Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DASAR MANAJEMEN

MENGELOLA TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA

DISUSUN OLEH
EM-N KELOMPOK 4

Angela Kartika Puri Selviana (141230476)

Azzahra Kayla Shahifah (141230484)

Putri Resti Mutia (141230490)

Belva Putri Kusumaningrum (141230501)

Dian Meina Dwi Haryanto (141230492)

Dewi Verasejati (141230493)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2023/2024
BAB I
PEMBUKA
A. Latar Belakang
Di era bisnis dan organisasi yang semakin kompleks dan terhubung
secara global, pengelolaan tanggung jawab sosial dan etika telah menjadi
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Keterbukaan topik ini menimbulkan
banyak pertanyaan yang perlu dipahami dan dijawab oleh perusahaan,
organisasi, dan individu yang terkait dengan berbagai bidang. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam konteks pengelolaan tanggung jawab
sosial dan etika, antara lain:
1. Globalisasi
Di era globalisasi, perusahaan dan organisasi juga harus
bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan yang
mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, dan etika dari keputusan
mereka, yang dapat berdampak pada banyak pihak, mulai dari karyawan,
konsumen, komunitas lokal, dan global.
2. Kepentingan Umum
Masyarakat semakin sadar akan isu-isu sosial dan lingkungan,
sehingga cenderung mendukung bisnis atau organisasi yang
menunjukkan tanggung jawab sosial dan etika baik yang dapat
mempengaruhi reputasi organisasi, loyalitas pelanggan, serta kinerja
keuangan.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Banyak negara telah mengeluarkan undang-undang dan peraturan
yang mewajibkan bisnis dan organisasi untuk mematuhi standar sosial
dan etika tertentu.
4. Mengubah Kesadaran Bisnis
Semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya
mengintegrasikan tanggung jawab sosial dan etika ke dalam operasi
mereka maka akan tercapainya kesuksesan jangka panjang.
5. Kompleksitas Pengambilan Keputusan
Manajer dan pemimpin organisasi saat ini sering kali menghadapi
situasi yang mengharuskan mereka mempertimbangkan banyak faktor,
termasuk dampak sosial, lingkungan, dan etika dari keputusan mereka
serta niat bisnis mereka.
6. Reputasi dan Citra Merek
Membangun reputasi baik sebuah perusahaan bukan hal yang
mudah. Tanggung jawab sosial dan etika yang buruk dapat merusak
reputasi perusahaan dan berdampak negatif pada nilai mereknya.

Mengelola tanggung jawab sosial dan etika tidak hanya sekedar


mematuhi peraturan tetapi juga menanamkan nilai-nilai tersebut ke dalam
budaya organisasi dan mengambil langkah proaktif untuk berkontribusi
positif kepada masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, pemahaman
menyeluruh tentang subjek ini adalah kunci kesuksesan jangka panjang di
dunia korporat dan organisasi saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari bertanggung jawab secara sosial?
2. Apa faktor yang memengaruhi keputusan bertanggung jawab secara
sosial?
3. Apa yang dimaksud dengan manajemen hijau?
4. Bagaimana organisasi dapat menjadi hijau (ramah lingkungan)?
5. Apa saja faktor yang mengarah pada perilaku etis dan tidak etis?
6. Bagaimana peran manajemen dalam mendorong perilaku etis?
7. Apa saja isu-isu tentang tanggung jawab sosial dan etika masa kini?

C. Tujuan
1. Mendiskusikan apa arti menjadi bertanggung jawab secara sosial.
2. Menginformasika faktor-faktor yang memengaruhi keputusan
bertanggung jawab secara sosial.
3. Menjelaskan pengertian tentang manajemen hijau.
4. Menjelaskan organisasi dapat menjadi ramah lingkungan.
5. Mendiskusikan faktor-faktor yang mengarah pada perilaku etis dan
tidak etis.
6. Menjelaskan peran manajemen dalam mendorong perilaku etis.
7. Mendiskusikan isu-isu saat ini tentang tanggung jawab sosial dan etika.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Sosial dan Etika


