Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Konsep bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan dengan
pertanyaan “ Bertanggung jawab kepada siapa?”. Lingkungan kerja meliputi sejumlah besar
kelompok dengan berbagai kepentingan dalam aktivitas organisasi bisnis. Kelompok itu
disebut stakeholder karena mereka mempunyai kepentingan langsung, mereka
mempengaruhi atau dipengaruhi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Apakah seharusnya
perusahaan hanya bertanggung jawab kepada kelompok tersebut, atau apakah perusahaan
mempunyai tanggung jawab yang sama kepada mereka semua ?

            Sebagaimana  ditunjukan dalam contoh Rite, kecenderungan perusahaan bisnis di


Amerika Serikat untuk memindahkan aktivititas pemanufakturannya ke negara-negara
dengan upah rendah, telah menciptakan kebencian, tidak hanya diantara anggota di serikat
tetapi juga di antara karyawan dan stakeholder bukan karyawan. Untuk memuaskan satu
kelompok orang katakanlah pemegang saham, manajemen akan menciptakan masalah dengan
kelompok kepentingan yang lain. Reaksi negatif akan semakin hebat khususnya jika ada
operasi perusahaan asing atau kontraktor yang menyalahgunakan pekerja, dan memberi upah
yang tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan.
            Mengembangkan kode etik merupakan cara yang bermanfaat untuk mempromosikan
perilaku etis. Sekitar separuh dari perusahaan di AS sekarang menggunakan kode etik.
Sebagian besar manajer setuju bahwa kode etik perusahaan dan pelatihan mengenai etika
akan membantu mereka memahami isu-uisu etika dan mengarahkan aktivitas keseharian
mereka. Menurut laporan dari The Business Roundtable, asosiasi CO dari 200 perusahaan
AS, kode etik merupakan hal yang penting karena kode etik tersebut menjelaskan harapan
harapan perusahaan terhadap pekerja pada berbagai situasi dan menjelaskan bahwa
perusahaan mengharapkan pekerjanya mengetahui dimensi-dimensi etika dalam keputusan-
keputusan dan tindakan-tindakan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sejumlah
perusahaan mengembangkan kode etik dan mengimplementasi pelatihan etika dan seminar.
Sekitar 200 perusahaan AS menunjukkan staf etika. Manajemen puncak dari suatu
perusahaan yang ingin meningkatkan erilaku etis para pekerjanya, tidak hanya perlu
mengembangkan suatu kode etik yang menyeluruh, tetapu juga menanamkan kode etik
tersebut dalam program pelatihan, sistem penilaian kinerja, kebijakan, dan prosedur, dan
melalui tindakan-tindakan perusahaan.                 
1.2 RUMUSAN MASALAH
Untuk menguraikan permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini, penulis
mengacukan diri pada sejumlah pertanyaan, sebagai berikut:
1.    Bagaimana tanggung jawab sosial dan etika dalam berbisnis?
2.    Bagaiamana hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam manajemen
stategis ?
3.    Bagaimana nilai-nilai etika dalam berbisnis ?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1.    Menjelaskan tanggung jawab sosial dan etika dalam berbisnis.
2.    Menjelaskan hubungan interaktif dalam tanggung jawab sosial dan etika dalam manajemen
stategis.
3.    Menjelaskan tentang nilai-nilai etika dalam berbisnis.
1.4  Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat bagi pembaca  dan penulis
sebagai wahana penambah pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengendalian.
1.5  Metode Makalah
Penyusunan makalah ini menggunakan metode observasi dan kepustakaan, observasi
yang dilakukan seperti studi pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan
judul makalah. Dan sumber lainnya melaluiinformasi media elektronik(internet) yang
berhubungan dengan tema makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Tanggung jawab Sosial
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
suatukonsepbahwaorganisasi, khususnya (namunbukanhanya) perusahaanmemilikiberbagaibentuk tanggung
jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di
antaranyaadalahkonsumen, karyawan, pemegangsaham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
CSR berhubunganeratdengan "pembangunanberkelanjutan", yaknisuatuorganisasi, terutama perusahaan,
dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam
aspek ekonomi, misalnya tingkatkeuntunganataudeviden, tetapijugaharus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi
dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah
ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap
karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi
konsumen adalah
menjadiberitautamasuratkabar. Peraturanpemerintahpadabeberapanegaramengenailingkungan
hidupdanpermasalahansosial semakin tegas, jugastandardanhukumseringkalidibuathingga
melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang
dibuatolehUniEropa.
Beberapainvestordanperusahaammanajemeninvestasitelahmulaimemperhatikan kebijakan
CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang
dikenalsebagai "Investasibertanggungjawabsosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan
baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukanolehHabitat for
HumanityatauRonald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan
bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan pada masa lampau seringkali mengeluarkan
uanguntukproyek-proyekkomunitas, pemberianbeasiswadan pendirian yayasan sosial.
Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong
parapekerjanyauntuksukarelawan (volunteer) dalammengambil bagian pada proyek
komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara
langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan.
Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan
kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas,
namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi
di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi
dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu
perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh
memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan,
termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan
antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang
saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
2.2 PandanganMengenaiTanggungJawabSosial
Terdapatduapandanganmengenaitanggungjawabsosialperusahaan,
yaitupandangantradisionaldanpandangansosialekonomi.
a.       PandanganTradisional
Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan
konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep sebelumnya
yaitu economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi
perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social
Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli
2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia.
Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan
perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility.
Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan
perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi
perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat
sekitarnya.
Ada dua konsep awal yang sejak dulu menjadi landasan-landasan perusahaan-
perusahaan dalam menjalankan praktik tanggung jawab sosial. Di satu sisi, ada pihak yang
mengatakan bahwa urusan bisnis adalah menjalankan bisnis saja. Pandangan seperti ini
dipopulerkan oleh Milton Friedman. Menurut Friedman, hanya ada satu tanggung jawab
sosial perusahaan, yaitu menggunakan sumber daya dengan aktivitas-aktivitas yang bisa
mendapatkan dan meningkatkan laba perusahaan, sepanjang semuanya sesuai aturan yang
ada, terbuka, dan bersaing bebas tanpa kecurangan. Pemerintah dapat mengatur berbagai
aturan main tentang cara operasi yang tidak merusak lingkungan dan mengganggu
masyarakat, tentang perpajakan, tentang penggunaan tenaga kerja, dan lain-lain. Perusahaan
tinggal mengikutinya. Jadi, pandangan mendirikan dan menjalankan bisnis seperti ini
motifnya sungguh-sungguh untuk motif ekonomi semata.
Pandangan ini sekaligus juga menyiratkan bahwa jika upaya perusahaan motifnya
bukan ekonomi (misalnya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan
bisa memiliki kemungkinan merugi karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan. Kalau biaya meningkat, perusahaan akan meningkatkan harga-harga menjadi
mahal. Apalagi persaingan yang dihadapi perusahaan juga tidak mudah. Jadi, ketimbang
mengeluarkan uang banyak untuk layanan sosial, lebih baik perusahaan menggunakannya
untuk pengembangan produk dan sejenisnya. Sementara itu, masyarakat pada dasarnya bisa
berpartisipasi, menikmati keuntungan atas operasi perusahaan dengan mekanisme “go public”
dari perusahaan. Bagi pendukung pandangan seperti ini, untuk urusan sosial dan lingkungan
seharusnya hanya menjadi urusan pemerintah.
b.      PandanganSosialEkonomi
Ada pandangan yang menyebutkan bahwa kalangan bisnis selayaknya memiliki
tanggung jawab yang lebih. Pandangan ini disebut sebagai sosio-economics view. Ada empat
pokok pikiran dari pandangan ini, yaitu :
1.      Tanggung jawab perusahaan lebih dari sekedar menciptakan laba, yaitu perusahaan juga
terlibat untuk urusan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
2.      Perusahaan pada dasarnya bukan pihak independen yang hanya bertanggung jawab kepada
pemegang sahamnya.
3.      Perusahaan seharusnya memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat yang lebih luas,
baik untuk urusan sosial, hukum, dan berbagai masalah perpolitikan.
4.      Perusahaan haruslah melakukan hal-hal yang “baik dan benar” dan bermanfaat bagi
masyarakat dalam menjalankan usahanya.
Salah satu pihak yang menjadi pengusung pandangan sosio-economics view ini adalah
Archie Carrol yang mengaitkan tanggung jawab sosial perusahaan dan tanggung jawab
perusahaan terdiri dari empat level, yaitu:
1.      Tanggung Jawab Ekonomi
Menghasilkan barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat
membayar pada pemegang saham dan kreditornya.
2.      Tanggung Jawab Legal
Ditentukan pemerintah melalui produk hukum dan dipatuhi oleh perusahaan. Di tingkat ini
perusahaan bagaimanapun harus mematuhi apapun peraturan perusahaan terkait dengan
operasinya. Perusahaan dianjurkan untuk peraturan ini akan membawa manfaat sendiri bagi
perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan yang menggunakan bahan-bahan kimia, saat
mengelola limbahnya, dianjurkan untuk mematuhi aturan pemerintah tentang ambang batas.
3.      Tanggung Jawab Etika
Mengikuti kepercayaan yang berlaku tentang perilaku tertentu di masayarakat. Di sinilah
urutan selanjutnya berada, di mana perilaku perusahaan sangat ditentukan oleh perlakuan
utama dari mahasiswanya.
4.      Tanggung Jawab Diskresi
Sesuatu yang secara murni dan sukarela tapi perusahaan memperlakukannya sebagai suatu
yang wajib.
Bagi Carrol, dua tanggung jawab yang terakhir inilah yang disebut tanggung  jawab sosial.
Dan keempat tanggung jawab ini menurut Carrol harus berlangsung berurutan. Sebuah
perusahaan baru bisa menjalankann diskresi, kalau ia sudah mampu menjalankan tanggung
jawab yang ada sebelumnnya.
2.3Manfaat Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan disebuah
lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil
inisiatif dalam hal tanggung jawab sosial. Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan
memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.
1.      Manfaat bagi Perusahaan
Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan tanggung jawab
perusahaan adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan
dilingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai
kontribusi yang posistif bagi masyarakat sekaligus membantu perekonomian masyarakat.
Akibatnya, perusahaan justru akan memperoleh tanggapan yang posistif setiap kali akan
menawrkan sesuatu kepada masyarakat. Masyaakat juga akan menganggap perusahaan
tersebut membawa kebaikan bagi masyarakat.

