PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan dengan
pertanyaan “ Bertanggung jawab kepada siapa?”. Lingkungan kerja meliputi sejumlah besar
kelompok dengan berbagai kepentingan dalam aktivitas organisasi bisnis. Kelompok itu
disebut stakeholder karena mereka mempunyai kepentingan langsung, mereka
mempengaruhi atau dipengaruhi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Apakah seharusnya
perusahaan hanya bertanggung jawab kepada kelompok tersebut, atau apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab yang sama kepada mereka semua ?
2.4 EtikadalamBisnis
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan
mereka. SedangkanmenurutVonderEmbse dan Wagley, etika didefinisikan sebagai konsensus
mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan perdagangan, atau
profesi.
Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika
manajerial ke dalam tiga kategori:
1. Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi
dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan
pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku
yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah pekerja
karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.
2. Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah
yang terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan.
Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau
mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang individu
melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya.
Misalnya, menerima suap. Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan
dengan kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada
pihak lain.
2.5 PandanganTentangEtika
Empat sudut pandang mengenai etika bisnis, mencakup pandangan sebagai berikut :
1. Pandangan etika utilitarian (ulititarian view of ethics)
Menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau
akibat keputusan itu. Teori utilitarian menggunakan metode kuantitatif untuk membuat
keputusan-keputusan etis dengan melihat pada bagaimana cara memberikan manfaat terbesar
bagi jumlah terbesar. Jika mengikuti pandangan utilitarian, seorang manajer dapat
menyimpulkan bahwa memecat 20% angkatan kerja di perusahaan itu dapat dibenarkan
karena tindakan itu akan meningkatkan laba pabrik tersebut, memperbaiki keamanan kerja
bagi 80% karyawan sisanya, dan akan sangat menguntungkan para pemegang saham.
Utilitarian mendorong efisiensi dan produktivitas dan konsisten dengan sasaran
memaksimalkan laba. Namun di lain pihak, pandangan itu dapat menyebabkan melencengnya
alokasi sumber daya, terutama apabila beberapa orang yang terkena dampak keputusan itu
tidak memiliki perwakilan atau suara dalam keputusan tersebut. Utilitarianisme dapat juga
menyebabkan hak-hak sejumlah pemercaya menjadi terabaikan.
2. Pandangan etika hak (right view of ethics)
Sudut pandang etika lain adalah pandangan etika hak, yang peduli terhadap penghormatan
dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu, seperti hak terhadap kerahasiaan,
kebebasan suara hati, kemerdekaan berbicara, dan proses semestinya. Penghormatan dan
perlindungan itu mencakup, misalnya, melindungi hak para karyawan terhadap kebebasan
berbicara ketika mereka melaporkan pelanggaran undang-undang oleh majikan mereka. Segi
positif sudut pandang hak itu ialah bahwa sudut pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan
kebebasan individu. Tetapi sudut pandang tersebut memiliki sisi negatif bagi organisasi.
Sudut pandang itu dapat menimbulkan berbagai hambatan terhadap produktivitas dan
efisiensi yang tinggi dengan menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan
perlindungan hak individu daripada penyelesaian pekerjaan.
3. Pandangan etika teori keadilan (theory of justice view of ethics)
Pandangan berikutnya adalah pandangan etika teori keadilan. Berdasarkan pendekatan
ini, para manajer harus menerapkan dan memaksakan dan mendorong peraturan secara adil
dan tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan
perundang-undangan di bidang hukum. Manajer akan menggunakan sudut pandang teori
keadilan dengan memutusakan untuk memberikan tingkat upah yang sama kepada individu-
individu yang mempunyai tingkat keahlian, kinerja, atau tanggung jawab yang sama dan
bukan didasarkan pada perbedaan yang sewenang-wenang seperti jenis kelamin,
kepribadian, ras, atau favoritisme pribadi. Menerapkan standar keadilan juga memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Pandangan itu melindungi kepentingan para pemercaya yang
barang kali tidak mempunyai perwakilan yang memadai atau tidak mempunyai kekuasaan,
tetapi pandangan tersebut dapat mendorong perasaan mempunyai hak resmi untuk memiliki
atau menerima sesuatu (sense of entitlement) yang mungkin membuat para karyawan
mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.
4. Pandangan etika teori kontrak sosial terpadu (integrative social contracts theory)
Sudut pandang etika yang terakhir, pandangan etika teori kontrak sosial terpadu,
mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada keberadaan norma-norma etika di
industri dan masyarakat sehingga menentukan apakah undang-undang benar atau salah.
Pandangan itu didasarkan pada penggabungan dua “kontrak”; kontrak sosial umum yang
mengizinkan dunia bisnis menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar yang bisa
diterima, dan kontrak yang lebih khusus di antara para anggota komunitas tertentu yang
mencakup cara ber-perilaku yang dapat diterima. Misalnya, dalam menentukan berapa upah
yang harus dibayar kepada para pekerja di sebuah pabrik baru di Ciudad Juarez, Meksiko,
para manajer yang mengikuti teori kontrak sosial terpadu akan mendasarkan keputusan
tersebut pada tingkatan upah yang telah ada di masyarakat. Walaupun teori ini berfokus pada
melihat pada praktik yang telah ada, masalahnya adalah beberapa dari praktik ini mungkin
tidaklah etis.
Dari keempat pendekatan tentang etika di atas, pendekatan etika manakah yang paling
banyak diikuti dunia bisnis? Mungkin tidak mengejutkan lagi bahwa kebanyakan para
pengusaha mengikuti pendekatan pandangan etika utilitarian. Karena pendekatan tersebut
konsisten dengan sasaran bisnis seperti efisiensi, produktivitas, dan laba. Walau begitu,
pandangan itu memerlukan perubahan karena perubahan dunia yang dihadapi para manajer.
Kecenderungan ke arah hak-hak individu, keadilan sosial, dan standar masyarakat berarti
bahwa para manajer memerlukan pedoman etika yang didasarkan pada kriteria non utilitarian.
Itu merupakan tantangan yang mencolok bagi para manajer karena membuat keputusan
berdasarkan kriteria seperti itu melibatkan jauh lebih banyak ketidakjelasan bila
dibandingkan jika menggunakan kriteria utilitarian seperti efisien dan laba. Hasilnya, tentu
saja, adalah bahwa para manajer semakin banyak mengalami pergulatan dengan berbagai
dilema etis.
2.6 Pengaruh Etika/Norma Moral Atas Manajer
Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma
buruk baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap tindakan dan
putusan organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang sedang dihadapinya sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang
menyangkut masalah etis, yaitu :
1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa
menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan
daerah kelabu.
2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-nentukan apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.
3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana yang
secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi,
standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur
pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani manajer
untuk mematuhinya.
4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu
kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.
5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya tugas
manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan kepentingan
organisasi.
BAB 3
SIMPULAN
TanggungjawabSosial PerusahaanatauCorporate Social Responsibility (CSR) adalahsuatu konsep
bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggungjawab
terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
Tanggungjawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan di sebuah
lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil
inisiatif dalam hal tanggungjawab sosial. Pada dasarnya tanggungjawab sosial akan
memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan
mereka. Sedangkan menurut Vonder Embsedan Wagley, etika didefinisikan sebagai
konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan
perdagangan, atau profesi.
https://alexandria05.blogspot.com/2018/05/makalah-tanggung-jawab-sosial-dan-etika.html