Perusahaan mengalami ketimpangan gaji yang besar. Namun, perbedaan
ini sering kali tidak terkait pada kinerja karyawan, tetapi pada hak dan
"kebiasaan". Korporasi global raksasa menurunkan biaya mereka dengan
melakukan outsource ke negara yang tidak memprioritaskan hak asasi
manusia dan melakukan pembenaran dengan mengatakan bahwa mereka
membawa pekerjaan dan menolong memperkuat ekonomi lokal.
Para manajer secara rutin menghadapi keputusan yang mempunyai
dimensi tanggung jawab sosial dalam hal hubungan karyawan, filantropi,
penetapan harga, konservasi simber dea kualitas, keamanan produk, dan
melakukan bisnis di negara yang tidak menghargai hak-hak asasi manusia.
Penjabaran mengenai tanggung jawab secara sosial, yaitu:
1. Dari Kewajiban ke Responsivitas ke Tanggung Jawab
Kewajiban sosial (sosial obligation) adalah keterlibatan
perusahaan dalam aksi sosial dikarenakan kewajiban untuk memenuhi
tanggung jawab ekonomi dan hukum.
Pandangan klasik adalah pandangan bahwa satu-satunya tanggung
jawab sosial manajemen adalah maksimalisasi keuntungan.
Pandangan sosial ekonomi adalah pandangan yang menyatakan
bahwa tanggung jawab sosial manajer bukan sekadar menghasilkan
keuntungan, tetapi juga termasuk melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan sosial. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa
perusahaan bukanlah entitas mandiri yang bertanggung jawab hanya
kepada pemegang saham, tetapi juga mempunyai tanggung jawab
kepada masyarakat luas.
Resposivitas sosial (sosial responsiveness) berarti perusahaan
terlibat dalam beberapa aktivitas sosial yang populer.
Tanggung jawab sosial (sosial responsibility) adalah sebuah
niatan bisnis melampaui kewajiban legal (hukum) dan ekonomi untuk
melakukan hal yang benar dan bertindak dengan cara yang baik bagi
masyarakat.

2. Apakah organisasi harus Terlibat secara Sosial?


Organisasi seharusnya terlibat secara sosial karena hal ini tidak
hanya menciptakan dampak positif pada masyarakat, tetapi juga
memperkuat citra perusahaan dan meningkatkan keberlanjutan bisnis.
Dengan berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti program amal,
inisiatif lingkungan, atau kegiatan sukarela, organisasi dapat membangun
hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan mereka dan
memperkuat kepercayaan masyarakat. Selain itu, konsumen dan investor
semakin menghargai perusahaan yang peduli terhadap isu-isu sosial dan
lingkungan, sehingga keterlibatan sosial dapat meningkatkan daya tarik
perusahaan.

B. Manajemen Hijau (Green) dan Keberlanjutan


Manajemen hijau (green management) adalah sebuah bentuk manajemen
yang mempertimbangkan dampak organisasi terhadap lingkungan alam. Kini,
semakin banyak manajer yang mulai mempertimbangkan dampak organisasi
mereka terhadap lingkungan alam, yang kita sebut manajemen hijau. Para
manajer dan organisasi dapat melakukan banyak hal untuk menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
1. Cara organisasi menjadi organisasi hijau, antara lain:
a. Evaluasi dan Perencanaan Strategi Hijau
Organisasi perlu melakukan evaluasi dampak lingkungan dan
merencanakan strategi hijau yang sesuai.
b. Pengurangan Emisi Karbon
Organisasi bisa mengurangi emisi karbon menggunakan energi
terbarukan, mengoptimalkan konsumsi energi, dan mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil.
c. Pengelolaan Limbah yang Efektif
Organisasi perlu mengelola limbah dengan bijak, mendaur ulang,
mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan menerapkan sistem
daur ulang yang efisien.
d. Penggunaan Teknologi Hijau
Organisasi bisa mengadopsi teknologi hijau seperti lampu hemat
energi, sistem penghematan air, dan digitalisasi dokumen.
e. Melibatkan Karyawan dan Pemangku Kepentingan
Organisasi perlu melibatkan karyawan dan pemangku kepentingan
melalui edukasi, pelatihan, dan partisipasi aktif.

Terakhir, apabila sebuah organisasi mengejar pendekatan aktivis (hijau


tua) mereka mencari cara untuk melindungi sumber daya alam bumi ini.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan dari Belgia dan Ecover menghasilkan
produk pembersih ramah lingkungan di pabrik yang hampir tidak
mengeluarkan emisi sama sekali. Perusahaan memilih membangun fasilitas
ini karena komitmennya terhadap lingkungan.