2.      Manfaat bagi Masyarakat


Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan
adalah sangatlah jelas. Masyarakat juga akan mendapatkan pendangan baru mengenai
hubungan perusahaan dan masyarakat yang barang kali selama ini hanya sekedar dipahami
sebagai hubungan produsen konsumen, atau hubungan antara hubungan penjual dan pembeli
saja. Hubungan masyarakat dan dunia bisnis tidak lagi dipaahmi sebagai hubungan antara
pihak yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tatapi hubungan kemitraan dalam
membangun masyarakat lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya disektor perekonomia,
tetapi juga dalam sector sosial, pembangunan dan lain-lain.

3.      Manfaat bagi Pemerintah


Manfaat bagi pemerintah dengan adanya tanggung jawab sosial dari pemerintah juga
sangatlah jelas. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang
menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan
sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi
untuk mengubah tatanan masyarakat kea rah yang lebih baik akan mendapatkan patner dalam
mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh
anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.

2.4 EtikadalamBisnis
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan
mereka. SedangkanmenurutVonderEmbse dan Wagley, etika didefinisikan sebagai konsensus
mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan perdagangan, atau
profesi.
Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika
manajerial ke dalam tiga kategori:
1. Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi
dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan
pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku
yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah pekerja
karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.
2. Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah
yang terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan.
Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau
mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang individu
melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya.
Misalnya, menerima suap. Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan
dengan kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada
pihak lain.

3. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya


Seorang manajer juga harus menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen
ekonomi lain—seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan
serikat buruh.
Agar perusahaan tersebut baik di mata dunia maka seorang manajer harus memiliki
etika yang baik. Para manajer yang memiliki etika yang baik akan melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai manajer dengan penuh tanggung jawab. Etika dipergunakan dimana saja ia
berada. Baik dalam mengambil keputusan, memimpin suatu rapat, berinteraksi kepada rekan
kerjanya, dan terhadap para karyawannya.

