َع ِام ا ْلقَ ْط ِع ِّي ِبالظَّنِّ ِّي
ُّ ب َوال ِ َرَأى ا ْل َحنَفِيَّةُ َأنَّهُ اَل يَ ُج ْو ُز ت َْخ
ُ ص ْي
َو ُم َغيِّ ُر ا ْلقَ ْط ِع ُّي اَل يَ ُك ْونُ ظَنِّيًّا،ص ِع ْن َد ُه ْم التَّ ْغيِ ْي ُر ِ َأِلنَّ الت َّْخ،س
َ ص ْي ِ اح ِد َوا ْلقِيَا ِ صهُ ِبالظَّنِ ِّي َك َخبَ ِر ال َو ِ ص ُّح ت َْخ
ُ ص ْي ِ َا ْل ُمتَ َواتِ َر ِة اَل ي
“Hanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh men-takhsish dalil ‘âm yang qath’î (bersifat
pasti) dengan yang dhannî (kurang pasti), sebab dalil ‘âm bersifat pasti secara individunya,
dan sifat pasti pada Al-Qur’an dan hadits mutawatir tak dapat di-takhsish dengan dalil
dhannî seperti khabar wahid dan qiyas, karena takhsish menurut mereka adalah perubahan,
dan sesuatu yang dhannî (kurang pasti) tak dapat mengubah sesuatu yang qath’î (pasti).”
(Syekh Wahbah Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmy, Daarul Fikr, Damaskus, cetakan pertama
tahun 1986, juz pertama halaman 252)
Oleh karena itu ulama Hanafiyah berpendapat bahwa sembelihan yang tidak disertai
asma Allah tidak halal. Adapun dalam permasalahan takhsish dalil qath’î dengan dhannî,
ulama Jumhur membolehkannya, sebagaimana disebutkan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam
kitab Ushûl al-Fiqh al-Islâmy:
Ulama Jumhur membolehkan takhsish ini (qatha‘î dengan dhannî), sebab dalil ‘am
bersifat dhannî secara individunya, maka boleh men-takhsish dalil qatha‘î dengan dalil
dhannî berupa khobar wahid dan qiyas. (Syekh Wahbah Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmy,
Daarul Fikr, Damaskus, cetakan pertama tahun 1986, juz pertama halaman 252)
Begitulah penjelasan seputar perbedaan ulama dalam sembelihan yang tidak disebut
nama Allah ketika penyembelihannya. Ulama Jumhur berpendapat boleh dimakan, dan
Hanafiyah tidak. Kita sebagai warga Indonesia yang kebanyakan menganut mazhab Syafi’i
tentunya tak masalah memakannya. Namun diusahakan bagi para jagal hewan kurban untuk
tetap menyebut nama Allah ﷻkarena itu merupakan bagian dari sunnah yang dijalankan oleh
Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam.
11
BAB III
Menurut Bahasa ialah menyempurnakan kematian Menurut Isti’lah ialah memutus jalan
makan, minum,nafas,& urat nadi pada leher hewan dengan alat tajam, selain
gigi,kuku,tulang, dan sesuai syariat.
a. Niat untuk menyembelih seekor hewan yang tertentu atau jenis tertentu. apabila
tidak ditunjukan niat itu pada diri hewan atau jenisnya tidak halal hasil penyembelihan itu.
b. Menyegerakan keluar roh binatang dengan memutuskan halqum dan mari’.
d. Binatang yang disembelih hendeklah dari apa yang halal dimakan, tidak harus
h. Penyembelihan harus dilakukan oleh orang islam atau ahli kitab. Tidak sah
a. Menajamkan pisau
e. Membacaa Basmalah
12
f. Meletakkan kaki hewan disisi hewan
1. Al-Zabhu yaitu memotong batang leher sebelah atas hewan yang bisa ditangkap
oleh manusia untuk disembelih dengan syarat tertentu.
2. Al-Nahru yaitu memotong batang leher sebelah bawah hewan. Cara ini
disunatkan untuk menyembelih unta. Sedangkan hewan lainnya seperti sapi,
kambing dan sejenisnya harus disembelih pada batang leher sebelah atas.
2. Pendapat hanafiyah
Berbeda dari Hanafiyah, mereka berpendapat bahwa menyebut nama Allah dalam
sembelihan hukumnya wajib. Hal ini mereka dasarkan pada Surat al-An’am ayat 121:
3. قٌ س ْ َواَل تَْأ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم يُ ْذ َك ِر ا
ْ ِس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َوِإنَّهُ لَف
Artinya: “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan.” (Q:S Al-An’am: 121)
13
14