2. Mengevaluasi Tindakan Manajamen Hijau


Seiring dengan "semakin hijaunya" bisnis, sering kali perusahaan
memberikan laporan lengkap mengenai kinerja lingkungan mereka.
Perusahaan dengan sukarela melaporkan usahanya menggunakan
panduan yang dikembangkan oleh Global Reporting Initiative (GRI).
Cara lain perusahaan untuk menunjukan komitmennya menjadi
hijau adalah dengan mengejar standar yang dikembangkan oleh
Organisasi Standardisasi Internasional (ISO).

C. Manajer dan Perilaku Etis


Etika (ethics) didefiniskan sebagai prinsip, nilai, dan keyakinan yang
mendefinisikan tindakan apa yang benar dan apa yang salah. Contohnya
etiskah sebagai tenaga penjual untuk menyuap agen pembeli agar agent
tersebut mau membeli ? Akankah ada perubahan apabila uang suap ini keluar
dari komisi tenaga penjual ?
1. Faktor yang Menentukan Perilaku Etis dan Tidak Etis
Dilema Etika ~> Tingkatan Perkembangan moral ~> Moderator ~>
Perilaku etis dan tidak etis.

Karakter
individu

Intensitas Moderator Budaya


masalah organisasi

Variabel
struktural

Berikut faktor-faktor yang memengaruhi perilaku etis dan tidak etis:


a. Tingkatan Perkembangan Moral
1) Level Prakonvensional
Pilihan seseorang antara benar dan salah didasarkan pada
konsekuensi personal dari sumber luar, seperti hukuman fisik,
hadiah, atau pertukaran kebutuhan.
2) Level Konvensional
Keputusan etis bergantung pada penjagaan standar yang
diharapkan dan memenuhi ekspektasi dari orang lain.
3) Level Prinsipal
Individu mendefinisikan nilai moral terpisah dari otoritas
kelompok tempat mereka bergabung atau masyarakat umum.

b. Karakteristik Individual
Nilai adalah keyakinan dasar tentang apa yang benar dan apa
yang salah. Ada dua variabel yang memengaruhi tindakan
seseorang, antara lain:
1) Kekuatan Ego (ego strength)
Ukuran kepribadian dari kekuatan dan keyakinan seseorang.
2) Lokus Kendali (locus of control)
Atribut kepribadian yang mengukur sampai di mana
seseorang yakin bahwa mereka dapat mengendalikan nasib
mereka sendiri.

3) Variabel Struktural
Variabel struktural lain yang memegaruhi pilihan etis
meliputi tujuan, sistem, sistem penilaian kinerja, dan prosedur
alokasi penghargaan. Sistem penilaian kinerja organisasi juga
dapat mempengaruhi perilaku etis. Beberapa sistem hanya
memfokuskan diri pada hasil, sementara sistem lain
mengevaluasi sarana dan hasilnya.

4) Budaya Organisasi
Manajemen berbasis nilai (value-based management) adalah
bentuk manajemen dimana nilai-nilai organisasi pemandu
karyawan dalam cara mereka melaksanakan pekerjaan mereka.

5) Intensitas Masalah
Ada enam karakteristik yang menentukan intensitas masalah
atau seberapa penting suatu masalah etika bagi seseorang, yaitu
besarnya kerusakan yang ditimbulkan, konsensus kesalahan,
probabilitas kerusakan, kesegaran konsekuensi, kedekatan
terhadap korban, dan konsentrasi pengaruh.

2. Etika dalam Konteks Internasional


Tingkat nasional dalam konteks etika melibatkan prinsip-prinsip
moral yang membimbing tindakan dan kebijakan yang diadopsi oleh
pemerintah, bisnis, pendidikan, dan sistem hukum suatu negara.
Etika dalam tingkat nasional mempertimbangkan nilai-nilai seperti
keadilan, integritas, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan.
D. Mendorong Perilaku Etis
Dalam hal mendorong perilaku etis para manajer seharusnya bisa
melakukan banyak hal serius untuk mewujudkannya. Beberapa contoh yang
bisa dilakukan para manajer untuk mendorong perilaku etis antara lain
menerima karyawan dengan standar etika tinggi, membuat kode etik,
memimpin dengan memberi teladan, dan lainnya. Dalam perusahaan atau
organisasi hal ini sangat penting karena berpotensi membangun lingkungan
yang positif. Berikut penjelasan mengenai mendorong perilaku etis:
1. Seleksi Karyawan
Proses rekrutmen karyawan bukan hal asing ketika kita melamar
suatu pekerjaan. Proses seleksi yang dilaksanakan biasanya meliputi
wawancara, tes, pengecekan latar belakang, dan lainnya. Hal tersebut
dilakukan untuk mempelajari bagaimana kepribadian pelamar dengan
memberi kesempatan kepada perusahaan untuk mempelajari tingkat
perkembangan moral, nilai pribadi, kekuatan ego, dan fokus kendali
seorang individu.