2.5 PandanganTentangEtika
Empat sudut pandang mengenai etika bisnis, mencakup pandangan sebagai berikut :
1. Pandangan etika utilitarian (ulititarian view of ethics)
Menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau
akibat keputusan itu. Teori utilitarian menggunakan metode kuantitatif untuk membuat
keputusan-keputusan etis dengan melihat pada bagaimana cara memberikan manfaat terbesar
bagi jumlah terbesar. Jika mengikuti pandangan utilitarian, seorang manajer dapat
menyimpulkan bahwa memecat 20% angkatan kerja di perusahaan itu dapat dibenarkan
karena tindakan itu akan meningkatkan laba pabrik tersebut, memperbaiki keamanan kerja
bagi 80% karyawan sisanya, dan akan sangat menguntungkan para pemegang saham.
Utilitarian mendorong efisiensi dan produktivitas dan konsisten dengan sasaran
memaksimalkan laba. Namun di lain pihak, pandangan itu dapat menyebabkan melencengnya
alokasi sumber daya, terutama apabila beberapa orang yang terkena dampak keputusan itu
tidak memiliki perwakilan atau suara dalam keputusan tersebut. Utilitarianisme dapat juga
menyebabkan hak-hak sejumlah pemercaya menjadi terabaikan.
2. Pandangan etika hak (right view of ethics)
Sudut pandang etika lain adalah pandangan etika hak, yang peduli terhadap penghormatan
dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu, seperti hak terhadap kerahasiaan,
kebebasan suara hati, kemerdekaan berbicara, dan proses semestinya. Penghormatan dan
perlindungan itu mencakup, misalnya, melindungi hak para karyawan terhadap kebebasan
berbicara ketika mereka melaporkan pelanggaran undang-undang oleh majikan mereka. Segi
positif sudut pandang hak itu ialah bahwa sudut pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan
kebebasan individu. Tetapi sudut pandang tersebut memiliki sisi negatif bagi organisasi.
Sudut pandang itu dapat menimbulkan berbagai hambatan terhadap produktivitas dan
efisiensi yang tinggi dengan menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan
perlindungan hak individu daripada penyelesaian pekerjaan.
3. Pandangan etika teori keadilan (theory of justice view of ethics)
Pandangan berikutnya adalah pandangan etika teori keadilan. Berdasarkan pendekatan
ini, para manajer harus menerapkan dan memaksakan dan mendorong peraturan secara adil
dan tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan
perundang-undangan di bidang hukum. Manajer akan menggunakan sudut pandang teori
keadilan dengan memutusakan untuk memberikan tingkat upah yang sama kepada individu-
individu yang mempunyai tingkat keahlian, kinerja, atau tanggung jawab yang sama dan
bukan didasarkan pada perbedaan yang sewenang-wenang seperti jenis kelamin,
kepribadian, ras, atau favoritisme pribadi. Menerapkan standar keadilan juga memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Pandangan itu melindungi kepentingan para pemercaya yang
barang kali tidak mempunyai perwakilan yang memadai atau tidak mempunyai kekuasaan,
tetapi pandangan tersebut dapat mendorong perasaan mempunyai hak resmi untuk memiliki
atau menerima sesuatu (sense of entitlement) yang mungkin membuat para karyawan
mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.
4. Pandangan etika teori kontrak sosial terpadu (integrative social contracts theory)
Sudut pandang etika yang terakhir, pandangan etika teori kontrak sosial terpadu,
mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada keberadaan norma-norma etika di
industri dan masyarakat sehingga menentukan apakah undang-undang benar atau salah.
Pandangan itu didasarkan pada penggabungan dua “kontrak”; kontrak sosial umum yang
mengizinkan dunia bisnis menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar yang bisa
diterima, dan kontrak yang lebih khusus di antara para anggota komunitas tertentu yang
mencakup cara ber-perilaku yang dapat diterima. Misalnya, dalam menentukan berapa upah
yang harus dibayar kepada para pekerja di sebuah pabrik baru di Ciudad Juarez, Meksiko,
para manajer yang mengikuti teori kontrak sosial terpadu akan mendasarkan keputusan
tersebut pada tingkatan upah yang telah ada di masyarakat. Walaupun teori ini berfokus pada
melihat pada praktik yang telah ada, masalahnya adalah beberapa dari praktik ini mungkin
tidaklah etis.
Dari keempat pendekatan tentang etika di atas, pendekatan etika manakah yang paling
banyak diikuti dunia bisnis? Mungkin tidak mengejutkan lagi bahwa kebanyakan para
pengusaha mengikuti pendekatan pandangan etika utilitarian. Karena pendekatan tersebut
konsisten dengan sasaran bisnis seperti efisiensi, produktivitas, dan laba. Walau begitu,
pandangan itu memerlukan perubahan karena perubahan dunia yang dihadapi para manajer.
Kecenderungan ke arah hak-hak individu, keadilan sosial, dan standar masyarakat berarti
bahwa para manajer memerlukan pedoman etika yang didasarkan pada kriteria non utilitarian.
Itu merupakan tantangan yang mencolok bagi para manajer karena membuat keputusan
berdasarkan kriteria seperti itu melibatkan jauh lebih banyak ketidakjelasan bila
dibandingkan jika menggunakan kriteria utilitarian seperti efisien dan laba. Hasilnya, tentu
saja, adalah bahwa para manajer semakin banyak mengalami pergulatan dengan berbagai
dilema etis.
2.6 Pengaruh Etika/Norma Moral Atas Manajer
Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma
buruk baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap tindakan dan
putusan organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang sedang dihadapinya sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang
menyangkut masalah etis, yaitu :
1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa
menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan
daerah kelabu.
2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-nentukan apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.
3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana yang
secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi,
standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur
pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani manajer
untuk mematuhinya.
4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu
kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.
5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya tugas
manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan kepentingan
organisasi.

BAB 3
SIMPULAN
TanggungjawabSosial PerusahaanatauCorporate Social Responsibility (CSR) adalahsuatu konsep
bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggungjawab
terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
Tanggungjawab sosial sebagai konsekuensi logis keberadaan perusahaan di sebuah
lingkungan masyarakat mendorong perusahaan untuk lebih proaktif dalam mengambil
inisiatif dalam hal tanggungjawab sosial. Pada dasarnya tanggungjawab sosial akan
memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak.
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan
mereka. Sedangkan menurut Vonder Embsedan Wagley, etika didefinisikan sebagai
konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan dan
perdagangan, atau profesi.

https://alexandria05.blogspot.com/2018/05/makalah-tanggung-jawab-sosial-dan-etika.html

Anda mungkin juga menyukai