2. Kode Etik dan Peraturan Keputusan


Ketidakpastian mengenai apa yang etis dan apa yang tidak dapat
menjadi masalah bagi karyawan. Kode etik adalah pernyataan formal
dari nilai organisasi dan peraturan etika yang diharapkan dipatuhi
karyawan. Riset menunjukkan bahwa 97 persen organisasi dengan lebih
dari 10.000 karyawan mempunyai kode etik tertulis. Bahkan pada
organisasi yang lebih kecil, hampir 93 persen memilikinya. Karyawan
mengetahui ekspetasi perilaku, terutama bila berhubungan dengan etika.
Tata tertib karyawan yang eksplisit yang melarang staff membantu klien
untuk berbuat curang dalam pajak mereka. Namun, tidak semua
organisasi memiliki panduan perilaku etis terhadap eksplisit seperti itu.
Kode etik yg eksplisit umumnya diciptakan pimpinan perusahan untuk
membentuk kebiasaan serta aturan-aturan perilaku dari karyawan
perusahaannya sendiri. Pengaturan pada kode etik sendiri harus secara
gamblang dan berurutan, dimana nantinya tidak ada kerancauan pada
peraturan yang ditulis untuk karyawan-karyawan yang bekerja dibawah
organisasi. Kode etik harus mengatur tingkah laku karyawan dengan
secara runtut dan terperinci tanpa adanya ambigu dalam setiap poin-
poinnya

3. Kepemimpinan Manajemen Tingkat Atas


Manajer tingkat atas adalah sesorang yang mengatur jalannya suatu
perusahaan atau organisasi maka dari itu sangat penting bagi tokoh-
tokoh tersebut untuk menjaga dan mengatur tindak etis yang terjadi
dalam suatu perusahaan atau organisasi. Mereka adalah tokoh panutan
dalam kata-kata dan tingkah laku walaupun apa yang mereka lakukan
jauh lebih penting daripada apa yang mereka katakan. Manajer tingkat
atas juga memberi dorongan dengan praktik penghargaan dan hukuman
mereka. Praktik ini memberikan pesan bahwa melakukan hal yang salah
ada ganjarannya, dan bukan pilihan terbaik bagi karyawan untuk
bertindak tak etis

4. Tujuan Pekerjaan dan Penilaian Kinerja


Betapa besarnya dampak yang dapat dibuat oleh tujuan dan
penilaian kinerja yang tidak realistis. Di bawah tekanan tujuan yang
tidak realistis, karyawan yang seharusnya mempunyai etika mungkin
merasa bahwa mereka tidak mempunyai pilihan kecuali melakukan apa
yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut. Selain itu, pencapaian
tujuan biasanya merupakan hal penting dalam penilaian kinerja. Bila
penilaian kinerja berfokus hanya pada tujuan ekonomis, hasil akhir akan
mulai membenarkan caranya untuk mendorong perilaku etis, baik hasil
akhir maupun caranya harus dievaluasi.

5. Pelatihan Etika
Kekhawatiran utama dalam pelatihan etika adalah apakah etika
dapat diajarkan. Masyarakat menentukan sistem nilai perorangan
mereka sendiri saat mereka masih muda. Nilai perorangan dapat
dipelajari setelah masa awal kanak-kanak dimana pelatihan etika
meningkatkan kesadaran isu etika dalam bisnis. Fokus utama kursus
singkat ini adalah Lockheed menyajikan isu-isu khusus dalam pekerjaan
atau departemen. Selain pelatihan etika, Lockheed Martin mempunyai
kode etik tertulis yang digunakan secara luas, layanan bantuan etika
yang dapat dihubungi karyawan untuk meminta panduan dalam
menghadapi masalah etika, dan pejabat etika yang ditempatkan di
berbagai unit bisnis perusahaan.

6. Audit Sosial Independen


Ketakutan akan ditangkap merupakan pencegah utama perilaku
tidak etis. Audit sosial independen mengevaluasi keputusan dan praktik
manajemen berdasarkan kode etik organisasi. Program etika yang
efektif mungkin memerlukan kedua hal, yaitu integritas dan
mempresentasikan. Sarbanes-Oxley Aet memberi standar yang lebih
ketat bagi bisnis dalam hal pengungkapan finansial dan tata kelola
perusahaan, semakin banyak organisasi yang menganggap ide audit
sosial independent ini sebagai ide yang menarik. Penerbit majalah
Business Ethics “Debat telah beralih dari apakah kita akan berperilaku
etis menjadi bagaimana kita berprilaku etis”.

7. Mekanisme Protektif
Karyawan terkadang takut untuk menyuarakan hal yang benar
karena takut mendapatkan hukuman atas sesuatu yang bukan
kesalahannya. Dalam hal ini perusahaan atau organisasi harus
mengambil tindakan dengan memberikan proteksi kepada karyawan.
Proteksi yang dimaksud bisa dalam bentuk menugaskan konselor etika
ketika karyawan menghadapi dilemma etika. Selain itu, bisa juga
dengan menunjuk pejabat etika dan kepatuhan yang merancang,
mengarahkan, dan memodifikasi program etika/kepatuhan sesuai
kebutuhan. Ketika hal ini sudah tidak efektif, maka alternatif yang bisa
dilakukan adalah dengan melaporkan langsung ke CEO dengan
pendampingan konselor etika atau pejabat etika.

E. Masalah Tanggung Jawab Sosial dan Etika Di Dunia Masa Kini


1. Mengelola Kegagalan Moral dan Kebobrokan Sosial
Salah satu survei yang melibatkan lebih dari 5000 pegawai
melaporkan bahwa 45% pegawai mengakui pernah tertidur saat bekerja,
22% pernah mengatakan bahwa mereka menyebar kabar buruk mengenai
teman kerjanya, 18% menyatakan bahwa mereka membolos, dan 2%
mengatakan bahwa mereka telah mengambil penghargaan dari pekerjaan
orang lain. Beberapa penelitian terbaru yang menarik menunjukkan
bahwa laki-laki lebih mungkin untuk bertindak tidak etis daripada
perempuan dalam situasi dimana kegagalan bisa membahayakan rasa
maskulinitasnya. para peneliti menyatakan alasannya adalah kalah dalam
sebuah “pertempuran terutama dalam konteks yang sangat kompetitif dan
secara historis memiliki orientasi laki-laki, menghadirkan ancaman bagi
kompetitor maskulin. Untuk memastikan kemenangannya, laki-laki akan
mengorbankan standar moral jika melakukan itu berarti kemenangan”.
Sayang sekali kita melihat perilaku seperti itu tidak hanya saat bekerja,
tetapi perilaku itu telah menjangkit seluruh masyarakat. Apa yang dapat
dilakukan manajer ada dua tindakan yang tampaknya sangat penting
untuk kemajuannya yang beretika dan perlindungan bagi mereka yang
melaporkan tindakan yang salah. Berikut uraian solusi untuk para manajer
ketika menghadapi situasi tersebut:
a. Kepemimpinan yang Beretika
Manajer harus memberikan kepemimpinan yang beretika seperti
yang telah dikatakan di depan apa yang dilakukan manajemen
mempunyai pengaruh kuat terhadap keputusan karyawan untuk
berperilaku etis atau tidak.
b. Perlindungan Bagi Karyawan yang Mengangkat Isu Etika
Mengangkat isu penting ketika bagaimana cara untuk memastikan
agar karyawan yang mengangkat masalah atau isu etika tidak akan
menghadapi resiko pribadi ataupun karier. Individu ini sering disebut
pengadu dapat menjadi bagian penting dari program etika setiap
perusahaan. Bagaimana karyawan dapat dilindungi sehingga mereka
bersedia melakukan pengaduan jika mereka melihat tindakan illegal
atau tidak etis terjadi? Salah satu caranya adalah dengan menyediakan
saluran langsung bebas biaya tentang etika. Sebagai contoh, Dell
mempunyai saluran langsung untuk etika dimana karyawan dapat
menelepon tanpa memberitahu identitasnya untuk melakukan
pelanggaran yang kemudian diinvestigasi perusahaan.

2. Kewirausahaan Sosial
Wirausahawan sosial yaitu individu atau organisasi yang mencari
kesempatan untuk memajukan masyarakat dengan menggunakan
pendekatan praktis dan berkelanjutan. Wirausahawan sosial hendak
membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan mempunyai
keinginan kuat untuk menjadikannya nyata. Arti penting wirausahawan
sosial bagi perusahaan sosial serupa dengan arti penting wirausahawan
bisnis bagi perekonomian. Masalah sosial terkait kewirausahaan sosial
sangat banyak, padahal solusi yang terlihat hanya sedikit. Namun,
sejumlah orang dan organisasi berusaha melakukan sesuatu. Praktik-
praktik terbaik dari komunitas terpaduan dan apa yang dapat kita pelajari
dari wirausaha manusia walaupun banyak organisasi telah berkomitmen
untuk melakukan bisnis secara etis dan bertanggung jawab, mungkin
mereka bisa melakukan lebih seperti yang ditunjukkan oleh
wirausahawan sosial.

3. Bisnis Mempromosikan Perubahan Sosial yang Positif


a. Filantropi Perusahaan
Filantropi perusahaan dapat menjadi lahan yang efektif bagi
perusahaan untuk menghadapi masalah masyarakat. Cara perusahaan
mendukung gerakan sosial yaitu dengan kampanye membuat
kesadaran bahaya kanker payudara dan kampanye AIDS red global
(dimulai dari Bono).
b. Upaya Sukarela Karyawan
Sukarelawan karyawan adalah jalan yang populer bagi bisnis untuk
terlibat dalam promosi perubahan sosial. Contohnya, Dow Corning
mengirim sebuah tim kecil karyawannya ke pedesaan India untuk
membantu kaum wanita disana “memeriksa jahitan dan menetapkan
harga bagi pakaian jadi untuk dijual di pasar-pasar setempat.”.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tanggung jawab sosial dan etika bukan lagi sebuah pilihan melainkan
sebuah kebutuhan. Organisasi harus secara aktif terlibat dengan isu-isu
sosial dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan
lingkungan. Hal ini bukan hanya tentang mematuhi peraturan hukum tetapi
juga tentang memenuhi tanggung jawab etis mereka terhadap masyarakat di
mana mereka beroperasi.
Pentingnya tanggung jawab sosial dalam dunia bisnis dapat dilihat dalam
berbagai aspek. Hal ini menciptakan hubungan positif dengan pemangku
kepentingan dan membantu membangun citra perusahaan yang baik.
Namun, yang lebih penting adalah konsep tanggung jawab sosial, di mana
perusahaan bermaksud melakukan apa yang benar dan bertindak dengan
cara yang bermanfaat bagi masyarakat, bahkan melampaui kewajiban
hukum dan ekonomi internasional. Dalam hal ini, organisasi harus terlibat
dengan masyarakat, karena hal ini tidak hanya memberikan dampak positif
bagi masyarakat tetapi juga memperkuat citra perusahaan.
Dengan berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti program amal,
inisiatif lingkungan hidup, atau kegiatan sukarela, organisasi dapat
membangun hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan dan
membangun kepercayaan masyarakat. Selain itu, dalam konteks perilaku
etis, manajer harus memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
etis dan tidak etis, seperti tingkat perkembangan etika individu, karakteristik
pribadi, variabel struktural, budaya organisasi, dan intensitas masalah.
Diperlukan juga perilaku etis dalam suatu organisasi antara lain pemilihan
pegawai yang memiliki standar etika yang tinggi, pembuatan kode etik,
pemberian keteladanan, evaluasi kinerja yang memperhatikan aspek etika,
pelatihan tentang etika, dan lain-lain. Hal ini penting untuk menciptakan
lingkungan kerja yang positif dan beretika.
DAFTAR PUSTAKA

Robbins S., C. Mary.(2010). Manajemen Jilid 1, Ed. ke-10. Terjemahan: Bob


Sabran, M.M. Jakarta: Erlangga
Bagheri, A., et al. (2019). "Green Strategy Planning for Organizations: A
Systematic Review." Journal of Environmental Management, 250, 109489.
Smith, J., & Johnson, L. (2018). "Reducing Carbon Emissions in Organizations:
A Review of Best Practices." Sustainability, 10(10), 3669.
Thompson, S., et al. (2020). "Effective Waste Management for Green
Organizations." Waste Management & Research, 38(6), 621-633.
Brown, M., & Davis, E. (2017). "The Role of Green Technology in Building
Sustainable Organizations." International Journal of Environmental
Research and Public Health, 14(8), 931.
Lee, J., et al. (2019). "Engaging Stakeholders for Green Organizational
Transformation." Sustainability, 11(3), 815.
Frederickson, H. G., & Ghere, R. K. (2016) "Ethics in Public Management"
untuk etika dalam pemerintahan
Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2006). Strategy and society: The link between
competitive advantage and corporate social responsibility. Harvard
Business Review, 84(12), 78-92.

Anda mungkin juga menyukai